Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik yang

ditandai dengan pengurangan massa tulang yang disertai kemunduran

mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat

menimbulkan kerapuhan tulang. Keadaan ini berisiko tinggi karena tulang

menjadi rapuh dan mudah retak bahkan patah. Banyak orang tidak

menyadari bahwa osteoporosis merupakan penyakit tersembunyi (silent

diseases)

[1,2]

Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Hal

ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya

dalam tubuh sejak usia 35 tahun sedangkan pada pria hormon testoteron

turun pada usia 65 tahun. Menurut statistik dunia 1 dari 3 wanita rentan

terkena penyakit osteoporosis[3]

Insiden osteoporosis meningkat sejalan dengan meningkatnya

populasi usia lanjut[2]. Pada tahun 2005 terdapat 18 juta lanjut usia di

Indonesia, jumlah ini akan bertambah hingga 33 juta pada tahun 2020

dengan usia harapan hidup mencapai 70 tahun[4]

. Menurut data statistik

Itali tahun 2004 lebih dari 44 juta orang Amerika mengalami osteopenia

dan osteoporosis. Pada wanita usia ≥ 50 tahun terdapat 30% osteoporosis,

37-54% osteopenia dan 54% berisiko terhadap fraktur osteoporotik[2]

Menurut WHO (1994), angka kejadian patah tulang (fraktur) akibat

osteoporosis di seluruh dunia mencapai angka 1,7 juta orang dan

diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga mencapai 6,3 juta

orang pada tahun 2050 dan 71% kejadian ini akan terdapat di negara-
negara berkembang. Di Indonesia 19,7% dari jumlah lansia atau sekitar

3,6 juta orang diantaranya menderita osteoporosis[5]. Lima provinsi dengan

risiko osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatra Selatan (27,75%), Jawa Tengah (24,02%), Yogyakarta
(23,5%), Sumatra Utara (22,82%), Jawa

Timur (21,42%), Kalimantan Timur (10,5%)[6]. Prevalensi wanita yang

menderita osteoporosis di Indonesia pada golongan umur 50-59 tahun

yaitu 24% sedang pada pria usia 60-70 tahun sebesar 62%[7]

Osteoporosis merupakan salah satu dari tiga penyakit kronik utama

yang disebabkan karena faktor usia termasuk juga pada wanita

postmenopause. Menopause berhubungan dengan reduksi hormon

estrogen pada wanita yang dapat mengakibatkan menurunnya kepadatan

tulang sehingga terjadi osteoporosis[8]

Osteoporosis tidak hanya berhubungan dengan menopause tetapi

juga berhubungan dengan faktor-faktor lain seperti merokok, postur tubuh

kecil, kurang aktifitas tubuh, kerangnya paparan sinar matahari, obat-

obatan yang menurunkan massa tulang, asupan kalsium yang rendah,

konsumsi kafein, alkohol, penyakit diabetes mellitus tipe I dan II[8,10]. Hal

ini terbukti dengan rendahnya konsumsi kalsium rata-rata di Indonesia

yang hanya 254 mg per hari dari 1000-1200 mg per hari menurut standar

internasional[6]

Penderita osteoporosis dicirikan dengan tubuh yang bungkuk atau

bengkok. Namun sebenarnya tidak selalu demikian, banyak orang yang

sudah mulai menderita osteoporosis tetapi tidak terlihat dari luar. Penderita

osteoporosis merasakan linu-linu dan sakit terutama ketika melakukan

pergerakan anggota tubuhnya. Oleh karena itu perlu diwaspadai gejala-

gejala sebagai awal osteoporosis seperti rasa pegal, linu-linu dan nyeri

tulang terutama pada bagian punggung dan pinggang[3]

.
Pencegahan osteoporosis harus dilakukan sejak dini sampai usia

dewasa muda agar mencapai kondisi puncak massa tulang (peak bone

mass). Bila tercapai kondisi puncak massa tulang pada usia dewasa muda,

kemungkinan terjadi osteoporosis pada usia lanjut akan kecil atau paling

sedikit ditunda kejadiannya dengan membudayakan perilaku hidup sehat

yang intinya mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang

memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsur kaya serat, rendah lemak dan kaya kalsium (1000-1200
mg kalsium per hari), berolahraga secara teratur,

tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol karena rokok dan alkohol

meningkatkan risiko osteoporosis dua kali lipat[3,7]

Anda mungkin juga menyukai