Anda di halaman 1dari 62

Pengertian Simplisia

SIMPLISIA, adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
 pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan
din yatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan
BAHAN ALAMIAH :
1. BAHAN NABATI, FLORA, TUMBUHAN.
2. BAHAN HEWANI, FAUNA.
3. BAHAN MINERAL.

1. BAHAN NABATI
Berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat
EKSUDAT, isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tanaman.

2. BAHAN HEWANI
Berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
 berupa zat kimia murni.

3. BAHAN MINERAL
Berupa mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat
kimia murni.

SUMBER SIMPLSIA
1. TUMBUHAN LIAR
- Kerugian: a. umur dan bagian tanaman
 b. jenis (species)
c. lingkungan tempat tumbuh
- Keuntungan : ekonomis

2. TANAMAN BUDIDAYA (tumpangsari, TOGA, perkebunan)


- Keuntungan : a. bibit unggul
 b. pengolahan pascapanen
c. tempat tumbuh
- Kerugian : a. tanaman manja
 b. residu pestisida

SYARAT SIMPLISIA NABATI/HEWANI


1. Harus bebas serangga, fragmen hewan, kotoran hewan
2. Tidak boleh menyimpang dari bau, warna
3. Tidak boleh mengandung lendir, cendawan, menun jukkan tanda-tanda pengotoran lain
4. Tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun atau berbahaya
5. Kadar abu yang tidak larut dalam asam maksimal 2%
PEMBUATAN SIMPLISIA DAN STANDARISASI MUTU SIMPLISIA RIMPANG
TEMULAWAK ( Curcuma xanthorriza Rhizoma ) dengan PENGERINGAN SINAR
MATAHARI NAUNGAN KAIN HITAM dan PENYIMPANAN TERBUKA
Filed under: Laporan Praktikum Tempoe Kuliah dulu,
dulu , Uncategorized — Leave a comment

December 8, 2011

TUJUAN

1. Mengetahui teknik pasca panen dari rimpang temulawak


2. Mengetahui pengaruh pengeringan sinar matahari dengan naungan kain hitam dan
penyimpanan terbuka terhadap mutu dari simplisia temulawak.

DASAR TEORI

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
 pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan
din yatakan lain simplisia merupakan bahan yang
dikeringkan.

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka simplisia
harus memenuhi persyaratan minimal, dan untuk dapat memenuhi syarat minimal itu, ada
 beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain adalah:

1. Bahan baku simplisia


2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia
3. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia

Pemilihan sumber tanaman obat sebagai bahan baku simplisia


simplisia nabati merupakan salah satu
faktor yang sangat berpengaruh pada mutu simplisia, termasuk di dalamnya pemilihan bibit
(untuk tumbuhan hasil budidaya) dan pengolahan maupun jenis tahan tempat tumbuh tanaman
obat.

Pembuatan simplisia secara umum dapat menggunakan cara-cara sebagai berikut:

1. Pengeringan
2. Fermentasi
3. Proses khusus (penyulingan, pengentalan eksudat dll)
4. Dengan bantuan air (misalnya pada pembuatan pati)

Adapun tahapan – 
tahapan –  tahapan
 tahapan pembuatan simplisia secara garis besar adalah:

1. Pengumpulan bahan baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada:

Bagian tanaman yang digunakan


Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen

Waktu panen

Lingkungan tempat tumbuh

2. Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari
 bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan
asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak serta pengotor-pengotor
lainnya harus dibuang

3. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan


menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada
 bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang mengali

4. Perajangan

Beberapa jenis bahna simplisia tertentu ada yang memerlukan proses perajangan. Perajangan
 bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan
 penggilingan.

5. Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga
dapat disimpan dalam waktu lama

6. Sortasi kering

Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing dan pengotor-pengotor lain yang masih ada
dan tertinggal pada simplisia kering.

7. Pengepakan dan penyimpanan

Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena faktor luar dan dalam, antara lain
cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi, penyerapan air, pengotoran, serangga dan kapang

Klasifikasi tanaman

Curcuma xanthorriza Roxb.

Sinonim : Curcuma zerumbet majus Rumph.


majus Rumph.

Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberaceae

Marga : Curcuma

Jenis : Curcuma xanthorriza Roxb.

Kandungan kimia tanaman

Kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak antara lain; amilum, lemak, tannin,
kurkuminoid (zat warna kuning) dan minyak atsiri (Gunawan dkk, 1988). Minyak atsiri 5%
(dengan komponen utama 1-cycloisoprene myrcene 85%). Kurkuminoid yang terdiri dari
kurkumin dan demetoksikurkumin (sudarsono dkk, 1996)

Kurkumin adalah kristal berwarna kuning gelap, tidak larut dalam air, larut dalam alkohol.
Dalam larutan basa, kurkumin menghasilkan larutan yang berwarna merah kecokaltan yang
apabila ditambahkan larutan asm akan berubah warna menjadi kuning ( Sudarsono dkk, 1996)

Bentuk kristal kurkumin, adalah batang atau prisma, dengan titik leleh 183-185oC. Kurkumin
sukar larut dalam air, hexana, dan petroleum eter; agak larut daklam benzena, kloroform, dan
eter, tetapi larut dalam alkohol, aseton dan asam asetat glasial( Srinivisan, 1953; Stahl, 1985)

Kurkumin mempunyai kelarutan yang rendah, tidak stabil dalm larutan, tidak stabil pada pH d an
cahaya sehingga sukar untuk dibuat dalam bentuk sediaan (Tonnesen dan Karisen, 1997).
Kurkumin stabil pada dibawah pH 6,5. Kurkumin akan terdegradasi di bawah pH 6,5, hal ini
disebabkan adanya gugus metilen aktif. Produk degradasi kurkumin dalam lingkungan alkali (pH
7-10) akan menghasilkan asm ferulat dan feruloil metan. Akibat degradasi ini, terjadi perubahan
warna larutanya yaitu pada pH 1-7 larutan berwarna kuning, sedang pada pH 7,5-9,1 larutan
 berwarna merah jingga.

Deskripsi Simplisia .

Rimpang temulawak adalah rimpang Curcuma xanthorriza Roxb. Kadar minyak atsiri tidak
kurang dari 6% v/b .

Pemerian. Bau aromatik, rasa tajam dan pahit.

Makroskopik. Keping tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan, keras, rapuh, garis tengah sampai
6 cm, tebal 2 mm sampai 5 mm; permukaan luar berkerut, warna coklat kuning sampai coklat;
 bidang irisan berwarna coklat kuning buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata, sering
dengan tonjolan melingkar pada batas antara silinder pusat dengan korteks; korteks sempit, tebal
3 mm sampai 4 mm. Bekas patahan berdebu, warna kuning jingga sampai coklat jingga terang

Parameter standar simplisia

Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat
atau sebagai bahan baku harus memenuhi standar mutu. Sebagai parameter standar yang
digunakan adalah persyaratan yang tercantum dalma monografi resmi terbitan Departemen
Kesehatan RI seperti Materia Medika Indonesia.

Penetapan kadar air

Prinsip metode uji ini adalah pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan, dilakukan
dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi, atau gravimetri.

Susut Pengeringan

o
Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur105 C selama
30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus
(jika bahan tidak mengandung minyak menguap dan sisa pelarut organik menguap) identik
dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer atau lingkungan udara terbuka.

Tujuan mengetahui susut pengeringan adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang
 besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan

Penetapan kadar Minyak atsiri

Penetapan kadar minyak atsiri ini dengan cara destilasi Stahl. Pada metode ini, simplisia yang
akan disuling kontak langsung dengan air mendidh. Bahan tersebut mengapung diatas air atau
terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air
dipanaskan dengan metode panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau
dengan memakai pipa uap melingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini adlah
kontak langsung antara bahan dengan air mendidih (Ketaren, 1987). Penyulingan ini dilakukan
 pada tanaman yang dikeringkan dan tidak dirusak oleh pendidihan ( Claus dan Tyler, 1970).

Rimpang temulawak mengandung minyak atsiri (7-30%) yang terdiri dari xanthorrhizol, α-


antlatone, borneol, iso-borneol, bisacumol, bisacurol, bisacurone, bisacurone epo xide,
camphene, camphor, d-camphore, cineol, 1,8-cineol, curzurene, curzerenone,α-curcume, ar-
curcumene, curlone, cymene, α-elemene, δ-elemene, turmerone, ar-turmerone, α-turmerone, β -
turmerone, isofurano-germacrene, phellandrene, cycloisoprene, isoprenemyrcene, myrcene, p-
toluyl-methyl-carbinol, (R)-( 
 –)xanthorrizhol, α- pinen, linalool,α-terpineol, limonene, β -
 farnesene, germacrone, β -sesquiphellandrne, bisacurone A,B, 1-cyclo-isaoprenemyrcene,
 sinamaldehid ( anonim, 1979; Wagner dkk, 1984)

Kadar Zat Aktif 


KLT Densitometri

Ada 4 teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan pemurnian kandungan
tumbuhan atau bisa juga dilakukan dengan gabungan dari empat teknik tersebut. Keempat teknik
Kromatografi tersebut yaitu kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas cair,
dan kromatografi cair kinerja tinggi ( Harborne, 1987)

Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, Kromatografi lapis tipis adalah yang paling cocok
untuk analisis obat di Laboratorium farmasi karena hanya memerlukan investasi yang kecil untuk
 perlengkapan, waktu analisis relatif singkat, jumlah cuplikan yang diperlukan sedikit, selain itu
kebutuhan ruang minimum serta paenanganannya sederhana ( Stahl, 1985)

KLT yang dimaksudkan untuk uji kuantitatif salah satunya dengan menggunakan densitometer
sebagaai alat pelacakbila cara penotolanya dilakukan secara kuantitatif. Prinsip kerja dari
densitometer adalah adanya pelacakan pada panjang gelombang maksimal yang telah ditetapkan
sebelumnya. Scanning atau pelacakan densitometer ada dua metode yaitu dengan cara
memanjang dan sistem zig-zag. Pada umumnya lebih banyak digunakan metode zig-zag karena
 pengukuranya lebih merata serta ketelitian pengukuran lebih terjamin dibanding pengamatan
secara lurus atau memanjang (Soemarno, 2001)

Untuk keperluan standarisai sampel yang mengandung kurkumin, dibutuhkan metode analitik
yang cocok untuk memisahkan kurkuminoid dari bahn-bahan lain yang terdapat dalam
tumbuhan, antara lain dapat dikerjakan dengan KLT dan KCKT, tetapi sulit diterapkan dalam
sampel biologi. Analisa kurkumin yang yang telah berhasil dilakukan antara lain dengan cara
Kromatografi kolom yang dibantu dengan spektrofotometri ( Srinivasan,k 1953); KLT (Sudibyo,
1996), ataupun KCKT ( Tonnesen dan Karlsen, 1983)

I. Alat dan Bahan

Pembuatan Simplisia

Bahan : Rimpang temulawak sebanyak 2 kg, didapat

Alat : Pisau, Telenan, Pengiris mekanik, Bak Cuci, Alas pengering, Kain Hitam, Alat
 penumbuk

Susut Pengeringan

Bahan : Serbuk temulawak 10 gram

Alat : Cawan petri, kertas saring, timbangan, batu kapur tohor, tempat eksikator, Pemanas
(tara)

Penetapan kadar Minyak Atsiri

Bahan : Serpihan Rimpang temulawak 50 mg, aquadest..


Alat ; Destilasi stahl, flakon

Penetapan Kadar air

Bahan : Serbuk temulawak 10,06gr, toluene 200 ml

Alat : Destilasi toluen

Penetapan kadar zat aktif 

Bahan : Serbuk temulawak 1 gram, etanol 95% 5ml, kurkumin standart, Silika gel 60 F 254,
kloroform : metanol : asam formiat ( 95 : 5 : 0,5),

Alat : Tabung reaksi, kertas saring, corong, flakon, gelas ukur, chamber, densitometer

II. Cara Kerja

Sistematika Kerja

Hari ke Tanggal Jenis kegiatan

0 28 September 2006 Sortasi basah , pencucian, pengubahan bentuk,


pengeringan

4 2 Oktober 2006 Sortasi keirng, pengepakan, penyimpanan

49 16 November 2006 Penggerusan simplisai temualwak

56 23 November 2006 Penetapan kadar air, susut pengeringan, maserasi serbuk

70 7 desember 2006 Penetapan kadar minyak atsiri, susut pengeringan,


penetapan kadar zat aktif (KLT-densitometri)

Pembuatan Simplisia

Penimbangan Curcuma xanthorriza rhizome

Sortasi basah

Pencucian Simplisia

Perajangan Simplisia dengan tebal 3mm-4mm

Simplisia dikeringkan dibawah sinar matahari dan ditutup kain hitam

Simplisia dibolak-balik, hingga kering merata

Sortasi Kering

Sinplisia ditempatkan di nampan, dan disimpan di tempa terbuka

Penulisan Etiket

Simplisia diserbuk dan dihancurkan

Uji kualitas simplisia

Susut Pengeringan

Panaskan cawan petri kosong

Masukkan dalam desikator

Ditimbang sebagai bobot awal


Simplisia 10 gram dimasukkan dalam cawan petri, lalu ratakan

Petri + simplisia ditmbang lagi

*Masukkan dalam tara (pemanas) selama 1 jam

Tutup dibuka untuk menghilangkan uap panas

Cawan petri + simplisia dimasukkan kembali dalam desikator

Cawan petri + simplisia ditimbang lagi

Ulangi langkah dari * dua kali tapi dengan waktu 30 menit

Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Ditimbang 50 mg serbuk kasar temulawak

Dimasukkan ke dalam labu

Ditambahkan air secukupnya hingga serbuk terendam

Dipanaskan dengan destilasi selama 2 jam

Dihitung volume dan kadar minyak atsiri


Penetapan Kadar air

Serbuk temulawak 10,06 gr dimasukkan dalam labu

Ditambah 200 toluen murni yang talah dijenuhkan

Tunggu sampai mendidih

Hitung sakal air yang terkumpul

Penetapan Kadar Zat aktif

Ditimbang 1 gram serbuk temulawak

Maserasi dalam 5 ml etanol

Dgojog selama 30 menit

Masukkan dalm flakon

Ditambah etanol ad 5 ml

Larutan/maserat diuapkan sampai 1 ml

Ditotolkan di KLT 3 μl

Orientasi Kuva Baku Kurkumin


Randemen ekstrak menurut MMI = 3,5 %

Kadar Kurkumin ekstrak etanolik tanpa terpurifikasi = 1,55%

Jadi dalam 1 gram temulawak terdapat

3,5% x 1000mg = 35 mg sari ekatrak

Dalam 1 gram temulawak terdapat

1,55% x 35 mg = 0,54 mg kurkumin

ekstrak etanolik diaddkan sampai 1 ml => kadar kurkumin 0,54mg/ml = 0,54 μg/μl

Jadi dengan pengambilan 1μl kadar kurkumin = 0,54 μg/μl

Stok kadar kurkumin standar adalah 1 μg/μl

Jadi rentang kadar kurva baku adalah 0,5 μg/μl – 1 μg/μl – 2μg/μl – 4 μg/μl

Volume penotolan adalah 0,5 μl – 1 μl – 2μl – 4 μl

Volume penotolan sampel adalah 3 μl

III. HASIL PERCOBAAN

Pembuatan Simplisia

1. Sortasi basah

Berat awal : 2 kg

Jenis pencemar : tanah, debu, akar

2. Pencucian

Berat awal : 2kg

Berat setelah dicuci : 2,1 kg

Masalah yang dihadapi : -

3. Perajangan

Jenis alat : mekanik


Tebal : 3mm-4mm

4. Pengeringan

Jenis : Sinar matahari di tutup kain hitam

Lama pengeringan : 4 hari

5. Pengepakan

Tidak dikemas, ditempatkan di nampan

6. Penyimpanan

Jenis : Penyimpanan terbuka

7. Randemen simplisia

Bobot basah bahan : 2,1 kg

Bobot kering simplisia : 0,45 kg

Perhitungan randemen ; 0,45/2,1 x 100% = 21,428%

8. Susut Pengeringan

Susut Pengeringan I

Berat sampel temulawak = 10 gram

Bobot petri kosong = 85,32 gram

o
Pemansan oven = 105 C

Menit ke Berat petri kosong + serbuk temulawak


0 95,34g
60 94,23g
90 94,20g
120 94,17g

Susut pengeringan selama 60 menit

10- (94,23 –   85,32) gram x 100% = 10,9 %

10
Susut pengeringan selama 90 menit

10- (94,20 –   85,32) gram x 100% = 11,2 %

10

Susut pengeringan selama 120 menit

10- (94,17 –   85,32) gram x 100% = 11,5 %

10

Susut Pengeringan II

Berat sampel temulawak = 10 gram

Bobot petri kosong = 84,66 gram

o
Pemansan oven = 105 C

Menit ke Berat petri kosong + serbuk temulawak


0 94, 59g
60 93,35g
30 93,35g
30 93,34g

Susut pengeringan selama 60 menit

10- (93,35 –   85,32) gram x 100% = 13,1 %

10

Susut pengeringan selama 90 menit

10- (93,35 –   85,32) gram x 100% = 13,1 %

10

Susut pengeringan selama 120 menit

10- (93,35 –   85,32) gram x 100% = 13,2 %

10

Rata-rata susut pengeringan selama 60 menit = 10,9 + 13,1 = 12 %


2

Rata-rata susut pengeringan selama 90 menit = 11,5 + 13,1 = 12,5%

Rata-rata susut pengeringan selama 120 menit = 11,5 + 13,2 = 12,35 %

9. Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Berat serbuk kasar = 50 mg

Volume minyak atsiri = 0,5 ml

Kadar minyak atsiri = 0,5ml/ 50 mg = 1 % b/v

Warna minyak atsiri = bening agak kuning muda

Bau minyak atsiri = khas, getir

Penetapan Kadar air

Toluen 200 ml ditambah 10 ml air, aquadest diambil tersisa 9,6 ml, jadi masih ada 0,4 ml air
yang tertinggal di toluen

Berat serbuk : 10,06 gram

Volume toluene : 200ml

Volume air dlm serbuk temulawak = Volume air yang menetes –  Volume air dlm toluena

= 1,0 ml – 0,4 ml

= 0,6 ml

Kadar air = 0,6 ml/ 10,0 gr x 100 % = 6 % v/b

Penetapan Kadar Zat aktif

Penetapan kadar zat aktif secara KLT-Densitometri

Fase diam : Silika gel 60 F 254

Fase gerak : Kloroform : Metanol : asam formiat


Kadar kurkumin standar : 1 μg/μl

Penotolan untuk kurva baku satandar kurkumin ; 0,5μl – 1μl – 2μl – 4μl

Penotolan sampel ekstrak etanolik temulawak sampel adalah ; 3μl

Hasil KLT

no Rf  Sinar tampak UV 254 UV 366

1 2,3 / 8 = 0,28 Kuning

2 3,4 / 8 = 0,42 Kuning

3 5,3 / 8 = 0,66 Kuning

Data Kurva Baku

Konsentrasi kurkumin ( μg/μl) Luas area

4
0,5 1, 10014 x 10

4
1 2,07481 x 10

4
2 5, 46830 x 10

4
4 6, 71978 x 10

Persamaan Kurva baku :a = 0,8055 ; b = 1,6187 ; r = 0,930

Y = bx + a <=> y = 1,6187x + 0,8055

Luas area sampel kurkumin = 40,69958 x 104

Jadi konsentrasi kurkumin

Y = 1,6187x + 0,8055

40,69958 = 1,6187x + 0,8055

x = 24, 645 μg/μl

Volume pengambilan 3μl = > 24,645 μg/μl


Jadi dalam 1μl konsentrasi kurkumin = > 24,645 μg/μl = 8,215 μg/μl

= 8,125 mg/ ml

= 0,8125 g/100ml

= 0,8125 % b/v

IV. Pembahasan

Pada praktikum ini bertujuan untuk mempelajari teknik pasca panen pada simplisia rimpang
Temulawak (Curcuma xanthorriza rhizhome). Penanganan pasaca panen ini akan berpengaruh
terhadap mutu simplisia yang akan dibuat bahan baku obat. Untuk mengetahui pengaruh pasca
 panen tanaman obat terhadap mutu dan kandungan simplisia, dapat dilakukan uji kontrol kualitas
simplisia. Uji-uji yang dilakukan dalam praktikum ini meliputi uji kadar minyak atsiri, susut
 pengeringan, kadar zat aktif dan uji kadr air. Uji ini dapat ditindaklanjuti sebagai standarisasi
simplisia untuk bahan obat.

Penanganan pasca panen tumbuhan obat pada intinya adalah membuat simplisia yang baik, benar
dan memenuhi syarat. Untuk itu perlu penanganan yang teliti pada setiap tahap teknologi pasca
 panen. Tahap-tahap tersebut meliputi sortasi basah, pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan,
sortasi kering, pengepakan, dan penyimpanan

Pada sortasi basah, Rimpang temulawak harus dipisahkan dari Pencemar-pencemar lain seperti
gulma, rumput, tanah, kerikil, bagian rimpang yang rusak dan bahn tanaman lain atau jenis
rimpang lain. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh
karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.
Pada sortasi basah ini juga dipisahkan rimpang dari akar dan batang dari tanaman temulawak.
Setelah didapatkan rimpang yang utuh dan bebas dari pencemar, rimpang tersebut ditimbang
untuk mengetahui berat basahnya.. Berat awal didapatkan sebesar 2,1 kg.

Tahap selanjutnya adalah pencucian. Pencucian dilakukan di air yang mengalir yaitu dari sumur
dan ledeng. Pencucian menggunakan air sumur perlu memperhatikan pencemar yang mungkin
timbul akibat mikroba. Beberapa bakteri pencemar air yang perlu diketahui adalah Pseudomonas,
Proteus, Micrococus, Streptococcus, Bacillus, Enterobacter, dan Escheria c oli. Dari hasil
 penelitian yang diklakukan oleh Frazier (1978) dilaporkan bahwa untuk pencucian sayuran yang
dilakukan sebanyak satu kali akan menurunkan jumlah mikroba sebanak 25%. Namun pencucian
yang dilakukan sebanyak tiga kali akan menurunkan mikroba sebanyak 58%. Pada rimpang
dalam keadaan basah mungkin masih terbapat pencemar mikroba. Namun setelah pengeringan
nanti pencermar tersebut akan berkurang secara drastis, akibat sedikitnya kandungan air.
Pencucian menggunakan fasilitas air air PAM (ledeng) sering tercemar dengan kapur khlor. Jika
airnya mengandung kapur klor, akan menyebabkan suasana basa, sehingga kemungkinkan,
kandungan kurkumin dalam rimpang dapat terdegradasi menjadi asam ferulat dan feruloil
metan.
Tahap pengubahan bentuk dilakukan dengan merajang rimpang secara melintang dengan tebal
kira-kira 3mm-4mm. Tujuan perajangan ini adalah untuk memeperluas permukaan bahan baku,
sehingga waktu pengeringan cepat kering. Irisan yang terlalu tipis dapat menyebabkan
 berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempeng aruhi
komposisi, bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak
dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk men cegah berkurangnya kadar minyak atsiri.
Dengan perajangan, akan terbentuk simplisia temulawak yang mempunyai bentuk yang teratur,
mudah dikemas dan mudah disimpan

Pada proses pengeringan, rimpang temulawak yang telah dicuci, dijemur di bawah sinar matahari
secara tidak langsung atau ditutup dengan kain hitam. Secara umum , pengeringan bertujuan
untuk mencegah kerusakan kandungan zat aktif yang ada dalm tanaman sehingga dapat disimpan
dalam jangka waktu yang lama. Kerusakan tersebut akibat peruraian zat aktif secar enzimatis
seperti hidroliss, oksidasi dan polimerisasi, sehingga randemenya akan turun. Pengeringan
simplisia harus dilakukan secepatnya sebab aktivitas enzim akan naik naik dengan adanya air
dalam simplisia, apalagi air tersebut dari sisa pencucian. Dengan p engeringan, kadar air yang
terdapat dalam simplisia akan berkurang sampai pada titik tertentu yang menyebabkan enzim-
enzim menjadi tidak aktif. Selain itu, dalam keadaan kering, dapt mencegah tumbuhnya jamur
dan bakteri. Kapang sudah dapat berkembang dengan baik pada simplisia dengan kadar air
sekitar 18%. Kadar air 10% sudah cukup untuk meperpanjang waktu simpan simplisia(Hutapea,
1992). Selain itu pengeringan memudahkan pada tahap selanjutnya ( ringkas, mudah dikemas,
dan mudah disimpan) Penutupan dengan kain hitam bertuuan untukmenghindari penguapan yang
terlalu cepat yang dapt berakibat menurunkan mutu minyak atsiri di dalam rimpang temulawak.

Penjemuran secara tidak langsung ini bertujuan untuk menghindari kontak langsung dengan
 pancaran sinar ultra violet. Simplisia ini ditempatkan pada rak besi yang tebuka bagian sisi
kanan, kiri, dan bawah, agar aliran atau sirkulasi udara bagus. Selama penjemuran, simplisia
terkadang dibalik-balik , agar pengeringanya rata dan tidak terjadi face hardening , mengingat
ketebalan irisan temulawak sebesar 3mm-4mm. Pembolak-balikan simplisia selama pengeringa
 juga untuk menghindari tumbuhnya jamur. Mengingat simplisia dijemur dengan naungan kain
hitam maka, kecepatan penguapan air dari simplisia terlalu lambat, jadi harus sering dibalik agar
simplisia tidak ditumbuhi jamur. Tumbuhnya jamur pada proses pengeringan dapat
mempengaruhi komposisi dari zat aktif maupun minyak atsiri.

Menurut teori, pengeringan simplisia sampai kadar airnya kurang dari 10%, namun dalam
 praktikum ini tidak dapat ditentukan secara pasti apakah kadar air simplisia kurang dari 10%.
Proses pengeringan dihentikan bila simplisia sudah kaku dan bila dipatahkan akan muncul suara.
Hal ini dikarenakan titik kekeringan yang tepat biasanya dapat ditentukan dari kerapuhan dan
mudah patahnya bagian tanaman yang dikeringkan (Claus, 1970)

Pengeringan irisan temulawak ini berlangsung selama 4 hari, dengan pemanasan sinar matahari
 pada siang hari dan tanpa tejadinya hujan. Pengeringan sinar matahari dengan naungan kain
hitam, relatif berlangsung lebih lama karena sirkulasi udar kurang bagus, sehingga transfer uap
air keluar dari rimpang menjadi lebih lambat, jadi kecepatan pengeringan lebih lambat.
Pengeringan dengan matahari mempunyai kelebihan yaitu murah, tetapi mempunyai banyak
kekurangan yaitu suhu dan kelembapan yang tidak dapat dikontrol, perlu area penjemuran yang
luas, mudah terkontaminasi, simplisia mudah hilang, misalnya diterbangkan angin, dimakan
hewan atau mungkin mudah dicuri.

Setelah pengeringan, dilakukan sortasi kering. So rtasi kering ini dengan memilah-milah simplisia
yang mempunyai penampilan yang bagus, bentuk dan ukuran simplisia yang memenuhi syarat.
Mengingat simplisia dijemur di lingkungan luar, maka perlu diperhatikan adnaya pencemar.
Pencemar tersebut diantaranya adalah simplisia lain yang diterbangkan angin dan masuk dalam
wadah simplisia temulawak.Serangga yang suka hi nggap di simplisia, kotoran hewan dan jenis
sampah-sampah lain. Setelah itu ditimbang berat bersih dari simplisia yaitu 0,4 5 kg. Rimpang
dengan bobot basah mempunyai berat basah sebesar 2,1 kg, tetapi setelah diolah menjadi
simplisia kering yang memenuhi persyaratan bentuk dan penampilan, didapatkan hasil sebesar
0,45kg. Jadi randemen sebesar 21,48%

Tahap selanjutnya adalah pengepakan dan penyimpanan. Simplisia yang telah kering, harus
segera dikemas dan disimpan. Simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah agar tidak saling
 bercampur antar simplisia satu dengan yang lain. Simplisia temulawak ditempatkan dalam wadah
nampan dan disimpan dalam keadaan terbuka. Simplisia disimpan dalam suhu kamar yaitu pada
o o
suhu antara 15 -30 C. Kelembapan tidak diatur. Penyimpanan simplisia temualwak ditempatkan
dalam almari tertutup. Hal ini mempunyai keuntungan yaiu mencegah angin masuk, Serangga
sukar masuk dan simplisia tidak terkena sinar matahariyang berlebihan, namun sirkulasi
udaranya kurang lancar. Penyimpanan simplisia secara terbuka, kurang begitu melindungi
simplisia, karena simplisia kontak langsung dengan udara luar, sehing ga kurang terjaganya
kelembapan, keutuhan zat aktif dan bentuknya. Dalam penyimpanannya simplisia tersebut harus
diberi etiket. Etiket tersebut minimal harus memuat nama simplisia, berat kering, berat b asah,
tanggal pembuatan, lama pengeringan , jenis pengeringan, dan nama pembuat simplisia.

Setelah pembuatan simplisia selesai, maka simplisia tersebut di uji kualitasnya, apakah
memenuhi syarat apa tidak. Uji-uji yang dilakukan pada praktikum ini diantaranya adalah susut
 pengeringan, penetapan kadar minyak atsiri, penetapan kadar air, dan penetapan kada r zat aktif.
Uji kualitas simplisia setelah penyimpanan terbuka selam 45 h ari.

1. Susut pengeringan

Pada uji susut pengeringan, dilakukan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
o
temperatur105 C selama 60 menit, 90 menit, dan 120 menit atau sampai berat konstan. Pada
o
suhu 105 C ini, air akan menguap, dan senyawa-senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih
rendah dari air akan ikut menguap juga. Susut pengeringan dinyatakan sebagai nilai prosen
terhadap bobot awal. Pada praktikum ini uji susut pengeringan tidak sampai pada berat konstan
karena keterbatasan waktu. Pada menit ke 60 susut pengeringan sebesar 12%. Pada menit ke 90
susut pengeringan sebesar 12,15%, dan pada menit ke 120 susut pengeringan sebesar 12,35%.
Dengan begitu, semakin lama pengeringan, semakin besar nilai susut pengeringannya. Tetapi
selisih kenaikan susut pengeringan amatlah sedikit yaitu sekitar 0,15% –  0,2%. Tujuan
mengetahui susut pengeringan adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya
senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Pada proses pengeringan selama 30 menitnya,
simplisia temulawak ini akan kehilangan senyawanya sekitar 12%. Untuk 30 menit berikutnya ,
simplisia akan kehilangan senyawa dengan kenaikan (selisih) sebesar 0,15% –  0,2%.
Pada simplisia temulawak ini mengandung minyak menguap, jadi susut pengeringan ini tidak
 bisa dikatakan identik dengan kadar air, karena berat simplisia yang berkurang bukan hanya
disebabkan kehilangan air, namun juga ada zat lain seperti minyak atsiri. Sedangkan kurkumin
o o
dalam bentuk kristal mempunyai titik lebur sebesar 183-185 C. Jadi pada suhu 105 C, kristal
kurkumin ini tidak ikut menguap. Jadi pada susut pengeringan ini simplisia temulawak ini akan
kehilangan senyawa sebesar 12, 16% selama proses pengeringan. Senyawa yang hilang
(menguap) paling banyak adalah minyak menguap dan air

2. Penetapan Kadar Air

Menetapan kadar air pada simplisia kering temulawak d igunakan destilasi toluen. Seperti yang
diketahui, simplisia ini sebelumnya mengalami proses pengeringan sehingga banyak kadar air
yang menguap. Sedangkan air yang masih tersisa dalm simplisia sangat sedikit, dan air tersebut
 berada di dalam sel. Sehingga perlu destilasi toluen untuk mengeluarkan air dari dalam sel.
Dengan pemansan, air akan keluar dari sel, ketika keluar, air tidak dapat bercampur dengan
toluen, sehingga air memisah dan dapat diukur volumenya.

Tujuan dari penetapan kadar air ini, untuk mengetahui kadar air dalam simplisia kering
temulawak. Kadar air yang diperbolehkan dalam simplisia untuk menghambat pertumbuhan
 jamur dan aktivitas enzim adalah kurang dari 10%,. Pada proses pengeringan belum diketahui
secara pasti apakah kadar air sudah kurang dari 10%. Walaupun simplisia dinyatakan sudah
kering pada pengeringan matahari, namun simplisia temulawak yang disimpan dalam keadaan
terbuka kemungkinan dapat menyerapa air dari lingkungan sekitar, apalagi bila disimpan dalam
 jangka waktu yang lama. Maka dari itu diperlukan penetapan kadar air.

Hasil dari praktikum ini, didapatkan bahwa kad ar air dari simplisia temulawak sebesar 6% . Hal
ini sesuai dengan persyaratan yaitu kurang dari 10%. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa ruang
 penyimpanan mempunyai tingkat kelembapan yang rendah, jadi, walau simplisia disimpan
dalam keadaan terbuka, simplisia akan sedikt menyerap kelembapan lingkungan. Dari hasil
kadar ini menunjukkan bahwa proses pengeringan sinar matahari naungan kain hitam ( selama 4
hari), berjalan optimal

III. Penetapan kadar minyak atsiri

Simplisia sebelum ditetapkan kadar minyak atsiri, dipotong-potong kecil terlebih d ahulu. Proses
 perajangan ini berfungsi agar kelenjar minyak dapat terbuka secara sempurna. Seperti yang kita
ketahui bahwa minyak atsiri dalam kelenjar tanaman dikelilingioleh kelenjar minyak, pembuluh-
 pembuluh kantong minyak atau rambut glandular, sehingga apabila simplisia dibiarkan utuh,
 proses ekstraksi minyak atsiri berjalan lambat dan tidak efektif. Dengan ukuran yang lebih kecil,
difusi yang terjadi berkurang, sehingga pada penyulingan, laju penguapan minyak atsiri dari
simplisia menjadi cukup cepat dan efisien, karena tidak banyak uap yang lolos. Tetapi
 pemotongan simplisia juga mempunyai kelemahan yaitu randemen minyak atsiri akan berkurang,
karena penguapan dan komposisi bahan akan berubah (Guenther, 1987). Jadi simplisia dipotong
kecil-kecil dan kasar, jangan sampai halus sekali. Karena semakin halus, randemen minyak atsiri
akan berkurang.
Penetapan kadar minyak atsiri ini menggunakan destilasi Stahl (penyulingan dengan air). Pada
metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Simplisia tersebut
terendam dalam air. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan yaitu
 pemanasan langsung. Ciri khas metode ini adlah kontak langsung antara bahan dengan air
mendidih (Ketaren, 1987). Rimpang temulawak ditetapkan kadar minyak atsiri menggunakan
destilasi stahl karena alasan sebagai berikut ;Simplisia tersebut dalam keadaan kering, simplisia
tersebut tidak rusak oleh pendidihan, simplisia tersebut mudah tercelup karena bobot jenisnya
tinggi, dan simplisia tersebut mudah bergerak bebas dalam air mendidih. Metode ini mempunyai
kelemahan yaitu ekstraksi tidak dapat berlangsung sempurna walaupun bahan dirajang, selain itu
ada beberapa ester yang terhidrolisis, senyawa aldehid mengalami polimerisasi akibat pengaruh
air mendidih (Samhoedi, 1976)

Dari hasil praktikum, didapatkan kadar minyak atsiri sebesar 1 %b/v. Menurut Materia Medika
Indonesia III , rimpang temulawak mengandung paling sedikit 6% minyak atsiri. Kadar minyak
atsiri yang didapatkan dari hasil percobaan, sangat kecil bila dibandingkan dengan kadar di
MMI. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :

1. minyak atsiri banyak yang hilang pada proses pengeringan. Secara teoritis, kehilangan minyak
atsiri selama pengeringan lebih besar daripada pengaruh faktor lainnya. Hal ini terjadi karena
pada proses pengeringan, air dalam rimpang basah akan berdifusi sambil mengangkut minyak
atsiri dan kemudian menguap. Penguapan minyak atsiri melalui dinding jaringan tanaman tidak
dapat berjalan secara langsung, karena minyak atsiri tersebut terle bih dahulu harus diangkut ke
permukaan bahan melalui proses hidrodifusi dengan bantuan air sebagai medium pembawa.
Selama proses pengeringan sebagian besar membran sel akan pec ah dan cairan sel akan keluar
masuk dari sel satu ke sel yang lainya membentuk susunan campuran zat yang baru. Selain itu,
selama proses pengeringan akan terjadi proses oksidasi, renifikasi, dan reaksi kimia lainnya.
2. Minyak atsiri akan dioksidasi karena adanya panas. P eneringan dengan ditutup dengan kain
hitam, panas yang ditimbulkan akan lebih tinggi, karena kain hitam kan menyerap sinar matahri
dan mengubahnya menjadi panas.
3. Proses peruraian enzimatis dapat menyebabkan penurunan randemen. Reaksi enzimatis
tersebut dapat menguraikan kandungan zat aktif bagian tanaman yang dikeringkan termasuk
minyak atsiri.
4. Proses oksidasi oleh udara yang dapat merusak minyak atsiri. Proses oksidasi oleh udara ini
sangat mungkin terjadi karena simplisia temulawak dikeringkan di lingkungan luar dan disimpan
dalam keadaan terbuka, Sehingga simplisia kontak langsung denga udara bebas, dan dapat
dimungkainkan terjadinya proses oksidasi minyak atsiri. Penyimpanan simplisia yang relatif lama
( 45 hari ), dan dalam keadaan terbuka menyebabkan banyaknya minyak atsiri yang hilang
selama penyimpanan.

Pengeringan sinar matahari yang dinaungi kain hitam, setidaknya dapat mengurangi resiko
kehilangan minyak atsiri lebih banyak lagi. Dengan naungan kain hitam, sinar uv yang sampai ke
simplisia berkurang karena sinar tersebut diserap oleh kain hitam. S inar UV dapat merusak
minyak atsri yang terkandung dalam rimpang. Sinar uv kemungkinan akan mengkatalisis reaksi
oksidasi, polimerisasi dan resinifikasi, yang akhirnya akan menyebabkan berkurangnya
randemen minyak atsiri.
Selain dari segi penanganan pasca panen, kadar minyak atsiri juga ditentukan pada waktu panen
rimpang temulawak. Simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen saat pagi hari.
Dengan demikian, untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas
kimiawi dan fisika senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.

4. Penetapan kadar zat aktif 

Pada penetapan kadar minyak atsiri ini adalah dengan Kromatografi Lapis Tipis- Densitometer.
Kelebihan metode ini adalah ; menghasilkan pemisahan kurkumin yang cukup baik dari
analognya, sensitivitasnya yang cukup baik, mudah dalam pengerjaanya, dapat mengukur sampel
yang abnyak dalam satu lempeng dan waktu elusi lebih singkat. Kekurangan metode KLT-
densitometer ini adalah repeatability jelek, tidak cocok untuk sampel dengan kadar lebih kecil
dari mikrogram, dan kesalahan manusia yang cukup besar dalam pengambilan sampel.

Sebelum dipisahkan pada kromatografi lapis tipis, simplisia temulawak diekstraksi terlebih
dahulu. Sebelum diekstraksi, simplisia temulawak diserbuk terlebih dahulu. Dalm ekstraksi ini
diguanakna serbuk temulawak, dikarenakan serbuk mempunyai ukuran partikel yang kecil
sehingga diharapkan akan lebih banyak kurkuminoid yang tersari. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut, semakin besar ukuran partikel bah an awal akan semakin tebal lapisan batas,
akibatnya akan semakin panjang jarak yang harus ditempuh oleh cairan penyari untuk mencapai
zat aktif. Sehingga proses penyarian tidak efektif. Meskipun demikian, serbuk tidak boleh terlalu
halus karena, jika dinding sel pecah, zat-zat yang tidak larut akan keluar (anonim, 1986)

Setelah simplisia dalam bentuk serbuk, diambil 1 gram serbuk dan dimaserasi dengan etanol
95%. Hal itu dikarenakan kurkumin sukar larut dalam air, hexana, dan petroleum eter; agak larut
daklam benzena, kloroform, dan eter, tetapi larut dalam alkohol, aseton dan asam asetat glasial(
Srinivisan, 1953; Stahl, 1985). Kurkumin bersifat semipolar sehingga lebih terlarut dalam
alkohol yaitu etanol . Diguanakan etanol 95% karena denga kadar alkohol yang relatif tinggi
akan menyari kurkumin secara sempurna. Proses maserasi dilakukan selama 30 menit, sambil
digojog. Menggunakan metode maserasi karena metode maserasi lebih sederhana dari metode
lain. Metode maserasi relatif lebih mudah pengerjaanya, lebih murah, tidak perlu peralatan yang
rumit, dan tidak perlu area yang rumit. Selain itu, bahan yang akan disari yaitu rimpang
temulawak dengan kandungan senyawa kurkuminoidnya yang tinggi sehingga cukup dengan
maserasi pun senyawa dapat keluar dengan mudahnya. Setelah dimaserasi selama 30 menit, sari
di addkan 5ml dengan etanol, lalu dipekatkan sampai 1ml agar seragam dengan kelompok lain.

Ekstrak pekat etanolik, lalu ditotolkan pada plate KLT dengan fase diam silika gel 60 F 254,
dengan fase gerak kloroform : metanol : asam formiat ( 95:5:0,5). Karena tujuan sebenarnya
adalah untuk menentukan kadar kurkumin dalam simplisia yang diberi perlakuan pengeringan
dan penyimpanan tertentu, maka dibutuhkan kurva baku yang terdiri dari konsentrasi kurkumin
standart dengan rentang kadar tertentu.

Untuk menentukan rentang kadar kurva baku yang akan dibuat, maka harus memperhatikan
randemen standart dalam rimpang temulawak dan kadar kurkumin yang bisanya terdapat dalam
ekstrak etanolik. Karena dalam pengerjaan ekstraksi kurkumin tanpa pemurnian maka, kadar
kurkumin yang dimaksudkan adalah kadar pada ekstrak etanolik tanpa purifikasi. Randemen
ekstrak etanolik menurut MMI edisi III adalah sebesar 3,5%b/v. Sed angkan kadar kurkumin
dalam ekstrak etanolik tanpa terpurifikasi menurut penelitian-penelitian sebelumnya adalah
sebesar 1,55%. Jadi setelah dihitung, setiap penotolan 1μl terdapat 0,54 μg kurkumin. Dari data
 perhitungan itulah dapat digunakan batas-batas perkiraan konsentrasi kurkumin standar yang
akan dibuat kurva baku, agar konsentrasi sampel tidak mengalami ekstrapolasi atau tidak jauh
melesat dari konsentrasi kurva baku. Dari perhitungan diatas maka dapat ditentukan bahwa
konsentrasi kurva baku kira-kira lebih tinggi dari 0,54μg/μl. Jadi rentang kadar yang digunakan
dalam kurva baku adalah 0,5μg/μl– 1μg/μl – 2μg/μl – 4μg/μl. Karena kadar stok standar
kurkumin adalah 1μg/μl, maka penotolan pada KLT sebesar 0,5μl– 1μl – 2μl – 4μl.

Setelah plate KLT dielusi maka akan muncul tiga bercak dengan daya pemisahan yang bagus.
Bercak tersebut dalam sinar tampak akan berwarna kuning. Bercak pertama yaitu dengan
intensitas warna kuning yang paling rendah (Rf = 0,287), dalam pustaka disebut dengan
 bisdesmetoksikurkumin. Bercak kedua yaitu dengan intensitas warna kuning lebuh tinggi ( Rf =
0,42 ), dalam pustaka disebut dengan senyawa desmetoksikurkumin. Sedangkan bercak ketiga
dengan ketebalan bercak yang paling tinggi dan intensitas warna kuning paling tinggi (Rf =
0,66). Senyawa pada Rf inilah yang disebut dengan kurkumin. Pada bercak yang nomor 3 inilah
yang akan dihitung kadarnya dengan densitometer.

Dari hasil densitometer densitas bercak dapat digambarkan sebagai luas area. Dengan
 perbandingan antara konsentrasi dan luas area didapatkan persamaan y = 1,6187x + 0,8055 .
Sedangkaan luas area sampel adalah 40,69958 x 104. Jadi kadar kurkumin pada simplisia
temulawak yang dikeringkan sinar matahari dengan naungan kain hitam dan penyimpanan
terbuka adalah 8,125 mg/ ml. Kadar kurkumin dalam sampel tersebut sangatlah tinggi, bahkan
ekstrapolasi terhadap kurva baku. Bila dibandingkan dengan standar, tingginya kadar kurkumin,
cenderung tidak dipengaruhi oleh faktor penanganan pasca panen, khususnya faktor pengeringan
dan penyimpanan. Hal tersebut lebih disebabkan oleh faktor internal dari rimpang temulawak itu
sendiri, yaitu diantaranya:

1. Tempat tumbuh dari tanaman temulawak sangat mempengaruhi keberadaan dan kadar
senyawa aktif kurkumin, misalnya; temulawak di daerah Imogiri menghasilkan kandungan
kurkumin sebesar 0,625%, sedangkan di daerah samigaluh dan bagelan sebesar 0,37%
(Murniwaty, 2003)
2. Identitas jenis, Jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati dapat dikonfirmasikan sampai
informasi geneti sebagai faktor internal untuk validasi jenis
3. Periode pemanenan rimpang temulawak. Waktu panen rimpang sangat erat hubungannya
dengan pembentukan senyawa aktif yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat
bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Waktu panen
rimpang yang menghasilkan kadar kurkumin tinggi adalah pada musim kering.
4. Senyawa kurkumin terbentuk secara maksimal di dalam rimpang pada umur tertentu. Di
samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam
sehari. Contohnya, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen saat pagi hari.
Dengan demikian, untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan
stabilitas kimiawi dan fisika senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.
I. Kesimpulan

1. Penanganan pasca panen rimpang temu lawak meliputi; Sortasi basah, pencucian, perajangan,
pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan
2. Pengeringan simplisia temulawak dengan sinar matahari dan ditutup kain hitam
3. Penyimpanan simplisia temulawak dengan penyimpanan terbuka sealma 45 hari
4. Prosentase susut pengeringan dari simplisia adalah 12, 16%
5. Kadar air dari simplisia temulawak adalah 6%
6. Kadar minyak atsiri dari simplisia adalah 1 %
7. Kadar zat aktif (Kurkumin) dari simplisia temulawak adalah 8,125 mg/ml
8. PEMBUATAN SIMPLISIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Di Indonesia banyak berbagai macam tumbuhan obat yang telah diteliti oleh para ahli yang
mana sampai sekarang tercantum pada buku-buku maupun artikel obat tradisional. Tumbuhan
obat atau yang biasa dikenal dengan obat herbal adalah sediaan obat baik berupa obat tradisional
, fitofarmaka dan farmasetika, dapat berupa simplisia ( bahan segar atau yang dikeringkan )
ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni berasal dari alam, yang dimaksut dengan obat
alami adalah obat asal tanaman.

Indonesia sangat kaya akan kekayaan alam yang melimpah, mulai dari tanaman herbal
sampai mineral tersimpat dalam bumi pertiwi. Dijaman yang berkembang banyak Ilmuwan
 bahkan Mahasiswa dari berbagai universitas berlomba-lomba untuk mengembangkan tanaman
obat. Dari sekian banyak tanaman obat ada salah satu tanaman yang berkasiat obat yaitu
I mpatien   atau yang biasa disebut bunga pacar air ini telah diteliti bahawa kandungan
 atau
mpatien balsamina 
balsamina 

fitokimia yang terkandung didalamnya dapat berkhasiat sebagai obat. Penelitian terhadap
tanaman ini kebanyakan tertuju pada uji fitokimia dan uji aktivasi, tetapi untuk literatur
mengenai deskripsi, morfologi dan uji mutu simplisia tanaman pacar air masih minim bahkan
dalam buku Materia Medika Indonesia pacar air belum diklarifikasi secara detail. Hanya
 beberapa artikel dan e-book saja yang membahas tanaman ini.

Maka dari itu perlu perhatian yang cukup mengenai tanaman ini untuk lebih
dikembangkan, karena selain menambah jenis tanaman obat kita dapat memberikan data
mengenai bentuk makroskopik dan mikroskopik tanaman pacar air.

Dari uraian diatas maka dari itu diharapkan praktikan untuk mencari data tentang simplisia
yang akan diteliti terlebih dahulu untuk dapat membandingkan mutu dari suatu simplisia
 berdasarkan ketentuan yang ada. Terlebih dahulu perlu pemahaman mengenai obat alam ,
simplisia dan hubungan antara obat alam dengan simplisia.

Obat Alam atau yang biasa disebut obat herbal adalah sediaan obat baik berupa oabat
tradisional, fitofarmaka dan farmasetik, dapat berupa simplisia ( bahan segar atau yang
dikeringkan ) ekstrak , kelompok senyawa atau senyawa murni yang berasal dari alam, yang
dimaksut dengan obat alami adalah obat asal tanaman.

B. TUJUAN PRAKTIKUM

a. Mengetahui cara pembuatan simplisia yang baik.

 b. Mengetahui mutu simplisia daun pacar air yang baik.

c. Mengetahui makroskopik dan mikroskopik pada simplisia Impatien Folium.

C. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah proses pembuatan simplisia yang baik pada daun pacar air ?

2. Bagaimanakah mutu yang baik dari suatu simplisia ?


3. Bagaimanakah cara melihat struktur organoleptis makroskopik serta mikroskopik
simpisia ?

BAB II

II.1 DASAR TEORI

SIMPLISIA

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
 pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan yang
dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau
mineral.
1. Jenis Simplisia

a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara
spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya,
atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertent dipisahkan dari tanamannya.

 b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

c. Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa
zat kimia murni.

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka


simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk memenuhi persyarata minimal
tersebut, ada beberapa faktor yang berpengaruh , antara lain adalah :

1. Bahan baku simplisia.

2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan b aku simplisia.

3. Cara penepakan dan penyimpanan simplisia.

Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga faktor tersebut haus
memenuhi persyaratan minimalyang ditetapkan.

A. PEMBUATAN SIMPLISIA SECARA UMUM.

1. BAHAN BAKU

Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati , merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi mutu simplisia. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat
dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah
tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau tempat lain, atau tanaman
yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias, tanaman
 pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman budidaya
adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia. Tanaman
simplisia dapat di perkebunan yang luas, dapat diusahakan oleh petani secara kecil-
kecilan berupa tanaman tumpang sari atau Tanaman Obat Keluarga. Tanaman Obat
Keluarga adalah pemanfaatan pekarangan yang sengaja digunakan untuk menanam
tumbuhan obat.

2. DASAR PEMBUATAN SIMPLISIA

a. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan

Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat,


tetapi dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu lama
akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan
dengan suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan
senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk simplisia yang
memerlukan perajangan perlu diatur panjang perajangannya, sehingga diperoleh
tebal irisan yang pada pengeringan tidak mengalami kerusakan.

b. Simplisia dibuat dengan fermentasi.

Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak


 berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.

c. Simplisia dibuat dengan proses khusus.

Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati,


 penyaringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang
 pada prinsip bahwa pada simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai
dengan persyaratan.

d. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air.

Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang
digunakan harus terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen, logam
 berat dan lain-lain.

3. TAHAP PEMBUATAN

Pada umumya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :

A. Pengumpulan Bahan Baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung
 pada :

1. Bagian tanaman yang digunakan.

2. Umur tanaman yang digunakan.

3. Waktu panen.

4. Lingkungan tempat tumbuh.

Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam
 bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian
tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.

Senyawa aktif terbentuk secara maksimal di dalam bagian tanaman atau tanaman
 pada umur tertentu. Sebagai contoh pada tanaman Atropa belladonna, alkaloid
hiosiamina mula-mula terbentuk dalam akar. Dalam tahun pertama, pemben-

tukan hiosiamina berpindah pada batang yang masih hijau. Pada tahun kedua
 batang mulai berlignin dan kadar hiosiamina mulai menurun sedang pada daun
kadar hiosiamina makin meningkat. Kadar alkaloid hios'amina tertinggi dicapai I
dalam pucuk tanaman pada saat tanai an berbunga dan kadar alkaloid menurun pada
saat tanaman berbualz dan niakin turun ketika buah makin tua. Contoh lain,
tanaman Menthapiperita muda mengandung mentol banyak dalanl daunnya. Kadar
rninyak atsiri dan mentol tertinggi pada daun tanaman ini dicapai pada saat
tanaman tepat akan berbunga. Pada Cinnamornunz camphors, kamfer akan
terkumpul dalam kayu tanaman yang telah tua. Penentuan bagian tanaman yang
dikumpulkan dan waktu pengumpulan secara tepat memerlukan penelitian. Di
samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat
 panen dalam sehari. Contoh, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik
dipanen pada pagi hari. Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam
sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisik senyawa aktif dalam
simplisia terhadap panas sinar matahari.

Secara garis besar, pedoman panen sebagai berikut :

1. Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua seperti
kedawung (Parkia rosbbrgii), pengambilan biji ditandai dengan telah
mengeringnya buah. Sering pula pemetikan dilakukan sebelum kering benar,
yaitu sebelum buah pecah secara alami dan biji terlempar jauh, misal jarak
(Ricinus cornrnunis).

2. Tanaman yang pada saat panen diambil buahnya, waktu pengambilan sering
dihubungkan dengan tingkat kemasakan, yang ditandai dengan terjadinya
 perubahan pada buah seperti perubahan tingkat kekerasan misal labu merah
(Cucurbita n~oscllata). Perubahan warna, misalnya asam (Tarnarindus indica),
kadar air buah, misalnya belimbing wuluh (Averrhoa belimbi), jeruk nipis (Citrui
aurantifolia) perubahan bentuk buah, misalnya mentimun (Cucurnis sativus),
 pare (Mornordica charantia).

3. Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya pengambilan


dilakukan pada saat tanaman mengalami perubahan pertumbuhan dari vegetatif
ke generatif. Pada saat itu penumpukan senyawa aktif dalam kondisi tinggi, se-

hingga mempunyai mutu yang terbaik. Contoh tanaman yang diambil daun
 pucuk ialah kumis kucing (Orthosiphon starnineus).

4. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun yang
diambil dipilih yang telah membuka sempurna dan terletak di bagian cabang
atau batang yang menerima sinar matahari sempurna. Pada daun tersebut terjadi
kegiatan asimilasi yang sempurna. Contoh panenan ini misal sembung (Blumea
 balsamifera).

5. Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan
 pada saat tanaman telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak
mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada musim yang menguntungkan
 pertumbuhan antara lain menjelang musim kemarau.

6. Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis, pengambilan dilakukan
 pada saat umbi mencapai besar maksimum dan pertumbuhan pada bagian di atas
tanah berhenti misalnya bawang merah (Allium cepa).

7. Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan dilakukan


 pada musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam
keadaan ini rimpang dalam keadaan besar maksimum. Panen dapat dilakukan
dengan tangan, menggunakan alat atau menggunakan mesin. Dalam ha1 ini
keterampilan pemetik diperlukan, agar diperoleh simplisia yang benar, tidak
tercampur dengan bagian lain dan tidak merusak tanaman induk. Alat atau
mesin yang digunakan untuk memetik perlu dipilih yang sesuai. Alat yang
terbuat dari logam sebaiknya tidak digunakan bila diperkirakan akan merusak
senyawa aktif siniplisia seperti fenol, glikosida dan sebagainya. Cara
 pengambilan bagian tanaman untuk penibuatan simplisia dapat dilihat pada
tabel I hal. 6.

B. SORTASI BASAH
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan
asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar
suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang,
daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah
mengandung bermacam-macam mikroba dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena
itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah
mikroba awal.

C. PENCUCIAN

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang


melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air
dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang
mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu
yang sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978), pencucian sayur-sayuran satu
kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian
sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah
mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba
karena air pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga sejumlah
mikroba. Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah
rnikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor,
maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air
yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat menipercepat pertumbuhan
mikroba. Bakteri yang umuln terdapat dalam air adalah  Pseudomonas,
 Proteus, Micrococcus, Bacillus, Streptococcus,  Enterobacter   dan  Escherishia. Pada
simplisia akar, batang atau buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit luarnya
untuk mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian besar jumlah mikroba
 biasanya terdapat pada permukaan bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas
tersebut mungkin tidak memerlukan pencucian jika cara pengupasannya dilakukan
dengan tepat dan bersih.

D. PERAJANGAN

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan


 bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan
dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi
dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan
 pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau
 potongan dengan ukuran yang dikehendaki.

Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air,
sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis
 juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah
menguap. Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh
karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur dan
 bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah
 berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba
tidak bertambah. Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi
 pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan
dengan sinar matahari selama satu hari.

E. PENGERINGAN

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah


rusak,sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi
kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau
 perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat
merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.Enzim tertentu dalam
sel,masih dapat bekerja,menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama
 bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang
masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak terjadi
karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses sintesis,
transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang segera setelah sel
tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950, sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan
simplisia tersebut lebih dahulu dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk
menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim dilakukan pada saat itu, merendam
 bahan simplisia dengan etanol 70 % atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil
 penelitian selanjutnya diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bila kadar
air dalam simplisia kurang dari 10%.

Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau


menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses
 pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, Waktu
 pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak
dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan simplisia,
faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang
tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah
dapat mengakibatkan terjadinya "Face hardening", yakni bagian luar bahan sudah
kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan
 bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh
suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih
cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan
menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. "Face hardening" dapat
mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalarn bahan yang dikeringkan.

Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan
simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300  sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik
adalah tidak melebihi 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang
tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah
0 0
mungkin, misalnya 30   sampai 45 C, atau dengan cara pengeringan vakum yaitu
dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga
tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia,cara
 pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan. Kelembaban akan menurun selama
 berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan
digunakan orang. Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan
secara alamiah dan buatan.

1. Pengeringan Alamiah.

Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang
dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :

a. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk


mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji
dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil. Pengeringan
dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia merupakan suatu
cara yang mudah dan murah, yang dilakukan dengan cara membiarkan bagian
yang telah dipotong-potong di udara terbuka di atas tampah-tampah tanpa
kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan aliran udara. Dengan cara
ini kecepatan pengeringan sangat tergantung kepada keadaan iklim, sehingga
cara ini hanya baik dilakukan di daerah yang udaranya panas atau
kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang
mendung dapat memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi
kesempatan pada kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia
tersebut kering. F'IDC (Food Technology Development Center IPB) telah
merancang dan membuat suatu alat pengering dengan menggunakan sinar
matahari, sinar matahari tersebut ditampung pada permukaan yang gelap
dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini kemudian dialirkan keatas rak-rak
 pengering yang diberi atap tembus cahaya di atasnya sehingga rnencegah
 bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah digunakan untuk
mengeringkan singkong yang telah dirajang dengan demikian dapat pula
digunakan untuk mengeringkan simplisia.

 b. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari


langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman
yang lunak seperti bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif
mudah menguap.

2. Pengeringan Buatan

Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar


matahari dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan
menggunakan suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan
aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai berikut:
“udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor, mesin disel
atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang
 berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan di atas rak-rak
 pengering”. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang
sederhana, praktis dan murah dengan hasil yang cukup baik.

Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan


mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu
 pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai
contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk penjemuran
dengan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar air 10%
sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat pengering dapat diperoleh simplisia
dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8 jam.
Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada jenis
simplisia, kadar airnya dan cara penyimpanannya. Beberapa simplisia yang dapat
tahan lama dalam penyimpanan jika kadar airnya diturunkan 4 sampai 8%,
sedangkan simplisia lainnya rnungkin masih dapat tahan selama penyimpanan
dengan kadar air 10 sampai 12%.

F. SORTASI KERING

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan


simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian
tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masill ada dan
tertinggal pada sirnplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus
untuk kernudian disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini dapat
dilakukan dengan atau secara mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang sering jurnlah
akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan harus dibuang. Demikian pula
adanya partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lain yang tertinggal harus
dibuang sebelum simplisia dibungkus.

G. PENYIMPANAN DAN PENGEPAKAN

Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar dan
dalam, antara lain :

1. Cahaya : Sinar dari panjang gelombang tertentu


dapat menimbulkan perubahan kimia pada simplisia, misalnya
isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi dan sebagainya.

2. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia


dapat mengalami perubahan kimiawi oleh pengaruh oksigen
udara terjadi oksidasi dan perubahan ini dapat berpengaruh
 pada bentuk simplisia, misalnya, yang semula cair dapat
 berubah menjadi kental atau padat, berbutir-butir dan
sebagainya.

3. Reaksi kimia intern : perubahan kimiawi dalam simplisia


yang dapat disebabkan oleh reaksi kimia intern, misalnya oleh
enzim, polimerisasi, oto-oksidasi dan sebagainya.

4. Dehidrasi : Apabila kelembaban luar lebih rendah


dari simplisia, maka simplisia secara perlahan-lahan akan
kehilangan sebagian airnya sehingga rnakin lama makin
mengecil (kisut).

5. Penyerapan air : Simplisia yang higroskopik,


misalnya agar-agar, bila disimpan dalam wadah yang terbuka
akan menyerap lengas udara sehingga menjadi kempal basah
atau mencair.

6. Pengotoran : Pengotoran pada simplisia dapat


disebabkan oleh berbagai sumber, misalnya debu atau pasir,
ekskresi hewan, bahan-bahan asing (misalnya minyak yang
tertumpah) dan fragmen wadah (karung goni).

7. Serangga : Serangga dapat menitnbulkan


kerusakan dan pengotoran pada simplisia, baik oleh bentuk
ulatnya maupin oleh bentuk dewasanya. Pengotoran tidak hanya
 berupa kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa metamorfosa
seperti cangkang telur, bekas kepompong, anyaman benang
 bungkus kepompong, bekas kulit serangga dan sebagain ya.

8. Kapang : Bila kadar air dalam simplisia terlalu


tinggi, maka simplisia dapat berkapang. Kerusakan yang timbul
tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia, tetapi juga akan
merusak susunan kimia zat yang dikandung dan malahan dari
kapangnya dapat mengeluarkan toksin yang dapat mengganggu
kesehatan.

B. METODOLOGI DAN PARAMTER STANDARISASI SIMPLISIA

Ada tiga Parameter standarisasi simplisia sebagai bahan baku yang diperlukan
dalam analisa mutu siplisia , yaitu :

1. Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran Simplisia ) :

a. Pengujian Organoleptik

 b. Pengujian Makroskopik

c. Pengujian Mikroskopik

2. Parameter Non Spesifik :

a. Penetapan kadar air dengan destilasi

 b. Penetapan susut pengeringan

c. Penetapan kadar abu

d. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

e. Penetapan kadar sari yang larut dalam air

f. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol


g. Uji cemaran mikroba

3. Parameter Spesifik :

a. Identifikasi kimia terhadap senyawa yang disari

Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran simplisia )

1. Uji Organoleptik 

Dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekhususan bau dan rasa simplisia
yang diuji.

2. Uji Makroskopik 

Dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa alat, untuk mencari
kekhususan morfologi, ukuran dan warna simplisia yang diuji.

3. Uji Mikroskopik 

Dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya


disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji dapat berupa sayatan maupun
serbuk. Tujuannya adalah untuk mencari unsur-unsur anatomi jaringan yang khas.
Dari pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal
yang spesifik bagi masing-masing simplisia. Serbuk yang diperiksa adalah serbuk
yang homogen dengan derajat kehalusan 4/18 yang dipersyaratkan oleh MMI. Ada
4 cara pengamatan menggunakan mikroskop yaitu :

1. MIKROSKOPIK 1

Menggunakan medium air atau gliserin. Digunakan untuk mendeteksi hablur


lepas, butir pati, butir tepung sari, serabut, sel batu, rambut penutup, rambut
kelenjar lepas serta beberapa jenis jaringan khas lainnya.
2. MIKROSKOPIK 2

Serbuk terlebih dahulu dididihkan dalam larutan kloral hidra. Butir pati akan
larut akan larut dan jaringan yang berisi klorofil menjadi jernih sehingga
 pengamatan dapat lebih jelas. Akan tampak sel-sel epidermis , mesofil, rongga
minyak, parenkim, hablur, sistolit dll.

3. MIKROSKOPIK 3

 Diakukan pewarnaan terhadap serbuk. Sebaiknya dilakukan setelah


serbuk dijernihkan dengan chloral hidrat, namun dalam hal-hal tertentu
 boleh langsung menambahkan pereaksi tanpa didahului penjernihan
 jaringan.

 Pereaksi yang biasa digunakan misalnya floroglusin-asam klorida akan


menimbulkan warna merah pada sel yang berisi lignin ( sel batu, serabut dan
xilem ).

4. MIKROSKOPIK 4

Dilakukan terhadap serbuk yang telah diabukan. Uji ini khusus ditujukan untuk
mendeteksi ada tidaknya kerangka silika pada tanaman yang banyak
mengandung silika seperti familia Poaceae / Gramineae dan Equisetaceae.

4. Parameter Non-Spesifik 

1. Penetapan Kadar Air ( MMI )


Kandungan air yang berlebihan pada bahan / sediaan obat tradisional
akan mempercepat pertumbuhan mikroba dan juga dapat mempermudah
terjadinya hidrolisa terhadap kandungan kimianya sehingga dapat
mengakibatkan penurunan mutu dari obat tradisional. Oleh karena itu batas
kandungan air pada suatu simplisia sebaiknya dicantumkan dalam suatu uraian
yang menyangkut persyaratan dari suatu simplisia.

Tujuan dari penetapan kadar air adalah utuk mengetahui batasan maksimal
atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan. Hal ini terkait dengan
kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian,
 penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang
daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman bila
mempunyai kadar air kurang dari 10%. Penetapan kadar air dapat dilakukan
dengan 3 cara yaitu ;

a. Metode Titrimetri

Metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan
anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi
dengan ion hydrogen. Kelemahan metode ini adalah stoikiometri reaksi
tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada beberapa faktor seperti
kadar relatif komponen pereaksi, sifat pelarut inert yang digunakan untuk
melarutkan zat dan teknik yang digunakan pada penetapan tertentu. Metode
ini juga perlu pengamatan titik akhir titrasi yang bersifat relatif dan
diperlukan sistem yang terbebas dari kelembaban udara ( Anonim, 1995 ).

Zat yang akan diperiksa dimasukkan kedalam labu melalui pipa pengalir
nitrogen atau melalui pipa samping yang dapat disumbat. Pengadukan
dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen yang telah dikeringkan atau
dengan pengaduk magnit. Penunjuk titik akhir terdiri dari batere kering 1,5
volt atau 2 volt yang dihubungkan dengan tahanan variable lebih kurang
2.000 ohm. Tahanan diatur sedemikian sehingga arus utama yang cocok
yang melalui elektroda platina berhubungan secara seri dengan
mikroammeter. Setiap kali penambahan pereaksi Karl Fishcer, penunjuk
mikroammeter akan menyimpang tetapi segera kembali ke kedudukan
semula. Pada titik akhir, penyimpangan akan tetap selama waktu yang lebih
lama. Pada zat-zat yang melepaskan air secara perlahan-lahan, umumnya
dilakukan titrasi tidak langsung.

 b. Metode Azeotropi ( Destilasi Toluena ).

Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan
 berulang ulang kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik untuk
mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem yang digunakan tertutup dan
tidak dipengaruhi oleh kelembaban ( Anonim, 1995 ).

Kadar air (V/B) = Vol. Air yang terukur / bobot awal simplisia x 100%.

c. Metode Gravimetri.

Dengan menghitung susut pngeringan hingga tercapai bobot tetap ( Anonim,


1995 ).

2 Penetapan Susut Pengeringan ( MMI )

Susut pngeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat.kecuali


o
dinyatakan lain , suhu peetapan adalah 105 C , keringkan pada suhu penetapan
hingga bobot tetap. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu penetapan,
o o
 pengeringan dilakukan pada suhu antara 5 C dan 10 C dibawah suhu leburnya
selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama waktu yang
ditentukan atau hingga bobot tetap.
Susut pengeringan = (bobot awal  –   bobot akhir) / bobot awal x 100% Untuk
simplisia yang tidak mengandung minyak atsiridan sisa pelarut organik
menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan air
karena simplisia berada di atmoster dan ligkungan terbuka sehingga dipengaruhi
oleh kelembaban lingkungan penyimpanan.

3 Penetapan Kadar Abu (MMI)

Penetapan kadar abu merupakan cara untuk mengetahui sisa yang tidak menguap
dari suatu simplisia pada pembakaran. Pada penetapan kadar abu total, abu dapat
 berasal dari bagian jaringan tanaman sendiri atau dari pengotoran lain misalnya
 pasir atau tanah.

4. Penetapan Kadar Abu yang tidak larut Asam (MMI)

Ditujukan untuk mengetahui jumlah pengotoran yang berasal dari pasir atau
tanah silikat.

5. Penetapan Kadar Sari yang larut dalam air (MMI)

Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari
dengan air dari suatu simplisia.

6. Penetapan Kadar Sari yang larut dalam etanol (MMI)

Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari
dengan etanol dari suatu simplisia.

7. Uji Cemaran Mikroba


a. Uji Aflatoksin

Uji ini bertujuan untuk mengetahui cemaran aflatoksin yang dihasilkan


oleh jamur Aspergillus flavus.

 b. Uji Angka Lempeng Total

Untuk mengetahui jumlah mikroba/bakteri dalam sample. Batasan angka


o
lempengan total yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan yaitu 10 C
FU/gram.

c. Uji Angka Kapang

Untuk mengetahui adanya cemaran kapang, batasan angka lempeng total


4
yang ditetapkan oleh Kemenkes yaitu 10  CFU/gram.

5. Parameter Spesifik ( Pengujian Secara Kimia ).

Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia. Uji
kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa
tertentu dari simplisia. Biasanya dilakukan dengan analisa kromatografi lapis tipis
(KLT). Sebelum dilakukan KLT perlu dilakukan preparasi dengan penyarian
senyawa kimia aktif dari simplisia yang masih kasar.

Identifikasi kimia terhadap senyawa tersari

Kandungan kimia simplisia nabati pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai


 berikut : minyak atsiri, karotenoid, steroid, triterpenoid, alkaloid, asam lemak,
senyawa fenolik ( fenol-fenol asam fenolat, fenil propanolol, flavonoid,
antrakuinon, antosianin, xanton) asam organik, glikosida, saponin, tani, karbohidrat
dan lain-lain.
Simplisia yang diuji adalah simplisia tunggal yang berupa rajangan serbuk, ekstrak
atau dalam bentuk sediaan. Mula-mula serbuk simplisia disari dengan larutan
 penyari yang berbeda-beda polaritasnya berturut-turut pelarut non polar, pelarut
kurang polar. Masing-masing pelarut secara selektif akan memisahkan kelompok
kandungan kimia tersebut. Pelarut yang bersifat non polar seperti eter minyak tanah
(petroleum eter) atau heksan. Pelarut kurang polar seperti eter, clhoroform dll.
Pelarut yang polar seperti etanol, air atau campuran keduanya dengan berbagai
 perbandingan, umumnya dipakai etanol air 70%.

Penyarian dilakukan dengan cara pengocokan berkali-kali sehingga hasil


 pengocokan terakhir bila diuapkan tidak meninggalkan sisa, atau dengan alat
soxhlet.

Untuk cara pengocokan dianjurkan untuk melakukan perendaman awal dengan


cairan penyari selama satu malam. Penggunaan alat soxhlet hanya dianjurkan untuk
 penyariankandungan kimia yang telah diketahui stabil. Penggunaan eter sebagai
cairan penyari tidak dianjurkan mengingat sifatnya yang mudah terbakar.

Dengan cara diatas akan diperoleh 3 macam sari yaitu :

1. Sari dalam eter minyak tanah atau heksana

Sari ini mengandung zat-zat kimia yang larut dalam minyak misalnya minyak
atsiri, lemak dan asam lemak tinggi, steroid, dan triterpenoid, kerotenoid. Selain
kelompok tersebut diatas, kemungkinan terkandung pada klorofil dan resin yang
disebut senyawa pengotor.
2. Sari dalam eter atau kloroform

Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagi berikut :

a. Alkaloid

 b. Senyawa fenolik : * fenol-fenol

* asam fenolat

* fenil propanoid

* flavonoid

* antrakuinon

* xanton dan stilben

c. Koponen minyak atsiri tertentu

d. Asam lemak.

3. Sari dalam etanol-air

Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagai berikut :

a. Garam alkaloid, alkaloid basa kuartener, amina teroksidasi.

 b. Antosianin

c. Glikosida

d. Saponin

e. Tanin
f. Karbohidrat

II.2 TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman dan Simplisia

TAKSONOMI :

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Geraniales

Suku : Balsaminaceae

Marga :  Impatiens

Jenis :  Impatiens balsamina L.

DESKRIPSI

Habitat : Tumbuhan ini berupa herba tegak berbatang


 basah, yang tingginya ± 80 cm.

Akar : Terna ini berakar serabut.

Batang : Tinggi tanaman ini bisa mencapai satu


meter berbatang basah, lunak, bulat, bercabang,warna hijau
kekuningan yang tebal. Arah tumbuhnya tegak, percabangannya
monopodial.

Daun : Daunnya tunggal, tersebar,


 berhadapan, atau dalam karangan. Bentuk daun lanset memanjang,
tepi daunnya bergerigi, ujung meruncing, tulang daun menyirip.
Warna daun hijau muda tanpa daun penumpu, jika ada daun
 penumpu bentuknya kelenjar. Bagian bawah membentuk roset akar.
Tulang daun menyirip. Luas daunnya sekitar 2 sampai 4 inchi.
Pangkal daun bergerigi tajam, runcing. Duduk daun spiral (daun
muncul dari batang mengikuti arah spiral) dan berhadapan.

Bunga : Tanaman ini memiliki aneka macam warana


 bunga. ada yang putih, merah, ungu, kuning, jingga, dll. Jika pacar
air yang berbeda warna disilangkan, maka akan terbentuk
keturunan yang beraneka ragam. Bunga zygomorph, berkelamin 2,
di ketiak. Daun kelopak 3 atau 5, lepas atau sebagian melekat,
 bertaji. Daun kelopak samping berbentuk corong miring, berwarna,
dan terdapat noda kuning di dalamnya. Sedikit di atas pangkal daun
mahkota memanjang menjadi taji dengan panjang 0,2-2 cm. Daun
mahkota 5, lepas. Daun mahkota samping berbentuk jantung
terbalik dengan panjang 2-2,5 cm, yang 2 bersatu dengan kuku,
yang lain lepas tidak berkuku dan lebih pendek. Ada 5 benangsari
dengan tangkai sari yang pendek, lepas, agak bersatu. Kepala
sarinya bersatu membentuk tudung putih. Bunga terkumpul 1-3.
Setiap tangkai hanya berbunga 1 dan tangkainya tidak beruas.
Memiliki 5 kepala putik.

Buah : Buah kecil-kecil bentuk kapsul.


Bakal buah menumpang, beruang 4-5. Dalam satu ruangan tersebut
terdapat dua atau lebih bakal biji. Buah membuka kenyal dan
termasuk buah batu dengan 5 inti. Bentuk buah elliptis, pecah
menurut ruang secara kenyal.

Biji : Benihnya endospermic. Embrio akan


mengalami diferensiasi.

Sebaran dunia: Tanaman ini berasal dari Asia Selatan


(India) dan Asia Tenggara. Diperkenalkan di Amerika sekitar abad
19. Di Indonesia, tanaman ini tersebar merata dan dipakai sebagai
tanaman hias.

Sinonim :  Impatiens cornuta, Linn. Impatiens


hortensis, Desf. Impatiens mutila, D.C. I.triflora Blanco Balsamina
mutila, DC. (Zainab dan Sumiwi, 2007).
2. Kandungan Kimia

a. Nama Senyawa : Kumarin

 b. Struktur Senyawa Kumarin :

c. Termasuk Golongan senyawa fenol.

d. Jalur Biosintesis :

Kumarin adalah senyawa fenol yang pada umumnya berasal dari tumbuhan
tinggi dan jarang sekali ditemukan pada mikroorganisme. Dari segi biogenetik,
kerangka benzopiran-2-on dari kumarin berasal dari asam-asam sinamat, melalui
orto-hidroksilasi. Asam orto-kumarat yang dihasilkan setelah menjalani isomerisasi
cis-trans, menjalani kondensasi.

Penelitian mengenai biosintesis kumarin pada beberapa jenis tumbuhan ternyata


mendukung biosintesa ini. Walaupun demikian, mekanisme dari sebagian besar
tahap-tahap reaksi tersebut masih belum jelas. Misalnya reaksi isomerisasi cis-trans
dari asam orto-hidroksikumarat mungkin berlangsung dengan katalis enzim atau
melalui proses fotokimia atau suatu proses reduksi-dehidrogenasi yang beruntun.

e. Sifat Fisika dan Kimia :

1) Titik leleh 199-201 ºC.

2) Massa relatif 192 dengan rumus molekul C10H8O4 (Adfa, 2006).


3. Efek in vitro/ Farmakologi

Senyawa murni hasil isolasi (1,4-naftoquinon yang tersubstitusi gugus metoksi)


memperlihatkan aktivitas antibakteri 0,5-0,6 kali tetrasiklin terhadap bakteri
uji Staphylococcusaureus dan Bacillus cereus (Adfa, 2007).

Telah dilakukan pengujian aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol tanaman pacar air
( Impatiens balsamina L.) dengan menggunakan metode induksi edema oleh karagenan
 pada kaki tikus putih jantan. Ekstrak etanol pacar air diberikan per oral dengan dosis
250, 500, dan 1000mg/Kg BB. Indometasin 10 mg/Kg BB digunakan sebagai kontrol
 positif. Hasil pengujianmenunjukkan bahwa ketiga dosis ekstrak memiliki aktivitas
antiinflamasi yang berbeda nyatadibandingkan dengan kontrol. Persentase inhibisi
radang rata-rata dibandingkan terhadap kontrol negatif sebesar 49,05, 26,8, dan
40,90% masing-masing untuk ekstrak dosis 250, 500, dan 1000 mg/Kg, dan
69,33%untuk indometasin 10 mg/Kg (Sumiwi, 2007).

4. Analisis

a. Ekstraksi dan Isolasi

Sebanyak 3 kg sampel daun segar Impatiens balsamina  L. dimaserasi dengan


metanol 10 L selama 5 hari, kemudian difraksinasi dengan heksana dan
dilanjutkan dengan etil asetat. Sebanyak 10 g ekstrak etil asetat dikromatografi
kolom menggunakan fasa diam silika gel dan eluen n-heksana, kloroform, etil
asetat, metanol dengan sistem step gradient polarity. Didapat 5 fraksi, fraksi IV
dilanjutkan dengan KLT preparatif menggunakan silika gel G. Noda
yangberfluoresensi biru dikerok lalu direndam dengan metanol selama 1 malam,
disaring dan dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator,
dilanjutkan dengan rekristalisasi menggunakan kloroform : n-heksana didapat
amorf kuning seberat 6 mg dengan titik leleh 199-201ºC. Setelah dilakukan
kromatografi lapisan tipis dengan pengungkap noda lampu UV 365 nm serta
disemprot dengan NaOH 10% dalam metanol, memperlihatkan 1 noda biru terang,
selanjutnya dengan uap I2 tetap 1 noda (Adfa, 2006).

 b. Kualitatif dan Kuantitatif

Analisis kualitatif metabolit sekunder kultur sel pacar dilakukan terhadap


kandungan naftokinon, flavonoid, kumarin dan saponin dengan metode
kromatografi lapis tipis. Analisis kuantitatif kandungan kumarin dalam kultur
suspensi sel dilakukan dengan metode TLC Scanner (Zainab, 2007).

c. Standarisasi

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia yang spesifik adalah, serbuk


sari berbentuk oval, rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat rapida, dan
 papilla. Hasil karakteristik serbuk simplisia bunga pacar air merah diperoleh kadar
air 9,31%, Kadar sari yang larut dalam air 19,62%, kadar sari yang larut dalam
etanol 12,80%, Kadar abu total 1,14%, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam
0,25% (Anonim, 2007).

5. Manfaat Tanaman Pacar Air

Pacar air berkasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Jenis-jenis penyakit


yang dapat dicegah dan disembuhkan oleh tumbuhan pacar air adalah: tumor usus,
kanker saluran pencernaan, usus buntu, menurunkan kolesterol, tekanan darah
tinggi, rematik, pembengkakan, sakit pinggang, kaku pinggang, leher kaku, tarsuga
(terkena duri ikan ditenggorokan), sigurdongon (peradangan dipinggir kuku),
merangsang pertumbuhan rambut, pewarnaan kuku seperti kuteks, dan lain-lain.

BAB III

III.1 SKEMA KERJA PEMBUATAN SIMPLISIA DAUN PACAR AIR 

A. PEMBUATAN SIMPLISIA PACAR AIR 

Siapkan Daun Pacar Air 1 kg


PENGERINGAN
SORTASI KERING
PERAJANGAN
SORTASI BASAH
Daun Pacar Air Dicuci dengan Aquadest
PENGHALUSAN SIMPLISIA

B. UJI MUTU SIMPLISIA / STANDARISASI SIMPLISIA

UJI MAKROSKOPIK 
UJI MIKROSKOPIK 
UJI PARAMETER SPESIFIK 
UJI PARAMETER NON-SPESIFIK 
III.2 LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

 NO PROSEDUR KERJA KETERANGAN

1. Pemilihan Bahan Baku a. Bahan baku : Daun segar bunga pacar air

 b. Waktu Panen : Dipetik usia tanam 2 bulan.

2. Sortasi Basah

Bahan baku dibersihkan dari pengotor daun kering,


kotoran belalang dan tanah yang tercampur pada
daun.
3. Pencucian

Setelah di sortasi bahan dicuci dengan aquadest.


4. Berat Basah Bahan Baku 124,36 gram

5. Cara Pengubahan Bentuk Dengan dirajang secara vertikal beraturan.

6. Pengeringan a. Cara pengeringan :


Dijemur dibawah sinar
matahari tidak langsung.
 b. Lama pengeringan : 7 hari
c. Berat kering : 56,4 gram
d. Kadar air : 45,26 %
7. Pemeriksaan Organoleptik a. Bentuk : Serbuk halus
 b. Warna : Hijau tua
c. Bau : Khas Aromatik
d. Rasa : Pahit
8. Pemeriksaan Makroskopik Serbuk simplisia berbentuk hablur berwarna hujau
tua dengan rasa pahit, dan bau khas aromatik.

9. Pemeriksaan Mikroskopik Pemeriksaan mikroskopik didapat rambut penutup


multiseluler, kalsium oksalat rapida, dan papilla.

10. Penetapan kadar air dengan cara


Destilasi
11. Penetapan susut pengeringan

12. Penetapan kadar abu

13. Penetapan kadar abu yang tidak


larut dalam asam
14. Penetapan kadar sari yang larut
dalam air

15. Penetapan kadar sari yang larut


dalam etanol

16. Uji Cemaran Mikroba


17. Identifikasi Kimia Terhadap
Senyawa yang Tersari

BAB IV

IV.1 PEMBAHASAN

Dari hasil praktikum pembuatan simplisia daun impatiens balsamina didapat serbuk kering
simplisia daun pacar air sebanyak 56,4 gram dengan kadar air kurng lebih 45,26%. Dalam uji
standarisasi mikroskopik daun pacar air terdapat rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat
rapida, dan papilla. Uji mikroskopik menunjukkan bahwa simplisia yang dibuat telah memenuhi
standart yang telah ditetapkan, tetapi standart yang digunakan blum diklarifikasi secara resmi
oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia karena dalam beberapa literatur menyatakan
standart yang berbeda beda. Akan tetapi dalam literatur dapat ditemukan kesamaan kandungan
mikroskopik, jadi literatur yang saya gunakan adalah acuan yang memiliki kesamaan dalam
 pemeriksaan mikroskopik. Oleh karena itu uji mikroskopik simplisia daun pacar air masih belum
 bisa dinyatakan secara resmi memenuhi standart atau tidak. Utuk pemeriksaan uji parameter non-
spesifik dan spesifik masih belum bisa dilaksanakan karena masih diperlukan beberapa literatur
yang lebih akurat, dan karena penyimpanan yang kurang baik simplisia yang digunakan menjadi
 bulukan. Untuk melanjutkan uji pemeriksaan lainnya diperlukan beberapa waktu lagi untuk
 proses pemanenan tanaman.

IV.2 KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembuatan simplisia daun pacar
air didapat hasil akhir hablur berwarna hijau dengan berat 56,4 gram dan kadar air 45,26%. Serta
hasil uji mikroskopik didapat rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat rapida, dan papilla.

IV.3 SARAN

Dalam penentuan standart yang baik perlu dilkukan percobaan yang berulang agar
 parameter pembanding bisa lebih akurat.

Anda mungkin juga menyukai