Anda di halaman 1dari 5

Teologi berasal dari bahasa Yunani; theos, yang berarti Tuhan, dan logia yang berarti kata-kata, ucapan

atau
wacana. Dengan demikian, teologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan Tuhan
atau keyakinan beragama. Salah satu syarat suatu ajaran disebut agama adalah apabila ajaran tersebut
mempunyai kitab suci.

Mempraktekan ajaran kitab suci adalah kewajiban bagi orang yang beragama. Salah satu agama yang sah yang
diakui di NKRI adalah agama Hindu. Kitab suci agama Hhindu adalah Veda. Oleh karena itu teologi agama hindu
adalah teologi yang bersumber dari kitab suci

Veda.

Hindu adalah sebutan yang diberikan oleh penjajah Inggris terhadap sekelompok masyarakat di pinggir sungai
Sindu yang mempraktekkan ajaran Sanātana-Dharma. Sejak itulah sebutan Hindu menjadi melekat kepada
siapapun atau kelompok manapun yang mempraktekkan ajaran sanatana dharma yang ada di kitab suci Veda
yang disusun oleh Rṣi Vyāsadeva. Dengan demikian bagi seseorang/kelompok yang mengikuti ajaran veda beserta
aturan dan peraturannya disebut Hindu, sebaliknya yang mengaku beragama Hindu secara otomatis ia harus
mengikuti tata cara / aturan dan peraturan dalam kitab Veda yang merupakan ajaran, perintah dan roh dari wadah
Hindu tersebut.

Arti kata Veda adalah pengetahuan. Secara umum Veda sendiri mendefinisikan pengetahuan sebagai "Kṣetra-
kṣetrajñayor jñānaṁ yat taj jñānam, yaitu mengerti perbedaan antara badan jasmani (kṣetra) yang material dan
bersifat sementara, dengan makhluk hidup (kṣetrajña) yang bersifat spiritual abadi, yang disebut pengetahuan
(Bhagavad-Gītā 13.3). Jadi pengetahuan Veda mencakup parā-vidyā (pengetahuan material) & aparā-vidyā
(pengetahuan rohani).

Tuhan yang merupakan obyek pencarian semua jiva di dalam Veda disebut Kebenaran Mutlak (sommum bonnum)
esensi dari semua keberadaan. Karena Tuhan bersifat transcendental, Beliau tidak bisa dipahami atau dicapai
melalui indria-indria. Di satu sisi makhluk hidup yang ada di dunia material memiliki jenis badan dan kesadaran
yang berbeda-beda sesuai dengan guna/sifatnya. Untuk memfasilitasi kesadaran yang berbeda-beda itu maka
Veda memberikan pengetahuan yang berjenjang agar bisa dijangkau oleh berbagai tingkat kesadaran dan
golongan manusia. Itu sebabnya kita akan menemukan berbagai bagian Veda yang seolah-olah berbeda dan
kadang kontradiktif, (di sini kita perlu mempelajari Veda secara komprehensif dan sistematis, karena jika belajar
Veda secara parsial terpisah-pisah cenderung menimbulkan kesalahpahaman dan fanatisme berlebihan terhadap
satu bagian veda saja). Untuk bisa memberikan pemahaman yang utuh, Veda juga memberikan penjelasan
tentang Tuhan yang Mutlak melalui dua perspektif besar yaitu dvaita dan advaita, dalam konsep ini aspek Tuhan
yang tidak memiliki bentuk atau sifat disebut sebagai nirguṇa sedangkan aspekNya yang pribadi, berbentuk dan
memiliki sifat-sifat rohani disebut sebagai saguṇa.

Filsafat vaiṣṇava adalah filsafat yang menjelaskan Tuhan dalam perspektif advaita. Filsafat vaiṣṇava mengajarkan
suatu pengetahuan tentang Viṣṇu-tattva dan cara pemujaan kepada semua Viṣṇu-tattva, Nārāyaṇa, termasuk
kepada Śrī Kṛṣṇa. Salah satu cara pemujaan kepada Śrī Kṛṣṇa dilakukan oleh pengikut ajaran sanātana-dharma
yang dikenal dengan sebutan kelompok Hare Kṛṣṇa, di bawah naungan organisasi ISKCON. Teologi dalam
Kesadaran Kṛṣṇa / Hare Kṛṣṇa termuat dan bersumber dari kitab suci veda, baik dalam Veda Śruti maupun Veda
Smṛti. Praktek keagamaan yang dilakukan oleh bhakta Hare Kṛṣṇa merujuk pada ayat –ayat kitab suci Veda, dan
mereka tidak sedang mencoba membuat Veda baru. Kitab suci Veda sudah ada dan sebagian besar disusun oleh
Rṣi Vyāsadeva. Para guru dan ācārya dalam garis perguruan Gauḍīya Vaiṣṇava ketika menerjemahkan dan
memberikan penjelasan sloka-sloka Veda, semua itu didasarkan atas otoritas paramparā atau sampradaya
vaiṣṇava dimana filsafat sampradaya vaiṣṇava memang ada tercantum di dalam veda. Para Bhakta Hare Kṛṣṇa
yang belajar memahami Tuhan melalui filsafat vaiṣṇava sangat meyakini akan kebenaran Veda dan mempraktekan
ajaran Veda tersebut berdasarkan prosedur yang termuat dalam Veda itu sendiri. Veda adalah apauruṣeya, tidak
ditulis oleh manusia biasa, veda adalah sumber kebenaran, seperti yang disebutkan dalam kitab Mānava-Dharma
Śāstra II.10:

śrutistu vedo vijñeyo dharmaśāstram tu vai smṛtiḥ

Te sarvātheṣva mimāmsye tābhyāṁ dharmohi nirbabhau

Artinya: sesungguhnya Śruti adalah Veda, demikian pula Smṛti adalah Dharma Śāstra, keduanya harus tidak boleh
diragukan kebenaran ajarannya, karena keduanya adalah sumber Dharma.

Karena Veda memang memuat keduanya maka sebagai pengikut Veda hendaknya kita tidak hanya menerima satu
bagian Śruti saja sebagai sumber kebenaran, atau hanya menerima Smṛti saja sebagai sumber Kebenaran. Śruti
dan Smṛti adalah Sumber Kebenaran. Yang termasuk Veda Śruti adalah, Ṛg, Sāma, Yajur, Atharva, dan juga
upaniṣad - upaniṣad, dan yg termasuk Veda Smṛti misalnya Purāṇa-purāṇa, Itihāsa (Mahābhārata dan Rāmāyaṇa)
dll. Mempelajari Veda berarti mempelajari keseluruhan Śruti dan Smṛti. Kebenaran Tuhan tertuang dalam Veda
karena Veda berasal langsung dari Tuhan. Bṛhad-āraṇyaka Upaniṣad 2.4.10 menyatakan ;

asya mahato bhūtasya nihśvasitam etad yad ṛgvedo yajur

vedaḥ sāma vedātharvāṅgirasa itihāsaḥ purāṇaṁ vidyā

“O Maitreya, Ṛg, Yajur, Sāma dan Atharva Veda, begitu pula dg Itihāsa dan Purāṇa- purāṇa, semuanya berasal dari
nafas Tuhan Yang Maha Esa”.

Mempelajari kitab Veda dalam rangka mendekati Tuhan tidak akan berhasil apabila kita melakukannya dengan
mentalitas kebencian dan menolak bagian ajaran Tuhan lainnya.

Para Vaiṣṇava Mendekati Kebenaran Mutlak Melalui aspek saguṇa Brahman tanpa menolak aspek nirguṇa
Brahman.

Veda menjelaskan definisi Tuhan dalam kitab brahma sutra 1.1.2: "janmādy asya yataḥ" artinya Tuhan adalah asal
mula atau sumber dari segala sesuatu. Seperti telah disinggung di awal, kitab suci Veda juga menyebutkan adanya
dua filsafat keketuhanan yaitu nirguṇa Brahman (impersonal God / Tuhan tak berwujud) dan saguṇa Brahman
(personal God /Tuhan berwujud) untuk menginsyafi Kebenaran Mutlak . Secara prinsip tidak ada perbedaan dari
kedua teologi ini karena Tuhan bersifat mutlak. Bagi Tuhan yang tidak terbatas, tidak ada perbedaan berwujud
atau tidak berwujud karena Tuhan selalu tidak terpengaruh oleh tiga sifat alam material (tri guna) atau tidak
dipengaruhi oleh ciptaanNya karena Tuhan melampaui semua itu. Tuhan Maha Kuasa, Tuhan serba bisa dan tidak
sulit bagi Tuhan untuk tidak berwujud atau berwujud. Adanya aspek nirguna dan saguna Brahman adalah ciri
lengkap dari Kebenaran Mutlak Yang Maha Sempurna. Kesempurnaan Beliau dijelaskan melalui kitab Veda
sebagai wujud kasih sayang Tuhan kepada semua mahkluk agar memilih aspek mana yang mampu dipahaminya
dan membuatnya nyaman dalam mendekati dan memuja Tuhan. Dalam konteks ini Kesadaran Krishna memilih
saguna Brahman dengan meyakini Śrī Kṛṣṇa sebagai wujud pribadi Tuhan. Pemilihan pada saguṇa Brahman,
sebagai obyek atau fokus pemujaan adalah untuk memudahkan dalam berbhakti pada Tuhan.

Arca Sebagai Personifikasi Tuhan dan Obyek Pemujaan

Dalam berbhakti pada Tuhan ada tiga hal yang harus ada yaitu; ada abdi atau pemuja, ada kegiatan pemujaan
(pelayanan bhakti ) dan ada obyek pemujaan (wujud Tuhan). Wujud Tuhan sebagai realisasi dari saguṇa Brahman
bisa dibuatkan arcaNya yang bahannya ditentukan oleh kitab suci Veda seperti dijelaskan dalam Bhāgavata
purāṇa 11.27.12 sebagai berikut:

śailī dāru-mayī lauhī lepyā lekhyā ca saikatī


Mano-mayī maṇi-mayī pratimāṣṭa-vidhā smṛta

Artinya: “ Pratima atau arca Tuhan bisa dibuat dari 8 jenis bahan yaitu dari; batu, kayu, logam, tanah, lukisan, pasir,
direnungkan dalam pikiran dan dari batu permata.”

Para bhakta dalam kesadaran Kṛṣṇa mempraktekan ajaran veda ini dengan membuat berbagai Arca Śrī Kṛṣṇa dan
melakukan proses prāṇa-pratiṣṭha atau sakralisasi arca sesuai penjelasan yang ada di dalam Veda.

Para Vaiṣṇava Memuja Kṛṣṇa Berdasarkan Penjelasan Berbagai Sloka Veda dan Purāṇa

MeyakiniŚrī Kṛṣṇa sebagai saguṇa Brahman atau personal God / Tuhan yang berwujud, bukanlah ajaran diluar
Veda. Sifat –sifat ketuhanan Sri Krishna termuat dalam ayat –ayat veda, baik Veda Śruti maupun Veda Smṛti.
Seperti di atas sudah dijelaskan apa definisi Tuhan dalam brahma-śutra 1.1.2: janmādy asya yataḥ ; Tuhan adalah
sumber segala sesuatu. Ayat ini ditulis oleh Rṣi Vyāsa dan Rṣi Vyāsa sendiri menjelaskan ayat ini dalam Bhāgavata-
purāṇa 1.1.1:

om namo bhagavate vāsudevaya

janmādy asya yato’nvayād itarataś cārtheṣu abhijnaḥ svarāṭ

..yg dimaksud janmādy asya yataḥ adalah Vāsudeva, dan Vāsudeva adalah nama lain dari Kṛṣṇa, Tuhan sumber
segala sesuatu. Kalimat terakhir ayat itu juga menekankan: dhāmnā svena sadā nirasta kuhakaṁ satyaṁ paraṁ
dhīmahi: hamba menyembah Vāsudeva yg adalah satyaṁ paraṁ, Kebenaran Mutlak (Tuhan).

Jadi Vāsudeva Kṛṣṇa adalah Tuhan, itulah kesimpulan Rṣi Vyāsa. Kesimpulan Rṣi Vyāsa. Ini sama dengan apa yang
sudah termuat dalam Veda – Veda yang lain seperti misalnya :BG 10.8: ahaṁ sarvasya prabhavo mattaḥ sarvam
pravartate; “Aku adalah sumber segala dunia rohani dan segala dunia material, segala sesuatu berasal dari-Ku”.
Sarva-loka – mahesvaram; “Aku adalah Penguasa semua planet dan isinya” (BG 5.29).

Dinyatakan juga dalam brahmā-vaivarta-purāṇa bagian brahma–khanda 1.1.4:

Vande kṛṣṇam gunatitam param brahma acyutam yataḥ

Avirbabhruvaḥ prakrti brahma viṣṇu sivadayaḥ

Artinya: ” hamba bersujud pada Śrī Kṛṣṇa, yang berada diluar pengaruh tri-guṇa atau tiga sifat alam (sattvam,
rajas, tamas). Śrī Acyuta (Śrī Kṛṣṇa) adalah Paraṁ brahman, dari Beliau muncullah Brahmā, Viṣṇu dan Śiva dan
seluruh dunia.”

mattaḥ parataraṁ nanyāt kiñcid asti dhanañjaya

mayi sarvam idaṁ protaṁ sūtre maṇi ganāiva

“ Wahai Dhanañjaya, tidak ada kebenaran yang lebih tinggi dari pada-Ku. Segala sesuatu bersandar kepada-Ku,
bagaikan mutiara diikat pada seutas tali”. (BG 7.7)

Dariwujud Śrī Kṛṣṇa ini munculah aspek Tuhan. Aspek Tuhan ada 3 menurut Bhāgavata Purāṇa 1.2.11: brahmeti
paramātmeti bhagavān iti śabdyate. Pada umumnya orang mengatakan Tuhan itu sinar, atau Brahman. Itu benar,
itulah aspek Tuhan sebagai Brahman, sinar yg abstrak. Orang mengatakan Tuhan ada di mana-mana. Itu benar.
Itulah aspek Tuhan sebagai Paramātma yg masuk bahkan ke setiap atom ciptaan, vyapi vyapaka. Tuhan juga di
luar semua ciptaan, itulah yang disebut Bhagavān. Brahman, Paramātma dan Bhagavān masing - masing
disebutkan dalam Veda, sebagian bisa kita lihat dalam sloka-sloka berikut ini;

BG 14.27: brahmaṇo hi pratiṣṭhāham: Aku adalah sandaran Brahman yg tidak berwujud.

BG 15.15 sarvasya cahaṁ hrdi sanniviṣṭo: Aku bersemayam dalam setiap mahkluk, menunjukan Paramātma.

Bhāgavat Purāṇa: 1.3.28: kṛṣṇas tu bhagavān svayam: Srī Kṛṣṇa adalah Bhagavān, memiliki segala kehebatan
sempurna yg ada di luar semua ciptaan material ,na cāhaṁ teṣv avastithaḥ (BG 9.4).

Śrī Kṛṣṇa Berwujud Manusia, Apakah Beliau Manusia?

Wujud Śrī Kṛṣṇa bersifat rohani. Badan Śrī Kṛṣṇa tidak terbuat dari unsur pañca-mahā-bhūta. Wujud badan rohani
Śrī Kṛṣṇa terbuat dari sat cit ānanda…īśvaraḥ paramaḥ Kṛṣṇaḥ sad-cid-ānanda vigrahaḥ anādir ādir govindaḥ sarva
kāraṇa kāraṇam: “Śrī Kṛṣṇa adalah pengendali tertinggi, wujud beliau penuh kekekalan, penuh pengetahuan dan
penuh kebahagiaan, Beliau tiada berawal dan tiada berakhir dan beliau adalah sebab dari segala sebab”, inilah
rangkaian pujian doa dewa Brahma kepada Śrī Kṛṣṇa dalam kitab Ṣrī Brahma-saṁhitā 5.1. Badan rohani Śrī Kṛṣṇa
memang mirip seperti manusia tapi bukan manusia, hal ini dibenarkan dalam Bhāgavat Purāṇa 10.33.36:
"anugrahāya bhaktānāṁ mānuṣaṁ deham āsthitaḥ….mānuṣaṁ artinya seperti manusia..deham āsthitaḥ; berwujud
badan, jadi mānuṣaṁ deham āsthitaḥ artinya berwujud badan seperti manusia. Wujud rohani Śrī Kṛṣṇa ini tidak
dipengaruhi oleh tri-guṇa atau tiga sifat alam, seperti yang disabdakan oleh Śrī Kṛṣṇa sendiri dalam Bhagavad-Gītā
7.13: tribhir guṇamayair bhāvair ebhiḥ sarvam idaṁ jagat mohitaṁ nābhijānāti mām ebhyaḥ param avyayam.
Artinya: karena dikhayalkan oleh tri-guṇa (satvam, rajas, dan tamas), seluruh dunia tidak mengenal DiriKu, yang
berada di atas tri-guṇa dan tidak dapat dimusnahkan”. Sekali lagi, Tuhan adalah kebenaran Mutlak dan bersifat
rohani, pikiran dan indria-indria makhluk hidup yang tidak suci, tidak bisa memahami kebenaran tertinggi ini
sehingga satu-satunya cara untuk maju dalam jalan rohani adalah berserah diri kepada pernyataan kitab suci Veda
sebagai sabda langsung dari Beliau. Kita hendaknya tidak membuat spekulasi sendiri sesuai dengan selera pribadi
, suka dan tidak suka terhadap pernyataan-pernyataan Veda.

Tuhan merupakan Acintya

Sifat Tuhan yang Acintya, tak terpikirkan juga mengacu pada nāma, guṇa/sifat, rūpa /wujud dan līlā/kegiatan
rohani Tuhan dalam aspeknya yang pribadi (saguṇa). Tak terpikirkan berarti tak terpikirkan dengan pikiran
material, namun dapat dipahami melalui kesadaran rohani, dimana kesadaran rohani hanya bisa dicapai melalui
praktek disiplin spiritual berdasarkan bimbingan seorang guru kerohanian yang telah terlebih dahulu
mempraktekkan disiplin rohani dalam berhubungan dengan Śrī Kṛṣṇa, dimana kesadaran guru tersebut senantiasa
dalam meditasi kepada Śrī Kṛṣṇa. Acintya juga adalah Śrī Kṛṣṇa, hal ini disabdakan oleh Dewa Brahmā dalam kitab
Brahma-Saṁhitā 5.38: premañjana –cchurita bhakti vilocanena", dengan prema, cinta kasih rohani, maka akan
mencapai kesadaran rohani dalam tataran bhakti, sehingga yaṁ śyāmasundaram acintya-guṇa svarūpaṁ, rupa
rohani acintya yang adalah Śyāmasundara, nama lain dari Śrī Kṛṣṇa akan bisa dimengerti dan dipahami. Bukti
bahwa Tuhan bisa dipikirkan dibenarkan dalam BG 18.65 : man-manā bhava mad bhakto; berpikirlah tentang-Ku
senantiasa. Disamping itu pula karena ada wujud maka lebih mudah memikirkan Tuhan untuk mempraktekkan
ayat dari Bhagavad-Gītā ini.

Apa yang telah diuraikan dari ayat diatas berasal dari Veda Smṛti, dan Veda Śruti pun menguraikan tentang Śrī
Kṛṣṇa adalah wujud Tuhan, seperti:

“Kṛṣṇo vai paramaṁ daivatam” ; Śrī Kṛṣṇa adalah wujud Tuhan Yang Maha Esa. (Yajur Veda bagian Gopāla-tāpanī
Upaniṣad 1.3).

Tasmāt kṛṣṇa eva paro devas taṁ dhyāyet taṁ raset taṁ bhajet taṁ yajet ity oṁ tat sat iti“ Karena itu, Śrī Kṛṣṇa
adalah Kepribadian Tertinggi Tuhan Yang maha Esa, hendaknya orang memujiNya, mengabdikan diri padaNya
dan memujaNya. Oṁ tat sat”. (Gopāla-tāpanī Upaniṣad 1.54).
Dalam Atharva Veda bagian Nārāyaṇa Upaniṣad 4 juga disebutkan:

Brahmaṇyo–devakī putraḥ brahmaṇyo madhusudhanaḥ Brahmaṇyo puṇḍarīkākṣo brahmaṇyo viṣṇur acyuteti


Kāraṇam rūpa akāraṇam Brahman “Putra Devakī yaitu Śrī Kṛṣṇa, Madhusudana, Puṇḍarīkākṣa, Viṣṇu, Acyuta adalah
Brahman. Dia yang adalah tanpa sebab, penyebab segalanya, Dia adalah Brahman tertinggi”.

etad viṣṇoḥ paramam padam ye nityoyuktaḥ saṁyajante na kāmān

teṣam asau gopa-rūpāḥ prayatnāt prakāṣayād atma padaṁ tadaiva

“Bagi mereka yang senantiasa dengan tekun memuja wujud rohani Śrī Viṣṇnu, Tuhan yang wujud aslinya sebagi
pengembala sapi (Gopa-Rūpa), dapat menyaksikan kaki padamaNya” (Gopāla-tāpanī Upaniṣad 1.22)

Disini disebutkan wujud sejati dari Śrī Viṣṇnu adalah pengembala sapi, dan pengembala sapi itu adalah Śrī Kṛṣṇa.
Secara spiritual semua wujud Śrī Vishnu atau Śrī Kṛṣṇa tidak ada bedanya, Mereka sesungguhnya satu sebagai
saguṇa Brahman, hanya berbeda bentuk. Ada yang berlengan 4, ada yang berlengan 2, ada yang berwujud kepala
Singa (Śrī Nṛsiṃha), ada yang berwujud Babi (Varāha) dll. Inilah yang dalam kesadaran Kṛṣṇa disebut acintya
bheda abheda tattva, sama dan berbeda pada waktu yang sama.

Demikianlah banyak ayat Veda baik Veda Śruti maupun Smṛti yang menyebutkan Śrī Kṛṣṇa adalah wujud rohani
Tuhan. Bhakta Hare Kṛṣṇa melakukan pemujaan kepada Kṛṣṇa berdasarkan ajaran dan penjelasan berbagai bagian
Veda tersebut, bukan membuat spekulasi sendiri atau melakukan praktek pemujaan diluar Veda. Jika kita
berkenan mempelajari Veda dengan tulus dan sabar, kita akan mampu menemukan bahwa pemujaan kepada Śrī
Kṛṣṇa adalah salah satu ajaran yang tertuang dalam Veda. Kitab suci Veda menyediakan begitu banyak pilihan ista
dewata untuk disembah. Memilih salah satu filosofi hare krishna ista dewata untuk disembah bukanlah larangan
dalam Veda, dan juga bukan berarti menganggap pilihan yang lain tidak benar. Meyakini dan melakoni disiplin
dalam mempraktekkan ajaran pilihan yang termuat dalam Veda bukan tanda tidak menerima kebenaran ajaran
yang lain.

Seperti telah dijelaskan di awal, Veda, pengetahuan sanātana-dharma yang merupakan sumber mata air yang
mengalir abadi melampaui ruang, waktu, suku, bangsa, ras, dan status sosial, dengan agama Hindu sebagai rumah
para pengikutnya, yang menyediakan berbagai jalan mendekati Tuhan, hendaknya setiap pengikutnya menyadari
untuk mengembangkan rasa menghargai dan menghormati pilihan orang lain, dimana masing-masing pihak
mempraktekkan keyakinannya dengan tetap mempertimbangkan desa kala patra tanpa mengurangi makna dari
bagian ajaran yang ditekuni. Marilah kita ciptakan nuansa kehidupan yang rukun, damai dan bahagia walaupun
dalam keberagaman, karena keberagaman itu sendiri juga adalah ciptaan Tuhan dan Karena kita semua berasal
dari Tuhan maka sesungguhnyalah kita semua bersaudara, “vasudhaiva kuṭumbhakam”. Tuhan yang kita puja
dengan berbagai cara dan jalan akan sangat puas apabila salah satu dari kita melakukan kekeliruan atau bersikap
kurang tepat saling mengingatkan dengan dilandasi kasih sayang layaknya rasa sebuah keluarga.

“Semoga pikiran yang baik datang dari segala arah” Oṁ Tat Sat.

Anda mungkin juga menyukai