JRPM
JRPM
JRPM
php/jrpm
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) manakah kemampuan komunikasi matematis
siswa yang lebih baik antara model pembelajaran problem solving (PS) dan model pembelajaran
langsung; (2) manakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang lebih baik antara kelompok
laki-laki dan perempuan; (3) interaksi antara model pembelajaran dan gender terhadap kemampuan
komunikasi matematis. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental semu.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 02 Mojolaban Sukoharjo.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Instrumen untuk
mengumpulkan data adalah tes kemampuan komunikasi matematis. Pengujian hipotesis pada
penelitian ini menggunakan anova dua jalan dengan sel tak sama. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: (1) kemampuan komunikasi matematis siswa lebih baik jika diberikan model pembelajaran PS
dibandingkan model pembelajaran langsung; (2) tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi
matematis siswa antara siswa laki-laki dan perempuan; (3) tidak terdapat interaksi antara model
pembelajaran dan gender terhadap kemampuan komunikasi matematis.
Kata Kunci: problem solving, komunikasi matematis, gender
How to Cite: Hodiyanto, H. (2017). Pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap kemampuan
komunikasi matematis ditinjau dari gender. Jurnal Riset Pendidikan Matematika, 4(2), 219-228.
doi:http://dx.doi.org/10.21831/jrpm.v4i2.15770
Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.21831/jrpm.v4i2.15770
sebab itu, perlu dicari suatu model atau pende- (Wijaya, Sudjadi & Riyadi 2016). Istilah gender
katan yang bisa mengembangkan kemampuan mengacu pada atribut ekonomi, sosial, politik
komunikasi matematis siswa. Ansari (2012) dan budaya, yang terkait dengan laki-laki dan
mengungkapkan bahwa untuk mengembangkan perempuan. Sebagian besar masyarakat, perem-
kemampuan komunikasi matematis diperlukan puan sebagai kelompok memiliki akses yang
suatu strategi atau model pembelajaran yang lebih sedikit daripada laki-laki terhadap sumber
menuntut siswa agar berfikir, berdiskusi, dan daya, peluang dan pengambilan keputusan
menuliskan jawaban dari permasalahan yang Bouanchaud (Commusion, 2010). Gender
diajukan oleh guru. Salah satu model pembel- memiliki pengaruh yang besar terhadap hasil
ajaran yang bisa diterapkan untuk meningkatkan belajar siswa karena perbedaaan dari style dari
kemampuan komunikasi matematis tersebut laki-laki dan perempuan, sehingga mengakibat-
adalah model pembelajaran problem solving kan perbedaan hasil belajar dari perempuan dan
(PS) karena model pembelajaran PS siswa laki-laki tersebut Mondoh (2000), Weis,
dituntut untuk memecahkan masalah, mendis- Heikamp & Trommsdorff (2013), Bosire,
kusikan masalah untuk diselesaikan, dan Mondoh & Barmao (2008), dan Nizoloman
menuliskan jawaban/solusi dari permasalahan (2013). Menurut Wood (1994) menyatakan
yang diajukan oleh guru. Model pembelajaran bahwa perkembangan gender juga dapat dilihat
PS pada pembelajaran matematika efektif ditin- dari perkembangan otak. Selanjutnya Wood
jau dari pencapaian kemampuan komunikasi menjelaskan bahwa pada laki-laki lebih
matematis (Melianingsih & Sugiman, 2015). berkembang otak kirinya sehingga dia mampu
Polya (1957) melihat bahwa instruksi berpikir logis, berpikir abstrak, dan berpikir
problem solving (PS) memiliki peluang yang analitis, sedangkan pada perempuan lebih
besar dalam mengembangkan kemampuan/bakat berkembang otak kanannya, sehingga dia
matematika siswa. Dia menegaskan bahwa jika cenderung beraktifitas secara artistic, holistik,
guru menantang keingintahuan siswanya dengan imajinatif, berpikir intutif, dan beberapa kemam-
memberikan masalah sesuai dengan pengetahu- puan visual (Hodiyanto, 2014).
an mereka dan membantu mereka dalam Berdasarkan uraian pendahuluan maka
memecahkan masalah dengan merangsang tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
pertanyaan, maka guru tersebut melatih siswa (1) manakah kemampuan komunikasi matematis
untuk berpikir. Oleh sebab itu, proses berpikir siswa yang lebih baik antara model pembel-
yang dilakukan oleh siswa dengan berdiskusi ajaran problem solving (PS) dan model pembel-
dengan temannya tentu akan membantu dalam ajaran langsung. (2) manakah kemampuan
memperbaiki kemampuan komunikasi mate- komunikasi matematis siswa yang lebih baik
matis siswa. Menurut Mwelese dan Wanjala antara kelompok laki-laki dan perempuan. (3)
(2014) jika model pembelajaran PS diajarkan interaksi antara model pembelajaran dan gender
dengan benar kepada siswa maka: (1) siswa terhadap kemampuan komunikasi matematis.
akan merenungkan dan mengingat kembali
METODE
pengetahuan/pengalaman yang diperoleh
sebelumnya, apakah dapat diterapkan dalam Metode penelitian yang digunakan dalam
situasi/masalah saat ini; (2) mendukung tindakan penelitian ini adalah metode eksperimen jenis
pemecahan masalah dengan bukti atau argumen quasi experimental designs. Pada penelitian ini
yang valid dan bukan sesuatu yang biasa. (3) ada dua kelompok subjek penelitian yaitu
Mempertimbangkan cara lain untuk memecah- kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
kan masalah tertentu. (4) Mencoba berbagai Kelompok eksperimen mendapat perlakuan
kondisi masalah untuk melihat apakah prosedur dengan model pembelajaran problem solving
solusi yang sama akan dibutuhkan dalam (PS) dan kelompok kontrol dengan perlakuan
penyelesaian masalah. model pembelajaran langsung. Kedua kelompok
Selain model pembelajaran PS, faktor lain diberikan tes akhir dengan menggunakan instru-
yang dapat mempengaruhi kemampuan komuni- men tes yang sama.
kasi matematis adalah gender. Berdasarkan Populasi dalam penelitian ini adalah siswa
hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas VII SMP Negeri 02 Mojolaban, Sukoharjo
perbedaan gender mempunyai andil untuk mene- tahun ajaran 2015/2016. Penelitian ini bermak-
rangkan profil seseorang dalam menyelesaikan sud memberikan perlakuan pada sampel, selan-
masalah dan mengomunikasikan hasilnya jutnya peneliti ingin mengetahui efek atau
walaupun perbedaan ini belum konsisten pengaruh dari hasil perlakuan tersebut.
Perlakuan yang dimaksud adalah pembelajaran ada atau tidak adanya perbedaan dari masing-
dengan menggunakan model pembelajaran PS masing kelompok dengan menggunakan uji
pada kelas eksperimen dan model pembelajaran ANAVA dua jalan dengan sel tak sama.
langsung pada kelas kontrol. Teknik pengambil- Uji prasyarat untuk uji univariat pada
an sampel menggunakan teknik cluster random penelitian ini meliputi uji normalitas dan uji
sampling. Sebelum pengambilan sampel terlebih homogenitas variansi.
dahulu diuji homogentas populasi tesebut.
Uji Normalitas
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa
populasi memiliki variansi yang sama, selanjut- Tujuan dilakukan uji normalitas adalah
nya penentuan sampel dilakukan dengan teknik untuk menguji apakah data yang diperoleh
cluster random sampling. Hasil penentuan berasal dari populasi berdistribusi normal atau
sampel diperoleh kelas VIIC sebagai kelas tidak maka digunakan uji normalitas. Uji
eksperimen yang diberikan perlakuan dengan normalitas pada penelitian ini menggunakan
model pembelajaran problem solving dan kelas metode Liliefors, dengan prosedur sebagai
VIID sebagai kelas kontrol yang diberikan per- berikut:
lakuan dengan menggunakan model pembelajar- Hipotesis
an langsung. Rancangan yang digunakan dalam H0: Sampel berasal dari populasi yang
penelitian ini adalah factorial design disajikan berdistribusi normal
pada Tabel 1. H1: Sampel tidak berasal dari populasi yang
berdistribusi normal
Tabel 1. Desain Faktorial Penelitian
Taraf Signifikansi (α = 0,05)
Gender (B) Sebelum diolah, setiap data X, diubah menjadi
Model
Pembelajaran (A)
Laki-Laki Perempuan data baku z dengan transformasi:
X
(b1) (b2)
Problem Solving (a1) X
Langsung (a2) zi i
s
Keterangan :
Keterangan :
: kemampuan komunikasi matematis siswa
laki-laki yang diajarkan model pembel- X : ratan sampel
ajaran problem solving. s : standar deviasi sampel
: kemampuan komunikasi matematis siswa Kemudian dilakukan pengujian dengan statistik
perempuan yang diajarkan model pembel- uji:
ajaran problem solving.
L = max F(zi ) S(z i )
: kemampuan komunikasi matematis siswa
laki-laki yang diajarkan model pembel- Keterangan:
ajaran langsung. F(zi) = P(Z ≤ zi); Z ~ N(0,1)
: kemampuan komunikasi matematis siswa S(zi) = proporsi cacah Z ≤ zi terhadap seluruh
perempuan yang diajarkan model pembel- cacah zi
ajaran langsung. Daerah Kritik:
Instrumen pengumpul data yang diguna- DK = {L | L > Lα;n} dengan n adalah ukuran
kan adalah tes kemampuan komunikasi mate- sampel
matis yang berbentuk essay sebanyak 4 soal. Keputusan Uji:
Sebelum digunakannya alat pengumpul data H0 ditolak jika Lobs DK, atau H0 diterima jika L
tersebut telah divalidasi ahli, validasi empiris,
obs DK (Budiyono, 2013)
menghitung indeks kesukaran, menghitung daya
pembeda, dan reliabelitasnya. Uji Homogenitas
Dari penelitian yang dilakukan maka Jika ternyata keduanya berdistribusi
diperoleh data kuantitatif. Data kuantitatif dida- normal, dilanjutkan dengan uji homogenitas
pat melalui tes kemampuan komunikasi mate- variansinya, yaitu uji F (Sugiyono, 2012).
matis. Pengolahan data kuantitatif dilakukan Menghitung nilai F dengan rumus:
melalui dua tahapan utama. Tahap pertama:
menguji persyaratan statistik yang diperlukan
sebagai dasar dalam pengujian hipotesis, yaitu
uji normalitas sebaran data subyek sampel dan
uji homogenitas varians. Tahap kedua: menguji
Tabel 6. Uji Homogenitas Data Awal Kemampuan Komunikasi Matematis pada Kelompok Penelitian
Kemampuan Varians
Keterangan
Komunikasi Eksperimen Kontrol
Matematis 258,34 254,23 1,016 4,00 Homogen
α = 5%
Tabel 7. Uji Keseimbangan Data Awal Kemampuan Komunikasi Matematis
pada Kelompok Penelitian
Nilai Rerata Kelompok
Nilai Nilai Nilai Keputusan
Kemampuan Penelitian
Ideal
Komunikasi Matematis Eksperimen Kontrol
100 35,94 30,58 1,34 2,00 Diterima
α = 5%
Tabel 8 Uji Normalitas Data Postest Kemampuan Komunikasi Matematis Pada Kelompok Penelitian
Kelompok Lobs Lα;n Kesimpulan Keterangan
Eksperimen 0,1551 0,1556 Diterima Normal
Kemampuan Komunikasi Matematis Kontrol 0,1144 0,1556 Diterima Normal
Laki-Laki 0,1618 0,1451 Diterima Normal
Perempuan 0,1516 0,1003 Diterima Normal
α = 5%
Tabel 9 Uji Homogenitas Data Postest Kemampuan Komunikasi Matematis
pada Kelompok Penelitian
Kelompok Varians Keterangan
Eksperimen 398,31
1.07 4,00 Homogen
Kemampuan Komunikasi Matematis Kontrol 428,13
Laki-Laki 340,47
1,61 4,00 Homogen
Perempuan 549.82
α = 5%
Tabel 10 Analisis Varians Dua Jalan Kemampuan Komunikasi Matematis
Sumber JK dk RK Kesimpulan
Baris (A) 5346.409 1 5346.409 12.993 4.001 Ditolak
Kolom (B) 1074.317 1 1074.32 2.611 4.001 Diterima
Interaksi (AB) 792.62 1 792.621 1,926 4.001 Diterima
Galat 24689.698 60 411.495 - - -
Total 31903.045 63 - - - -
α = 5%
Dari Tabel 7 dengan tingkat alfa 5% di- homogen. Rangkuman uji normalitas dan homo-
peroleh bahwa berada pada daerah pene- genitas dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9.
rimaan sehingga tidak ditolak, yang arti-nya Berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 9 dengan
tidak terdapat perbedaan kemampuan awal siswa tingkat alpha 5% diperoleh bahwa data kemam-
dalam kemampuan komunikasi mate-matisnya. puan komunikasi matematis siswa di setiap
Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa kelompok penelitian berdistribusi normal dan
kemampuan komunikasi matematis awal siswa memiliki variansi yang sama (homogen), artinya
dalam keadaan seimbang. pra syarat uji analisis variansi dua jalan (anava)
Dalam penelitian ini, untuk menjawab untuk uji hipotesis sudah terpenuhi. Oleh sebab
rumusan masalah sesuai dengan tujuan pene- itu, uji hipotesis akan dilanjutkan dengan anava
litian maka digunakan anava dua jalan. Sebelum dengan sel tak sama. Rangkuman hasil per-
dilakukan uji anava, terlebih dahulu dilakukan hitungan anava dapat dilihat pada Tabel 10.
uji pra syarat. Adapun uji pra syarat dalam Berdasarkan hasil perhitungan anava pada
anava yaitu data harus berdistribusi normal dan Tabel 10 diperoleh bahwa pada kelom-
pok baris berada pada daerah kritis, daerah dikatakan bermakna jika siswa diberikan kele-
penolakan sehingga ditolak yang artinya luasaan dalam mengkontruksikan pemahaman
terdapat perbedaan kemampuan komunikasi sebelumnya untuk memahami materi yang akan
matematis siswa yang diajarkan model pembel- dipelajari, artinya pembelajaran akan lebih
ajaran problem solving dengan siswa yang bermakna jika siswa tidak hanya menerima saja
diajarkan dengan model pembelajaran langsung. tetapi menemukan konsep yang akan dipelajari.
Jika ingin melihat manakah kemampuan Menurut Temuan ini sesuai dengan hasil
komunikasi matematis yang lebih baik antara penelitian Hodiyanto (2016) bahwa kemampuan
model pembelajaran problem solving dan model komunikasi matematis siswa yang diajarkan
pembelajaran langsung maka dapat dilihat dari dengan model pembelajaran problem solving
rerata marginalnya. Rerata marginal kemampuan dengan pendekatan PMR lebih baik dari pada
komunikasi matematis kelompok siswa yang kemampuan komunikasi matematis siswa yang
diberikan model pembelajaran problem solving diajarkan dengan model pembelajaran langsung.
adalah 50,38 lebih besar dari pada rerata margi- Hasil penelitian Ali, Hukamdad, Akhter, &
nal kemampuan komunikasi matematis kelom- Khan (2010) dan Perveen (2010) diperoleh
pok siswa yang diberikan model pembelajaran bahwa model pembelajaran PS lebih efektif dari
langsung yaitu 37,50. Artinya, kemampuan pada model pembelajaran biasa atau langsung
komunikasi matematis kelompok siswa yang untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
diberikan model pembelajaran problem solving Hasil perhitungan anava antar kolom pada
lebih baik dari pada marginal kemampuan Tabel 10 diperoleh bahwa pada kelom-
komunikasi matematis kelompok siswa yang pok kolom berada di luar daerah kritis sehingga
diberikan model pembelajaran langsung. Hal ini tidak ditolak yang artinya tidak terdapat
terjadi karena model pembelajaran problem perbedaan kemampuan komunikasi matematis
solving siswa diberikan masalah untuk diselesai- antara siswa laki-laki mapun perempuan. Jika
kan dan dalam penyelesaian masalah tersebut dilihat dari rerata marginal kemampaun
tentu siswa harus berdiskusi dengan teman komunikasi matematis siswa laki-laki sebesar
kelompoknya sehingga tejadi komunikasi antar 41,03 tidak jauh berbeda dengan kemampuan
teman kelompoknya berbeda dengan model komunikasi matematis siswa perempuan yaitu
pembelajaran langsung, siswa hanya menerima 46, 82. Dalam model pembelajaran PS maupun
materi yang disampaikan oleh gurunya. Selain model pembelajaran langsung, aktivitas siswa
itu, penyelesaian masalah dalam model pembel- perempuan dan laki-laki tidak berbeda secara
ajaran PS tidak mutlak harus memiliki satu signifikan walaupun dalam diskusi ada beberapa
jawaban, tetapi siswa juga dituntut agar kreatif siswa perempuan yang lebih aktif. Masalah yang
dalam menemukan ide, solusi, maupun langkah- diajukan oleh guru adalah masalah yang berkait-
langkah penyelesain, sebaliknya dalam model an dengan bentuk aljabar sehingga tidak ada
pembelajaran langsung siswa hanya diberikan perbedaan yang signifikan kemampuan komuni-
tes atau kuis setelah penyampaian materi. Hasil kasi matematis pada siswa laki-laki dan perem-
penelitian ini juga sesuai dengan pendapat puan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan
Mwelese & Wanjala (2014) bahwa model perbedaan hasil belajar siswa laki-laki dan
pembelajaran PS memberikan keluasaan kepada perempuan pada materi yang berkaitan dengan
siswa untuk berinteraksi tidak hanya dengan spasial (Kondor, 2014; Pietsch & Jansen, 2012).
guru tetapi juga dengan temannya berbeda Hasil penelitian ini sesuai temuan Munandar
dengan model pembelajaran langsung terjadinya (Hodiyanto, 2014) bahwa tidak ditemukan
interaksi hanya satu arah yaitu antar siswa dan perbedaan yang nyata antara siswa perempuan
guru. Model pembelajaran PS lebih bermakna dan siswa laki-laki pada tes inteligensi, kreatif-
dari pada model pembelajaran langsung karena itas, daya ingatan, dan prestasi sekolah; anak
siswa dalam memahami materi berdasarkan laki-laki dan perempuan prestasinya setara
masalah yang diajukan oleh guru sehingga siswa dalam semua tes. Selanjutnya, jika dilihat dari
mampu menemukan sendiri konsep yang akan interaksi antar baris dan kolom diperoleh bahwa
dipelajari, sedangkan pada model pembelajaran pada interaksi berada di luar daerah
langsung, siswa langsung diberikan materi atau kritis sehingga tidak ditolak yang artinya
siswa hanya menerima lansung materi dari guru tidak terdapat interaksi antara model pembel-
tanpa menemukannya sendiri dan setelah pe- ajaran dan siswa laki-laki maupun perempuan
nyampaian materi siswa diberi tes sebagaimana terhadap kemampuan komunikasi matematis.
pendapat Ausubel (1978) bahwa pembelajaran Tidak adanya interaksi ini disebabkan tidak ada