Anda di halaman 1dari 16

37

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kuasi
eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Pada kuasi eksperimen subjek tidak
dikelompokkan secara acak tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya
(Ruseffendi, 1998). Terdapat dua kelompok sampel pada penelitian ini yaitu
kelompok eksperimen melakukan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran matematika tipe group investigation dan kelompok kontrol
melakukan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
Kedua kelompok diberikan pre-test dan post-test, dengan menggunakan instrumen
tes yang sama. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan
variabel tidak bebas. Variabel bebas yaitu model pembelajaran matematika tipe
group investigation, sedangkan variabel tidak bebasnya yaitu kemampuan
pemecahan masalah matematis dan self-concept siswa.
Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang
pemecahan masalah matematis siswa. Desain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah desain ”Nonekuivalen Control-Group Design”, dimana kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol diseleksi tanpa prosedur acak (without random
assignment). Pada dua kelompok tersebut sama-sama diberikan pre-test dan post-
test. Hanya kelompok eksperimen saja yang diberikan treatment, dengan
rancangan sebagai berikut (Creswell, 2010: 242).

Kelompok eksperimen O X O
Kelompok kontrol O O
dengan: O = Pre-test dan Post-test kemampuan pemecahan masalah matematis
dan self-concept siswa
X = Pembelajaran matematika dengan model group investigation.

Riki Musriandi, 2013


Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


38

B. Populasi dan Sampel


Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah
sebagian dari populasi itu (Sugiyono, 2011: 215).
Penelitian ini dilakukan di salah satu MTsN yang ada di Banda Aceh,
dengan pertimbangan karena fasilitas yang tersedia termasuk lengkap baik itu
buku bacaan, alat peraga dan laboratorium matematika yang dapat membantu
siswa untuk mendapatkan informasi yang mereka perlukan dalam proses
pembelajaran. Sebagai populasi dari penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII
pada tahun ajaran 2012/2013yang berjumlah 11 kelas.
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-10 dan VIII-11
berdasrkan hasil pertimbangan yang disampaikan kepala sekolah dan guru bidang
studi matematika di sekolah tersebut. Kelas yang terdapat di MTsN tersebut
berjumlah 33 Kelas dengan rincian kelas VII terdiri dari 11 kelas, kelas VIII
terdiri dari 11 kelas dan kelas IX terdiri dari 11 kelas. Pendistribusian siswa pada
kelas VIII dilakukan secara merata pada seluruh kelas dengan jumlah siswa
berkisar antara 30-31 orang siswa. Pemilihan kelas kontrol dan eksperimen akan
ditentukan dengan random terhadap kelas VIII-10 dan VIII-11.

C. Instrumen Penelitian
Data dalam penelitian ini diperoleh dari instrumen yang digunakan yaitu
instrument yang disusun dalam bentuk kuesioner/angket dan tes yang dijawab
oleh responden secara tertulis. Instrumen tersebut terdiri dari tiga macam
instrumen, yaitu: (a) tes kemampuan pemecahan masalah matematis; (b) lembar
observasi selama pembelajaran dan (c) skala self-concept siswa tentang
matematika. Instrumen ini dikembangkan melalui beberapa tahap, yaitu: tahap
pembuatan instrumen, tahap penyaringan dan tahap uji coba instrumen (tes
kemampuan pemecahan masalah matematis). Uji coba instrumen dilakukan untuk

Riki Musriandi, 2013


Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


39

melihat validitas butir tes, reliabilitas tes, daya pembeda butir tes, dan tingkat
kesukaran butir tes.
1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Tes kemampuan pemecahan masalah matematis dibuat dalam bentuk
uraian. Tes tertulis ini terdiri dari tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test). Tes
diberikan pada semua siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol. Soal-soal
pre-test dan post-test dibuat ekuivalen/relatif sama. Pemberian pre-test dimaksud
untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dengan model
yang diterapkan, sedangkan post-test dilakukan untuk mengetahui perolehan hasil
belajar setelah pembelajaran dilakukan dan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan signifikan setelah mendapat pembelajaran dengan model yang
diterapkan.
Soal tes yang baik harus melalui beberapa tahap penilaian, diantaranya
harus dinilai terlebih dahulu validitas, reabilitas, daya pembeda dan tingkat
kesukaran. Untuk mendapatkan validitas, reabilitas, daya pembeda dan tingkat
kesukaran maka soal tes harus diujicobakan pada kelas lain di sekolah pada
tingkat yang sama.
a. Analisis Validitas
1) Validitas Muka dan Isi
Untuk mendapatkan soal yang memenuhi syarat validitas muka, validitas
isi dan validitas konstruk maka pembuatan soal dilakukan dengan meminta
pertimbangan dan saran dari ahli (expert), dosen pembimbing, guru-guru senior
bidang studi matematika serta mahasiswa pascasarjana program studi pendidikan
matematika.
Validitas muka disebut pula validitas bentuk soal (pertanyaan, pernyataan,
suruhan) atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata
dalam soal sehingga jelas pengertiannya dan tidak menimbulkan tafsiran lain
(Suherman.dkk, 2003:106). Sedangkan validitas isi berarti ketepatan tes tersebut
ditinjau dari segi materi yang diajukan, yaitu materi (bahan) yang dipakai sebagai
tes tersebut merupakan sampel yang representatif dari pengetahuan yang harus
Riki Musriandi, 2013
Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


40

dikuasai, termasuk kesesuaian antara indikator dan butir soal, kesesuaian soal
dengan tingkat kemampuan siswa dan kesesuaian materi serta tujuan yang ingin
dicapai.
2) Validitas Butir Soal
Arikunto (Sundayana, 2010) validitas butir soal tes adalah suatu ukuran
yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu
instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan
dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya
suatu validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak
menyimpang dari gamabaran tentang variabel yang dimaksud.
Adapun langkah-langkah untuk menguji validitas butir soal tes
(Sundayana, 2010)adalah sebagai berikut:
1. Menghitung harga korelasi setiap butir soal dengan menggunakan rumus
Pearson Product Moment, yaitu:
𝑛 𝑋𝑌 − 𝑋 𝑌
𝑟𝑋𝑌 =
2 2
𝑛 𝑋 2 − ( 𝑋) 𝑛 𝑌 2 − ( 𝑌)

Keterangan :
𝑟𝑋𝑌 : koefisien korelasi
𝑛 : jumlah responden
𝑋 : skor item butir soal
𝑌 : skor total tiap soal
2. Melakukan perhitungan uji t dengan rumus:
𝑟 𝑛−2
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
1 − 𝑟2
Keterangan:
r = koefisien korelasi hasil r hitung
n = jumlah responden
3. Mencari 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝑡𝛼 (𝑑𝑘 = 𝑛 − 2), dengan 𝛼 = 0,05.
4. Membuat kesimpulan, dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
Riki Musriandi, 2013
Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


41

Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , berarti valid, atau


Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , berarti tidak valid.
Rincian uji validitas tes kemampuan pemecahan masalah matematis
disajikan pada Table 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas Soal Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis
Nomor Soal t.Hitung t.Tabel Keterangan
1 7,309 2,048 Valid
2 9,517 2,048 Valid
3 1,256 2,048 Tidak Valid
4 2,003 2,048 Tidak Valid
5 3,595 2,048 Valid
6 8,574 2,048 Valid
7 5,981 2,048 Valid
8 6,959 2,048 Valid

Berdasarkan hasil dari tabel di atas terlihat bahwa terdapat dua soal yang
tidak valid dikarenakan hasil thitung lebih kecil dari ttabel. Jadi, dari delapan soal
yang diuji cobakan, hanya 6 soal yang dapat digunakan dalam penelitian ini, yaitu
soal nomor 1, 2, 5, 6, 7, dan 8.
b. Reliabilitas Butir Soal
Reliabilitas instrumen penelitian adalah suatu alat yang memberikan hasil
yang tetap sama (konsisten). Hasil pengukuran itu harus tetap sama jika
pengukurannya diberikan pada subyek yang sama meskipun dilakukan oleh orang
yang berbeda, waktu yang berlainan, dan tempat yang berbeda pula, tidak
terpengaruh oleh pelaku, situasi dan kondisi. Alat ukur yang reliabilitasnya tinggi
disebut alat ukur yang reliabel (Sundayana, 2010).
Butir soal yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tipe soal
uraian. Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas tipe soal
uraian adalah rumus Cronbach’s Alpha (Suherman, 2003: 154) yaitu sebagai
berikut :

Riki Musriandi, 2013


Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


42

𝑛 𝑆𝑖2
𝑟= 1−
𝑛−1 𝑆𝑡2

Keterangan:
𝑟 : koefisien reliabilitas soal
𝑛 : banyak butir soal
𝑆𝑖2 : variansi item
𝑆𝑡2 : variansi total
Hasil interpretasi reliabilitas butir soal dalam penelitian ini menggunakan
kriteria dari Guilford (Sundayana, 2010), yaitu:
Tabel 3.2 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas (r) Interpretasi
0,00 ≤ r < 0,20 Sangat rendah
0,20 ≤ r < 0,40 Rendah
0,40 ≤ r < 0,60 Sedang/cukup
0,60 ≤ r < 0,80 Tinggi
0,80 ≤ r ≤ 1,00 Sangat tinggi

Berdasarkan hasil analisis menggunakan program Microsoft Office Excel


2007 didapat hasil reliabilitas tes adalah 0,875 yaitu mempunyai interpretasi yang
tinggi. Dengan demikian tes kemampuan pemecahan masalah matematis memiliki
konsistensi yang bagus walaupun dikerjakan oleh siapa saja dalam level
kemampuan akademik yang sama.
c. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran digunakan untuk mengklasifikasikan setiap item
instrumen tes kedalam tiga kelompok tingkat kesukaran untuk mengetahui apakah
sebuah instrumen tergolong mudah, sedang atau sukar. Tingkat kesukaran tes
dihitung dengan rumus (Sundayana, 2010):
𝑆𝐴 + 𝑆𝐵
𝑆𝐴 =
𝐼𝐴 + 𝐼𝐵
Keterangan:
TK : tingkat kesukaran
SA : jumlah skor kelompok atas
SB : jumlah skor kelompok bawah
IA : jumlah skor ideal kelompok atas

Riki Musriandi, 2013


Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


43

IB : jumlah skor ideal kelompok bawah


Tabel 3.3 Interpretasi Tingkat Kesukaran
Indeks Kesukaran Interpretasi
TK= 0,00 Terlalu Sukar
0,000 < TK < 0,03 Sukar
0,03 < TK < 0,07 Sedang
0,70 < TK < 1,00 Mudah
TK= 1,00 Terlalu Mudah

Rangkuman hasil perhitungan uji tingkat kesukaran untuk setiap butir soal
tes kemampuan komunikasi matematis siwa dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.4 Hasil Uji Tingkat kesukaran Soal Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis
Nomor Soal Koefisien Tingkat Kesukaran Interpretasi
1 0,657 Sedang
2 0,550 Sedang
5 0,287 Sukar
6 0,203 Sukar
7 0,150 Sukar
8 0,333 Sedang

Hasil uji tingkat kesukaran soal tes kemampuan pemecahan masalah


matematis pada Tabel 3.4 di atas bahwa kelima soal tergolong baik karena tidak
terlalu sukar dan tidak terlalu mudah untuk diberikan kepada siswa.
d. Daya Pembeda
Daya pembeda butir soal adalah kemampuan butir soal tersebut untuk
membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang tidak pandai atau
antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah. Daya pembeda tes dihitung dengan rumus (Sundayana, 2010):
𝑆𝐴 − 𝑆𝐵
𝐷𝑃 =
𝐼𝐴
Keterangan:
DP : daya pembeda
SA : jumlah skor kelompok atas
SB : jumlah skor kelompok bawah
IA : jumlah skor ideal kelompok atas
Riki Musriandi, 2013
Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


44

Interpretasi perhitungan daya pembeda dengan klasifikasi yang


dikemukakan oleh Suherman (2003: 161) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.5 Interpretasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Interpretasi
𝐷𝑃 ≤ 0,00 Sangat jelek
0,00 < 𝐷𝑃 ≤ 0,20 Jelek
0,20 < 𝐷𝑃 ≤ 0,40 Cukup
0,40 < 𝐷𝑃 ≤ 0,70 Baik
0,70 < 𝐷𝑃 ≤ 1,00 Sangat baik

Data dalam jumlah yang banyak (kelas besar) dengan n > 30, maka
sebanyak 27% siswa yang memperoleh skor tertinggi dikategorikan ke dalam
kelompok atas (higher group) dan sebanyak 27% siswa yang memperoleh skor
terendah dikategorikan kelompok bawah (lower group). Untuk data di bawah n ≤
30 maka siswa akan dibagi jadi dua kelompok sama besar (Sundayana, 2010).
Rincian hasil uji daya pembeda tes kemampuan komunikasi matematis
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.6 Hasil Uji Daya Pembeda Soal Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis
Nomor Soal Koefisien Daya Pembeda Interpretasi
1 0,367 Cukup
2 0,260 Cukup
5 0,227 Cukup
6 0,367 Cukup
7 0,207 Cukup
8 0,213 Cukup

2. Skala Self-Concept Siswa tentang Matematika


Self-concept yang menjadi fokus pada penelitian ini ada pada tiga dimensi
seperti yang dikemukakan Calhoun yaitu, pengetahuan, harapan, dan penilaian.
Self-concept siswa tentang matematika adalah total skor yang diperoleh dari
jawaban responden yaitu siswa yang mengukur: aspek kognitif yaitu pengetahuan
siswa tentang keadaan dirinya, dan aspek afektif yaitu penilaian siswa tentang
dirinya. Self-concept ini diukur setelah pembelajaran dilakukan pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol.

Riki Musriandi, 2013


Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


45

Skala self-concept yang digunakan adalah skala likert untuk mengukur


sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang. Dalam skala
likert, responden (subjek) diminta untuk membaca secara seksama setiap
pernyataan yang diberikan, kemudian subjek diminta untuk menjawab
(mengrespon) pernyataan-pernyataan tersebut. Penilaian atau respon yang
diberikan bersifat subjektif, tergantung dari kondisi sikap masing-masing individu
(Suherman, 2003: 189).
Variabel yang akan diukur dengan skala likert dijabarkan menjadi
indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai pernyataan atau
pertanyaan. Jawaban atau respon dari setiap pernyataan yang menggunakan skala
likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat
berupa kata-kata (Suherman, 2003: 189) antara lain: Sangat Setuju (ST), Setuju
(S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).
Untuk menguji validitas skala self-concept digunakan uji validitas isi
(content validity). Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan
antara isi instrumen dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan (Sugiyono,
2006). Instrument dinyatakan valid apabila sesuai dengan apa yang hendak
diukur.
3. Lembar Observasi
Menurut Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2011) bahwa observasi merupakan
suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses
biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalh proses pengamatan
dan ingatan. Observasi dilakukan untuk mengamati kegiatan di kelas selama
pembelajaran. Kegiatan yang diamati meliputi aktivitas guru sebagai pengajar dan
aktivitas siswa dalam pembelajaran.
Observasi dilakukan bertujuan untuk mengetahui kondisi awal siswa
sebelum pembelajaran dan jalannya proses belajar mengajar di dalam kelas.
Lembar observasi disusun berdasarkan penerapan model pembelajaran
matematika tipe group investigation. Lembar observasi diharapkan dapat

Riki Musriandi, 2013


Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


46

mengukur hasil pembelajaran, seperti tingkah laku siswa, kegiatan diskusi, cara
bertanya dan lain-lain.

D. Teknik Pengumpulan Data


Data penelitian diperoleh melalui tes, lembar observasi, dan angket skala
self-concept siswa. Data yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa diperoleh melalui tes (pre-test dan post-test). Sedangkan data
yang berkaitan dengan self-concept siswa tentang matematika diperoleh melalui
angket skala self-concept siswa yang diberikan sebelum diberikan perlakuan dan
sesudah perlakuan diberikan.

E. Teknik Analisis Data


Data yang akan dianalisa adalah data kuantitatif berupa hasil tes
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, dan data deskriptif berupa hasil
observasi dan angket skala self-concept siswa. Pengolahan data dilakukan dengan
bantuan software SPSS 16 dan Microsoft Office Excel 2007.
1. Analisis Skor Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Dalam melakukan pengolahan terhadap hasil tes kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa digunakan bantuan SPSS 16 dan Microsoft Office Excel
2007. Hal pertama yang dilakukan adalah melakukan analisis deskriptif yang
bertujuan untuk melihat gambaran umum pencapaian kemampuan pemecahan
masalah matematis yang terdiri dari skor rata-rata dan simpangan baku. Kemudian
dilakukan analisis terhadap perbedaan dan peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis dengan uji kesamaan dua rata-rata parametrik atau
nonparametrik.
Uji kesamaan dua rata-rata dipakai untuk membandingkan antara dua
keadaan, yaitu keadaan nilai rata-rata pre-test siswa pada kelas eksperimen
dengan siswa pada kelas kontrol, keadaan nilai rata-rata post-test siswa pada kelas
eksperimen dengan siswa pada kelas kontrol, dan rata-rata N-gain pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
Riki Musriandi, 2013
Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


47

Sebelum data hasil penelitian dianalisis, terlebih dahulu dipersiapkan


beberapa hal, antara lain:
1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan alternatif jawaban dan
sistem penskoran yang digunakan.
2. Membuat tabel skor pret-test dan post-test siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol.
3. Menghitung rata-rata skor tes tiap kelas.
4. Menghitung standar deviasi untuk mengetahui penyebaran kelompok dan
menunjukkan tingkat variansi kelompok data.
5. Membandingkan skor pre-test dan post-test untuk mencari peningkatan
(gain) yang terjadi sesudah pembelajaran pada masing-masing kelompok
yang dihitung dengan rumus gain ternormalisasi Hake (Meltzer dan
David, 2002) yaitu:
𝑆𝑝𝑜𝑠𝑡 −𝑆𝑝𝑟𝑒
𝑔=
𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑆𝑝𝑟𝑒
Keterangan:
Spost : Skor post-test
Spre : Skor pre-test
Smaks : Skor maksimum

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan


klasifikasi sebagai berikut (Hake,1999):
Tabel 3.7. Kriteria N-Gain
N-Gain Interpretasi
𝑔 ≥ 0,7 Tinggi
0,3 ≤ 𝑔 < 0,7 Sedang
𝑔 ≤ 0,3 Rendah

6. Menetapkan tingkat kesalahan atau tingkat signifikansi yaitu 5%


(𝛼 = 0,05).

Riki Musriandi, 2013


Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


48

Sebelum dilakukan uji hipotesis menggunakan uji kesamaan rata-rata (uji-


t), terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas data.
a. Uji Normalitas
Menguji normalitas distribusi skor tes awal (pretes) dan tes akhir (postes)
dengan menggunakan bantuan program SPSS 16. Penerimaan normalitas data
didasarkan pada hipotesis berikut:
H0 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
H1 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal
Setelah dilakukan perhitungan, dibandingkan nilai signifikansi dengan 𝛼.
Jika Nilai signifikansi > 𝛼, maka H0 diterima. Bila tidak berdistribusi normal,
dapat dilakukan dengan pengujian nonparametrik.

b. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas variansi antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah variansi
kedua kelommpok sama atau berbeda. Proses perhitungan dilakukan denagn
bantuan program SPSS 16. Hipotesis yang akan diuji dapat juga dinyatakan
sebagai berikut.
H0 : 𝜎12 = 𝜎22
H1 : 𝜎12 ≠ 𝜎22
Keterangan:
𝜎1 = variansi kelas eksperimen , 𝜎2 = variansi kelas kontrol
Kriteria pengujian adalah terima H0 jika nilai signifikansi > 𝛼, dan tolak
H0 jika nilai signifikansi < 𝛼.
c. Uji Kesamaan Dua Rata-rata
Untuk menguji apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis dan self-concept siswa yang mendapat
pembelajaran group investigation bila dibandingkan dengan siswa yang

Riki Musriandi, 2013


Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


49

mendapatkan pembelajaran konvensional, maka dilakukan pengujian perbedaan


dua rata-rata dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0,05.
Adapun hipotesisnya adalah
Hipotesis 1
H0: Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model
pembelajaran matematika tipe group investigation sama dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional
H1: Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model
pembelajaran matematika tipe group investigation lebih baih daripada
siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional
Hipotesis 2
H0: Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation sama
dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional
H1: Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation lebih
baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional
Hipotesis 3
H0: Self-concept siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe
group investigation sama dengan siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional
H1: Self-concetp siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe
group investigation lebih baih daripada siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional

Hipotesis 4
H0: Peningkatan self-concept siswa yang memperoleh model pembelajaran
matematika tipe group investigation sama dengan siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional

Riki Musriandi, 2013


Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


50

H1: Peningkatan self-concept siswa yang memperoleh model pembelajaran


matematika tipe group investigation lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional
Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : 𝜇1 = 𝜇2
Ha : 𝜇1 > 𝜇2

Keterangan:
𝜇1 = rata-rata skor kelas eksperimen
𝜇2 = rata-rata skor kelas kontrol

Jika kedua rata-rata skor berdistribusi normal dan variansinya homogen,


maka uji statistik yang digunakan adalah uji-t dan jika variansinya tidak homogen,
maka uji statistik yang digunakan adalah uji-t’ dengan menggunakan bantuan
program SPSS 16.
Bila tidak berdistribusi normal, dapat dilakukan dengan pengujian
nonparametrik, yaitu uji Mann-Withney. Pengujian nonparametrik berlaku untuk
populasi yang tidak beristribusi normal. Uji Mann-Withney (Uji-U) adalah uji
nonparametrik yang cukup kuat sebagai pengganti uji-t, dalam hal asumsi
distribusi uju-t tidak terpenuhi, seperti distribusinya tidak normal dan uji selisih
rerata yang variansinya tidak homogen (Ruseffendi, 1998).
2. Analisis Skala Self-concept Siswa
Data self-concept siswa diperoleh dari pemberian angket skala yang
tersusun atas 35 pernyataan yang terdiri dari 18 pernyataan positif dan 17
pertanyaan negatif. Skala yang digunakan mewakili tiga dimensi yaitu (a)
Pengetahuan (b) Pengharapan (c) Penilaian. Angket skala self-concept diberikan
pada kelas eksperimen dan kontrol sebelum pembelajaran dan sesudah
pembelajaran.
Data angket self-concept yang diperoleh berupa data ordinal yang
selanjutnya dikonversi ke data interval dengan menggunakan Methode of

Riki Musriandi, 2013


Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


51

Successive Interval (MSI) dengan lengkah-langkah (Sundayana, 2010) sebagai


berikut:
a. Menentukan frekuensi responden yang mendapatkan skor 4, 3, 2, dan
1;
b. Membuat proporsi dari setiap jumlahfrekuensi;
c. Menentukan nialai proporsi kumulatif;
d. Menentukan luas z tabel;
e. Menentukan nilai setiap nilai z;
f. Menentukan scale value (SV) dengan menggunakan rumus;
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 𝑎𝑡 𝐿𝑜𝑤𝑒𝑟 𝐿𝑖𝑚𝑖𝑡 − 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 𝑎𝑡 𝑈𝑝𝑝𝑒𝑟 𝐿𝑖𝑚𝑖𝑡
𝑆𝑉 =
𝐴𝑟𝑒𝑎 𝐵𝑒𝑙𝑜𝑤 𝑈𝑝𝑝𝑒𝑟 𝐿𝑖𝑚𝑖𝑡 − 𝐴𝑟𝑒𝑎 𝐵𝑒𝑙𝑙𝑜𝑤 𝐿𝑜𝑤𝑒𝑟 𝐿𝑖𝑚𝑖𝑡
g. Menentukan nilai transformasi dengan rumus;
𝑌 = 𝑆𝑉 + [1 + 𝑆𝑉𝑚𝑖𝑛 ]
3. Menghitung Effect Size
Effec size dihitung untuk mengetahui seberapa besar pengaruh model
pembelajaran matematika tipe group investigation terhadap peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematis dengan menggunakan rumus sebagai
berikut.
𝑥1 − 𝑥2
𝑑=
𝑆𝑔𝑎𝑏

𝑛 1 −1 𝑆12 +(𝑛 2 −1)𝑆22


dengan, 𝑆𝑔𝑎𝑏 = 𝑛 1 +𝑛 2 −2

Keterangan:

d = Effec size

𝑥1 = Rata-rata skor eksperimen

𝑥2 = Rata-rata skor kontrol, (Thalheimer & Samantha, 2002).

F. Prosedur Penelitian

Riki Musriandi, 2013


Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


52

Prosedur pada penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap persiapan,
tahap pelaksanaan dan tahap analisis data. Uraian dari kedua tahap tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut:
(a) Observasi tempat penelitian;
(b) Menetapkan materi pelajaran yang akan digunakan dalam penelitian;
(c) Pembuatan perangkat bahan ajar, seperti RPP dan instrumen penelitian
yang terlebih dahulu dinilai oleh para ahli;
(d) Melakukan uji coba instrumen yang akan digunakan untuk mengetahui
kualitasnya;
(e) Merevisi instrumen penelitian (jika diperlukan);
(f) Melakukan uji coba instrumen penelitian hasil revisi (jika diperlukan);
2. Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap ini, sebagai berikut.
a. Memberikan tes awal pada kelas kontrol dan kelas eksperimen;
b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pada kelas kontrol dilakukan
pembelajaran biasa (konvensional) dan kelas eksperimen dilakukan
model pembelajaran matemetike tipe group investigation;
c. Mengisi lembar observasi disetiap pertemuan oleh observer;
d. Memberikan tes akhir pada kelas kontrol dan eksperimen untuk
mengukur kemampuan komunikasi matematis;
e. Memberikan skala self-concept siswa tentang matematika pada kelas
kontrol dan eksperimen;
f. Pengolahan data hasil pre-test dan post-test.
3. Tahap Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil tes, baik pre-test maupun post-test serta
angket respon siswa dianalisis secara statistik dengan menggunakan bantuan
SPSS 16 dan Microsoft Office Excel 2007.

Riki Musriandi, 2013


Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Anda mungkin juga menyukai