Anda di halaman 1dari 8

Buana Matematika: Jurnal Ilmiah Matematika dan Pendidikan Matematika

Volume 8, Nomor 2, Tahun 2018


p-ISSN 2088-3021
e-ISSN 2598-8077

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP HIGHER ORDER THINGKING


SKILLS (HOTS) MATEMATIS SISWA

Hodiyanto
Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas MIPATEK, IKIP PGRI Pontianak
hodiyanto@ikippgriptk.ac.id

Abstract
The general objective of this study was to determine the effect of the Problem Based Learning model on
the students' Higher Order Thingking Skills (HOTS) in the material of system of two-variable linear
equations in class X of SMA Negeri 9 Pontianak. The specific objectives are (1) to find out the
mathematical Higher Order Thingking Skills (HOTS) before and after applied Problem Based Learning in
the material of system of two variable linear equations in class X of SMA Negeri 9 Pontianak. (2) to
determine the effect and influence of the Problem Based Learning model on students' Higher Order
Thingking Skills (HOTS) in the material of system of two-variable linear equations in class X of SMA
Negeri 9 Pontianak. The method used in this study is an experiment, with a Pre-Experimental Design
research form. The design in this study is One Group Pretest-Posttest Design, which uses only one sample
group given the initial test and final test after being given treatment. Based on the results of data analysis
conducted on the findings in the field, the results of this study indicate that there is an influence of the
Problem Based Learning model on mathematical students' Higher Order Thingking Skills (HOTS) in the
two-variable linear equation system material in class X Pontianak State High School 9.
Keywords: Problem Based Learning, Higher Order Thingking Skills, experiment.

PENDAHULUAN
berpikir tingkat tinggi peserta didiknya, sehingga
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang
kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik masih
sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh
tergolong rendah.
sebab itu, mata pelajaran ini sudah diajarkan mulai
Pembelajaran matematika memiliki posisi yang
tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas
sangat urgensi dalam mencapai tujuan pendidikan.
bahkan sampai ke perguruan tinggi. Tetapi fakta di
Tujuan pembelajaran matematika adalah untuk (1)
lapangan menunjukkan bahwa matematika masih menjadi
menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan
momok di kalangan peserta didik. Hal ini menajadi
berhitung, (2) Menumbuhkan kemampuan siswa yang
pekerjaan yang tidak mudah bagi seorang pendidik/guru
dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, (3)
maupun dosen bagaimana agar asumsi bahwa matematika
mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai
itu sulit dan menjadi momok bagi peserta didik bisa
bekal melanjutkan ke SMA dan Perguruan tinggi, dan (4)
menjadi sebaliknya, artinya bagaimana agar peserta didik
membuat sikap logis, kritis, cermat dan disiplin
berpikir bahwa belajar matematika itu menyenangkan
(Depdinas, 2006). Salah satu karakteristik matematika
dan tidak sulit.
adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat
Pada umumnya proses pembelajaran matematika
abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami
yang ada di sekolah lebih menekankan pada kemampuan
kesulitan dalam matematika. Salah satu kompetensi yang
siswa untuk menghafal dan mengaplikasikan konsep
ditekankan untuk lulusan siswa SMA dalam
matematika, artinya masih fokus pada peningkatan
pembelajaran matematika adalah menunjukkan sikap
kemampuan berpikir tingkat rendah siswa dan masih
logis, kritis, analitis, kreatif cermat dan teliti,
jarang mengembangkan/memperbaiki kemampuan
bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah

101
Hodiyanto: Pengaruh Model Problem Based Learning terhadap Higher Order Thingking Skills (HOTS) Matematis
Siswa

dalam menyelesaikan masalah (Permendikbud Nomor 59, mencapai hasil akhir yang berkualitas sehingga peserta
2014). didik menjadi lebih mandiri. Semakin baik kemampuan
Menurut Permendikbud 22 Tahun 2006 yang berpikir tingkat tinggi peserta didik akan berdampak baik
menyatakan bahwa mata pelajaran matematika diberikan terhadap hasil belajarnya.
kepada semua peserta didik untuk membekali mereka Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang
dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, dilakukan oleh Ayuningtias (2013) dan Prasetyani,
kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Fokus Hartono & Susanti (2016) mengatakan bahwa
utama tujuan pembelajaran matematika dan tuntutan kemampuan berpikir tingkat tinggi tegolong masih
kurikulum 2013 adalah mengembangkan Higher Order rendah. Selain itu, peneliti juga melakukan pra observasi
Thinking Skills (HOTS) siswa. HOTS adalah kemampuan untuk memperkuat masalah yang akan dipecahkan. Pada
berpikir tingkat tinggi yaitu analisis, evaluasi, dan saat pra observasi, peneliti memberikan soal untuk
mengkreasi. HOTS juga merupakan aspek yang sangat mengetahui kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
penting untuk dikembangkan dalam pembelajaran Dilihat dari hasil pra observasi, proses penyelesaian
matematika karena dalam menyelesaikan permasalahan soalnya masih kurang dalam memahami masalah yang
yang tidak rutin siswa memerlukan HOTS. Kemampuan- diberikan, belum bisa membedakan bagian yang relevan
kemampuan ini merupakan kemampuan berpikir level dan bagian yang tidak relevan, dan masih kurang dalam
atas pada Taksonomi Bloom yang terbaru hasil revisi menghubungkan apa yang diketahui dengan pertanyaan
oleh Anderson dan Krathwohl (Krathwohl, 2002). Lebih dari masalah yang diberikan, sehingga kemampuan
lanjut Krathwohl (2002) menyebutkan bahwa indikator berpikir tingkat tinggi siswa masih kurang dalam
kemampuan befikir tingkat tinggi dan juga yang penyelesaian soal tersebut. Rata-rata yang di dapat dari
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: hasil pra observasi belum mencapai KKM yaitu 68,
(1) Analyze (menganalisis) yaitu memecahkan sedangkan nilai KKM adalah 75, sehingga kemampuan
permasalahan menjadi bagian-bagian penyusunnya dan berpikir tingkat siswa tergolong masih rendah. Hasil pra
mendeteksi bagaimana bagian-bagian tersebut saling observasi dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini :
berhubungan. (2) Evaluate (mengevaluasi) yaitu
Membuat penilaian berdasarkan kriteria dan standar yang
telah dibuat sebelumnya. (3) Create (mencipta) yaitu
Menempatkan elemen-elemen untuk membentuk sesuatu
yang baru atau asli.
Rendahnya kemampuan berpikir tingkat tinggi
peserta didik Indonesia juga dapat dilihat dari hasil
Programme Internationale for Student Assessment
(PISA) tahun 2015, Indonesia berada pada peringkat 69
dari 72 negara peserta. Assessment framework dalam
PISA lebih menekankan pada kemampuan bernalar,
memecahkan masalah, berargumentasi, dan
Gambar 1. Gambaran Hasil Pra Obesrvasi HOTS
berkomunikasi berdasarkan pada kemampuan berpikir
Dilihat dari hasil pra observasi di atas maka perlu
tingkat tinggi. Pentingnya peserta didik dilatih untuk
dicari solusinya dan solusi yang dapat dilakukan adalah
berpikir tingkat tinggi adalah agar peserta didik dapat
mencoba menerapkan model, strategi atau pendekatan
menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi serta
pembelajaran inovatif yang tidak lagi berpusat pada guru
memahami informasi, berpikir yang berkualitas akan

102
Buana Matematika: Jurnal Ilmiah Matematika dan Pendidikan Matematika
Volume 8, Nomor 2, Tahun 2018
p-ISSN 2088-3021
e-ISSN 2598-8077

(teacher centered) tetapi lebih berpusat pada siswa terkait masalah yang diberikan dan melaporkan solusi
(student centered). Pembelajaran yang berpusat pada dari masalah tersebut.
siswa (student centered) adalah pembelajaran yang lebih Berdasarkan paparan tersebut maka judul penelitian
mengarahkan kepada keaktifan siswa, dan siswa ini adalah ”Pengaruh Model Problem Based Learning
mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Di sisi lain, Terhadap Higher Order Thingking Skills (HOTS)
pembelajaran tersebut lebih menekankan apa kebutuhan, Matematis Siswa Pada Materi Sistem Persamaan Linear
minat, bakat, dan kemampuan peserta didik, sehingga Dua Variabel Di Kelas X SMA N 9 Pontianak”. Adapun
pembelajaran akan lebih bermakna. Salah satu model yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk
yang berpusat pada siswa (student centered) model mengetahui pengaruh model pembelajaran Problem
pembelajaran problem based learning. Selain itu, model Based Learning terhadap Higher Order Thingking Skills
pembelajaran ini direkomendasikan dalam kurikulum (HOTS) matematis siswa pada materi SPLDV di kelas X
2013. SMA N 9 Pontianak. Adapun tujuan dari beberapa sub
Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan masalah tersebut adalah untuk mengetahui : (1) diskripsi
implementasi kurikulum 2013 dan menuntut keaktifan Higher Order Thingking Skills (HOTS) matematis siswa
dan kemampuan siswa adalah model Problem Based sebelum dan sesudah diterapkan model Problem Based
Learning (PBL). Problem Based Learning diartikan Learning pada materi SPLDV di kelas X SMA N 9
sebagai model kurikulum yang dirancang menggunakan pontianak. (2) pengaruh dan besarnya pengaruh model
kehidupan nyata. Problem Based Learningmenekankan Problem Based Learning terhadap Higher Order
pada penggunaan masalah sebagai sarana bagi peserta Thingking Skills (HOTS) matematis siswa pada materi
didik untuk mengembangkan keterampilan HOTS dalam SPLDV di kelas X SMA Negeri 9 Pontianak.
menyelesaikan masalah nyata. Secara umum dengan
model problem based learning bertujuan mengenal siswa METODE

terhadap sebuah masalah atau kasus yang sesuai dengan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

materi yang dipelajarinya dan didalamnya siswa di tuntut eksperimen. Sugiyono (2013: 107) menyatakan bahwa

untuk melakukan kegiatan untuk menyelesaikan metode eksperimen merupan metode penelitian yang

permasalahan yang disajikan guru terutama pada materi digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu

sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Model terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali.

ini merupakan konsep yang melibatkan siswa untuk Kondisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

melatih siswa berpikir matematis tingkat tinggi yang ada pengaruh model problem based learning terhadap higher

didunia nyata sehingga siswa mampu mempelajari order thingking skills (HOTS) matematis siswa pada

pengetahuan yang berkaitan dengan masalah dan materi SPLDV di kelas X SMA Negeri 9 Pontianak.

sekaligus siswa diharapkan akan memiliki keterampilan Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

berpikir tingkat tinggi. adalah Pre-Experimental Design. Menurut Sugiyono

Menurut Amir (2010), Trianto (2011) Savery (2015) (2013: 109) dikatakan Pre-Experimental Design karena

bahwa problem based learning adalah model belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh, karena

pembelajaran yang dimulai dengan pemberian masalah, belum terdapat variabel luar (variabel kontrol) yang ikut

dan masalah yang diberikan biasanya berhubungan berpengaruh terhadap terbentuknya variabel terikat.

dengan duunia nyata atau kontekstual. Dari masalah Rancangan dalam dalam penelitian ini menggunakan

tersebut secara berkelompok, siswa diminta untuk One-Group Pretest-Posttest Design, yaitu desain yang

mengidentifikasi, mempelajari dan mencari sendiri materi hanya menggunakan satu kelompok sampel saja yang

103
Hodiyanto: Pengaruh Model Problem Based Learning terhadap Higher Order Thingking Skills (HOTS) Matematis
Siswa

diberikan tes awal dan tes akhir setelah diberikan melaksanakan kegiatan evaluasi, yang berisikan
perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat serangkaian tugas untuk dikerjakan atau dijawab oleh
diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan peserta didik yang memiliki jawaban benar atau salah.
keadaan sebelum dengan setelah diberikan perlakuan. Tes bertujuan untuk mengumpulkan informasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X tentang kemampuan, penguasaan dan pemahaman
MIA SMA Negeri 9 Pontianak yang terdiri dari tiga kelas terhadap materi dan selanjutnya diberikan skor atau nilai.
yaitu X MIA 1, X MIA 2, X MIA 3 yang berjumlah 108 Tes tersebut dilakukan pada saat sebelum dan setelah
siswa. Penentuan sampel pada penelitian ini dilakukan diberikan perlakuan model Problem Based Learning
dengan menggunakan teknik Cluster Random Sampling, untuk mengetahui Higher Order Thingking Skills
yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi yang (HOTS) dalam bentuk soal uraian yang diberikan pada
dilakukan dengan merandom kelas. kelas eskperimen.
Adapun langkah-langkah pengambilan sampel dalam Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: Meminta hasil penelitian ini menggunakana statistik deskriptif dan
ulangan harian kelas X SMA Negeri 9 pontianak kepada inferensial. Untuk mengetahui tujuan penelitian pertama
guru bidang studi pendidikan matematika. Selanjutnya menggunakan statistik deskriptif, sedangkan untuk
data tersebut diuji homogenitas dengan menggunakan uji mengetahui tujuan penelitian ke dua menggunakan
bartlett untuk mengetahui apakah ketiga kelas tersebut statistik inferensial, uji t. tetapi sebelum dilakukukan uji t
homogen atau tidak. Dari hasil perhitungan diketahui terlebuh dahulu dilakukan uji prasyarat uji t yaitu data
bahwa ketiga kelas tersebut adalah homogen. harus berdistribusi normal. Uji normalitas dalam
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengkode penelitian ini menggunakan uji statistik Chi-kuadrat,
setiap kelas dan menulisnya ke dalam kertas kecil yang sedangkan uji t menggunakan uji-t satu kelompok.
digulung, kemudian mengambil secara acak dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN
pengundian yang dilakukan oleh peneliti dan
Deskripsi Data
pengambilan itu didapat kelas X MIA 2 yang ditetapkan
Dari hasil pengumpulan data dengan menggunakan
sebagai kelas eksperimen.
tes uraian di SMA Negeri 9 pontianak setelah dikoreksi
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada
sesuai dengan pedoman penskoran dan diberinilai,
penelitian ini adalah teknik pengukuran. Menurut
kemudian diperoleh nilai rata-rata siswa dari pretest dan
Budiyono (2011: 30) menyatakan bahwa pengukuran
posttest. Dilihat dari hasil pretest dan posttest Higher
adalah sekumpul cara untuk memberikan bilangan untuk
Order Thingking Skills matematis atau kemampuan
menyatakan objek, kemampuan, atribut atau perilaku.
berpikir tingkat tinggi matematis siswa kelas X SMA
Didalam penelitian ini pengukuran digunakan untuk
Negeri 9 Pontianak pada materi SPLDV, dapat dikatakan
mengumpulkan data mengenai Higher Order Thingking
memiliki Higher Order Thingking Skills matematis
Skills (HOTS) yang diterapkan dengan model Problem
sangat baik jika nilainya mencapai , baik jika
Based Learning pada materi sistem persamaan linear dua
variabel. Agar data yang dikumpulkan lebih akurat, maka 80 HOTS cukup jika nilai 60 HOTS , dan

peneliti menggunakan alat bantu untuk mengumpulkan kurang jika HOTS


data atau yang sering disebut dengan instrumen Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum
penelitian. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam diberikan perlakuan nilai rata-rata pretest sebesar 44.
penelitian ini adalah berupa tes Higher Order Thingking Dari 36 siswa, Higher Order Thingking Skills (HOTS)
Skills (HOTS). Menurut Nurhadi dan Suwardi (2010: 29) yang dimiliki oleh siswa dengan kriteria kurang
mengatakan bahwa tes adalah suatu cara dalam rangka berjumlah 17 siswa, kriteria cukup berjumlah 16 siswa,

104
Buana Matematika: Jurnal Ilmiah Matematika dan Pendidikan Matematika
Volume 8, Nomor 2, Tahun 2018
p-ISSN 2088-3021
e-ISSN 2598-8077

kriteria baik berjumlah 3 siswa, dan tidak ada siswa yang Ada pun hasil pengolahan nilai pretest dan posttest
memiliki kriteria HOTS sangat baik. Setelah melakukan Higher Order Thingking Skills dapat dilihat pada tabel 1
pretest, siswa mendapatkan perlakuan dengan model berikut :
pembelajaran Problem Based Learning. Setelah
Tabel 1. Hasil Pengolahan Nilai Pretest dan Posttest
diberikan perlakuan, nilai rata-rata HOTS sebesar 73.
Siswa
Dari 36 siswa, Higher Order Thingking Skills (HOTS) Keterangan Pretest Posttest
yang dimiliki oleh siswa dengan kriteria cukup berjumlah Rata-rata ( ) 44 73
Standar deviasi ( ) 11.6 9.51
2 siswa, kriteria baik berjumlah 26 siswa, kriteria sangat Uji normalitas ( ) 3.26 6.38
baik berjumlah 8 siswa, dan tidak ada siswa yang Pre-Posttest
Uji hipotesis ( ) 11,64
memiliki kriteria kurang, artinya semua nilai siswa di atas
Effect size ( ) 2,5
40. Oleh sebab itu, bisa diduga bahwa model
Dari hasil pengolahan nilai pretest dan posttest siswa
pembelajaran Problem Based Learning berpengaruh
terhadap Higher Order Thingking Skills. Tetapi, dugaan diperoleh rata-rata nilai pretest sebesar 44 dan posttest

ini perlu dibuktikan dengan uji statistik yang akan 73, standar deviasi pretest sebesar 11,6 dan posttest 9,51.
Untuk uji hipotesis pre-posttest sebesar 11,64 dan effect
dilakukan pada analisis data berikutnya.
size nya sebesar 2,5.
Analisis Data
Uji normalitas Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di kelas X MIA 2 SMA
Hasil uji normalitas pretest diperoleh sebesar
Negeri 9 Pontianak tahun ajaran 2018/2019. Pada kelas
3,26 sedangkan uji normalitas posttest diperoleh
ini terdapat 36 siswa yang dijadikan sebagai sampel
sebesar 6,38 dengan dan dk = 3) sebesar
dalam penelitian. Tahapan penelitian ini yaitu, pemberian
7,815. Karena , maka data hasil pretest
tes awal (pretest), pemberian perlakukan (treatment), dan
dan posttest berdistribusi normal.
pemberian tes akhir (posttest). Proses pembelajaran di
kelas dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. Setiap
Uji hipotesis (uji-t)
pertemuan berlangsung selama 2 x 45 menit dengan
Berdasarkan uji-t, diperoleh sebesar
menggunakan model Problem Based Learning. Dalam
dan ( dan ) sebesar 1,6896. proses pembelajaran siswa dituntun untuk memiliki
Karena , maka H0 Higher Order Thingking Skills (HOTS).
ditolak dan berakibat Ha diterima, artinya terdapat Pada pertemuan pertama, peneliti memberikan pretest
pengaruh model Problem Based Learning terhadap (tes awal) untuk mengetahui bagaimana kemampuan
Higher Order Thingking Skils matematis siswa pada awal Higher Order Thingking Skills (HOTS). Pada
materi SPLDV di kelas X SMA Negeri 9 Pontianak”. pertemuan kedua, peneliti meminta siswa untuk
mengungkapkan kembali pemahaman mereka yang
Effect size berkaitan dengan masalah yang di berikan, kemudian
Berdasarkan perhitungan effect size, diperoleh peneliti juga mengajukan pertanyaan untuk mengetahui
besar pengaruh model Problem Based Learning terhadap dan menggali pengetahuan awal siswa yang berkaitan
Higher Order Thingking Skills matematis siswa pada dengan masalah. Selanjutnya peneliti membentuk
materi SPLDV di kelas X SMA Negeri 9 Pontianak kelompok belajar yang masing-masing terdiri dari 6
sebesar 2,5 dengan kriteria tinggi. orang siswa yang heterogen. Dalam tahap ini sikap kerja
sama setiap anggota kelompok sangat diperlukan untuk

105
Hodiyanto: Pengaruh Model Problem Based Learning terhadap Higher Order Thingking Skills (HOTS) Matematis
Siswa

menyelesaikan masalah yang diberikan oleh peneliti. pembelajaran dalam masalah dunia nyata dan membuat
Selain membimbing dan membantu siswa memahami siswa bertanggung jawab atas pembelajaran mereka.
masalah, peneliti juga mengajukan pertanyaan agar siswa Dalam model Problem Based Learning, siswa akan
dapat berpikir untuk menyelesaikan masalah. mengkontruksi pengetahuan mereka, melalui diskusi
Pada pertemuan ketiga, peneliti memberikan siswa akan menemukan solusi penyelesaian dari masalah
kesempatan kepada kelompok-kelompok tersebut untuk yang diajukan oleh guru sebelumnya.
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian
kelas. Presentasi ini merupakan bentuk pengembangan Mutmainah, Kusmayadi & Riyadi (2015) bahwa model
sikap agar siswa berani menyampaikan pendapat di depan Problem Based Learning (PBL) menghasilkan
kelas dan dapat berperan aktif di kelas. Pada pertemuan kemampuan berpikir tingkat tinggi lebih baik dari model
selanjutnya, peneliti memberikan posttest (tes akhir). pembelajaran Group Investigation (GI) dan model
Tahap-tahap pembelajaran tersebut pada prinsipnya pembelajaran langsung, Herman (2007) dalam
membentuk prilaku disiplin, aktif, kerja sama, dan rasa penelitiannya menyimpulkan bahwa model Problem
tanggung jawab. Based Learning secara signifikan lebih baik daripada
Sebelum diberikan perlakuan (treatment) rerata nilai pembelajaran konvensional dalam meningkatkan ke-
pretest siswa adalah 44. Dari 36 siswa, yang memiliki mampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa, dan
Higher Order Thingking Skills (HOTS) dengan kriteria hasil penelitian Prasetyani, dkk. (2016) dan Mayasari &
kurang berjumlah 17 siswa, dengan kriteria cukup Adawiyah (2016) yang menyimpulkan bahwa
berjumlah 16 siswa, dan dengan kriteria baik berjumlah 3 pembelajaran berbasis masalah atau model Problem
siswa. Setelah melakukan pretest, siswa mendapatkan Based Learning dapat meningkatkan dan berpengaruh
perlakuan (treatment) yang diterapkan dengan model terhadap Higher Order Thingking Skills (HOTS).
Problem Based Learning. Setelah diberikan perlakuan
(treatment) rerata nilai posttest sebesar 73. Dari 36 siswa, PENUTUP

yang memiliki Higher Order Thingking Skills (HOTS) Simpulan

dengan kriteria cukup berjumlah 2 siswa, dengan kriteria Berdasarkan analisis terhadap data hasil penelitian

baik berjumlah 26 siswa, dan dengan kriteria sangat baik yang dilakukan melalui penelitian eksperimen dengan

berjumlah 8 siswa. model Problem Based Learning terhadap Higher Order

Dari hasil perhitungan olah data dan uji hipotesis Thingking Skills (HOTS) matematis siswa pada materi

dengan menggunakan uji t diperoleh kesimpulan bahwa sistem persamaan linear dua variabel di kelas X SMA

H0 ditolak maka Ha diterima, artinya terdapat pengaruh Negeri 9 Pontianak maka dapat disimpulkan secara

model Problem Based Learning terhadap Higher Order umum bahwa model pembelajaran Problem Based

Thingking Skills (HOTS) matematis siswa pada materi Learning berpengaruh yang signifikan terhadap Higher

sistem persamaan linear dua variabel di kelas X SMA Order Thingking Skills (HOTS) matematis siswa pada

Negeri 9 Pontianak, sedangkan untuk hasil perhitunggan materi sistem persamaan linear dua variabel di kelas X

effect size nya yaitu sebesar 2,5 maka dapat disimpulkan SMA Negeri 9 Pontianak. Adapun kesimpulan secara

bahwa besar pengaruh model Problem Based Learning terperinci dihasilkan sebagai berikut: (1) Higher Order

terhadap Higher Order Thingking Skills (HOTS) sebesar Thingking Skills (HOTS) matematis siswa sebelum

2,5 dengan kriteria tinggi. Hasil penelitain ini sesuai diterapkan model Problem Based Learning pada materi

dengan pendapat Hmelo-Silver, (2004) bahwa model sistem persamaan linear dua variabel di kelas X SMA

Problem Based Learning sangat cocok untuk membantu Negeri 9 Pontianak secara keseluruhan dapat dilihat dari

siswa menjadi pembelajar aktif karena menempatkan nilai rata-rata Higher Order Thingking Skills (HOTS)

106
Buana Matematika: Jurnal Ilmiah Matematika dan Pendidikan Matematika
Volume 8, Nomor 2, Tahun 2018
p-ISSN 2088-3021
e-ISSN 2598-8077

matematis siswa tergolong cukup. (2) Higher Order Higher Order Thingking Skills (HOTS) matematis siswa
Thingking Skills (HOTS) matematis siswa setelah pada materi sistem persamaan linear dua variabel di kelas
diterapkan model Problem Based Learning pada materi X SMA Negeri 9 Pontianak. (4) Besar pengaruh model
sistem persamaan linear dua variabel di kelas X SMA Problem Based Learning terhadap Higher Order
Negeri 9 Pontianak secara keseluruhan dapat dilihat dari Thingking Skills (HOTS) matematis siswa pada materi
nilai rata-rata Higher Order Thingking Skills (HOTS) sistem persamaan linear dua variabel di kelas X SMA
matematis siswa tergolong baik. (3) Terdapat pengaruh Negeri 9 Pontianak dengan kriteria tinggi.
yang signifikan model Problem Based Learning terhadap
Tinggi Kelas VII SMP Negeri Se-kabupaten
DAFTAR PUSTAKA Sragen. Jurnal Pembelajaran Matematika, 3(8).
Amir, M. T. (2010). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Nurhadi., & Suwardi. (2010). Evaluasi Pembelajaran
Based Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media yang Efektif dan Menyenangkan. Jakarta: Multi
Group. Kreasi Satudelapan.
Ayuningtias, N. (2013). Proses Penyelesaian Soal Higher Prasetyani, E., Hartono, Y., & Susanti, E. (2016).
Order Thinking Materi Aljabar Siswa SMP Ditinjau Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kelas XI
Berdasarkan Kemampuan Matematika Dalam Pembelajaran Trigonometri Berbasis Masalah
Siswa. MATHEdunesa, 2(2). Di Sma Negeri 18 Palembang. Jurnal Gantang, 1(1),
Budiyono. (2011). Penilaian Hasil Belajar. Surakarta: 34-44.
UNS PRESS. Savery, J. R. (2015). Overview of problem-based
Herman, T. (2007). Pembelajaran berbasis masalah untuk learning: Definitions and distinctions. Essential
meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat readings in problem-based learning: Exploring and
tinggi siswa sekolah menengah pertama. Jurnal extending the legacy of Howard S. Barrows, 9, 5-15.
Educationist, 1(1), 47-56. Trianto. (2011). Model-Model Pembelajaran Inovatif
Hmelo-Silver, C. E. (2004). Problem-based learning: Berorientasi Konstruktifis. Jakarta: Prestasi Pustaka.
What and how do students learn?. Educational
psychology review, 16(3), 235-266.
Krathwohl, D. R. (2002). A revision of Bloom's
taxonomy: An overview. Theory into practice, 41(4),
212-218.
Mayasari, R., & Adawiyah, R. (2016). Pengaruh model
pembelajaran berdasarkan masalah pada pembelajaran
biologi terhadap hasil belajar dan keterampilan
berpikir tingkat tinggi di SMA. Jurnal Pendidikan
Biologi Indonesia, 1(3).
Mutmainah, S., Kusmayadi, T. A., & Riyadi, R. (2015).
Eksperimentasi Model Problem Based Learning
(PBL) Dan Group Investigation (GI) Ditinjau Dari
Kategori Kecerdasan Emosional Peserta Didik
Terhadap Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat

107
Hodiyanto: Pengaruh Model Problem Based Learning terhadap Higher Order Thingking Skills (HOTS) Matematis
Siswa

108

Anda mungkin juga menyukai