Makalah Agama
Makalah Agama
DAN
MUHAMMADIYAH
DALAM
PERANANNYA
MENCEGAH PAHAM
RADIKALISME
Artinya : “Wahai ahli Kitab, janganlah kalian bertindak melewati batas (ghuluw) dalam agama
kalian”. [An-Nisâ’/4: 171]
Allah SWT. melarang ahlul kitab melampaui batas dalam beragama. Ini banyak
dilakukan oleh kaum Nashara karena mereka melampaui batas dalam kewajiban mengimani
Nabi Isa AS. sampai-sampai mereka mengangkatnya melebihi kedudukan yang diberikan
kepadanya. Mereka memindahkannya dari derajat kenabian menjadi tuhan selain Allah SWT..
Mereka menyembahnya sebagaimana mereka menyembah Allah SWT., bahkan mereka juga
melampaui batas dalam menyikapi para pengikut Nabi Isa AS. yang dianggap masih berada di
atas ajaran Nabi Isa AS.. Mereka meyakini para pengikut beliau itu ma’sum dan lalu mereka
mengikuti setiap apa yang mereka katakan, baik perkataan mereka itu haq maupun batil, sesat
maupun petunjuk, benar maupun dusta.
Rasulullah SAW juga bersabda :
Artinya: “Hindarilah oleh kalian tindakan melampaui batas (ghuluw) dalam beragama sebab
sungguh ghuluw dalam beragama telah menghancurkan orang sebelum kalian.” [HR. An-Nasâ’i
dan Ibnu Mâjah].
Diantara bentuk sikap melampaui batas adalah bersikap radikal dengan segala bentuknya
yang menyelisihi syariat. Dalam bahasa Arab kata “Alghulu” yang berarti radikal, kekerasan dan
kekakuan kembali kepada sebuah kalimat yang bermakna sesuatu yang berlebih-lebihan dan
melampaui batas dan ukuran.
3. Peran Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dalam mencegah Radikalisme
Di Indonesia, pengaruh radikalisme itu bisa dirasakan dan dilihat dengan mudah. Iklim
kebebasan yang dibuka sejak reformasi pada 1998, memberi ruang luas berkembangnya
radikalisme. Memang jumlah pemuda-pemuda Indonesia yang terpengaruh faham radikal
tidaklah sebanding dengan jumlah mainstream umat Islam yang moderat. Akan tetapi karena
mereka mempunyai militansi yang tinggi, terlatih secara militer (terror) dan adanya jaringan
internasional, maka keberadaannya mulai mengganggu ketentraman, ketertiban, stabilitas
keamanan khususnya iklim toleransi beragama yang merupakan sendi utama peradaban
Indonesia.
Terorisme dan radikalisme, tidak hanya bisa diselesaikan oleh pemerintah dan aparat
keamanan saja. Melibatkan Ormas-ormas besar pendiri republik seperti NU dan Muhammadiyah
merupakan langkah yang bijaksana untuk memoderasi pandangan-pandangan yang terlanjur
ekstrim dan membentengi lingkungan internal masing-masing dari perembesan radikalisme.
Disamping itu pemerintah mengajak ormas-ormas tersebut untuk memikirkan konsep toleransi
yang dapat memelihara iklim toleransi.
Pengaruh faham Al Qaeda dan ISIS yang sudah menjalar sekelompok warga bangsa itu
perlu diluruskan terutama tentang faham khilafah Islamiyah, jihad, dan pengkafiran. Pertama,
Khilafah Islamiyah : Baik Al Qaeda maupun ISIS menganggap khilafah Islamiyah sebagai satu-
satunya sistem politik islam, sedang sistem selain itu dianggap kafir. Bedanya, Al Qaeda masih
dalam bentuk wacana, sedangkan ISIS sudah memproklamirkan khilafah. NU mengartikan
khilafah Islamiyah bukanlah suatu sistem politik atau model Negara, tetapi sebagai konsep
kepemimpinan (Q.S. Al Baqarah ayat 30). NU dan para ulama dari Ormas pendiri lain seperti
Muhammadiyah, Sarikat Islam, dan kaum nasionalis lainnya telah menyepakati sistem politik
yang didasarkan Pancasila sebagai ijtihad bersama, sehingga tidak memerlukan sistem politik
lain.
Kedua, tentang jihad : Al Qaeda dan ISIS mengartikan jihad dalam arti sempit yaitu
hanya perang atau kekerasan. Sedang jihad dalam arti persuasif, pendidikan, dakwah dan
kegiatan-kegiatan sosial lain dianggap bukan bagian dari jihad. Pandangan tersebut berbeda
secara diametral dengan pandangan mayoritas ulama yang beranggapan bahwa jihad terbesar
adalah melawan hawa nafsu. Sedangkan jihad dalam artian perang hanyalah sebagai jenis jihad.
Bagi ulama NU, jihad tentu saja tidak bermakna sempit, tetapi berarti luas termasuk membangun
perdamaian dan ketertiban sebagai landasan peradaban dunia.
Ketiga, Takfiri/pengkafiran : Al Qaeda dan ISIS berkeyakinan golongan di luar mereka
adalah kafir. Artinya mayoritas umat Islam lainnya adalah kafir. Menurut Al Qaeda dan ISIS,
orang kafir tersebut wajib diperangi (dibunuh), kecuali bersedia membayar upeti. Mayoritas
ulama menganggap, pengkafiran terhadap sesama muslim hanya karena menolak Al Qaeda dan
ISIS sama dengan menghilangkan pluralitas/perbedaan yang sudah menjadi kodrat manusia.
NU telah melakukan lankah-langkah nyata. Dalam Muktamarnya ke 32 di Makassar pada
2010 NU mengajukan tema “Khidmah Nahdliyah Untuk Indonesia Bermartabat”. Tema tersebut
disusun berdasarkan keprihatinan merebaknya faham-faham radikal, baik radikal agama maupun
ultra liberal, sehingga dikhawatirkan meredupkan sifat moderat yang menjadi karakteristik
masyarakat Indonesia. Program aksi tersebut meliputi 3 hal, yakni dakwah, kegiatan sosial, dan
pemberdayaan ekonomi. Tersirat didalamnya kehendak untuk membangun kemandirian umat,
mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi, memperkuat ajaran ahlussunah wal Jama’ah yang
moderat toleran dan menjauhi kekerasan, berkeadilan, dan berkeadaban.
Pertama, bidang dakwah berupa langkah-langkah afirmasi nilai-nilai ahlussunnah wal
Jama’ah an-nahdliyah sekaligus untuk menegasi faham-faham radikal di masyarakat terutama
melalui program kaderisasi yang intensif. Inti dari dakwah tersebut menegaskan pentingnya
Islam Nusantara yang dikembangkan oleh para penyebar Islam sejak awal dakwah Islam di
Nusantara yang mampu mewujudkan budaya dan peradaban yang beradab, toleransi, harmoni,
dan cinta damai. Termasuk dalam kegiatan ini adalah berperan serta dalam mewujudkan
harmonisasi kehidupan beragama dalam level global. Tujuan utamanya adalah memperkenalkan
nilai-nilai Tasamuh (toleransi), Tawasuth (moderat), Tawazun (berimbang), ‘Adalah (keadilan),
dan Ukhuwah (persaudaraan) yang meliputi ukhuwah Islamiyah (sesama Islam), ukhuwah
wathoniyah (sesama warga negara), ukhuwah basyariah (sesama umat manusia).
Kedua, bidang sosial: meliputi pelayanan sosial melalui pemanfaatan zakat, infaq, dan
shodaqoh. Khusus pelayanan pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas umat melalui
pembaharuan kurikulum yang seimbang antara substansi agama dan keduniawian guna
membentuk generasi yang berpandangan luas, teguh pada jati diri bangsa dan mandiri. Studi
tentang Islam nusantara mulai dikembangkan agar bisa menjadi alternatif model islam dunia
untuk mengatasi keterpurukan umat Islam. Kegiatan sosial ini penting untuk mewujudkan empati
kepada mereka yang termarginalkan secara sosial.
Ketiga, bidang pemberdayaan ekonomi umat. Kegiatan ini diarahkan untuk
menggelorakan jiwa kewirausahaan dikalangan nahdliyin dan pengembangan ekonomi shariah
dengan tujuan jangka menengah dan panjang guna membentengi umat dari dominasi kapitalisme
global. Kegiatan ini sekaligus untuk mempraktekkan semangat pluralitas dibidang ekonomi
antara yang kaya dengan yang miskin, suatu sinergi antara mereka yang kuat secara ekonomi
dengan yang lemah demi kemaslahatan bersama.
Program aksi tersebut dilaksanakan pada level struktural mulai dari pengurus besar,
wilayah, cabang, lembaga, dan badan-badan otonom. Disamping itu program-program tersebut
dilaksanakan pada level non struktural (kultur) seperti lembaga-lembaga pendidikan milik warga
NU, pesantren, masjid, dan surau-surau.
Dari sisi Ormas Islam Muhammadiyah, untuk mencegah bahkan melawan radikalisme
dalam artian negatif, maka Persyarikatan Muhammadiyah telah ikut berjuan sejak pendirian
organisasi ini oleh K.H. Ahmad Dahlan hingga pelanjutnya sampai sekarang, yakni
menanamkan, menjiwai, dan mengamalkan konsep Teologi Al Ma’un.
Teologi Al Ma’un yaitu suatu konsep melayani dan membantu orang lain melalui
pendidikan, kesehatan, sosial dan pemikiran keagamaan yang berkemajuan. Melalui lembaga
pendidikan, Muhammadiyah mengajarkan dan mewajibkan kepada setiap siswa, mahasiswa dan
seluruh warganya untuk memelihara sifat beramal, berjuang untuk perdamaian serta
kesejahteraan, memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah, lapang dada, luas
pemandangan dengan memegang teguh ajaran islam.
Warga Muhammadiyah pun harus mampu menerjemahkan bahasa keagamaan didalam
kehidupan bermasyarakat, mengindahkan segala hukum, Undang-Undang, peraturan dan dasar
serta falsafah negara yang sah, membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain
dalam memelihara dan membangun negara untuk mencapai masyarakat yang adil serta makmur
yang diridhai Allah SWT.
KESIMPULAN
Terdapat banyak sekali Ormas Islam di Indonesia. Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah
adalah contoh dari beberapa Ormas Islam terbesar di Indonesia. Kedua Ormas Islam ini sama-sama
memiliki peran yang cukup penting dalam mencegah paham Radikalisme khususnya di Indonesia.
Radikalisme sendiri merupakan sebuah kelompok atau gerakan politik yang kendur dengan tujuan
mencapai kemerdekaan atau pembaruan electoral yang mencakup mereka yang berusaha
mencapai republikanisme, penghapusan gelar, retribusi hak milik dan kebebasan pers, dan
dihubungkan dengan perkembangan liberalisme.
Yang dilakukan NU dalam mencegah radikalisme di Indonesia adalah :
1. Dalam bidang dakwah, yaitu menegaskan pentingnya Islam Nusantara yang dikembangkan
oleh para penyebar Islam sejak awal dakwah Islam di Nusantara yang mampu
mewujudkan budaya dan peradaban yang beradab, toleransi, harmoni, dan cinta damai.
2. Dalam bidang sosial, meliputi pelayanan sosial melalui pemanfaatan zakat, infaq, dan
shodaqoh.
3. Dalam bidang pemberdayaan ekonomi umat. Kegiatan ini diarahkan untuk
menggelorakan jiwa kewirausahaan dikalangan nahdliyin dan pengembangan ekonomi
shariah dengan tujuan jangka menengah dan panjang guna membentengi umat dari
dominasi kapitalisme global.
Sementara Muhammadiyah dalam mencegah adanya paham radikalisme ini yakni
menanamkan, menjiwai, dan mengamalkan konsep Teologi Al Ma’un. Teologi Al Ma’un yaitu
suatu konsep melayani dan membantu orang lain melalui pendidikan, kesehatan, sosial dan
pemikiran keagamaan yang berkemajuan.
PENUTUP