Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MAKALAH

TEKNOLOGI INFORMASI

Dosen pengampu: Ns. Jupri kartono,M.Kep.,Sp.Kep.An

OLEH:

Alviah Nur Rizki


(1926009)
DIII KEPERAWATAN STIKES PANCA BHAKTI
BANDAR LAMPUNG
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul [judul
makalah] ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

pada TEKNOLOGI INFORMASI. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk


menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Ns. Jupri


kartono.M.Kep,.Sp.Kep.An selaku dosen mata ajar TEKNOLOGI INFORMASI
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................
1.1. Latar belakang...........................................................................................
1.2. Tujuan penulisan........................................................................................
1.2.1. Tujuan umum..............................................................................
1.2.2 Tujuan khusus..............................................................................
1.3. Ruang lingkup............................................................................................
1.4. Metode penulisan.......................................................................................
1.4.1. Metode penulisan........................................................................
1.4.2. Teknik pengambilan data............................................................
1.5. Sistematika laporan....................................................................................
BAB 2 LANDASAN TEORI...........................................................................
2.1. Konsep dasar penyakit ..............................................................................
2.2. Pengertian..................................................................................................
2.3. Klasifikasi halusinasi.................................................................................
2.4. Tahapan halusinasi.....................................................................................
2.5. Etiologi......................................................................................................
2.6. Tanda dan Gejala.......................................................................................
2.7. Dampak......................................................................................................
2.8. Penatalaksanaan.........................................................................................
2.9. Mekanisme koping.....................................................................................
2.10. Sumber koping.........................................................................................
2.11. Penilaian stressor.....................................................................................
BAB 3 PENUTUP............................................................................................
3.1. Kesimpulan................................................................................................
3.2. saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
BAB I
PENNDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan
juga secara Somato-Psiko-Sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa,
maka ketiga unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa adalah gejala-gejala
patologik dominan berasal dari unsur psikis. Hal ini tidak berarti bahwa unsur
yang lain tidak terganggu sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia
seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya (Yosep,
2011).
Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku
akibat adanya distorsi emosi sehingga di temukan ketidakwajaran dalam
bertingkah laku. Hal ini terjadi karena menurunnya fungsi kejiwaan (Nasir,
2011).
Diperkirakan bahwa 2-3 % dari jumlah penduduk Indonesia penderita
gangguan jiwa berat. Bila separuh dari mereka memerlukan perawatan di
rumah sakit dan jika penduduk Indonesia berjumlah 120 juta maka ini berarti
bahwa 120 ribu orang dengan gangguan jiwa berat memerlukan perawatan di
rumah sakit (Yosep, 2011).
Menurut undang-undang No.3 Tahun 1996, tentang Kesehatan Jiwa,
kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan
perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain (Suliswati,
2005).
Pada era globalisasi dengan teknologi, perawat jiwa sebagai pemberi asuhan
keperawatan jiwa kepada klien merupakan bagian total pelayanan di rumah
sakit. Oleh karna itu, perawat di tuntut mampu memberikan asuhan
keperawatan yang propesional dan dapat mempertanggung jawabkan asuhan
yang di berikan secara alamiah (Kusumawati, 2010).
Di perkirakan penduduk indonesia yang menderita gangguan jiwa sebesar 2-
3% jiwa. Zaman dahulu penanganan pasien gangguan jiwa adalah dengan di
pasung, dirantai, atau diikat, lalu di tempatkan tersendiri di rumah atau di
hutan jika gangguan jiwa nya berat. Bila tidak berbahaya, di biarkan
berkeliaran di desa, sambil mencari makan dan menjadi tontonan
masyarakat(Kusumawati, 2010).
Data yang penulis dapat dari rumah sakit jiwa provinsi Lampung di ruang
Kutilang terhitung Maret 2014

1.2. Tujuan Penulisan


1.2.1. Tujuan Umum

Penulis mampu menggambarkan asuhan keperawatan secara komprehensif


meliputi biopsikososialspiritual pada klien dengan Gangguan Sensori
Persepsi: Halusinasi Pendengaran dengan pendekatan proses keperawatan.
1.2.2. Tujuan Khusus

Penulis mampu menggambarkan:


1.2.2.1 Konsep teori penyakit dan asuhan keperawatan pada klien
dengan Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran .
1.2.2.2. Melakukan pengkajian status kesehatan pada klien dengan
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran.
1.2.2.3. Merumuskan masalah keperawatan pada klien dengan
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran.
1.2.2.4. Menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran.
1.2.2.5. Menentukan rencana asuhan keperawatan pada klien
dengan Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran.
1.2.2.6. Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran.
1.2.2.7. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran.
1.2.2.8. Melakukan pendokumentasian tindakan keperawatan pada
klien dengan Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi
Pendengaran.
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penulisan studi kasus ini adalah asuhan keperawatan
yang meliputi asuhan keperawatan pada Tn. S dengan Gangguan Sensori
Persepsi: Halusinasi Pendengaran yang dilakukan dari tanggal 26-27 mei 2014
di ruang Kutilang Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Lampung.

1.4. Metode Penulisan


1.4.2. Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan laporan ini
adalah deskriptif yaitu memberi gambaran masalah tentang
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran dengan
melakukan pendekatan proses asuhan keperawatan.
1.4.3. Teknik pengambilan data pada kasus yaitu:
1.4.3.1. Observasi / Pengamatan

Adalah suatu cara pengumpulan data dengan pengamatan langsung.


1.4.3.2. Wawancara

Adalah suatu jenis pengumpulan data dilakukan dengan cara


komunikasi langsung dengan klien maupun keluarga klien, sebagai
alat pencatatan data digunakan format pengkajian dengan tujuan agar
pencatatan lebih sistematis dan objektif.

1.4.3.3. Pemeriksaan fisik

Adalah pengumpulan dengan memeriksa keadaan fisik klien


1.4.3.4. Dokumentasi/ Catatan perawat

Adalah pengumpulan data yang di lakukan dengan cara mempelajari


catatan medik dan perawat pada buku status klien di ruang Kutilang
Rumah Sakit Jiwa Propinsi Lampung.
1.4.3.5. Studi Kepustakaan

Adalah pengumpulan data dengan pengambilan materi beberapa buku


sumber keperawatan dan kesehatan mental psikiatri sebagai referensi.

1.5. Sistematika Laporan

Sistematika penulisan studi kasus ini di bagi dalam lima bab yang terdiri dari:
BAB 1 : PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode
penulisan dan sistematika laporan.
BAB II : TINJAUAN TEORI
Berisi konsep dasar asuhan keperawatan klien dengan Gangguan
Sensori Persepsi: Halusinasi, antara lain: pengertian halusinasi,
klasifikasi halusinasi, tahapan halusinasi, etiologi, tanda dan
gejala, rentang respon, dampak halusinasi terhadap pemenuhan
kebutuhan dasar, penatalaksanaan halusinasi, mekanisme koping,
sumber koping, penilaian stressor, pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
BAB III : TINJAUAN KASUS
Berisi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi serta catatan perkembangan klien
selama perawatan
BAB IV : PEMBAHASAN
Membahas kesenjangan yang terdapat dalam pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi
dengan landasan teori dan tinjaun kasus.
BAB V : PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1. Konsep Dasar Penyakit


2.2. Pengertian
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang di
tandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, 2009)

Sejalan dengan kedua pendapat di atas menurut Varcarolis dalam Yosep,


(2011), menyatakan halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya
persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe
halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran (Auditory-
hearing voices or sounds), penglihatan (Visual-seeing persons or things),
penciuman (Olfactory-smelling odors), pengecapan (Gustatory-
experiencing tastes).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien


mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2008)

2.3. Klasifikasi Halusinasi


Menurut Kusumawati (2010), pada klien gangguan jiwa ada beberapa jenis
halusinasi dengan karakteristik tertentu diantaranya:
2.3.1. Halusinasi Pendengaran (Auditorius)
Mendengar suara atau kebisingan yang kurang jelas, dimana terkadang
suara-suara tersebut seperti mengajak bicara klien dan kadang
memerintah klien untuk melakukan sesuatu.
2.3.2. Halusinasi Penglihatan (Visual)
Stimulus visual dalam bentuk kilatan, gambar atau cahaya, gambar
atau bayangan yang rumit dan kompleks. Bayangan bisa
menyenangkan atau menakutkan..
2.3.3. Halusinasi Penghidu (Olfaktorius)
Membau bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine, feses, parfum,
atau bau yang lain.
2.3.4. Halusinasi Pengecapan (Gustatorius)
Merasa mengecap rasa seperti darah, urine, feses, atau yang lainnya.
2.3.5. Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa mengalami nyeri, rasa tersetrum atau ketidaknyamanan tanpa
stimulus yang jelas.
2.3.6. Halusinasi cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makanan atau pembekuan urine.
2.3.7. Halusinasi Kinestetika
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

2.4. Tahapan Halusinasi

Menurut Kusumawati (2010), terdapat empat tahapan halusinasi dengan


karakteristik dan perilaku yang ditimbulkan sebagai berikut :
2.4.1 Tahap I: Menyenangkan (Ansietas tingkat sedang)

Secara umum halusinasi bersifat menyenangkan


Karakteristik Klien:
Klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah,
kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai
melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya
menolong sementara.
Perilaku Klien
Klien tersenyum dan tertawa sendiri , menggerakkan bibir tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan
berkonsentrasi.
2.4.2. Tahap II: Menyalahkan ( Ancietas tingkat berat )

Secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati.


Karakteristik Klien
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan
meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai
dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain
tahu dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku Klien
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah,
penyimpangan kemampuan konsentrasi, konsentrasi terhadap
pengalaman sensori kerja, kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dengan realitas.
2.4.3. Tahap III: Mengendalikan (Ansietas tingkat berat)
Pengalaman halusinassi tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik Klien
Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien jadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
Perilaku Klien
Perintah halusinasi di taati, sulit berhubungan dengan orang lain,
perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik, tidak
mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan berkeringat.
2.4.4. Tahap IV: Menaklukkan (Ansietas tingkat panik)
Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan
delusi.
Karakteristik Klien
Halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan
memarahi klien. Klien jadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan
tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku Klien
Prilaku panik, beresiko tinggi menciderai diri sendiri dan orang lain,
kegiatan fisik yang merefleksikan seperti amuk, agitasi dan menarik
diri.
2.5. Etiologi
Menurut Yosep (2011), perubahan sensori persepsi di sebabkan oleh
beberapa factor antara lain:
2.5.1. Factor Predisposisi
2.5.1.1. Factor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih
rentan terhadap stress.
2.5.1.2. Factor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak di terima di lingkungannya sejak
bayi (unwanted child) akan merasa di singkirkan, kesepian, dan
tidak percaya pada lingkungannya.
2.5.1.3. Factor Biokimia
Mempunyai pengaruhterhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan di alami oleh seseorang maka di dalam
tubuh akan di hasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya
terjadi ketidakseimbangan acetycholin dan dopamin.
2.5.1.4. Factor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidak mampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat di masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
2.5.1.5. Factor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang di asuh oleh
orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil
studi menunjukan bahwa factor keluarga menunjukan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2.5.2. Factor Presipitasi
2.5.2.1. Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak
dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut
Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah
halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seseorang
individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur
bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari
lima dimensi yaitu:
2.5.2.2. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu lama.
2.5.2.3. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi
dari Halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
2.5.2.4. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego.

2.5.2.5. Dimensi Sosial


Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal
dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi
di alam nyata sangat membahayakan.
2.5.2.6. Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri.

2.6. Tanda dan Gejala


Menurut Damaiyanti (2012), tanda dan gejala halusinasi yaitu:
2.6.1. Bicara sendiri.
2.6.2. Senyum sendiri.
2.6.3. Ketawa sendiri.
2.6.4. Menggerakan bibir tanpa suara.
2.6.5. Pergerakan mata yang cepat.
2.6.6. Respon verbal yang lambat.
2.6.7. Menarik diri dari orang lain.
2.6.8. Berusaha untuk mengindari orang lain.
2.6.9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
2.6.10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan
darah.
2.6.11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya
beberapa detik.
2.6.12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
2.6.13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
2.6.14. Ekspresi muka tegang.
2.6.15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
2.6.16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
2.6.17. Tampak tremor dan berkringat.
2.6.18. Prilaku panik.
2.6.19. Curiga dan bermusuhan.
2.6.20. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
2.6.21. Ketakutan.
2.6.22. Tidak dapat mengurus diri.
2.6.23. Biasa terdapat disorentasi waktu, tempat dan orang lain.

Rentang Respon Neurobiologis menurut Stuart (2006).


Skema 2.1 Rentang Respon Marah
Respon Adaptif Psikososial Respon Maladaptive

Pikiran Logis Pikiran menyimpang Kelainan pikiran/delusi


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi kansisten dengan Reaksiemosional berlebihan/ Ketidak mampuan untuk
pengalaman kurang mengalami emosi
Prilaku sesuai Prilaku ganjil/ tak lama Ketidak teraturan
Hubungan sosial yang Menarik diri isolasi social
harmonis
2.7. Dampak Halusinasi Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Menurut Stuart (2006), dampak halusinasi terhadap pemenuhan


kebutuhan dasar adalah:
2.7.1. Nutrisi

Individu dengan halusinasi biasanya asyik dengan dunianya sendiri,


sehingga klien kurang memperhatikan terhadap dirinya dan akhirnya
keinginan individu untuk makan tidak ada. Selain itu, bila ada
halusinasi mengancam atau menyuruh individu maka dia akan
menolak dan menghindari makan sehingga terjadi gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi.
2.7.2. Istirahat dan tidur

Suara yang didengar secara terus menrus membuat individu asyik


dengan dunianya sendiri sehingga individu kehilangan waktu untuk
beristrirahat atau tidur tenang.
2.7.3. Personal hygiene

Individu dengan halusinasi kadang merasa cemas, takut sehingga


menimbulkan perasaan tidak nyaman dan curiga sehingga menurunkan
minat individu untuk mengurus dirinya sendiri. Selain itu, halusinasi
dapat membuat individu asyik dengan pikirannya dan motivasi
terhadap perawatan dirinya sendiri.
2.7.4. Kebutuhan rasa aman

Jika halusinasi mengancam maka individu cenderung merasa takut


gelisa dan merasa tidak aman sehingga timbul gangguan terhadap rasa
aman.

2.7.5. Komunikasi
Individu dengan halusinasi cenderung berkomunikasi sendiri seolah-
olah sedang bercakap-cakap dengan seseorang, kadang sulit untuk
memulai percakapan sehingga timbul gangguan komunikasi.
2.7.5.1. Sosialisasi

Individu dengan halusinasi cenderung asyik dengan dirinya sendiri dan


bersikap masa bodoh terhadap lingkungannya sehingga individu
menarik din dan interaksi sosial terganggu.
2.7.5.2. Kebutuhan spiritual

Halusinasi sering dirasakan sebagai suara hantu, syetan atau kekuatan


sehingga individu tidak menyadari keberadaannya dan kehilangan
control hidupnya. Akibatnya individu terputus dengan sesama atau
dengan tuhan sebagai sumber kehidupan, harapan dan kepercayaan
dampaknya adalah spiritual terganggu.

2.7.5.3. Aktualisasi diri

Individu dengan kecemasan semakin meingkat dan halusinasi berlanjut


cenderung bersikap masa bodoh terhadap lingkungan dan dirinya
sendiri serta individu tersebut tidak mampu mengambil keputusan
yang logis dalam menggunakan pencapaian dalam aktualisasi diri.
2.8. Penatalaksanan

Menurut Stuart (2006), penatalaksanaan pada pasien dengan gangguan


sensori persepsi: Halusinasi adalah:
2.8.1 Medik

Obat-obat antipsikotik kovensional (seperti klorpomazin, flufenazin,


haloperidol, loksapin, perpenazin, trifluoperazin, tioteksen, dan
tioridazin) terbukti mengurangi gejala positif skizoprenia dan secara
signifikan menurunkan resiko relaps simtomatik dan dirawat inap
ulang. Namun efek samping neurology yang serius menyebabkan obat
ini sulit ditoleransi oleh banyak pasien skizofrenia. Sedangkan
kelompok obat-obat antipsikotik “atipikal” terbaru (seperti, olanzapin,
klozapin, risperidon, quetiapin, zipresidon) untuk mengatasi gejala
skizofrenia yang secara signifikan menurunkan resiko gangguan
neurology yang merugikan. Obat-obat ini terutama efektif dalam
mengatasi gejala negatif skizofrenia.

2.9. Mekanisme Koping

Menurut Stuart (2006), Prilaku yang mewakili upaya untuk melindungi


pasien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurobiologis maladaptif, meliputi:
2.9.1. Regresi, berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas hidup sehari-
hari.
2.9.2. Proyeksi, sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi
2.9.3. Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.

2.10. Sumber Koping


Menurut Stuart (2006), sumber koping individual harus dikaji dengan
pemahaman tentang pengaruh gangguan otak pada prilaku. Kekuatan dapat
meliputi model, seperti intelegensi atau kreatifitas yang tinggi. Orang tua
harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang
keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dari
pengamatan.

2.11.Penilaian Stresor
Menurut Stuart (2006), tidak terdapat riset ilmiah yang menunjukan bahwa
stress menyebebkan Skizofrenia. Namun studi mengenai relaps dan
eksaserbasi gejala membuktikan bahwa stress, penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan gejala. Model diatesis stress menjelaskan bahwa gejala
skizofrenia muncul berdasarkan hubungan antara beratnya stress yang
dialami individu dan ambang toleransi terhadap stress internal.
2.11.1. Konsep Model
Menurut Stuart (2006), model adalah suatu cara mengorganisasi kumpulan
pengetahuan yang kompleks seperti konsep yang berhubungan dengan
prilaku manusia, dan juga model ini mengintegrasikan komponen biologi,
psikologi dan sosial budaya dari asuhan keperawatan. Model yang utuh
menggabungkan landasan teoritis, komponen-komponen bio-psikososial,
rentang respon koping.
Model adalah suatu cara mengorganisasikan kumpulan pengetahuan yang
kompleks seperti konsep yang berhubungan dengan prilaku manusia.
Penggunaan model ini membantu klinisi mengembangkan dasar untuk
melakukan pengkajian dan intervensi, juga memberikan cara untuk
mengevaluasi keefektifan terapi.
Perawat jiwa dapat berkerja lebih efektif jika tindakan mereka didasarkan
pada suatu model yang mengenali adanya sehat atau sakit, sebagai hasil dari
berbagai karakteristik individu yang berinteraksi dengan faktor lingkungan.
Sterss di awali dengan adanya ketidakseimbangan antara tuntutan dan
sumber daya yang dimiliki individu, semakin tinggi kesenjangan terjadi
semakin tinggi pula tingkat stress yang di alami individu dan akan merasa
terancam.
Kecemasan (anciety) dan depresi (depression) merupakan dua jenis
gangguan kejiwaan yang satu dengan lainnya saling berkaitan. Seseorang
yang mengalami depresi sering kali ada komponen ansietasnya, demikian
pula sebaliknya.
Model ini terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut:
Skema 2.2 Model adaptasi stres

Faktor predisposisi
Biologis Psikologis Sosiokulltural

Stressor presipitasi

Sifat Asal Waktu Jumlah

Penilaian terhadap stresor

Kognitif Afektif Fisiologis Prilaku Sosial

Sumber koping

Kemampuan Dukungan sosial Aset materi Keyakinan positif


personal

Mekanisme koping

Konstruktif Destruktif

Rentang respon koping

Respon adaftif Respon maladaftif


Diagnosis keperawatan

2.11.1.1. Faktor Predisposisi

Faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
2.11.1.2. Faktor Presipitasi

Stimulasi yang dipresitasi oleh individu sebagai tantangan, ancaman,


atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping.
2.11.1.3. Penilaian terhadap stressor

Suatu evaluasi tentang makna stressor bagi kesejahteraan seseorang


dimana stressor mempunyai arti, intesitas dan kepentingannya.
2.11.1.4. Sumber Koping

Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang


pengaruh gangguan otak pada prilaku. Orang tua harus secara aktif
mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang keterampilan koping
karena mereka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber
keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang
cukup, ketersediaan waktu dan tenaga, dan kemapuan untuk memberi
dukungan secara berkesinambungan.
2.11.1.5. Mekanisme Koping

Tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk


upaya penyesuaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri.
2.11.1.6. Rentang Respon Koping

Suatu kisaran manusia yang adaptif ke maladaptif.


2.11.1.7. Aktivitas tahap pengobatan

Kisaran fungsi perawatan yang berhubungan dengan tujuan


pengobatan, pengkajian keperawatan, intervensi keperewatan dengan
hasil yang diharapkan.

2.11.2. Konsep Asuhan keperawatan

Untuk mendapat data yang di perlukan umumnya di kembangkan format


pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian adar memudahkan dalam
pengkajian, meliputi : identitas klien, keluhan utama atau alasan masuk,
factor predisposisi, aspek fisik dan biologis, aspek psikososial, status
mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah
psikososial, pengetahuan dan aspek medik.
2.11.2.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan
meliputi data biologis, psiko, sosial dan spiritual.
Proses pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara observasi,
wawancara dan pemeriksaan (Keliat, 2009).
Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi
faktor presdisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor,
sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart,
2006)
Tanda-tanda pada klien dengan halusinasi pendengaran :
a. Bicara, tersenyum dan tertawa sendiri
b. Klien mengatakan mendengankan sesuatu
c. Merusak diri sendiri dan lingkungan
d. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
e. Tidak mampu melaksanakan diri sendiri seperti mandi, sikat gigi
dan berhias yang rapih.

2.11.2.2. Diagnosa Keperawatan


Menurut Stuart (2006), diagnosa yang muncul pada halusinasi :
2.11.2.2.1. Ansietas
2.11.2.2.2. Defisit perawatan diri
2.11.2.2.3. Resiko bunuh diri
2.11.2.2.4. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2.11.2.2.5. Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
2.11.2.2.6. Koping keluarga tidak efektif
2.11.2.2.7. Koping individu tidak efektif
2.11.2.2.8. Resiko perilaku kekerasan
2.11.2.2.9. Isolasi social
2.11.2.2.10. Gangguan proses pikir
2.11.2.2.11. Gangguan Komunikasi Verbal

2.11.2.3. Rencana Keperawatan


Menurut Damaiyanti (2012), pada perencanaan ini berisikan tujuan
umum dan tujuan khusus :
2.11.2.3.1. Tujuan umum: berfokus pada penyelesaian permasalahan
dari diagnosis tertentu.
2.11.2.3.2. Tujuan khusus pada klien:

Klien dapat membina hubungan saling percaya.


Klien dapat menganal halusinasinya.
Klien dapat mengontrol halusinasi

2.11.2.4. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dapat dibagi dua, yaitu
evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan
dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum
yang telah ditentukan (Keliat, 2009).
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
halusinasi adalah suatu gejalan gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan
perubahan sensori persepsi,merasakan sensasi palsu berupa suara, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada.

3.2. saran
halusinasi termasuk gangguan dari kejiwaan seseorang dan disebabkan oleh
beberapa sebab. Selain itu perawat juga harus mampu memotivasi pasienagar
melakukan kegiatan yang dapat mengontrol halusinasi.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai