SIMPLISIA, adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan
din yatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan
BAHAN ALAMIAH :
1. BAHAN NABATI, FLORA, TUMBUHAN.
2. BAHAN HEWANI, FAUNA.
3. BAHAN MINERAL.
1. BAHAN NABATI
Berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat
EKSUDAT, isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tanaman.
2. BAHAN HEWANI
Berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
berupa zat kimia murni.
3. BAHAN MINERAL
Berupa mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat
kimia murni.
SUMBER SIMPLSIA
1. TUMBUHAN LIAR
- Kerugian: a. umur dan bagian tanaman
b. jenis (species)
c. lingkungan tempat tumbuh
- Keuntungan : ekonomis
December 8, 2011
TUJUAN
DASAR TEORI
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan
din yatakan lain simplisia merupakan bahan yang
dikeringkan.
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka simplisia
harus memenuhi persyaratan minimal, dan untuk dapat memenuhi syarat minimal itu, ada
beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain adalah:
1. Pengeringan
2. Fermentasi
3. Proses khusus (penyulingan, pengentalan eksudat dll)
4. Dengan bantuan air (misalnya pada pembuatan pati)
Adapun tahapan –
tahapan – tahapan
tahapan pembuatan simplisia secara garis besar adalah:
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada:
Waktu panen
2. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari
bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan
asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak serta pengotor-pengotor
lainnya harus dibuang
3. Pencucian
4. Perajangan
Beberapa jenis bahna simplisia tertentu ada yang memerlukan proses perajangan. Perajangan
bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan
penggilingan.
5. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga
dapat disimpan dalam waktu lama
6. Sortasi kering
Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing dan pengotor-pengotor lain yang masih ada
dan tertinggal pada simplisia kering.
Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena faktor luar dan dalam, antara lain
cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi, penyerapan air, pengotoran, serangga dan kapang
Klasifikasi tanaman
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Curcuma
Kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak antara lain; amilum, lemak, tannin,
kurkuminoid (zat warna kuning) dan minyak atsiri (Gunawan dkk, 1988). Minyak atsiri 5%
(dengan komponen utama 1-cycloisoprene myrcene 85%). Kurkuminoid yang terdiri dari
kurkumin dan demetoksikurkumin (sudarsono dkk, 1996)
Kurkumin adalah kristal berwarna kuning gelap, tidak larut dalam air, larut dalam alkohol.
Dalam larutan basa, kurkumin menghasilkan larutan yang berwarna merah kecokaltan yang
apabila ditambahkan larutan asm akan berubah warna menjadi kuning ( Sudarsono dkk, 1996)
Bentuk kristal kurkumin, adalah batang atau prisma, dengan titik leleh 183-185oC. Kurkumin
sukar larut dalam air, hexana, dan petroleum eter; agak larut daklam benzena, kloroform, dan
eter, tetapi larut dalam alkohol, aseton dan asam asetat glasial( Srinivisan, 1953; Stahl, 1985)
Kurkumin mempunyai kelarutan yang rendah, tidak stabil dalm larutan, tidak stabil pada pH d an
cahaya sehingga sukar untuk dibuat dalam bentuk sediaan (Tonnesen dan Karisen, 1997).
Kurkumin stabil pada dibawah pH 6,5. Kurkumin akan terdegradasi di bawah pH 6,5, hal ini
disebabkan adanya gugus metilen aktif. Produk degradasi kurkumin dalam lingkungan alkali (pH
7-10) akan menghasilkan asm ferulat dan feruloil metan. Akibat degradasi ini, terjadi perubahan
warna larutanya yaitu pada pH 1-7 larutan berwarna kuning, sedang pada pH 7,5-9,1 larutan
berwarna merah jingga.
Deskripsi Simplisia .
Rimpang temulawak adalah rimpang Curcuma xanthorriza Roxb. Kadar minyak atsiri tidak
kurang dari 6% v/b .
Makroskopik. Keping tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan, keras, rapuh, garis tengah sampai
6 cm, tebal 2 mm sampai 5 mm; permukaan luar berkerut, warna coklat kuning sampai coklat;
bidang irisan berwarna coklat kuning buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata, sering
dengan tonjolan melingkar pada batas antara silinder pusat dengan korteks; korteks sempit, tebal
3 mm sampai 4 mm. Bekas patahan berdebu, warna kuning jingga sampai coklat jingga terang
Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat
atau sebagai bahan baku harus memenuhi standar mutu. Sebagai parameter standar yang
digunakan adalah persyaratan yang tercantum dalma monografi resmi terbitan Departemen
Kesehatan RI seperti Materia Medika Indonesia.
Prinsip metode uji ini adalah pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan, dilakukan
dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi, atau gravimetri.
Susut Pengeringan
o
Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur105 C selama
30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus
(jika bahan tidak mengandung minyak menguap dan sisa pelarut organik menguap) identik
dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer atau lingkungan udara terbuka.
Tujuan mengetahui susut pengeringan adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang
besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan
Penetapan kadar minyak atsiri ini dengan cara destilasi Stahl. Pada metode ini, simplisia yang
akan disuling kontak langsung dengan air mendidh. Bahan tersebut mengapung diatas air atau
terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air
dipanaskan dengan metode panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau
dengan memakai pipa uap melingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini adlah
kontak langsung antara bahan dengan air mendidih (Ketaren, 1987). Penyulingan ini dilakukan
pada tanaman yang dikeringkan dan tidak dirusak oleh pendidihan ( Claus dan Tyler, 1970).
Ada 4 teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan pemurnian kandungan
tumbuhan atau bisa juga dilakukan dengan gabungan dari empat teknik tersebut. Keempat teknik
Kromatografi tersebut yaitu kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas cair,
dan kromatografi cair kinerja tinggi ( Harborne, 1987)
Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, Kromatografi lapis tipis adalah yang paling cocok
untuk analisis obat di Laboratorium farmasi karena hanya memerlukan investasi yang kecil untuk
perlengkapan, waktu analisis relatif singkat, jumlah cuplikan yang diperlukan sedikit, selain itu
kebutuhan ruang minimum serta paenanganannya sederhana ( Stahl, 1985)
KLT yang dimaksudkan untuk uji kuantitatif salah satunya dengan menggunakan densitometer
sebagaai alat pelacakbila cara penotolanya dilakukan secara kuantitatif. Prinsip kerja dari
densitometer adalah adanya pelacakan pada panjang gelombang maksimal yang telah ditetapkan
sebelumnya. Scanning atau pelacakan densitometer ada dua metode yaitu dengan cara
memanjang dan sistem zig-zag. Pada umumnya lebih banyak digunakan metode zig-zag karena
pengukuranya lebih merata serta ketelitian pengukuran lebih terjamin dibanding pengamatan
secara lurus atau memanjang (Soemarno, 2001)
Untuk keperluan standarisai sampel yang mengandung kurkumin, dibutuhkan metode analitik
yang cocok untuk memisahkan kurkuminoid dari bahn-bahan lain yang terdapat dalam
tumbuhan, antara lain dapat dikerjakan dengan KLT dan KCKT, tetapi sulit diterapkan dalam
sampel biologi. Analisa kurkumin yang yang telah berhasil dilakukan antara lain dengan cara
Kromatografi kolom yang dibantu dengan spektrofotometri ( Srinivasan,k 1953); KLT (Sudibyo,
1996), ataupun KCKT ( Tonnesen dan Karlsen, 1983)
Pembuatan Simplisia
Alat : Pisau, Telenan, Pengiris mekanik, Bak Cuci, Alas pengering, Kain Hitam, Alat
penumbuk
Susut Pengeringan
Alat : Cawan petri, kertas saring, timbangan, batu kapur tohor, tempat eksikator, Pemanas
(tara)
Bahan : Serbuk temulawak 1 gram, etanol 95% 5ml, kurkumin standart, Silika gel 60 F 254,
kloroform : metanol : asam formiat ( 95 : 5 : 0,5),
Alat : Tabung reaksi, kertas saring, corong, flakon, gelas ukur, chamber, densitometer
Sistematika Kerja
Pembuatan Simplisia
Sortasi basah
Pencucian Simplisia
↓
Sortasi Kering
Penulisan Etiket
Susut Pengeringan
↓
Simplisia 10 gram dimasukkan dalam cawan petri, lalu ratakan
Ditambah etanol ad 5 ml
Ditotolkan di KLT 3 μl
ekstrak etanolik diaddkan sampai 1 ml => kadar kurkumin 0,54mg/ml = 0,54 μg/μl
Jadi rentang kadar kurva baku adalah 0,5 μg/μl – 1 μg/μl – 2μg/μl – 4 μg/μl
Pembuatan Simplisia
1. Sortasi basah
Berat awal : 2 kg
2. Pencucian
3. Perajangan
4. Pengeringan
5. Pengepakan
6. Penyimpanan
7. Randemen simplisia
8. Susut Pengeringan
Susut Pengeringan I
o
Pemansan oven = 105 C
10
Susut pengeringan selama 90 menit
10
10
Susut Pengeringan II
o
Pemansan oven = 105 C
10
10
10
Toluen 200 ml ditambah 10 ml air, aquadest diambil tersisa 9,6 ml, jadi masih ada 0,4 ml air
yang tertinggal di toluen
Volume air dlm serbuk temulawak = Volume air yang menetes – Volume air dlm toluena
= 1,0 ml – 0,4 ml
= 0,6 ml
Penotolan untuk kurva baku satandar kurkumin ; 0,5μl – 1μl – 2μl – 4μl
Hasil KLT
4
0,5 1, 10014 x 10
4
1 2,07481 x 10
4
2 5, 46830 x 10
4
4 6, 71978 x 10
Y = 1,6187x + 0,8055
= 8,125 mg/ ml
= 0,8125 g/100ml
= 0,8125 % b/v
IV. Pembahasan
Pada praktikum ini bertujuan untuk mempelajari teknik pasca panen pada simplisia rimpang
Temulawak (Curcuma xanthorriza rhizhome). Penanganan pasaca panen ini akan berpengaruh
terhadap mutu simplisia yang akan dibuat bahan baku obat. Untuk mengetahui pengaruh pasca
panen tanaman obat terhadap mutu dan kandungan simplisia, dapat dilakukan uji kontrol kualitas
simplisia. Uji-uji yang dilakukan dalam praktikum ini meliputi uji kadar minyak atsiri, susut
pengeringan, kadar zat aktif dan uji kadr air. Uji ini dapat ditindaklanjuti sebagai standarisasi
simplisia untuk bahan obat.
Penanganan pasca panen tumbuhan obat pada intinya adalah membuat simplisia yang baik, benar
dan memenuhi syarat. Untuk itu perlu penanganan yang teliti pada setiap tahap teknologi pasca
panen. Tahap-tahap tersebut meliputi sortasi basah, pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan,
sortasi kering, pengepakan, dan penyimpanan
Pada sortasi basah, Rimpang temulawak harus dipisahkan dari Pencemar-pencemar lain seperti
gulma, rumput, tanah, kerikil, bagian rimpang yang rusak dan bahn tanaman lain atau jenis
rimpang lain. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh
karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.
Pada sortasi basah ini juga dipisahkan rimpang dari akar dan batang dari tanaman temulawak.
Setelah didapatkan rimpang yang utuh dan bebas dari pencemar, rimpang tersebut ditimbang
untuk mengetahui berat basahnya.. Berat awal didapatkan sebesar 2,1 kg.
Tahap selanjutnya adalah pencucian. Pencucian dilakukan di air yang mengalir yaitu dari sumur
dan ledeng. Pencucian menggunakan air sumur perlu memperhatikan pencemar yang mungkin
timbul akibat mikroba. Beberapa bakteri pencemar air yang perlu diketahui adalah Pseudomonas,
Proteus, Micrococus, Streptococcus, Bacillus, Enterobacter, dan Escheria c oli. Dari hasil
penelitian yang diklakukan oleh Frazier (1978) dilaporkan bahwa untuk pencucian sayuran yang
dilakukan sebanyak satu kali akan menurunkan jumlah mikroba sebanak 25%. Namun pencucian
yang dilakukan sebanyak tiga kali akan menurunkan mikroba sebanyak 58%. Pada rimpang
dalam keadaan basah mungkin masih terbapat pencemar mikroba. Namun setelah pengeringan
nanti pencermar tersebut akan berkurang secara drastis, akibat sedikitnya kandungan air.
Pencucian menggunakan fasilitas air air PAM (ledeng) sering tercemar dengan kapur khlor. Jika
airnya mengandung kapur klor, akan menyebabkan suasana basa, sehingga kemungkinkan,
kandungan kurkumin dalam rimpang dapat terdegradasi menjadi asam ferulat dan feruloil
metan.
Tahap pengubahan bentuk dilakukan dengan merajang rimpang secara melintang dengan tebal
kira-kira 3mm-4mm. Tujuan perajangan ini adalah untuk memeperluas permukaan bahan baku,
sehingga waktu pengeringan cepat kering. Irisan yang terlalu tipis dapat menyebabkan
berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempeng aruhi
komposisi, bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak
dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk men cegah berkurangnya kadar minyak atsiri.
Dengan perajangan, akan terbentuk simplisia temulawak yang mempunyai bentuk yang teratur,
mudah dikemas dan mudah disimpan
Pada proses pengeringan, rimpang temulawak yang telah dicuci, dijemur di bawah sinar matahari
secara tidak langsung atau ditutup dengan kain hitam. Secara umum , pengeringan bertujuan
untuk mencegah kerusakan kandungan zat aktif yang ada dalm tanaman sehingga dapat disimpan
dalam jangka waktu yang lama. Kerusakan tersebut akibat peruraian zat aktif secar enzimatis
seperti hidroliss, oksidasi dan polimerisasi, sehingga randemenya akan turun. Pengeringan
simplisia harus dilakukan secepatnya sebab aktivitas enzim akan naik naik dengan adanya air
dalam simplisia, apalagi air tersebut dari sisa pencucian. Dengan p engeringan, kadar air yang
terdapat dalam simplisia akan berkurang sampai pada titik tertentu yang menyebabkan enzim-
enzim menjadi tidak aktif. Selain itu, dalam keadaan kering, dapt mencegah tumbuhnya jamur
dan bakteri. Kapang sudah dapat berkembang dengan baik pada simplisia dengan kadar air
sekitar 18%. Kadar air 10% sudah cukup untuk meperpanjang waktu simpan simplisia(Hutapea,
1992). Selain itu pengeringan memudahkan pada tahap selanjutnya ( ringkas, mudah dikemas,
dan mudah disimpan) Penutupan dengan kain hitam bertuuan untukmenghindari penguapan yang
terlalu cepat yang dapt berakibat menurunkan mutu minyak atsiri di dalam rimpang temulawak.
Penjemuran secara tidak langsung ini bertujuan untuk menghindari kontak langsung dengan
pancaran sinar ultra violet. Simplisia ini ditempatkan pada rak besi yang tebuka bagian sisi
kanan, kiri, dan bawah, agar aliran atau sirkulasi udara bagus. Selama penjemuran, simplisia
terkadang dibalik-balik , agar pengeringanya rata dan tidak terjadi face hardening , mengingat
ketebalan irisan temulawak sebesar 3mm-4mm. Pembolak-balikan simplisia selama pengeringa
juga untuk menghindari tumbuhnya jamur. Mengingat simplisia dijemur dengan naungan kain
hitam maka, kecepatan penguapan air dari simplisia terlalu lambat, jadi harus sering dibalik agar
simplisia tidak ditumbuhi jamur. Tumbuhnya jamur pada proses pengeringan dapat
mempengaruhi komposisi dari zat aktif maupun minyak atsiri.
Menurut teori, pengeringan simplisia sampai kadar airnya kurang dari 10%, namun dalam
praktikum ini tidak dapat ditentukan secara pasti apakah kadar air simplisia kurang dari 10%.
Proses pengeringan dihentikan bila simplisia sudah kaku dan bila dipatahkan akan muncul suara.
Hal ini dikarenakan titik kekeringan yang tepat biasanya dapat ditentukan dari kerapuhan dan
mudah patahnya bagian tanaman yang dikeringkan (Claus, 1970)
Pengeringan irisan temulawak ini berlangsung selama 4 hari, dengan pemanasan sinar matahari
pada siang hari dan tanpa tejadinya hujan. Pengeringan sinar matahari dengan naungan kain
hitam, relatif berlangsung lebih lama karena sirkulasi udar kurang bagus, sehingga transfer uap
air keluar dari rimpang menjadi lebih lambat, jadi kecepatan pengeringan lebih lambat.
Pengeringan dengan matahari mempunyai kelebihan yaitu murah, tetapi mempunyai banyak
kekurangan yaitu suhu dan kelembapan yang tidak dapat dikontrol, perlu area penjemuran yang
luas, mudah terkontaminasi, simplisia mudah hilang, misalnya diterbangkan angin, dimakan
hewan atau mungkin mudah dicuri.
Setelah pengeringan, dilakukan sortasi kering. So rtasi kering ini dengan memilah-milah simplisia
yang mempunyai penampilan yang bagus, bentuk dan ukuran simplisia yang memenuhi syarat.
Mengingat simplisia dijemur di lingkungan luar, maka perlu diperhatikan adnaya pencemar.
Pencemar tersebut diantaranya adalah simplisia lain yang diterbangkan angin dan masuk dalam
wadah simplisia temulawak.Serangga yang suka hi nggap di simplisia, kotoran hewan dan jenis
sampah-sampah lain. Setelah itu ditimbang berat bersih dari simplisia yaitu 0,4 5 kg. Rimpang
dengan bobot basah mempunyai berat basah sebesar 2,1 kg, tetapi setelah diolah menjadi
simplisia kering yang memenuhi persyaratan bentuk dan penampilan, didapatkan hasil sebesar
0,45kg. Jadi randemen sebesar 21,48%
Tahap selanjutnya adalah pengepakan dan penyimpanan. Simplisia yang telah kering, harus
segera dikemas dan disimpan. Simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah agar tidak saling
bercampur antar simplisia satu dengan yang lain. Simplisia temulawak ditempatkan dalam wadah
nampan dan disimpan dalam keadaan terbuka. Simplisia disimpan dalam suhu kamar yaitu pada
o o
suhu antara 15 -30 C. Kelembapan tidak diatur. Penyimpanan simplisia temualwak ditempatkan
dalam almari tertutup. Hal ini mempunyai keuntungan yaiu mencegah angin masuk, Serangga
sukar masuk dan simplisia tidak terkena sinar matahariyang berlebihan, namun sirkulasi
udaranya kurang lancar. Penyimpanan simplisia secara terbuka, kurang begitu melindungi
simplisia, karena simplisia kontak langsung dengan udara luar, sehing ga kurang terjaganya
kelembapan, keutuhan zat aktif dan bentuknya. Dalam penyimpanannya simplisia tersebut harus
diberi etiket. Etiket tersebut minimal harus memuat nama simplisia, berat kering, berat b asah,
tanggal pembuatan, lama pengeringan , jenis pengeringan, dan nama pembuat simplisia.
Setelah pembuatan simplisia selesai, maka simplisia tersebut di uji kualitasnya, apakah
memenuhi syarat apa tidak. Uji-uji yang dilakukan pada praktikum ini diantaranya adalah susut
pengeringan, penetapan kadar minyak atsiri, penetapan kadar air, dan penetapan kada r zat aktif.
Uji kualitas simplisia setelah penyimpanan terbuka selam 45 h ari.
1. Susut pengeringan
Pada uji susut pengeringan, dilakukan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
o
temperatur105 C selama 60 menit, 90 menit, dan 120 menit atau sampai berat konstan. Pada
o
suhu 105 C ini, air akan menguap, dan senyawa-senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih
rendah dari air akan ikut menguap juga. Susut pengeringan dinyatakan sebagai nilai prosen
terhadap bobot awal. Pada praktikum ini uji susut pengeringan tidak sampai pada berat konstan
karena keterbatasan waktu. Pada menit ke 60 susut pengeringan sebesar 12%. Pada menit ke 90
susut pengeringan sebesar 12,15%, dan pada menit ke 120 susut pengeringan sebesar 12,35%.
Dengan begitu, semakin lama pengeringan, semakin besar nilai susut pengeringannya. Tetapi
selisih kenaikan susut pengeringan amatlah sedikit yaitu sekitar 0,15% – 0,2%. Tujuan
mengetahui susut pengeringan adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya
senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Pada proses pengeringan selama 30 menitnya,
simplisia temulawak ini akan kehilangan senyawanya sekitar 12%. Untuk 30 menit berikutnya ,
simplisia akan kehilangan senyawa dengan kenaikan (selisih) sebesar 0,15% – 0,2%.
Pada simplisia temulawak ini mengandung minyak menguap, jadi susut pengeringan ini tidak
bisa dikatakan identik dengan kadar air, karena berat simplisia yang berkurang bukan hanya
disebabkan kehilangan air, namun juga ada zat lain seperti minyak atsiri. Sedangkan kurkumin
o o
dalam bentuk kristal mempunyai titik lebur sebesar 183-185 C. Jadi pada suhu 105 C, kristal
kurkumin ini tidak ikut menguap. Jadi pada susut pengeringan ini simplisia temulawak ini akan
kehilangan senyawa sebesar 12, 16% selama proses pengeringan. Senyawa yang hilang
(menguap) paling banyak adalah minyak menguap dan air
Menetapan kadar air pada simplisia kering temulawak d igunakan destilasi toluen. Seperti yang
diketahui, simplisia ini sebelumnya mengalami proses pengeringan sehingga banyak kadar air
yang menguap. Sedangkan air yang masih tersisa dalm simplisia sangat sedikit, dan air tersebut
berada di dalam sel. Sehingga perlu destilasi toluen untuk mengeluarkan air dari dalam sel.
Dengan pemansan, air akan keluar dari sel, ketika keluar, air tidak dapat bercampur dengan
toluen, sehingga air memisah dan dapat diukur volumenya.
Tujuan dari penetapan kadar air ini, untuk mengetahui kadar air dalam simplisia kering
temulawak. Kadar air yang diperbolehkan dalam simplisia untuk menghambat pertumbuhan
jamur dan aktivitas enzim adalah kurang dari 10%,. Pada proses pengeringan belum diketahui
secara pasti apakah kadar air sudah kurang dari 10%. Walaupun simplisia dinyatakan sudah
kering pada pengeringan matahari, namun simplisia temulawak yang disimpan dalam keadaan
terbuka kemungkinan dapat menyerapa air dari lingkungan sekitar, apalagi bila disimpan dalam
jangka waktu yang lama. Maka dari itu diperlukan penetapan kadar air.
Hasil dari praktikum ini, didapatkan bahwa kad ar air dari simplisia temulawak sebesar 6% . Hal
ini sesuai dengan persyaratan yaitu kurang dari 10%. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa ruang
penyimpanan mempunyai tingkat kelembapan yang rendah, jadi, walau simplisia disimpan
dalam keadaan terbuka, simplisia akan sedikt menyerap kelembapan lingkungan. Dari hasil
kadar ini menunjukkan bahwa proses pengeringan sinar matahari naungan kain hitam ( selama 4
hari), berjalan optimal
Simplisia sebelum ditetapkan kadar minyak atsiri, dipotong-potong kecil terlebih d ahulu. Proses
perajangan ini berfungsi agar kelenjar minyak dapat terbuka secara sempurna. Seperti yang kita
ketahui bahwa minyak atsiri dalam kelenjar tanaman dikelilingioleh kelenjar minyak, pembuluh-
pembuluh kantong minyak atau rambut glandular, sehingga apabila simplisia dibiarkan utuh,
proses ekstraksi minyak atsiri berjalan lambat dan tidak efektif. Dengan ukuran yang lebih kecil,
difusi yang terjadi berkurang, sehingga pada penyulingan, laju penguapan minyak atsiri dari
simplisia menjadi cukup cepat dan efisien, karena tidak banyak uap yang lolos. Tetapi
pemotongan simplisia juga mempunyai kelemahan yaitu randemen minyak atsiri akan berkurang,
karena penguapan dan komposisi bahan akan berubah (Guenther, 1987). Jadi simplisia dipotong
kecil-kecil dan kasar, jangan sampai halus sekali. Karena semakin halus, randemen minyak atsiri
akan berkurang.
Penetapan kadar minyak atsiri ini menggunakan destilasi Stahl (penyulingan dengan air). Pada
metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Simplisia tersebut
terendam dalam air. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan yaitu
pemanasan langsung. Ciri khas metode ini adlah kontak langsung antara bahan dengan air
mendidih (Ketaren, 1987). Rimpang temulawak ditetapkan kadar minyak atsiri menggunakan
destilasi stahl karena alasan sebagai berikut ;Simplisia tersebut dalam keadaan kering, simplisia
tersebut tidak rusak oleh pendidihan, simplisia tersebut mudah tercelup karena bobot jenisnya
tinggi, dan simplisia tersebut mudah bergerak bebas dalam air mendidih. Metode ini mempunyai
kelemahan yaitu ekstraksi tidak dapat berlangsung sempurna walaupun bahan dirajang, selain itu
ada beberapa ester yang terhidrolisis, senyawa aldehid mengalami polimerisasi akibat pengaruh
air mendidih (Samhoedi, 1976)
Dari hasil praktikum, didapatkan kadar minyak atsiri sebesar 1 %b/v. Menurut Materia Medika
Indonesia III , rimpang temulawak mengandung paling sedikit 6% minyak atsiri. Kadar minyak
atsiri yang didapatkan dari hasil percobaan, sangat kecil bila dibandingkan dengan kadar di
MMI. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :
1. minyak atsiri banyak yang hilang pada proses pengeringan. Secara teoritis, kehilangan minyak
atsiri selama pengeringan lebih besar daripada pengaruh faktor lainnya. Hal ini terjadi karena
pada proses pengeringan, air dalam rimpang basah akan berdifusi sambil mengangkut minyak
atsiri dan kemudian menguap. Penguapan minyak atsiri melalui dinding jaringan tanaman tidak
dapat berjalan secara langsung, karena minyak atsiri tersebut terle bih dahulu harus diangkut ke
permukaan bahan melalui proses hidrodifusi dengan bantuan air sebagai medium pembawa.
Selama proses pengeringan sebagian besar membran sel akan pec ah dan cairan sel akan keluar
masuk dari sel satu ke sel yang lainya membentuk susunan campuran zat yang baru. Selain itu,
selama proses pengeringan akan terjadi proses oksidasi, renifikasi, dan reaksi kimia lainnya.
2. Minyak atsiri akan dioksidasi karena adanya panas. P eneringan dengan ditutup dengan kain
hitam, panas yang ditimbulkan akan lebih tinggi, karena kain hitam kan menyerap sinar matahri
dan mengubahnya menjadi panas.
3. Proses peruraian enzimatis dapat menyebabkan penurunan randemen. Reaksi enzimatis
tersebut dapat menguraikan kandungan zat aktif bagian tanaman yang dikeringkan termasuk
minyak atsiri.
4. Proses oksidasi oleh udara yang dapat merusak minyak atsiri. Proses oksidasi oleh udara ini
sangat mungkin terjadi karena simplisia temulawak dikeringkan di lingkungan luar dan disimpan
dalam keadaan terbuka, Sehingga simplisia kontak langsung denga udara bebas, dan dapat
dimungkainkan terjadinya proses oksidasi minyak atsiri. Penyimpanan simplisia yang relatif lama
( 45 hari ), dan dalam keadaan terbuka menyebabkan banyaknya minyak atsiri yang hilang
selama penyimpanan.
Pengeringan sinar matahari yang dinaungi kain hitam, setidaknya dapat mengurangi resiko
kehilangan minyak atsiri lebih banyak lagi. Dengan naungan kain hitam, sinar uv yang sampai ke
simplisia berkurang karena sinar tersebut diserap oleh kain hitam. S inar UV dapat merusak
minyak atsri yang terkandung dalam rimpang. Sinar uv kemungkinan akan mengkatalisis reaksi
oksidasi, polimerisasi dan resinifikasi, yang akhirnya akan menyebabkan berkurangnya
randemen minyak atsiri.
Selain dari segi penanganan pasca panen, kadar minyak atsiri juga ditentukan pada waktu panen
rimpang temulawak. Simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen saat pagi hari.
Dengan demikian, untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas
kimiawi dan fisika senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.
Pada penetapan kadar minyak atsiri ini adalah dengan Kromatografi Lapis Tipis- Densitometer.
Kelebihan metode ini adalah ; menghasilkan pemisahan kurkumin yang cukup baik dari
analognya, sensitivitasnya yang cukup baik, mudah dalam pengerjaanya, dapat mengukur sampel
yang abnyak dalam satu lempeng dan waktu elusi lebih singkat. Kekurangan metode KLT-
densitometer ini adalah repeatability jelek, tidak cocok untuk sampel dengan kadar lebih kecil
dari mikrogram, dan kesalahan manusia yang cukup besar dalam pengambilan sampel.
Sebelum dipisahkan pada kromatografi lapis tipis, simplisia temulawak diekstraksi terlebih
dahulu. Sebelum diekstraksi, simplisia temulawak diserbuk terlebih dahulu. Dalm ekstraksi ini
diguanakna serbuk temulawak, dikarenakan serbuk mempunyai ukuran partikel yang kecil
sehingga diharapkan akan lebih banyak kurkuminoid yang tersari. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut, semakin besar ukuran partikel bah an awal akan semakin tebal lapisan batas,
akibatnya akan semakin panjang jarak yang harus ditempuh oleh cairan penyari untuk mencapai
zat aktif. Sehingga proses penyarian tidak efektif. Meskipun demikian, serbuk tidak boleh terlalu
halus karena, jika dinding sel pecah, zat-zat yang tidak larut akan keluar (anonim, 1986)
Setelah simplisia dalam bentuk serbuk, diambil 1 gram serbuk dan dimaserasi dengan etanol
95%. Hal itu dikarenakan kurkumin sukar larut dalam air, hexana, dan petroleum eter; agak larut
daklam benzena, kloroform, dan eter, tetapi larut dalam alkohol, aseton dan asam asetat glasial(
Srinivisan, 1953; Stahl, 1985). Kurkumin bersifat semipolar sehingga lebih terlarut dalam
alkohol yaitu etanol . Diguanakan etanol 95% karena denga kadar alkohol yang relatif tinggi
akan menyari kurkumin secara sempurna. Proses maserasi dilakukan selama 30 menit, sambil
digojog. Menggunakan metode maserasi karena metode maserasi lebih sederhana dari metode
lain. Metode maserasi relatif lebih mudah pengerjaanya, lebih murah, tidak perlu peralatan yang
rumit, dan tidak perlu area yang rumit. Selain itu, bahan yang akan disari yaitu rimpang
temulawak dengan kandungan senyawa kurkuminoidnya yang tinggi sehingga cukup dengan
maserasi pun senyawa dapat keluar dengan mudahnya. Setelah dimaserasi selama 30 menit, sari
di addkan 5ml dengan etanol, lalu dipekatkan sampai 1ml agar seragam dengan kelompok lain.
Ekstrak pekat etanolik, lalu ditotolkan pada plate KLT dengan fase diam silika gel 60 F 254,
dengan fase gerak kloroform : metanol : asam formiat ( 95:5:0,5). Karena tujuan sebenarnya
adalah untuk menentukan kadar kurkumin dalam simplisia yang diberi perlakuan pengeringan
dan penyimpanan tertentu, maka dibutuhkan kurva baku yang terdiri dari konsentrasi kurkumin
standart dengan rentang kadar tertentu.
Untuk menentukan rentang kadar kurva baku yang akan dibuat, maka harus memperhatikan
randemen standart dalam rimpang temulawak dan kadar kurkumin yang bisanya terdapat dalam
ekstrak etanolik. Karena dalam pengerjaan ekstraksi kurkumin tanpa pemurnian maka, kadar
kurkumin yang dimaksudkan adalah kadar pada ekstrak etanolik tanpa purifikasi. Randemen
ekstrak etanolik menurut MMI edisi III adalah sebesar 3,5%b/v. Sed angkan kadar kurkumin
dalam ekstrak etanolik tanpa terpurifikasi menurut penelitian-penelitian sebelumnya adalah
sebesar 1,55%. Jadi setelah dihitung, setiap penotolan 1μl terdapat 0,54 μg kurkumin. Dari data
perhitungan itulah dapat digunakan batas-batas perkiraan konsentrasi kurkumin standar yang
akan dibuat kurva baku, agar konsentrasi sampel tidak mengalami ekstrapolasi atau tidak jauh
melesat dari konsentrasi kurva baku. Dari perhitungan diatas maka dapat ditentukan bahwa
konsentrasi kurva baku kira-kira lebih tinggi dari 0,54μg/μl. Jadi rentang kadar yang digunakan
dalam kurva baku adalah 0,5μg/μl– 1μg/μl – 2μg/μl – 4μg/μl. Karena kadar stok standar
kurkumin adalah 1μg/μl, maka penotolan pada KLT sebesar 0,5μl– 1μl – 2μl – 4μl.
Setelah plate KLT dielusi maka akan muncul tiga bercak dengan daya pemisahan yang bagus.
Bercak tersebut dalam sinar tampak akan berwarna kuning. Bercak pertama yaitu dengan
intensitas warna kuning yang paling rendah (Rf = 0,287), dalam pustaka disebut dengan
bisdesmetoksikurkumin. Bercak kedua yaitu dengan intensitas warna kuning lebuh tinggi ( Rf =
0,42 ), dalam pustaka disebut dengan senyawa desmetoksikurkumin. Sedangkan bercak ketiga
dengan ketebalan bercak yang paling tinggi dan intensitas warna kuning paling tinggi (Rf =
0,66). Senyawa pada Rf inilah yang disebut dengan kurkumin. Pada bercak yang nomor 3 inilah
yang akan dihitung kadarnya dengan densitometer.
Dari hasil densitometer densitas bercak dapat digambarkan sebagai luas area. Dengan
perbandingan antara konsentrasi dan luas area didapatkan persamaan y = 1,6187x + 0,8055 .
Sedangkaan luas area sampel adalah 40,69958 x 104. Jadi kadar kurkumin pada simplisia
temulawak yang dikeringkan sinar matahari dengan naungan kain hitam dan penyimpanan
terbuka adalah 8,125 mg/ ml. Kadar kurkumin dalam sampel tersebut sangatlah tinggi, bahkan
ekstrapolasi terhadap kurva baku. Bila dibandingkan dengan standar, tingginya kadar kurkumin,
cenderung tidak dipengaruhi oleh faktor penanganan pasca panen, khususnya faktor pengeringan
dan penyimpanan. Hal tersebut lebih disebabkan oleh faktor internal dari rimpang temulawak itu
sendiri, yaitu diantaranya:
1. Tempat tumbuh dari tanaman temulawak sangat mempengaruhi keberadaan dan kadar
senyawa aktif kurkumin, misalnya; temulawak di daerah Imogiri menghasilkan kandungan
kurkumin sebesar 0,625%, sedangkan di daerah samigaluh dan bagelan sebesar 0,37%
(Murniwaty, 2003)
2. Identitas jenis, Jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati dapat dikonfirmasikan sampai
informasi geneti sebagai faktor internal untuk validasi jenis
3. Periode pemanenan rimpang temulawak. Waktu panen rimpang sangat erat hubungannya
dengan pembentukan senyawa aktif yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat
bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Waktu panen
rimpang yang menghasilkan kadar kurkumin tinggi adalah pada musim kering.
4. Senyawa kurkumin terbentuk secara maksimal di dalam rimpang pada umur tertentu. Di
samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam
sehari. Contohnya, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen saat pagi hari.
Dengan demikian, untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan
stabilitas kimiawi dan fisika senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.
I. Kesimpulan
1. Penanganan pasca panen rimpang temu lawak meliputi; Sortasi basah, pencucian, perajangan,
pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan
2. Pengeringan simplisia temulawak dengan sinar matahari dan ditutup kain hitam
3. Penyimpanan simplisia temulawak dengan penyimpanan terbuka sealma 45 hari
4. Prosentase susut pengeringan dari simplisia adalah 12, 16%
5. Kadar air dari simplisia temulawak adalah 6%
6. Kadar minyak atsiri dari simplisia adalah 1 %
7. Kadar zat aktif (Kurkumin) dari simplisia temulawak adalah 8,125 mg/ml
8. PEMBUATAN SIMPLISIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Di Indonesia banyak berbagai macam tumbuhan obat yang telah diteliti oleh para ahli yang
mana sampai sekarang tercantum pada buku-buku maupun artikel obat tradisional. Tumbuhan
obat atau yang biasa dikenal dengan obat herbal adalah sediaan obat baik berupa obat tradisional
, fitofarmaka dan farmasetika, dapat berupa simplisia ( bahan segar atau yang dikeringkan )
ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni berasal dari alam, yang dimaksut dengan obat
alami adalah obat asal tanaman.
Indonesia sangat kaya akan kekayaan alam yang melimpah, mulai dari tanaman herbal
sampai mineral tersimpat dalam bumi pertiwi. Dijaman yang berkembang banyak Ilmuwan
bahkan Mahasiswa dari berbagai universitas berlomba-lomba untuk mengembangkan tanaman
obat. Dari sekian banyak tanaman obat ada salah satu tanaman yang berkasiat obat yaitu
I mpatien atau yang biasa disebut bunga pacar air ini telah diteliti bahawa kandungan
atau
mpatien balsamina
balsamina
fitokimia yang terkandung didalamnya dapat berkhasiat sebagai obat. Penelitian terhadap
tanaman ini kebanyakan tertuju pada uji fitokimia dan uji aktivasi, tetapi untuk literatur
mengenai deskripsi, morfologi dan uji mutu simplisia tanaman pacar air masih minim bahkan
dalam buku Materia Medika Indonesia pacar air belum diklarifikasi secara detail. Hanya
beberapa artikel dan e-book saja yang membahas tanaman ini.
Maka dari itu perlu perhatian yang cukup mengenai tanaman ini untuk lebih
dikembangkan, karena selain menambah jenis tanaman obat kita dapat memberikan data
mengenai bentuk makroskopik dan mikroskopik tanaman pacar air.
Dari uraian diatas maka dari itu diharapkan praktikan untuk mencari data tentang simplisia
yang akan diteliti terlebih dahulu untuk dapat membandingkan mutu dari suatu simplisia
berdasarkan ketentuan yang ada. Terlebih dahulu perlu pemahaman mengenai obat alam ,
simplisia dan hubungan antara obat alam dengan simplisia.
Obat Alam atau yang biasa disebut obat herbal adalah sediaan obat baik berupa oabat
tradisional, fitofarmaka dan farmasetik, dapat berupa simplisia ( bahan segar atau yang
dikeringkan ) ekstrak , kelompok senyawa atau senyawa murni yang berasal dari alam, yang
dimaksut dengan obat alami adalah obat asal tanaman.
B. TUJUAN PRAKTIKUM
C. PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah proses pembuatan simplisia yang baik pada daun pacar air ?
BAB II
SIMPLISIA
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan yang
dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau
mineral.
1. Jenis Simplisia
a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara
spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya,
atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertent dipisahkan dari tanamannya.
b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
c. Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa
zat kimia murni.
Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga faktor tersebut haus
memenuhi persyaratan minimalyang ditetapkan.
1. BAHAN BAKU
Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati , merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi mutu simplisia. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat
dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah
tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau tempat lain, atau tanaman
yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias, tanaman
pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman budidaya
adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia. Tanaman
simplisia dapat di perkebunan yang luas, dapat diusahakan oleh petani secara kecil-
kecilan berupa tanaman tumpang sari atau Tanaman Obat Keluarga. Tanaman Obat
Keluarga adalah pemanfaatan pekarangan yang sengaja digunakan untuk menanam
tumbuhan obat.
Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang
digunakan harus terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen, logam
berat dan lain-lain.
3. TAHAP PEMBUATAN
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung
pada :
3. Waktu panen.
Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam
bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian
tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.
Senyawa aktif terbentuk secara maksimal di dalam bagian tanaman atau tanaman
pada umur tertentu. Sebagai contoh pada tanaman Atropa belladonna, alkaloid
hiosiamina mula-mula terbentuk dalam akar. Dalam tahun pertama, pemben-
tukan hiosiamina berpindah pada batang yang masih hijau. Pada tahun kedua
batang mulai berlignin dan kadar hiosiamina mulai menurun sedang pada daun
kadar hiosiamina makin meningkat. Kadar alkaloid hios'amina tertinggi dicapai I
dalam pucuk tanaman pada saat tanai an berbunga dan kadar alkaloid menurun pada
saat tanaman berbualz dan niakin turun ketika buah makin tua. Contoh lain,
tanaman Menthapiperita muda mengandung mentol banyak dalanl daunnya. Kadar
rninyak atsiri dan mentol tertinggi pada daun tanaman ini dicapai pada saat
tanaman tepat akan berbunga. Pada Cinnamornunz camphors, kamfer akan
terkumpul dalam kayu tanaman yang telah tua. Penentuan bagian tanaman yang
dikumpulkan dan waktu pengumpulan secara tepat memerlukan penelitian. Di
samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat
panen dalam sehari. Contoh, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik
dipanen pada pagi hari. Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam
sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisik senyawa aktif dalam
simplisia terhadap panas sinar matahari.
1. Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua seperti
kedawung (Parkia rosbbrgii), pengambilan biji ditandai dengan telah
mengeringnya buah. Sering pula pemetikan dilakukan sebelum kering benar,
yaitu sebelum buah pecah secara alami dan biji terlempar jauh, misal jarak
(Ricinus cornrnunis).
2. Tanaman yang pada saat panen diambil buahnya, waktu pengambilan sering
dihubungkan dengan tingkat kemasakan, yang ditandai dengan terjadinya
perubahan pada buah seperti perubahan tingkat kekerasan misal labu merah
(Cucurbita n~oscllata). Perubahan warna, misalnya asam (Tarnarindus indica),
kadar air buah, misalnya belimbing wuluh (Averrhoa belimbi), jeruk nipis (Citrui
aurantifolia) perubahan bentuk buah, misalnya mentimun (Cucurnis sativus),
pare (Mornordica charantia).
hingga mempunyai mutu yang terbaik. Contoh tanaman yang diambil daun
pucuk ialah kumis kucing (Orthosiphon starnineus).
4. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun yang
diambil dipilih yang telah membuka sempurna dan terletak di bagian cabang
atau batang yang menerima sinar matahari sempurna. Pada daun tersebut terjadi
kegiatan asimilasi yang sempurna. Contoh panenan ini misal sembung (Blumea
balsamifera).
5. Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan
pada saat tanaman telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak
mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada musim yang menguntungkan
pertumbuhan antara lain menjelang musim kemarau.
6. Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis, pengambilan dilakukan
pada saat umbi mencapai besar maksimum dan pertumbuhan pada bagian di atas
tanah berhenti misalnya bawang merah (Allium cepa).
B. SORTASI BASAH
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan
asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar
suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang,
daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah
mengandung bermacam-macam mikroba dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena
itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah
mikroba awal.
C. PENCUCIAN
D. PERAJANGAN
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air,
sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis
juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah
menguap. Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh
karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur dan
bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah
berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba
tidak bertambah. Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi
pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan
dengan sinar matahari selama satu hari.
E. PENGERINGAN
Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan
simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik
adalah tidak melebihi 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang
tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah
0 0
mungkin, misalnya 30 sampai 45 C, atau dengan cara pengeringan vakum yaitu
dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga
tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia,cara
pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan. Kelembaban akan menurun selama
berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan
digunakan orang. Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan
secara alamiah dan buatan.
1. Pengeringan Alamiah.
Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang
dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :
2. Pengeringan Buatan
F. SORTASI KERING
Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar dan
dalam, antara lain :
Ada tiga Parameter standarisasi simplisia sebagai bahan baku yang diperlukan
dalam analisa mutu siplisia , yaitu :
a. Pengujian Organoleptik
c. Pengujian Mikroskopik
3. Parameter Spesifik :
1. Uji Organoleptik
Dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekhususan bau dan rasa simplisia
yang diuji.
2. Uji Makroskopik
Dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa alat, untuk mencari
kekhususan morfologi, ukuran dan warna simplisia yang diuji.
3. Uji Mikroskopik
1. MIKROSKOPIK 1
Serbuk terlebih dahulu dididihkan dalam larutan kloral hidra. Butir pati akan
larut akan larut dan jaringan yang berisi klorofil menjadi jernih sehingga
pengamatan dapat lebih jelas. Akan tampak sel-sel epidermis , mesofil, rongga
minyak, parenkim, hablur, sistolit dll.
3. MIKROSKOPIK 3
4. MIKROSKOPIK 4
Dilakukan terhadap serbuk yang telah diabukan. Uji ini khusus ditujukan untuk
mendeteksi ada tidaknya kerangka silika pada tanaman yang banyak
mengandung silika seperti familia Poaceae / Gramineae dan Equisetaceae.
4. Parameter Non-Spesifik
Tujuan dari penetapan kadar air adalah utuk mengetahui batasan maksimal
atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan. Hal ini terkait dengan
kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian,
penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang
daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman bila
mempunyai kadar air kurang dari 10%. Penetapan kadar air dapat dilakukan
dengan 3 cara yaitu ;
a. Metode Titrimetri
Metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan
anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi
dengan ion hydrogen. Kelemahan metode ini adalah stoikiometri reaksi
tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada beberapa faktor seperti
kadar relatif komponen pereaksi, sifat pelarut inert yang digunakan untuk
melarutkan zat dan teknik yang digunakan pada penetapan tertentu. Metode
ini juga perlu pengamatan titik akhir titrasi yang bersifat relatif dan
diperlukan sistem yang terbebas dari kelembaban udara ( Anonim, 1995 ).
Zat yang akan diperiksa dimasukkan kedalam labu melalui pipa pengalir
nitrogen atau melalui pipa samping yang dapat disumbat. Pengadukan
dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen yang telah dikeringkan atau
dengan pengaduk magnit. Penunjuk titik akhir terdiri dari batere kering 1,5
volt atau 2 volt yang dihubungkan dengan tahanan variable lebih kurang
2.000 ohm. Tahanan diatur sedemikian sehingga arus utama yang cocok
yang melalui elektroda platina berhubungan secara seri dengan
mikroammeter. Setiap kali penambahan pereaksi Karl Fishcer, penunjuk
mikroammeter akan menyimpang tetapi segera kembali ke kedudukan
semula. Pada titik akhir, penyimpangan akan tetap selama waktu yang lebih
lama. Pada zat-zat yang melepaskan air secara perlahan-lahan, umumnya
dilakukan titrasi tidak langsung.
Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan
berulang ulang kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik untuk
mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem yang digunakan tertutup dan
tidak dipengaruhi oleh kelembaban ( Anonim, 1995 ).
Kadar air (V/B) = Vol. Air yang terukur / bobot awal simplisia x 100%.
c. Metode Gravimetri.
Penetapan kadar abu merupakan cara untuk mengetahui sisa yang tidak menguap
dari suatu simplisia pada pembakaran. Pada penetapan kadar abu total, abu dapat
berasal dari bagian jaringan tanaman sendiri atau dari pengotoran lain misalnya
pasir atau tanah.
Ditujukan untuk mengetahui jumlah pengotoran yang berasal dari pasir atau
tanah silikat.
Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari
dengan air dari suatu simplisia.
Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari
dengan etanol dari suatu simplisia.
Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia. Uji
kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa
tertentu dari simplisia. Biasanya dilakukan dengan analisa kromatografi lapis tipis
(KLT). Sebelum dilakukan KLT perlu dilakukan preparasi dengan penyarian
senyawa kimia aktif dari simplisia yang masih kasar.
Sari ini mengandung zat-zat kimia yang larut dalam minyak misalnya minyak
atsiri, lemak dan asam lemak tinggi, steroid, dan triterpenoid, kerotenoid. Selain
kelompok tersebut diatas, kemungkinan terkandung pada klorofil dan resin yang
disebut senyawa pengotor.
2. Sari dalam eter atau kloroform
a. Alkaloid
* asam fenolat
* fenil propanoid
* flavonoid
* antrakuinon
d. Asam lemak.
b. Antosianin
c. Glikosida
d. Saponin
e. Tanin
f. Karbohidrat
TAKSONOMI :
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Geraniales
Suku : Balsaminaceae
Marga : Impatiens
DESKRIPSI
d. Jalur Biosintesis :
Kumarin adalah senyawa fenol yang pada umumnya berasal dari tumbuhan
tinggi dan jarang sekali ditemukan pada mikroorganisme. Dari segi biogenetik,
kerangka benzopiran-2-on dari kumarin berasal dari asam-asam sinamat, melalui
orto-hidroksilasi. Asam orto-kumarat yang dihasilkan setelah menjalani isomerisasi
cis-trans, menjalani kondensasi.
Telah dilakukan pengujian aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol tanaman pacar air
( Impatiens balsamina L.) dengan menggunakan metode induksi edema oleh karagenan
pada kaki tikus putih jantan. Ekstrak etanol pacar air diberikan per oral dengan dosis
250, 500, dan 1000mg/Kg BB. Indometasin 10 mg/Kg BB digunakan sebagai kontrol
positif. Hasil pengujianmenunjukkan bahwa ketiga dosis ekstrak memiliki aktivitas
antiinflamasi yang berbeda nyatadibandingkan dengan kontrol. Persentase inhibisi
radang rata-rata dibandingkan terhadap kontrol negatif sebesar 49,05, 26,8, dan
40,90% masing-masing untuk ekstrak dosis 250, 500, dan 1000 mg/Kg, dan
69,33%untuk indometasin 10 mg/Kg (Sumiwi, 2007).
4. Analisis
c. Standarisasi
BAB III
UJI MAKROSKOPIK
UJI MIKROSKOPIK
UJI PARAMETER SPESIFIK
UJI PARAMETER NON-SPESIFIK
III.2 LEMBAR KERJA PRAKTIKUM
1. Pemilihan Bahan Baku a. Bahan baku : Daun segar bunga pacar air
2. Sortasi Basah
BAB IV
IV.1 PEMBAHASAN
Dari hasil praktikum pembuatan simplisia daun impatiens balsamina didapat serbuk kering
simplisia daun pacar air sebanyak 56,4 gram dengan kadar air kurng lebih 45,26%. Dalam uji
standarisasi mikroskopik daun pacar air terdapat rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat
rapida, dan papilla. Uji mikroskopik menunjukkan bahwa simplisia yang dibuat telah memenuhi
standart yang telah ditetapkan, tetapi standart yang digunakan blum diklarifikasi secara resmi
oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia karena dalam beberapa literatur menyatakan
standart yang berbeda beda. Akan tetapi dalam literatur dapat ditemukan kesamaan kandungan
mikroskopik, jadi literatur yang saya gunakan adalah acuan yang memiliki kesamaan dalam
pemeriksaan mikroskopik. Oleh karena itu uji mikroskopik simplisia daun pacar air masih belum
bisa dinyatakan secara resmi memenuhi standart atau tidak. Utuk pemeriksaan uji parameter non-
spesifik dan spesifik masih belum bisa dilaksanakan karena masih diperlukan beberapa literatur
yang lebih akurat, dan karena penyimpanan yang kurang baik simplisia yang digunakan menjadi
bulukan. Untuk melanjutkan uji pemeriksaan lainnya diperlukan beberapa waktu lagi untuk
proses pemanenan tanaman.
IV.2 KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembuatan simplisia daun pacar
air didapat hasil akhir hablur berwarna hijau dengan berat 56,4 gram dan kadar air 45,26%. Serta
hasil uji mikroskopik didapat rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat rapida, dan papilla.
IV.3 SARAN
Dalam penentuan standart yang baik perlu dilkukan percobaan yang berulang agar
parameter pembanding bisa lebih akurat.