DASAR TEORI
CBM merujuk kepada gas metana yang terabsorbsi ke dalam matriks padat
batubara. Gas ini digolongkan sebagai “sweet gas” karena tidak mengandung
hidrogen sulfida (H2S). CBM berbeda dari sandstone biasa dan reservoir
konvensional lainnya lantaran gasnya tersimpan di dalam batuan melalui proses
absorbsi. Metananya berada dalam keadaan yang hampir cair di sekeliling dalam
pori-pori batubara. Rekahan-rekahan terbuka di dalam batubaranya (yang
disebutcleats) dapat pula mengandung gas atau terisi/tersaturasi oleh air.
Tidak seperti gas alam di reservoir konvensional, CBM sangat sedikit
mengandung hidrokarbon berat seperti propana atau butana, dan tidak memiliki
kondensat gas alam. CBM juga mengandung beberapa persen karbondioksida.
Kepala Perwakilan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas
Bumi (SKK Migas) Wilayah Kalimantan-Sulawesi Ngatijan mengatakan, untuk
melakukan eksploitasi CBM sehingga bisa diproduksi, perlu perlakuan khusus karena
kandungan gas yang terjebak dalam batubara tersebut tidak bisa serta-merta keluar.
Operator migas perlu melakukan dewatering sebelum mengalirkan gas keluar dari
perut bumi.
Selain itu, jumlah CBM yang keluar juga tidak terlalu banyak sehingga harus
dibor lagi untuk meningkatkan kapasitas produksi. Dengan demikian, pengeboran
tidak hanya dilakukan di satu tempat.
3.2 Proses Pembatubaraan
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan purba yang mengendap di dalam tanah selama jutaan tahun.
Endapan tersebut telah mengalami berbagai perubahan bentuk/komposisi
sebagai akibat dari dari adanya proses fisika dan kimia yang berlangsung selama
waktu pengendapannya. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam katagori bahan
bakar fosil.
Sumber: Tambangunp
Gambar 2.1 Proses Pembentukan Batubara
Sumber: Tambangunp
Gambar 2.2 Model Formasi Insitu
Sumber:
Tambangunp
Gambar 2.3
Model
Formasi
Transportasi
Material
(Teori Drift)
Sumber: Tambangunp
Sumber:
GeologiNesia
Gas Metana batubara ini sebagian besar terbentuk akibat adanya perubahan
susunan kimia yang diakibatkan oleh adanya pengaruh suhu di bawah permukaan
tanah (thermogenesis). Sedangkan untuk kelas brown coal yaitu batubara yang
terdapat pada kedalaman kurang dari 200m, gas metana ini terbentuk akibat
aktivitas mikroorganisme anaerob. Dan berikut tipe gas CBM berasal :
1. Biogenik Gas
Gas biogenik terutama dalam bentuk CH4 dan CO2, dimana gas-
gas ini dihasilkan dari penguraian bahan organik bahan organik oleh
mikro-organisme yang biasa terbentuk di rawa gambut sebagai cikal
bakal terbentuknya batubara. Biogenic gas bisa terjadi pada 2 tahap yaitu
tahap awal dan tahap akhir.
Pembentukan gas pada tahap awal disebabkan oleh aktivitas
organisme awal coalification, dari gambut - lignit hingga subbituminous
(Ro < 0,5%). Pembentukan gas ini harus disertai dengan proses
pengendapan yang cepat, karena jika tidak maka gas akan menjadi gas
bebas yang menguap ke atmosfer. Pembentukan gas pada tahap akhir juga
diakibatkan oleh aktivitas organisme, tetapi setelah lapisan batubara
terbentuk. Batubara pada umumnya merupakan quifer, dimana aktivitas
mikro organisme dalam akuifer bisa memproduksi gas. Proses ini bisa
terjadi pada setiap peringkat (rank) batubara.
2. Thermogenik Gas
Thermogenik Gas adalah gas yang dihasilkan dalam proses
pembatubaraan (coalification) pada batubara yang mempunyai peringkat
(rank) lebih tinggi, yaitu pada subbituminous A - high volatile bituminous
ke atas (Ro > 0,6%). Proses pembatubaraan akan menghasilkan batubara
yang lebih kaya akan karbon dengan membebaskan sejumlah zat terbang
utama, yaitu CH4, CO2, dan air. Gas-gas tersebut terbentuk secara cepat
sejak rank batubara mencapai high volatile bituminous hingga mencapai
puncaknya di low bituminous (Ro = 1,6%).
Sumber: GeologiNesia
Gambar 2.6 Pembentukan batubara (kiri) dan perubahan properties batubara
(kanan)
Sumber: Buku Gas Metana Batubara Energi Baru Untuk Rakyat, LE MIGAS
A. Log Densitas
Log densitas ialah merekam secara menerus dari bulk densitas
batuan pada formasi. Densitas yang diukur merupakan semua densitas
jenis batuan termasuk batubara. Prinsip pengukuran dari log densitas
adalah menmbakkan sinar gamma yang membawa partikel foton
kedalam formasi batuan. Masuknya sinar gamma ke dalam batuan
akan menyebabkan benturan/tumbukan anatara sinar gamma dengan
electron pada formasi, banyaknya energi sinar gamma yang hilang
setiap kali tumbukan menunjukkan densitas electron dalam formasi
atau densitas formasi. Jadi pada saat sinar gamma dan electron
bertumbukkan maka akan terjadi pengurangan energy pada sinar
gamma tersebut. Sisa energy sinar gamma akan direkam ditektor sinar
gamma. Jika ditektor menerima energy sinar gamma (foton)
sedikit/lemah, maka semakin banyak jumlah electron dalam batuan
yang berarti semakin padat butiran penyusun batuannya.
B. Log Neutron
Log Neutron merekam Hidrogen Index (HI) dari formasi. HI
merupakan indicator kelimpahan kandungan hydrogen dalam
formasi.Prinsip dasar dari log neutron adalah mendeteksi kandungan
atom hidrogen yang terdapat dalam formasi batuan dengan
menembakan atom neutron ke formasi dengan energi yang tinggi.
Neutron adalah suatu partikel listrik netral yang mempunyai massa
hampir sama dengan atom hidrogen. Partikel-partikel neutron
memancar menembus formasi dan bertumbukan dengan material
formasi, akibat dari tumbukan tersebut neutron akan kehilangan
energi. Energi yang hilang saat benturan dengan atom di dalam
formasi batuan disebut sebagai porositas formasi (ф N). Hilangnya
energi paling besar bila neutron bertumbukan dengan sesuatu yang
mempunyai massa sama atau hampir sama, contohnya atom hidrogen.
Dengan demikian besarnya energi neutron yang hilang hampir
semuanya tergantung banyaknya jumlah atom hidrogen dalam formasi.
Sumber : Malcolm
Rider, 2002