Anda di halaman 1dari 10

NAHDLATUL ULAMA

DAN
MUHAMMADIYAH
DALAM
PERANANNYA
MENCEGAH PAHAM
RADIKALISME

ADE RAVI AMMARANDA (B.211.20.0092)


UNIVERSITAS SEMARANG | S1 AKUNTANSI (KELAS C)
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah Agama Islam dengan judul
“Pencegahan Paham Radikalisme oleh Ormas Islam” tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin penulis upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi peyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang
dada penulis membuka selebar – lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran
maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat
diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk
mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.
Semarang, 11 November 2020
Penyusun
Ade Ravi Ammaranda
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Beberapa tahun belakangan ini marak terjadi kasus yang berhubungan dengan ISIS (Islamic
State of Iraq and Syiria). Problematika tersebut sudah memasuki kancah internasional dan sudah
diliput diberbagai media. ISIS merupakan salah satu gerakan yang berpaham radikalisme. Orang-
orang yang menganut paham radikalisme menginginkan terbentuknya negara Islam dengan
model tatanan yang berbasiskan nilai-nilai ajaran Islam fundamental, yakni Al-Qur’an, hadits,
dan praktik kehidupan sahabat nabi generasi pertama. Mereka menolak tatanan yang ada
terutama yang dinilai berasal dari Barat.
Fenomena gerakan islam radikal di Indonesia belakangan ini, pemicunya sangat kompleks,
baik secara lokal, nasional, maupun global. Gerakan radikalisme merupakan respon terhadap
lamban atau bahkan kegagalan proyek modernisasi di dunia Islam. Tidak sedikit umat Islam
mengalami kendala teologis, sosiologis dan intelektual dalam menyikapi modernisasi. Akibatnya
mereka menjadi marjinal, baik secara ekonomi, social, pendidikan, maupun politik. Mereka
menuduh ada “konspirasi Barat” sehingga umat Islam tertinggal.
Penyebaran paham radikalisme yang menyebar di sekolah-sekolah bisa masuk melalui
kegiatan ekstrakulikuler, salah satunya ROHIS yang memang bergerak dibidang keagamaan.
Disitu mereka diajari benih-benih tentang keyakinan yang diarahkan kepada radikalisme.
Sedangkan para peserta didik belum bisa memahami akan dibawa ke arah mana. Mereka hanya
bisa mengikuti dan mencoba menjalankan dari apa yang mereka dengar. Ketika apa yang mereka
dapat ditelan mentah-mentah bisa berdampak buruk terhadap keyakinan dan diikuti dengan
tingkah laku mereka.
Untuk mengetahui bagaimana tindakan yang dilakukan Organisasi Kemasyarakatan Islam
(Ormas Islam) dalam menangkal potensi bahaya radikalisme yang sedang mewabah ini, peneliti
bermaksud untuk mengkaji lebih lanjut tentang peranan Ormas Islam dalam mengatasi potensi
bahaya radiklisme.
2. Rumusan Masalah
1) Siapakah itu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah itu?
2) Apa itu Paham Radikalisme?
3) Bagaimana peranan Ormas Islam tersebut dalam mencegah paham radikalisme?
3. Tujuan
1) Mengetahui dan mengenal Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dengan lebih
baik.
2) Mengetahui pengertian dari paham Radikalisme.
3) Mengetahui peran Ormas Islam tersebut dalam mencegah paham radikalisme di
Indonesia.
PEMBAHASAN
1. Organisasi Massa Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah
Organisasi Kemasyarakatan atau disingkat Ormas adalah organisasi yang didirikan dan
dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan,
kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya
tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Sementara Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mendefinisikan Organisasi Massa sebagai “perkumpulan yang
anggotanya adalah orang-orang yang mempunyai profesi yang sama.
Ormas di Indonesia itu terbagi menjadi beberapa bagian yaitu, Ormas Agama, Ormas
Adat/Budaya, dan Ormas Nasional. Menurut Kemendagri ada sekitar 250 ribu. Diantaranya
organisasi massa Islam. Organisasi massa Islam di Indonesia yaitu Sarekat Islam,
Muhammadiyah, Al-Irsyad Al-Islamiyah, Mathla’ul Anwar, Persatuan Islam, Nahdlatul Ulama,
Rabitnah Alawiyah, Al Jam’iyatul Washliyah, Al-Ittihadiyah, Persatuan Umat Islam, Nahdlatul
Wathan, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, Majelis Ulama Indonesia dan Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia.
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan ‘Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat
NU, adalah sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari
1926 dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Kehadiran NU
merupakan salah satu upaya melembagakan wawasan tradisi kegamaan yang dianut jauh
sebelumnya, yakni paham Ahlussunnah wal Jama’ah. Selain itu, NU sebagaimana organisasi-
organisasi pribumi lain baik yang bersifat sosial, budaya, atau keagamaan yang lahir di masa
penjajah, pada dasarnya merupakan perlawanan teradap penjajah. Hal ini didasarkan berdirinya
NU dipengaruhi kondisi politik dalam dan luar negeri, sekaligus merupakan kebangkitan
kesadaran politik yang ditampakkan dalam wujud gerakan organisasi dalam menjawab
kepentingan nasional dan dunia islam umumnya.
NU menganut paham Ahlussunah walJama’ah, merupakan sebuah pola piker yang
mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli
(skripturalis). Karena itu sumber hukum Islam bagi NU tidak hanya Al-Qur’an, sunnah, tetapi
juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik.
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama
organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat
dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi
dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur
dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan
masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekedar agama yang
bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai system kehidupan manusia
dalam segala aspeknya.
2. Radikalisme
Radikalisme (sejarah) merupakan sebuah kelompok atau gerakan politik yang kendur
dengan tujuan mencapai kemerdekaan atau pembaruan electoral yang mencakup mereka yang
berusaha mencapai republikanisme, penghapusan gelar, retribusi hak milik dan kebebasan pers,
dan dihubungkan dengan perkembangan liberalisme.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online menyebutkan ‘radikalisme’ memiliki
tiga arti, yaitu pertama, paham atau aliran yang radikal dalam politik, kedua, paham atau aliran
yang menginginkan perubahan atau pembaruan social dan politik dengan cara kekerasan atau
drastis, dan ketiga, sikap ekstrem dalam aliran politik.
Menariknya, merujuk KBBI tahun 1990, istilah radikal diartikan sebagai “secara
menyeluruh”, “habis-habisan”, dan “maju dalam berpikir atau bertindak”. Artinya, disini mudah
diduga telah terjadi proses perubahan makna dari istilah ini. Ada aspek diakronis bekerja dalam
kata yang memperlihatkan bahwa sejarah telah bekerja mengubah makna atau arti. Jika awalnya
setidaknya bermakna “netral” atau bahkan cenderung “positif”, maka kini makna istilah radikal
cenderung berubah menjadi sepenuhnya “negatif”.
Umat Islam dilarang melampaui batasan yang telah ditetapkan syariat, baik dalam
keyakinan maupun amalan. Sikap melampaui batas tidak akan membuahkan hasil yang baik
dalam semua urusan, apalagi dalam urusan agama. Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Wahai ahli Kitab, janganlah kalian bertindak melewati batas (ghuluw) dalam agama
kalian”. [An-Nisâ’/4: 171]
Allah SWT. melarang ahlul kitab melampaui batas dalam beragama. Ini banyak
dilakukan oleh kaum Nashara karena mereka melampaui batas dalam kewajiban mengimani
Nabi Isa AS. sampai-sampai mereka mengangkatnya melebihi kedudukan yang diberikan
kepadanya. Mereka memindahkannya dari derajat kenabian menjadi tuhan selain Allah SWT..
Mereka menyembahnya sebagaimana mereka menyembah Allah SWT., bahkan mereka juga
melampaui batas dalam menyikapi para pengikut Nabi Isa AS. yang dianggap masih berada di
atas ajaran Nabi Isa AS.. Mereka meyakini para pengikut beliau itu ma’sum dan lalu mereka
mengikuti setiap apa yang mereka katakan, baik perkataan mereka itu haq maupun batil, sesat
maupun petunjuk, benar maupun dusta.
Rasulullah SAW juga bersabda :

Artinya: “Hindarilah oleh kalian tindakan melampaui batas (ghuluw) dalam beragama sebab
sungguh ghuluw dalam beragama telah menghancurkan orang sebelum kalian.” [HR. An-Nasâ’i
dan Ibnu Mâjah].
Diantara bentuk sikap melampaui batas adalah bersikap radikal dengan segala bentuknya
yang menyelisihi syariat. Dalam bahasa Arab kata “Alghulu” yang berarti radikal, kekerasan dan
kekakuan kembali kepada sebuah kalimat yang bermakna sesuatu yang berlebih-lebihan dan
melampaui batas dan ukuran.
3. Peran Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dalam mencegah Radikalisme
Di Indonesia, pengaruh radikalisme itu bisa dirasakan dan dilihat dengan mudah. Iklim
kebebasan yang dibuka sejak reformasi pada 1998, memberi ruang luas berkembangnya
radikalisme. Memang jumlah pemuda-pemuda Indonesia yang terpengaruh faham radikal
tidaklah sebanding dengan jumlah mainstream umat Islam yang moderat. Akan tetapi karena
mereka mempunyai militansi yang tinggi, terlatih secara militer (terror) dan adanya jaringan
internasional, maka keberadaannya mulai mengganggu ketentraman, ketertiban, stabilitas
keamanan khususnya iklim toleransi beragama yang merupakan sendi utama peradaban
Indonesia.
Terorisme dan radikalisme, tidak hanya bisa diselesaikan oleh pemerintah dan aparat
keamanan saja. Melibatkan Ormas-ormas besar pendiri republik seperti NU dan Muhammadiyah
merupakan langkah yang bijaksana untuk memoderasi pandangan-pandangan yang terlanjur
ekstrim dan membentengi lingkungan internal masing-masing dari perembesan radikalisme.
Disamping itu pemerintah mengajak ormas-ormas tersebut untuk memikirkan konsep toleransi
yang dapat memelihara iklim toleransi.
Pengaruh faham Al Qaeda dan ISIS yang sudah menjalar sekelompok warga bangsa itu
perlu diluruskan terutama tentang faham khilafah Islamiyah, jihad, dan pengkafiran. Pertama,
Khilafah Islamiyah : Baik Al Qaeda maupun ISIS menganggap khilafah Islamiyah sebagai satu-
satunya sistem politik islam, sedang sistem selain itu dianggap kafir. Bedanya, Al Qaeda masih
dalam bentuk wacana, sedangkan ISIS sudah memproklamirkan khilafah. NU mengartikan
khilafah Islamiyah bukanlah suatu sistem politik atau model Negara, tetapi sebagai konsep
kepemimpinan (Q.S. Al Baqarah ayat 30). NU dan para ulama dari Ormas pendiri lain seperti
Muhammadiyah, Sarikat Islam, dan kaum nasionalis lainnya telah menyepakati sistem politik
yang didasarkan Pancasila sebagai ijtihad bersama, sehingga tidak memerlukan sistem politik
lain.
Kedua, tentang jihad : Al Qaeda dan ISIS mengartikan jihad dalam arti sempit yaitu
hanya perang atau kekerasan. Sedang jihad dalam arti persuasif, pendidikan, dakwah dan
kegiatan-kegiatan sosial lain dianggap bukan bagian dari jihad. Pandangan tersebut berbeda
secara diametral dengan pandangan mayoritas ulama yang beranggapan bahwa jihad terbesar
adalah melawan hawa nafsu. Sedangkan jihad dalam artian perang hanyalah sebagai jenis jihad.
Bagi ulama NU, jihad tentu saja tidak bermakna sempit, tetapi berarti luas termasuk membangun
perdamaian dan ketertiban sebagai landasan peradaban dunia.
Ketiga, Takfiri/pengkafiran : Al Qaeda dan ISIS berkeyakinan golongan di luar mereka
adalah kafir. Artinya mayoritas umat Islam lainnya adalah kafir. Menurut Al Qaeda dan ISIS,
orang kafir tersebut wajib diperangi (dibunuh), kecuali bersedia membayar upeti. Mayoritas
ulama menganggap, pengkafiran terhadap sesama muslim hanya karena menolak Al Qaeda dan
ISIS sama dengan menghilangkan pluralitas/perbedaan yang sudah menjadi kodrat manusia.
NU telah melakukan lankah-langkah nyata. Dalam Muktamarnya ke 32 di Makassar pada
2010 NU mengajukan tema “Khidmah Nahdliyah Untuk Indonesia Bermartabat”. Tema tersebut
disusun berdasarkan keprihatinan merebaknya faham-faham radikal, baik radikal agama maupun
ultra liberal, sehingga dikhawatirkan meredupkan sifat moderat yang menjadi karakteristik
masyarakat Indonesia. Program aksi tersebut meliputi 3 hal, yakni dakwah, kegiatan sosial, dan
pemberdayaan ekonomi. Tersirat didalamnya kehendak untuk membangun kemandirian umat,
mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi, memperkuat ajaran ahlussunah wal Jama’ah yang
moderat toleran dan menjauhi kekerasan, berkeadilan, dan berkeadaban.
Pertama, bidang dakwah berupa langkah-langkah afirmasi nilai-nilai ahlussunnah wal
Jama’ah an-nahdliyah sekaligus untuk menegasi faham-faham radikal di masyarakat terutama
melalui program kaderisasi yang intensif. Inti dari dakwah tersebut menegaskan pentingnya
Islam Nusantara yang dikembangkan oleh para penyebar Islam sejak awal dakwah Islam di
Nusantara yang mampu mewujudkan budaya dan peradaban yang beradab, toleransi, harmoni,
dan cinta damai. Termasuk dalam kegiatan ini adalah berperan serta dalam mewujudkan
harmonisasi kehidupan beragama dalam level global. Tujuan utamanya adalah memperkenalkan
nilai-nilai Tasamuh (toleransi), Tawasuth (moderat), Tawazun (berimbang), ‘Adalah (keadilan),
dan Ukhuwah (persaudaraan) yang meliputi ukhuwah Islamiyah (sesama Islam), ukhuwah
wathoniyah (sesama warga negara), ukhuwah basyariah (sesama umat manusia).
Kedua, bidang sosial: meliputi pelayanan sosial melalui pemanfaatan zakat, infaq, dan
shodaqoh. Khusus pelayanan pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas umat melalui
pembaharuan kurikulum yang seimbang antara substansi agama dan keduniawian guna
membentuk generasi yang berpandangan luas, teguh pada jati diri bangsa dan mandiri. Studi
tentang Islam nusantara mulai dikembangkan agar bisa menjadi alternatif model islam dunia
untuk mengatasi keterpurukan umat Islam. Kegiatan sosial ini penting untuk mewujudkan empati
kepada mereka yang termarginalkan secara sosial.
Ketiga, bidang pemberdayaan ekonomi umat. Kegiatan ini diarahkan untuk
menggelorakan jiwa kewirausahaan dikalangan nahdliyin dan pengembangan ekonomi shariah
dengan tujuan jangka menengah dan panjang guna membentengi umat dari dominasi kapitalisme
global. Kegiatan ini sekaligus untuk mempraktekkan semangat pluralitas dibidang ekonomi
antara yang kaya dengan yang miskin, suatu sinergi antara mereka yang kuat secara ekonomi
dengan yang lemah demi kemaslahatan bersama.
Program aksi tersebut dilaksanakan pada level struktural mulai dari pengurus besar,
wilayah, cabang, lembaga, dan badan-badan otonom. Disamping itu program-program tersebut
dilaksanakan pada level non struktural (kultur) seperti lembaga-lembaga pendidikan milik warga
NU, pesantren, masjid, dan surau-surau.
Dari sisi Ormas Islam Muhammadiyah, untuk mencegah bahkan melawan radikalisme
dalam artian negatif, maka Persyarikatan Muhammadiyah telah ikut berjuan sejak pendirian
organisasi ini oleh K.H. Ahmad Dahlan hingga pelanjutnya sampai sekarang, yakni
menanamkan, menjiwai, dan mengamalkan konsep Teologi Al Ma’un.
Teologi Al Ma’un yaitu suatu konsep melayani dan membantu orang lain melalui
pendidikan, kesehatan, sosial dan pemikiran keagamaan yang berkemajuan. Melalui lembaga
pendidikan, Muhammadiyah mengajarkan dan mewajibkan kepada setiap siswa, mahasiswa dan
seluruh warganya untuk memelihara sifat beramal, berjuang untuk perdamaian serta
kesejahteraan, memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah, lapang dada, luas
pemandangan dengan memegang teguh ajaran islam.
Warga Muhammadiyah pun harus mampu menerjemahkan bahasa keagamaan didalam
kehidupan bermasyarakat, mengindahkan segala hukum, Undang-Undang, peraturan dan dasar
serta falsafah negara yang sah, membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain
dalam memelihara dan membangun negara untuk mencapai masyarakat yang adil serta makmur
yang diridhai Allah SWT.
KESIMPULAN
Terdapat banyak sekali Ormas Islam di Indonesia. Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah
adalah contoh dari beberapa Ormas Islam terbesar di Indonesia. Kedua Ormas Islam ini sama-sama
memiliki peran yang cukup penting dalam mencegah paham Radikalisme khususnya di Indonesia.
Radikalisme sendiri merupakan sebuah kelompok atau gerakan politik yang kendur dengan tujuan
mencapai kemerdekaan atau pembaruan electoral yang mencakup mereka yang berusaha
mencapai republikanisme, penghapusan gelar, retribusi hak milik dan kebebasan pers, dan
dihubungkan dengan perkembangan liberalisme.
Yang dilakukan NU dalam mencegah radikalisme di Indonesia adalah :

1. Dalam bidang dakwah, yaitu menegaskan pentingnya Islam Nusantara yang dikembangkan
oleh para penyebar Islam sejak awal dakwah Islam di Nusantara yang mampu
mewujudkan budaya dan peradaban yang beradab, toleransi, harmoni, dan cinta damai.
2. Dalam bidang sosial, meliputi pelayanan sosial melalui pemanfaatan zakat, infaq, dan
shodaqoh.
3. Dalam bidang pemberdayaan ekonomi umat. Kegiatan ini diarahkan untuk
menggelorakan jiwa kewirausahaan dikalangan nahdliyin dan pengembangan ekonomi
shariah dengan tujuan jangka menengah dan panjang guna membentengi umat dari
dominasi kapitalisme global.
Sementara Muhammadiyah dalam mencegah adanya paham radikalisme ini yakni
menanamkan, menjiwai, dan mengamalkan konsep Teologi Al Ma’un. Teologi Al Ma’un yaitu
suatu konsep melayani dan membantu orang lain melalui pendidikan, kesehatan, sosial dan
pemikiran keagamaan yang berkemajuan.
PENUTUP

Dengan selesainya makalah tentang Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dalam


Peranannya Mencegah Paham Radikalisme, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam memberi informasi untuk menyusun makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Penulis sadar bahwa
makalah ini masih kurang dari sempurna karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak serta bimbingan yang lebih membangun lagi. Mohon maaf juga apabila ada
kesalahan kata-kata dan pengetikan penulis masih dalam tahap pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Bahtiar dan Soetrisno Hadi. Agama dan Radikalisme di Indonesia.


“Radikalisme”. Wikipedia Ensiklopedia Bebas. 22 Desember 2019. 15 November 2020.
<https://id.wikipedia.org/wiki/Radikalisme_(sejarah)>
“Istilah Radikal Harus Diganti?”. Indonesia.go.id. 8 November 2019. 16 November 2020.
<https://indonesia.go.id/ragam/budaya/sosial/istilah-radikal-harus-diganti>
“Organisasi Massa”. Wikipedia Ensiklopedia Bebas. 17 Februari 2020. 16 November 2020.
<https://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_massa>
“Nahdlatul Ulama”. Wikipedia Ensiklopedia Bebas. 19 November 2020. 20 November 2020.
<https://id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama>
“Muhammadiyah”. Wikipedia Ensiklopedia Bebas. 3 November 2020. 20 November 2020.
<https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadiyah>
“Peran NU Dalam Menangkal Radikalisme”. NU Online. 25 Maret 2015. 20 November 2020.
<https://www.nu.or.id/post/read/58396/peran-nu-dalam-menangkal-radikalisme>
“Peran Muhammadiyah Dalam Mencegah Radikalisme Di Tengah Pandemi Covid-19”.
RMOLJABAR. 20 Juni 2020. 20 November 2020. <https://www.rmoljabar.id/peran-
muhammadiyah-dalam-mencegah-radikalisme-di-tengah-pandemi-covid-19>
“Islam Menentang Radikalisme”. almanhaj. 27 November 2020. <https://almanhaj.or.id/4484-
islam-dan-radikalisme.html>

Anda mungkin juga menyukai