Disusun Oleh:
Pembimbing:
SANATORIUM DHARMAWANGSA
TANGERANG
BAB I
LAPORAN KASUS PSIKIATRI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 40 tahun
Bangsa/suku : Betawi
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Tangerang
1
Pasien mengaku satu minggu yang lalu, saat pasien sedang sendiri di
kamarnya, tiba-tiba mendengar suara-suara yang tidak terlihat orangnya. Suara itu
menyuruhnya untuk mengakhiri hidupnya, namun pasien tidak menurutinya.
Pasien juga mengaku merasa putus asa, merasa masa depannya suram, namun
tidak pernah berpikir untuk bunuh diri. Selain itu, pasien juga merasa sulit untuk
berkonsentrasi dan mengerti percakapan dengan lawan bicara serta sulit untuk
mengingat beberapa hal. Pasien merasa masalah yang dialaminya mengganggu
aktivitas sehari-harinya. Pasien menyangkal pengalaman atau pikiran aneh
tentang perubahan pada tubuh atau sekitarnya. Sebelumnya tidak pernah
mengalami hal serupa, pengalaman sebaliknya seperti rasa gembira berlebihan
atau banyak bicara.
2
6. Riwayat seksual
Pasien sudah menikah dan memiliki hubungan yang baik dengan
suaminya. Pasien memiliki satu anak laki-laki berusia 15 tahun.
E. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dan memiliki interaksi
yang baik dengan saudaranya. Dikatakan bahwa ibunda pasien pernah mengalami
gangguan serupa seperti pasien.
B. Pembicaraan
1. Kuantitas pembicaraan
Pasien tak banyak bicara, hanya menjawab apa yang ditanya.
3
2. Kualitas Pembicaraan
Volume suara pelan dan arus bicara/pikir lambat.
E. Proses Pikir
1. Arus pikir
a. Produktivitas : miskin ide, terbatas
b. Kontinuitas : koheren, lambat
c. Hendaya berbahasa : tidak terganggu
2. Isi pikir
a. Preokupasi : ada, rasa bersalah dan malu akibat perilaku
anaknya
b. Waham : tidak ada
4
c. Orang : tidak terganggu
d. Situasi : tidak terganggu
4. Memori: terganggu
5. Konsentrasi dan perhatian: terganggu
6. Kemampuan membaca dan menulis: tidak terganggu
7. Kemampuan visuospasial: tidak terganggu
8. Pikiran abstrak: tidak terganggu
9. Kemampuan menolong diri sendiri: baik
G. Pengendalian Impuls
Tidak terganggu
5
13. Sistem urogenital : dalam batas normal
14. Sistem dermatologi : dalam batas normal
B. Status Neurologis
1. GCS : E4M6V5 (15)
2. Rangsang meningeal : kaku kuduk (-), Lasegue (-), Kernig (-)
3. Saraf kranial : dalam batas normal, parese (-), sikap bola mata
ortotropia dengan celah palpebra yang normal, nystagmus (-)
4. Motorik : tonus otot normal, tidak ada tremor maupun fasikulasi,
kekuatan motorik ekstremitas atas dan bawah 5555/5555
5. Refleks fisiologis : dalam batas normal (2+)
6. Sensorik : dalam batas normal
7. Refleks patologis : (-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan.
6
bicara dan mengingat beberapa hal. Gangguan yang dialami pasien dianggap
mengganggu kehidupan pekerjaan dan sosialnya.
5. Pasien tidak pernah mengalami gangguan serupa, tidak ada riwayat trauma kepala,
penggunaan NAPZA/obat-obatan tertentu ataupun kebiasaan merokok.
6. Pada status mental, didapatkan bahwa saat datang pasien berpakaian dan dengan
sisiran rambut yang kurang rapi, ekspresi wajah tampak murung, duduk tenang
hingga kadang diam terpaku, kepala pasien cenderung menunduk dan pergerakkan
tubuh lambat. Pasien tidak banyak bicara, volume suara pelan dan arus bicara
lambat. Mood pasien hipotim dengan afek tumpul. Terdapat gangguan persepsi
yaitu halusinasi auditorik tentang bunuh diri. Arus pikir pasien koheren namun
lambat dan miskin ide (terbatas), pada isi pikir nya terdapat preokupasi tentang rasa
bersalah dan malu akibat perilaku anaknya. Memori atau daya ingat serta
konsentrasi dan perhatian pasien terganggu.
7. Tilikan pasien ada pada derajat 3.
7
E. Diagnosis Aksis V
Berdasarkan Skala Global Assessment of Functioning (GAF):
1. GAF Current: 60-51
Penilaian ini ditentukan berdasarkan keadaan pasien, dimana kondisi pasien
pada saat ini memiliki gejala dan disabilitas sedang.
2. GAF Highest Level Past Year (HLPY): 70-61
X. DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik : Tidak ada
2. Psikologis : Perubahan mood afek negatif, Halusinasi auditorik
3. Sosial/ Keluarga/ Budaya : Masalah anaknya
XI. PROGNOSIS
A. Faktor-faktor yang mendukung ke arah prognosis baik:
● Pasien cukup kooperatif kepada pemeriksa.
● Tidak ada pemikiran atau tindakan menyakiti atau mengakhiri hidupnya
sendiri.
B. Faktor-faktor yang mendukung ke arah prognosis buruk:
● Tilikan derajat 3, pasien menganggap bahwa gangguan yang dialaminya
diakibatkan oleh perilaku/ulah anaknya.
C. Kesimpulan:
● Ad vitam : Dubia ad bonam
● Ad functionam : Dubia
8
● Ad sanationam : Dubia
XII. TERAPI
A. Psikofarmaka
● Sertraline 1 x 50 mg
● Olanzapine 1 x 10 mg
B. Psikoterapi
1. Psikoterapi suportif
9
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan, gangguan yang dikeluhkan pasien Ny. E sesuai dengan diagnosis Episode
Depresif Berat dengan Gejala Psikotik (F32.3) berdasarkan kriteria diagnostik PPDGJ-III dan
masuk ke dalam diagnosis Major Depressive Disorder (MDD) berdasarkan DSM-V.
Sebelum menegakkan diagnosis F32.3, perlu dipastikan bahwa pasien memenuhi kriteria
diagnosis F32 Episode Depresif. Menurut PPDGJ-III, F32 memiliki kriteria diagnosis sebagai
berikut:
● Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat)
○ Afek depresif
○ Kehilangan minat dan kegembiraan
○ Berkurangnya energi yang menuju pada meningkatnya keadaan mudah
lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.
● Gejala lainnya:
○ Konsentrasi dan perhatian berkurang
○ Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
○ Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
○ Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
○ Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
○ Tidur terganggu
○ Nafsu makan berkurang
● Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi
periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan
berlangsung cepat.
● Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan berat
(F32.2) hanya digunakkan untuk episode depresif tunggal (yang pertama).
Episode depresif berikutnya harus diklasifikasi dibawah salah satu diagnosis
gangguan depresif berulang (F33,-).
10
Pada Ny. E, ditemukan 3 gejala utama pada episode depresif, dimana terlihat saat
pasien datang dengan ekspresi wajah tampak murung, kepala cenderung menunduk dan
pergerakan tubuh lambat. Pada saat anamnesis, pasien mengaku kehilangan minat dan
semangat menurun serta sering merasa letih walau tidak melakukan banyak aktivitas. Selain
itu, pasien ini juga memiliki 6 dari 7 gejala lainnya. Pasien sulit berkonsentrasi, kurang
percaya diri, memiliki rasa bersalah, merasa masa depannya suram, tidurnya terganggu dan
nafsu makan berkurang. Gangguan yang dialami pasien dikatakan telah berlangsung selama 2
minggu dan sebelumnya belum pernah mengalami keluhan serupa, sehingga berdasarkan
onset dan gejala yang dialami pasien cocok dengan diagnosis depresi tunggal. Episode
depresi sendiri dibagi menjadi ringan, sedang dan berat. Pada episode depresif berat harus
adanya 3 gejala utama depresi disertai dengan sekurang-kurangnya 4 gejala depresi lainnya,
sehingga pasien ini sudah masuk kedalam episode depresif kategori berat.
F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik, berdasarkan PPDGJ-III memiliki
kriteria diagnosis sebagai berikut:
● Semua tiga gejala utama depresi harus ada
● Ditambah sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
● Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk 16
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian
secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan.
● Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu,
namun masih dibenarkan dalam kurung waktu yang lebih singkat apabila
gejala amat berat dan berlangsung cepat.
● Sangat tidak mungkin pasien untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan,
atau urusan rumah tangga kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
Namun, pasien juga mengeluhkan mendengar suara-suara yang tidak terlihat orangnya
pada saat pasien sedang sendiri di kamar sejak 1 minggu yang lalu. Dikatakan bahwa
suara-suara tersebut memerintah pasien untuk mengakhiri hidupnya. Hal ini mengindikasikan
adanya gejala psikotik, yaitu halusinasi auditorik. Maka itu, diagnosis akhir pasien ini
menjadi Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik (F32.3).
Kriteria diagnosis pasti Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik (F32.3)
menurut PPDGJ-III:
● Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas;
11
● Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan
ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien
merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada
stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent).1
Sesuai pula dengan kriteria diagnosis MDD berdasarkan DSM-V, yaitu:
A. Lima atau lebih dari gejala dibawah ini yang sudah ada bersama-sama selama
2 minggu dan memperlihatkan perubahan fungsi dari sebelumnya; minimal
terdapat 1 gejala dari; (1) mood yang depresi atau (2) hilangnya minat.
1. Mood depresi sepanjang hari, hampir setiap hari, yang ditunjukkan
oleh baik laporan subyektif (misalnya perasaan sedih, kosong, tidak
ada harapan) atau observasi orang lain (misalnya terlihat menangis).
2. Secara nyata terdapat penurunan minat atas seluruh rasa senang,
aktivitas harian, hampir setiap hari (yang ditandai oleh perasaan
subjektif atau objektif).
3. Kehilangan atau peningkatan berat badan yang nyata tanpa usaha
khusus (Contoh: perubahan 5% atau lebih berat badan dalam 1 bulan
terakhir), atau penurunan dan peningkatan nafsu makan yang hampir
terjadi setiap hari.
4. Sulit tidur atau tidur berlebih hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (teramati oleh
orang lain, bukan semata-mata perasaan gelisah atau perlambatan yang
subyektif).
6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
7. Perasaan tidak berguna atau rasa bersalah yang mencolok (bisa
bersifat waham) hampir setiap hari (bukan semata-mata menyalahkan
diri atau rasa bersalah karena menderita sakit).
8. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, atau
penuh keragu raguan hampir setiap hari (baik sebagai hal yang
dirasakan secara subyektif atau teramati oleh orang lain).
9. Pikiran berulang tentang kematian (bukan sekedar takut mati),
pikiran berulang tentang ide bunuh diri dengan atau tanpa rencana
12
yang jelas, atau ada usaha bunuh diri atau rencana bunuh diri yang
jelas.
B. Gejala-gejala ini secara klinis nyata menyebabkan distress atau hendaya
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting kehidupannya.
C. Episodenya tidak terkait dengan efek fisiologis zat atau kondisi medis lainnya.
D. Keberadaan episode depresi tidak dapat dijelaskan pada gangguan
skizoafektif, skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham atau spectrum
skizofrenia lainnya yang tidak spesifik.
E. Tidak pernah dijumpai episode manik atau hipomanik.
Diagnosis lain yang masih perlu dipertimbangkan pada pasien ini ada beberapa, yang
nantinya akan dibahas satu persatu. Diagnosis banding pertama adalah Gangguan
Skizoafektif Tipe Depresif (F25.1). Gambaran utama skizoafektif adalah adanya episode
depresi mayor, manik atau campuran yang terdapat bersamaan dengan gejala-gejala
skizofrenia (memenuhi kriteria A skizofrenia) yaitu waham, halusinasi, perilaku aneh atau
gejala negatif. Pada F25.1 afek depresif lebih menonjol daripada manik. Hal ini sesuai
dengan gangguan yang dialami oleh pasien, dimana pasien menunjukkan gejala-gejala
depresi yang disertai dengan halusinasi auditorik sebagai gejala psikotiknya. Jika dilihat
berdasarkan DSM-V, gangguan skizoafektif harus memenuhi kriteria diagnosis sebagai
berikut:
A. An uninterrupted period of illness during which there is a major mood episode
(major depressive or manic) concurrent with Criterion A of schizophrenia.
Note: The major depressive episode must include Criterion A1 : Depressed
mood.
B. Delusions or hallucinations for 2 or more weeks in the absence of a major
mood episode (depressive or manic) during the lifetime duration of the illness.
C. Symptoms that meet criteria for a major mood episode are present for the
majority of the total duration of the active and residual portions of the illness.
D. The disturbance is not attributable to the effects of a substance (e.g., a drug of
abuse, a medication) or another medical condition.2
Diagnosis banding gangguan skizoafektif tipe depresif dapat disingkirkan karena pada
pasien ini tidak memenuhi kriteria B pada kriteria diagnosisnya. Gejala depresi dimulai
terlebih dahulu yaitu 2 minggu SMRS, sedangkan gejala psikotik baru muncul 1 minggu
kemudian, sehingga gejala psikotik muncul selama ada episode depresi. Penemuan pada
13
pasien ini tidak sesuai dengan kriteria diagnosis Skizoafektif Tipe Depresif, dimana harus
terdapat delusi atau halusinasi selama 2 minggu atau lebih pada saat episode depresif absans.
Diagnosis banding kedua adalah F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini
Depresif Berat dengan Gejala Psikotik. Umumnya gangguan ini bersifat episode berulang
(biasanya 2 episode) yang terdiri dari peningkatan afek penambahan energi dan aktivitas
(mania atau hipomania) dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai dengan
pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Episode manik biasa dimulai dengan tiba-tiba dan
durasi 2 minggu hingga 4-5 bulan, sedangkan episode depresi berlangsung cenderung lebih
lama, yaitu sekitar 6 bulan - 1 tahun. Diagnosis banding ini dapat disingkirkan pada pasien
Ny. E karena tidak sesuai dengan kriteria kedua dari kriteria diagnosisnya pada PPDGJ-III,
dimana sebelumnya pasien tidak ada episode afektif hipomanik, manik ataupun campuran di
masa lampau. Berikut kriteria diagnosis berdasarkan PPDGJ-III, untuk mendiagnosis pasti
dari F31.5:
● Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
dengan gejala psikotik (F32.3), dan
● Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.1
Tatalaksana pada pasien depresi dibagi menjadi dua, yaitu terapi medikamentosa
berupa farmakoterapi dan non-medikamentosa berupa Electroconvulsive Therapy (ECT) dan
psikoterapi. Pemberian terapi kombinasi dari farmakoterapi dan psikoterapi dikatakan
memiliki efektifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian tatalaksana hanya
salah satu saja. The American Psychiatric Association (APA) guideline, memberikan
rekomendasi tatalaksana pada pasien depresi dengan gejala psikotik, untuk diberikan
kombinasi antidepresan dan antipsikotik atau dengan ECT.3
Obat anti depresi memiliki beberapa golongan yang dapat dipilih, sebagai berikut:
● Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)
● Serotonin-Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SNRIs)
● Atypical antidepressants
● Tricyclic antidepressants (TCAs)
● Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs)4
14
Berikut obat anti depresi dalam bentuk tabel:5
Pemilihan jenis obat anti depresi tentunya tergantung pada toleransi pasien terhadap
efek samping dan penyesuaian terhadap kondisi pasien. Mengingat profil efek sampingnya,
SSRI yang memiliki efek samping paling minimal umumnya dipilih sebagai pengobatan lini
pertama. Pasien ini datang dengan keluhan gangguan tidur, dimana pemilihan obat yang tidak
memperparah keluhan ini menjadi sangat penting. Sebuah meta-analisis pada pasien depresi
dengan gangguan tidur biasanya mengalami peningkatan latensi tidur, REM dan terbangun di
15
pertengahan siklus tidur, penurunan slow wave sleep dan pemendekan dari latensi REM. Oleh
karena itu, memilih agen antidepresan yang meningkatkan kontinuitas tidur (tidur tanpa
gangguan), memperpanjang latensi REM dan menurunkan tidur REM adalah salah satu
strategi untuk mengobati insomnia pada pasien dengan depresi. Penelitian tentang dampak
antidepresan pada ukuran tidur objektif dirangkum dalam tabel dibawah ini.6
Berdasarkan tabel diatas, obat antidepresan yang dapat menjadi pilihan paling
menguntungkan dalam mencapai strategi dalam mengurangi insomnia pada pasien depresi,
diantaranya ada golongan SSRI, TCA dan MAOI. Sedangkan, pada studi yang mengukur
tingkat tidur subjektif menggunakan Hamilton Rating Scale for Depression atau The Leeds
Sleep Evaluation Questionnaire, menemukan bahwa pemberian obat golongan SSRI dan
TCA menghasilkan tingkat tidur subjektif yang lebih baik. Mengikuti rekomendasi dari APA
untuk pengobatan pada pasien depresi berat dengan gejala psikotik, maka akan diberikan
kombinasi antidepresan dan antipsikotik yang kombinasi paling umum digunakan adalah
16
gabungan Sertraline dan Olanzapine. Untuk pasien Ny. E, akan diberikan obat antidepresan
golongan SSRI yaitu Sertraline 1 x 50 mg dan Olanzapine 1 x 10 mg mg.
Psikoterapi diberikan kepada pasien untuk membantu pasien mengembangkan strategi
coping yang lebih baik dalam mengatasi stresor kehidupan sehari-hari. Psikoterapi yang
diberikan harus sesuai dengan kondisi pasien. Pasien Ny. E memiliki kondisi episode depresif
berat dengan gejala psikotik, sehingga psikoterapi yang dapat diberikan adalah psikoterapi
suportif (bimbingan dan konseling). Bila pasien sudah lebih tenang (tidak terpengaruh gejala
psikotiknya) baru dapat ditambahkan dengan Cognitive Behavioral Therapy (CBT).
Alternatif terapi dapat diberikan ECT. ECT melibatkan penggunaan arus listrik ke
otak yang akan dihantarkan melalui kulit kepala untuk menginduksi kejang tonik-klonik pada
pasien yang telah diberikan anestesi. Umumnya digunakan pada pasien yang tidak berespon
terhadap farmakoterapi dengan dosis yang sudah adekuat, pada kasus depresi berat atau pada
kasus dengan resiko bunuh diri yang tinggi. Walaupun penggunaan ECT pada pasien depresi
dengan gejala psikotik menunjukkan hasil yang memuaskan, penggunaannya tetap terbatas
karena beberapa faktor, diantaranya tingkat kekambuhan yang tinggi setelah penyelesaian
ECT, kurangnya ketersediaan ECT pada fasilitas kesehatan, kurang terjangkau dalam aspek
finansial dan lebih banyak pasien yang memilih pengobatan medikamentosa.7
17
DAFTAR PUSTAKA
18