Anda di halaman 1dari 10

MaPan : Jurnal Matematika dan Pembelajaran

p-ISSN: 2354-6883 ; e-ISSN: 2581-172X


Volume 6, No 1, June 2018 (128-137)
DOI: https://doi.org/10.24252/mapan.2018v6n1a12

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMBUKTIAN MATEMATIS MELALUI


MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

Hodiyanto1), Utin Desy Susiaty2)


1,2Program Studi Pend. Matematika IKIP PGRI Pontianak
1,2Jalan Ampera No 88 Pontianak Kalimantan Barat

E-mail: hodiyanto@ikippgriptk.ac.id1), d3or4f4ty4@gmail.com2)

Submitted: 30-03-2018, Revised: 26-05-2018, Accepted: 29-05-2018

Abstrak:
Hasil penelitian (Hodiyanto, 2017) menunjukkan bahwa kemampuan pembuktian
matematis mahasiswa tergolong rendah dan jika hal ini dibiarkan maka berakibat
semakin lemahnya kemampuan pembuktian matematis mahasiswa, padahal
mahasiswa calon guru tentu akan mendidik dan mengajar siswa/siswinya agar
memiliki kemampuan pembuktian matematis yang baik. Oleh sebab itu, peneliti
mencoba melakukan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
pembuktian matematis melalui penerapan model pembelajaran problem posing.
Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan bentuk penelitiannya
berupa penelitian eksperimental semu. Teknik pengumpul data yang digunakan
adalah teknik pengukuran dengan alat pengumpul data yang digunakan adalah tes
pembuktian matematis. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa
semester V Program Studi Pendidikan Matematika IKIP PGRI Pontianak. Teknik
pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling dan kelas A sore
sebagai sampel penelitian. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan
statistik inferensial, uji t. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model
pembelajaran problem posing dapat meningkatkan kemampuan pembuktian
matematis mahasiswa, sehingga secara tidak langsung model pembelajaran problem
posing bisa diterapkan untuk peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi
mahasiswa yang levelnya sama dengan kemampuan pembuktian matematis.

Kata Kunci: Problem posing, Kemapuan Pembuktian Matematis

DEVELOPMENT OF MATHEMATICAL PROOF ABILITY THROUGH


PROBLEM POSING LEARNING MODEL

Abstract:
The results showed that student mathematical proof ability was low (Hodiyanto, 2017) and if
this was left without any solution done then mathematical proof ability was the longer the
lower when college student will certainly educate and teach students in order to have good
mathematical proof ability. Therefore, the researcher tried to develop it through problem posing
learning model. This research method used quantitative method, quasi experimental research.
Data collecting technique used was a measurement technique and data collection tool used was
a mathematical proof test. Population in this research were all student of semester V of
mathematic education study program of IKIP PGRI Pontianak. Sampling technique used was
cluster random sampling technique and class A afternoon as research sample. Data analysis

[ 128 ]
Copyright © 2018, MaPan : Jurnal Matematika dan Pembelajaran
Peningkatan Kemampuan Pembuktian Matematis….

technique in this research used inferential statistic, t test. The results of this study indicate
that the model of learning posing problems affected it, so indirectly the problem posing model
could be applied for the development of high-level thinking skills of students with the same
level of it.

Keywords: Problem posing, Mathematical Proof Ability

How to Cite: Hodiyanto & Utin Desy Susiaty (2018). Peningkatan Kemampuan
Pembuktian Matematis Melalui Model Pembelajaran Problem Posing. MaPan : Jurnal
Matematika dan Pembelajaran, 6 (1), 130-139.

M
atematika adalah ilmu yang bersifat deduktif aksiomatif, artinya
rumus maupun teorema diturunkan dari aksioma, definisi maupun
dari teorema sebelumnya yang sudah dibuktikan. Dalam
melakukan pembuktian biasanya digunakan metode pembuktian langsung
(direct proof) atau pembuktian tidak langsung (indirect proof). Sadikin (2009)
mengatakan bahwa bentuk pembuktian langsung di antaranya: metode
pengecekan satu persatu, pembuktian dengan eliminasi kasus, dan
pembuktian dengan ekuivalensi, sedangkan pembuktian tidak langsung
adalah pembuktian dengan cara kontradiksi dan pembuktian dengan cara
kontradiksi. Untuk mengaplikasikan metode-metode pembuktian tersebut
tentu diperlukan kemampuan pembuktian yang baik. Oleh sebab itu,
seseorang yang paham dengan metode pembuktian belum tentu mahir dalam
menerapkannya dalam suatu kasus. Tetapi pemahaman terhadap metode
pembuktian merupakan langkah awal dalam melakukan pembuktian
matematis.
Kemampuan pembuktian matematis adalah salah satu kemampuan
yang harus dimiliki oleh mahasiswa calon guru matematika agar mahasiswa
mampu untuk berpikir logis dan sistematis. NCTM (Hodiyanto, 2017)
disebutkan bahwa mathematical reasoning and proof offer powerful ways of
developing and expressing insights about a wide range of phenomena. Lebih lanjut
disebutkan bahwa ultimately, a mathematical proof is a formal way of expressing
particular kinds of reasoning and justification. Artinya, penalaran dan pembuktian
matematis menawarkan cara ampuh untuk mengembangkan dan
mengekspresikan wawasan tentang berbagai fenomena. Oleh sebab itu,
kemampuan pembuktian matematis adalah cara formal untuk
mengekspresikan berbagai fakta atau keterangan dalam penalaran dan
pembenaran.

Volume 6, No 1, June 2018 |129


Hodiyanto1), Utin Desy Susiaty2)

Menurut Lestari & Yudhanegara (2015) kemampaun pembuktian


matematis adalah kemampuan memahami pernyataan atau simbol
matematika serta memberikan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi.
Pembuktian matematis adalah skematisasi aksioma, konsep dasar dan teorema
melalui metode deduktif (Bell, 1976). Knuth, 2002) menyatakan alasan
mengapa pembuktian matematika penting untuk dilakukan, diantaranya:
untuk memverifikasi bahwa pernyataan itu benar, untuk menjelaskan
mengapa pernyataan itu benar, untuk mengomunikasikan pengetahuan
matematika, untuk menemukan atau membuat matematika baru, atau untuk
mensistematisasi pernyataan ke dalam sistem aksiomatik. Menurut
Stylianides, et al. (2007) ada tiga alasan mengapa pembuktian matematika: (1)
kemampuan pembuktian sangat penting untuk pembelajaran matematika
yang mendalam, (2) kemahiran dalam pembuktian dapat meningkatkan
kemampuan matematis mereka lebih luas, dan (3) ditemukannya kesulitan
yang dihadapi oleh banyak siswa dan mahasiswa dalam pembuktian
matematika.
Berbagai hasil penelitian terdahulu juga menunjukkan bahwa masih
banyak mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam membuktikan (Selden &
Selden, 2003; Stylianides, Stylianides, & Philippou, 2007; Ozdemir & Ovez,
2012; dan Guler, 2016). Selanjutnya hasil penelitian Yerizon (2011) yang
menyimpulkan bahwa kemampuan pembuktian matematis mahasiswa masih
rendah. Hasil penelitian Hodiyanto (2017) diperoleh bahwa mahasiswa masih
banyak melakukan kesalahan dalam melakukan pembuktian matematis
khususnya dalam mata kuliah pengantar analisis real. Penelitian ini adalah
lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang menyimpulkan
bahwa masih banyak mahasiswa yang melakukan kesalahan dalam
menyelesaikan soal-soal pembuktian matematis. Oleh sebab itu, perlu
dicarikan strategi untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa tersebut.
Salah satu model yang bisa diterapkan untuk mengatasi masalah di atas
adalah model pembelajaram problem posing.
Silver et al. (Siswono, 2008) mengatakan bahwa model pembelajaram
problem posing didefinisikan sebagai perumusan soal sederhana atau
perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih
sederhana dan dapat dikuasai. Xia et al. (2008) juga menyatakan bahwa
pembelajaran yang melibatkan aktivitas model pembelajaram problem posing
dapat menimbulkan ketertarikan peserta didik terhadap matematika,
meningkatkan kemampuan mereka dalam mengajukan masalah dan

130| Volume 6, No 1, June 2018


Peningkatan Kemampuan Pembuktian Matematis….

meningkatkan kemampuan belajar matematika mereka dengan baik. Cai dan


Hwang (Kar & Isik, 2014) mengatakan “problem posing is defined as the
generation of new problem and reformulating an axisting problem” artinya problem
posing didefinisikan sebagai pengajuan masalah baru dan merumuskan
kembali dari masalah yang ada. Dengan demikian, model pembelajaram
problem posing adalah model pembelajaran yang mengharuskan mahasiswa
untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang
mengacu pada penyelesaian soal tersebut, tetapi dalam pembuatan
soal/pertanyaan tersebut tentu harus berdasarkan hasil diskusi dengan teman
kelompoknya. Setelah pertanyaan dibuat, pertanyaan tersebut akan
diserahkan kepada kelompok lain untuk didiskusikan penyelesaiannya.
Dalam penyelesaian tersebut mahasiswa harus berdiskusi dengan teman
kelompoknya untuk menemukan penyelesaian yang benar. Oleh sebab itu,
aktivitas problem posing yang menuntut mahasiswa dalam membuat,
menyelesaikan pertanyaan dan berdiskusi atau mengkomunikasikan ide
dengan teman kelompoknya akan mampu meningkatkan kemampuan
pembuktian matematis mahasiswa.
Silver dan Cai (Mahmudi, 2011) mengklasifikasikan tiga aktivitas
koginitif dalam pembuatan soal sebagai berikut: (1) pre-solution posing, yaitu
pembuatan soal berdasarkan situasi atau informasi yang diberikan, (2) within-
solution posing, yaitu pembuatan atau formulasi soal yang sedang diselesaikan.
Pembuatan soal demikian dimaksudkan sebagai penyederhanaan dari soal
yang sedang diselesaikan. Dengan demikian, pembuatan soal demikian akan
mendukung penyelesaian soal semula, (3) post-Solution Posing. Strategi ini juga
disebut sebagai strategi “find a more challenging problem”. Siswa
memodifikasi atau merevisi tujuan atau kondisi soal yang telah diselesaikan
untuk menghasilkan soal-soal baru yang lebih menantang. Pembuatan soal
demikian merujuk pada strategi “what-if-not …?” atau ”what happen if …”.
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk membuat soal dengan
strategi itu adalah sebagai berikut: (1) mengubah informasi atau data pada
soal semula, (2) menambah informasi atau data pada soal semula, (3)
mengubah nilai data yang diberikan, tetapi tetap mempertahankan kondisi
atau situasi soal semula, dan (4) mengubah situasi atau kondisi soal semula,
tetapi tetap mempertahankan data atau informasi yang ada pada soal semula
(Silver dan Cai dalam Mahmudi, 2011). Dalam penelitian ini model
pembelajaran problem posing yang digunakan adalh tipe post-solution posing.

Volume 6, No 1, June 2018 |131


Hodiyanto1), Utin Desy Susiaty2)

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) kemampuan


pembuktian matematis sebelum diajarkan dengan model pembelajaran
problem posing. (2) kemampuan pembuktian matematis setelah diajarkan
dengan model pembelajaran problem posing. (3) peningkatan kemampuan
pembuktian matematis mahasiswa setelah diajarkan dengan model
pembelajaran problem posing.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif dengan bentuk penelitiannya adalah eksperimental
semu. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang digunakan untuk mencari
pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang
dikendalikan (Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini, peneliti ingin mencari
peningkatan kemampuan pembuktian matematis melalui penerapan model
pembelajaran problem posing.
Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester V Program
Studi Pendidikan Matematika Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi IKIP
PGRI Pontianak dengan pengambilan sampel menggunakan teknik cluster
random sampling sesuai dengan metode yang digunakan berupa metode
penelitian kuantitatif. Sampel yang diperoleh adalah mahasiswa kelas A Sore
semester V Program Studi Pendidikan Matematika.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik
pengukuran dan komunikasi tidak langsung, sedangkan alat pengumpul data
yang digunakan adalah tes pembuktian matematis pada mata kulaih
pengantar analisis real. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari satu variabel bebas model pembelajaran problem posing dan satu variabel
terikat kemampuan pembuktian matematis.
Untuk menjawab tujuan penelitian ketiga, digunakan statistik
inferensial uji t. Analisis data dengan uji t dilakukan setelah uji prasyarat
analisis uji normalitas terpenuhi. Jika kriteria pada uji prasyarat analisis sudah
terpenuhi maka dilanjutkan dengan uji t.
Jika data berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji-t
t= ∑

Keterangan :
= mean dari perbedaan pretest dengan postest
= deviasi masing-masing subjek
∑ jumlah kuadrat deviasi

132| Volume 6, No 1, June 2018


Peningkatan Kemampuan Pembuktian Matematis….

= subjek pada sampel


Arikunto (2006: 275)
Dengan kriteria pengujian :
ditolak jika
diterima jika

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian kemampuan pembuktian matematis sebelum dan
sesudah diberikan model pembelajaran problem posing ditampilkan pada tabel
1.
Tabel 1. Hasil Penelitian Kemampuan Pembuktian Matematis
Kemampuan Pembuktian Matematis Pretest Posttest
Rerata 38.47 62.24
Standar Deviasi 12.92 18.25

Berdasarkan tabel 1 diperoleh bahwa kemampuan pembuktian


matematis mahasiswa sebelum diberikan perlakuan model pembelajaran
problem posing tergolong rendah. Hasil pretest yang diperoleh mahasiswa
sebelum perlakuan sebesar 38,59 tergolong rendah dan ini menunjukkan
bahwa kemampuan pembuktian matematis mahasiswa tergolong rendah
sesuai dengan hasil penelitian Hodiyanto (2017) yang menyimpulkan bahwa
rendahnya kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan soal pengantar
analisis real (soal pembuktian matematis). Setalah diberikan perlakuan dengan
model pembelajaran problem posing diperoleh bahwa nilai kemampuan
pembuktian matematis sebesar 62,24.
Untuk melihat pengaruh model pembelajaran problem posing terhadap
kemampuan pembuktian matematis dilakukanlah uji statistik inferensial
dengan uji t. Tetapi sebelum dilakukan uji t, terlebih dahulu dilakukan uji pra
syarat uji t yaitu harus berdistribusi normal baik dari pretest maupu posttest.
Hasil uji normalitas dari pretest dan posttest dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Uji Normalitas Pretest dan Posttest
Soal N Lobs Lα;n Keputusan Uji
Pretest 28 0,1573 0,0167 H0 diterima
Posttest 28 0,0856 0,0167 H0 diterima

Berdasarkan tabel 2 diperoleh bahwa Lobs pretest sebesar 0,1573 dan Lobs
posttest sebesar 0,0856 kurang dari Ltabel yaitu 0,0167 yang artinya H0 diterima.

Volume 6, No 1, June 2018 |133


Hodiyanto1), Utin Desy Susiaty2)

Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa nilai pretest dan posttest
kemampuan pembuktian matematis mahasiswa berdistribusi normal,
sehingga dapat dilanjutkan dengan uji statistik inferensial, uji t. Hasil
perhitungan uji t dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji t Kemampuan Pembuktian Matematis Mahasiswa

Kemampuan Nilai Nilai Keputusan


Pembuktian Matematis
12,53 2,05 Ditolak
Keterangan: = Hipotesis nol
Berdasarkan tabel 3 diperoleh bahwa sebesar 12,53 dan
sebesar 2,05 sehingga terletak di daerah kritis yang artinya ditolak dan
diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran problem
posing berpengaruh terhadap kemampuan pembuktian matematis mahasiwa.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hodiyanto,
Budiyono, & Slamet, (2016) bahwa model pembelajaran problem posing
berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis, sehingga
kemampuan pembuktian matematis juga dapat dipengaruhi oleh model
pembelajaran problem posing karena mahasiswa yang memiliki kemampuan
komunikasi yang baik tentu akan mempu menuliskan jawaban dengan versi
mereka dengan baik (menulis adalah salah satu indikator dari kemampuan
komunikasi matematis) sehingga kemampuan pembuktian matematis
mahasiswa juga akan baik, mahasiswa yang memiliki kemampaun
pembuktian yang baik tentu akan mampu menuliskan atau mengungkapkan
jawaban mereka.
Selain itu, model pembelajaran problem posing berpengaruh terhadap
kemampuan pembuktian matematis sesuai dengan pendapat Brown & Walter,
(1993) bahwa memberikan siswa kesempatan untuk mengajukan masalah
mereka sendiri dapat menumbuhkan pemikiran yang lebih beragam dan
fleksibel, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, memperluas
persepsi mereka tentang matematika, sehingga kemampuan pembuktian
matematis mereka juga akan meningkat. English (1999) pengalaman dalam
pengajuan soal mengakibatkan mahasiswa dapat memberikan alasan analogi
ketika mereka membuat soal yang baru. Berikut ditampilkan perubahan
kemampuan pembuktian matematis sebelum dan sesudah dibajarkan dengan
model pembelajaran problem posing pada gambar 1.

134| Volume 6, No 1, June 2018


Peningkatan Kemampuan Pembuktian Matematis….

Hasil Tes Kemampuan Pembuktian Matematis

70
60
50
40
30
20
10
0
Kemampuan Pembuktian Matematis

Tes Awal Tes Akhir

Gambar 1. Grafik Perbandingan Hasil Tes Kemampuan Pembuktian


Matematis Mahasiswa

Berdasarkan gambar 1, dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan


kemampuan pembuktian matematis maahasiswa sebelum dan sesudah
diajarkan dengan model pembelajaran problem posing. Sebelum diajarkan
dengan model pembelajaran problem posing kemampuan pembuktian
matematis mahasiswa sebesar 38,59 tergolong rendah, tetapi setelah diajarkan
dengan model pembelajaran problem posing kemampuan pembuktian
matematis mahasiswa sebesar 62,24 dan terdapat peningkatan 23,65.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran problem posing berpengaruh terhadap kemampuan
pembuktian matematis mahasiswa, sehingga secara tidak langsung model
pembelajaran problem posing bisa diterapkan untuk pengembangan
kemampuan berpikir tingkat tinggi mahasiswa yang levelnya sama dengan
kemampuan pembuktian matematis. Selain itu, penelitian ini juga perlu
dilanjutkan oleh penelitian berikutnya dengan mengembangkan model
pembelajaran problem posing, misalnya soal yang diajukan berupa open ended.
Peneliti berikutnya juga dapat melihat pengaruh lain yang dapat
mempengaruhi kemampuan pembuktian matematis, seperti kemandirian
belajar, kreativitas, dan habit of mind.

Volume 6, No 1, June 2018 |135


Hodiyanto1), Utin Desy Susiaty2)

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.

Bell, A. (1976). A study of pupils’ proof-explanations in mathematical


situation. Educational Studies in Mathematics, 7 (1-2), 23-40.
http://dx.doi.org/10.1007/BF00144356

Brown, S. I., & Walter, M. I. (1993). Problem posing in mathematics


education. Problem Posing: Reflection and Applications, Hillsdale, New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 16-27.

English, L. D. (1999). Reasoning by analogy: A fundamental process in


children’s mathematical learning. Developing mathematical reasoning in
grades K-12, 22-36.

Lestari, K. E. dan Yudhanegara, M. R. (2015). Penelitian pendidikan matematika.


Bandung: PT Refika Aditama.

Guler, G. (2016). The difficulties experienced in teaching proof to prospective


mathematics teachers: Academician views. Higher Education Studies, 6
(1), 145.

Hodiyanto, H., Budiyono, B., & Slamet, I. (2016). Eksperimentasi model


pembelajaran problem posing dan problem solving dengan pendekatan
pmr terhadap prestasi belajar dan kemampuan komunikasi matematis
ditinjau dari kreativitas siswa kelas VII SMP Negeri di Kabupaten
Sukoharjo. Jurnal Pembelajaran Matematika, 4 (2), 199-214.

Hodiyanto, H. (2017). Analisis kesalahan mahasiswa semester v dalam


mengerjakan soal pengantar analisis real. Edu Sains: Jurnal Pendidikan
Sains & Matematika, 5 (1), 33-44.

Kar, T. & Isik, C. (2014). Analysis of problem posed by pre-service primary


teachers about adding fraction in termof semantic structure. Internationl
Society of Educatinal Research. 9 (2), 135-146.

Knuth, E. J. (2002). Secondary school mathematics teachers' conceptions of


proof. Journal for research in mathematics education, 33 (5), 379-405.

136| Volume 6, No 1, June 2018


Peningkatan Kemampuan Pembuktian Matematis….

Mahmudi, A. (2011). Problem posing untuk menilai prestasi belajar matematika.


Seminar Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika pp. 20-29. UNY:
Yogyakarta.

Ozdemir, E. & Ovez, F. T. D. (2012). A research on proof perceptions and


attitudes towards proof and proving: some implications for elementary
mathematics prospective teachers. Procedia-Social and Behavioral Sciences,
46, 2121–2125.

Sadikin, A. (2009). Pengantar logika matematika dan himpunan. Pontianak: STAIN


Pontianak Press.

Selden, A & Selden, T. (2003). Validations of proofs considered as texts: can


undergraduates tell whether an argument proves a theorem? Journal for
Research in Mathematics Education, 34 (1), 4-36.

Siswono, T. Y. E. (2008). Model pembelajaran matematika berbasis pengajuan dan


pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.
Surabaya: Unesa University Press.

Stylianides, G. J., Stylianides, A. J., & Philippou, G. N. (2007). Preservice


teachers’ knowledge of proof by mathematical induction. Journal of
Mathematics Teacher Education, 10 (3), 145-166.

Volume 6, No 1, June 2018 |137

Anda mungkin juga menyukai