Anda di halaman 1dari 47

ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS)

Dosen Pengampu Mata Kuliah

Ns. Cipto Susilo, S.Pd., S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh Kelompok 6:

Dina Auliyana (1511011067)

Fahry Agil Syah (1511011068)

Argo One (1511011069)

Yasinta Fberianti K. (1511011070)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

TAHUN AKADEMIK 2016/ 2017


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini sebagai syarat pemenuhan tugas mata kuliah Sistem Integumen.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Tidak luput
pula kami mengucapkan terimakasih kepada Bpk. Ns. Cipto Susilo, S.Pd., S.Kep.,
M.Kep. sebagai dosen pembimbing mata kuliah Sistem Integumen atas bimbingannya
dalam penyusunan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah (ACS) Acute Coronary Syndrom
ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Jember, 13 Maret 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1

1.1 Latar belakang........................................................................................................1


1.2 Rumusan masalah...................................................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................................................2
1.4 Manfaat...................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................3
2.1 Anatomi Sindrom Koronari Akut...........................................................................3
2.2 Definisi...................................................................................................................4
2.3 Klasifikasi Sindrom Koronari Akut........................................................................5
2.3.1 ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)................................................................5
2.3.2 NON-ST Elevasi Miokard Infark (NONSTEMI)...........................................12
2.3.3 Unstable Angina Pectoris...............................................................................18
2.4 Etiologi..................................................................................................................23
2.5 Patofisiologi..........................................................................................................24
2.6 Maninfestasi Klinis...............................................................................................27
2.7 Komplikasi............................................................................................................29
2.8 Diagnosa...............................................................................................................29
2.9 Pengobatan............................................................................................................29
2.10 Faktor Resiko .....................................................................................................32
2.11 Pencegahan.........................................................................................................32
2.12 Pemeriksaan Penunjang......................................................................................32
2.13 Penatalaksanaan .................................................................................................33
ii
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN..................................................36
3.1 Pengkajian.............................................................................................................36
3.2 Pengkajian Fokus .................................................................................................36
3.3 Diagnosa Keperawatan.........................................................................................37
3.4 Interval & Rasional...............................................................................................38

BAB IV PENUTUP...................................................................................................41
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................41
3.2 Saran.....................................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................1

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jantung adalah pusat fungsi tubuh yang fungsional karena peranannya sebagai
pemompa darah agar dapat mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah arteri
dan vena (Susilawati, 2014). Penyakit jantung sendiri merupakan penyakit pembunuh
nomor satu didunia terutama pada kalangan dewasa dan yang berusia tua. Menurut
catatan WHO di tahun 2015, angka kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh
darah diperkirakan akan meningkat menjadi 20 juta jiwa dan ditahun 2030 akan
meningkat kembali hingga mencapai angka 23,6 juta jiwa penduduk. Penyakit
jantung koroner merupakan sebuah penyakit kompleks yang disebabkan oleh
menurunnya atau terhambatnya aliran darah pada satu atau lebih arteri yang
mengelilingi dan mengsuplai darah ke jantung (Nor, 2011).

Penyakit kardiovaskuler khususnya penyakit jantung koroner menyebabkan angka


kematianyang tinggi di Indonesia, yaitu mencapai 26% (WHO, 2011). Penyakit
jantung koroner merupakan penyakit kardiovaskular terbanyak yang menyebabkan
kematian di dunia, yaitu 7.2 juta orang per tahun atau 41% dari kasus penyakit

kardiovaskular (Firmansyah, 2010)


1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah di ungkapkan di atas terdapat masalah


yang perlu dipecahkan sebagai berikut:

1.1.1 apa definisi dari penyakit acute coronary syndrom ?


1.1.2 apa etiologi dari penyakit acute coronary syndrom ?
1.1.3 apa patofisiologi dari penyakit acute coronary syndrom?
1.1.4 Apa amanifestasi klinis dari penyakit acute coronary syndrom?
1.1.5 Apa saja pemeriksaan penunjang dari penatalaksanaan dari penyakit acute
coronary syndrom?
1
1.2 Tujuan
Makalah ini disusun dengan pertimbangan adanya beberapa tujuan yang ingin
dicapai. Beberapa tujuan makalah ini sebagai berikut:
1.2.1 sebagai bentuk pemenuhan penugasan mata kuliah Kardiovaskuler.
1.2.2 Mendiskripsikan definisi penyakit acute coronary syndrom.
1.2.3 Mendiskripsikan etiologi penyakit acute coronary syndrom.
1.2.4 Mendiskripsikan patofisiologi penyakit acute coronary syndrom.
1.2.5 Mendiskripsikan manifestasi klinis penyakit acute coronary syndrom.
1.2.6 Mendiskripsikan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan penyakit acute
coronary syndrom.

1.3 Manfaat

Setelah membaca makalah tentang acute coronary syndrom ini diharapkan dapat
memberikan manfaat :

1.3.1 Mahasiswa mampu memahami tentang definisi, etiologi, manifestasi klinis,


patofisiologis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan pengobatan pada
kasus acute coronary syndrom.
1.3.2 Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan acute
coronary syndrom.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sindrom Koroner Akut

Arteri koroner adalah pembuluh darah yang menyuplai otot jantung, yang
mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi. Jantung
mempunyai 70 sampai 80 % oksigen yang dihantarkan melalui arteri koroner, sebagai
pembandingan, bahwa organ lain hanya menggunakan rata-rata seperempat oksigen
yang dihantarkan. Arteri koroner muncul dari aorta dekat hulu ventrikel ( sering
disebut muara sinus valsava). Dinding sisi kiri jantung dengan yang lebih banyak
melalui arteri koroner utama kiri (Left main Coronary Artery), yang kemudian terbagi
menjadi dua cabang besar ke depan ( Left Anterior Descendens- LAD) dan kearah
belakang (Left Circumflex- LCx) sisi kiri jantung.

Arteri ini melingkari jantung dalam dua lekuk anatomis eksterna, yaitu : sulkus
atrioventrikuler yang melingkari jantung di antara atrium dan ventrikel, dan sulkus
interventrikuler yang memisahkan kedua ventrikel. Pertemuan kedua lekuk ini
disebut kruks jantung, dan merupakan salah satu bagian terpenting dari jantung.
Nodus Atrio Ventrikuler (AV Node) berlokasi pada titik pertemuan, dan pembuluh
darah yang melewati pembuluh darah yang melewati kruks ini merupakan pembuluh
yang memasok nutrisi untuk AV Node.

Arteri koroner kanan memberi nutrisi untuk jantung bagian kanan ( atrium kanan,
ventrikel kanan dan dinding sebelah dalam ventrikel kiri), yang berjalan disisi kanan,
pada sulkus atrio ventrikuler kanan. (Juliawan. 2012)

Gambar.1 Arteri Koroner (sumber: http://www.wayantulus.com/penyakit-jantung-koroner)


3
2.2 Definisi

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan yang diakibatkan oleh
gangguan pada pembuluh darah Koroner yang bersifat progresif, terjadi perubahan
secara tiba-tiba dari stabil menjadi tidak stabil. (Susilo., 2013; Oktavianus & Sari.,
2014)

Sindrom Koroner Akut adalah suatu kadaan gawat darurat jantung dengan
manifestasi klinik brupa perasaan tidak enak didada atau gejala- gejala lain sehingga
akibat dari iskemia miokard. Sindrom Koroner Akut adalah istilah untuk tanda-tanda
klinis dan gejala iskemia miokard: angina tidak stabil, non ST segmen elevasi infark
miokard, dan elevasi ST segmen infark myocard. Sindrom Koroner Akut merupakan
satu dari tiga penyakit pembuluh darah arteri koroner, yaitu: STEMI, non STEMIdan
unstable angina pectoris. (mulyadi., 2015)

Suatu spektrum penyakit dengan etiologi bermacam-macam, terdapat


ketidakseimbangan antara pemberian dan kebutuhan oksigen miokardium Meliputi
STEMI, non-STEMI, dan angina tak stabil. (Widya., 2014).

Acute coronary syndrome (ACS) mengacu pada spektrum presentasi klinis mulai
dari ST-I sampai elevasi miokard ST-segmen sampai presentasi yang ditemukan pada
infark miokard elevasi non-ST-segmen (NSTEMI) atau angina yang tidak stabil.
Dalam hal patologi, ACS hampir selalu dikaitkan dengan ruptur plak aterosklerotik
dan trombosis parsial atau lengkap dari arteri terkait infark.
Namun, dalam beberapa kasus, penyakit arteri koroner yang stabil dapat
mengakibatkan ACS jika tidak ada ruptur plak dan trombosis, ketika stres fisiologis
(misalnya trauma, kehilangan darah, anemia, infeksi, takiaritmia) meningkatkan
tuntutan pada jantung. Diagnosis infark miokard akut dalam setting ini memerlukan
temuan kenaikan dan penurunan penanda biokimia nekrosis miokard selain minimal 1
dari yang berikut:

 Gejala iskemik
 Perkembangan gelombang Q patologis pada elektrokardiogram (EKG)
 Perubahan ST-segment-T wave (ST-T) yang signifikan atau blok cabang
bundel kiri yang baru (LBBB)
 Bukti pencitraan hilangnya miokardium baru yang baru atau kelainan gerak
dinding regional yang baru
 Trombus introsoroner diidentifikasi dengan angiografi atau otopsi
(Sumber: Coven. 2016)

4
2.3 Klasifikasi Sindrom Koroner Akut
2.3.1 ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)
a. Definisi
ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) terjadi karena
sumbatan yang komplit pada arteri koroner. Jika tidak dilakukan
pengobatan akan dapat menyebabkan kerusakan miokardium yang
lebih jauh. Pada fase akut pasien beresiko tinggi untuk mengalami
fibrilasi ventrikel atau takhikardi yang dapat menyebabkan
kematian.Bantuan medis harus segera dilakukan.( Juliawan, 2012)
ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) adalah
kerusakan jaringan miokard akibat iskemia hebat yang terjadi secara
tiba-tiba.Kejadian ini erat hubungannya dengan adanya penyempitan
arteri koronaria oeh plak atheroma dan thrombus yang terbentuk
akibat rupturnya plak atheroma.Secara anatomi, arteri koronaria
dibagi menjadi cabang epikardial yang memperdarahi epikard dan
bagian luar dari miokard dan cabang profunda yang memperdarahi
endokard dan miokard bagian dalam. (Oktavianus & Sari., 2014)
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah
nekrosis miokardium akibat iskemia total. Infark miokardium akut
yang dikenal sebagai “serangan jantung”, merupakan penyebab
tunggal tersering kematian diindustri dan merupakan salah satu
diagnosis rawat inap tersering di negara maju.
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun
secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik
yang sudah ada sebelumnya.Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injurivaskular,
dimanainjuri ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok,hipertensi dan akumulasi lipid. (Muliadi. 2015).
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian
otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner
oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor
dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan
ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari
pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran
darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak
dapat nutrisi-oksigen dan mati. (Putra. 2012)
5
STEMI adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen
akibat trombus arteri koroner. Terjadinya trombus disebabkan oleh
ruptor plak yang kemudian di ikuti oleh pembentukan trombus oleh
trombosit. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak. Infark mokard akut dengan elevasi ST (ST
elevation myiocardinal infrarction = STEMI) merupakan bagian dari
spektrum koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak
stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST
(Masturah.2012).
Elevasi segmen ST, Kondisi ini disebut ACS elevasi ST dan
umumnya refleksi Oklusi koroner total akut. Sebagian besar pasien
pada akhirnya Kembangkan ST-Elevation myocardial infarction
(STEMI). Itu Pengobatan utama pada pasien ini adalah reperfusi
segera Dengan angioplasti primer atau terapi brinolitik. (Roffi. 2016)

Gambar.1 Perubahan rekam jantung (EKG) pada serangan jantung STEMI (sumber:
http://www.isic.or.id/patient_education_and_collaboration/2014/10/serangan_jantun
g_tipe_stemi_st-elevation_myocardial_infarction_5)

Gambar. 2 ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) (sumber: http://www.ina-


ecg.com/2015/10/anterior-st-elevation-myocardial.html)
6
b. Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
 Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
 Penyempitan aterorosklerotik
 Trombus
 Plak aterosklerotik
 Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
 Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
 Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
 Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
 Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.

(sumber: Putra. 2012)

c. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun
secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi
yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI
karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI
terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak
aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi
local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus
mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami
rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid
(lipid rich core). (Putra. 2012)
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat
mengenai endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural,
namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut
infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark
sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-
rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.

7
Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium
menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis
miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami
injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena
daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.
(Putra. 2012).

d. Manifestasi Klinis
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa
terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas,
dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang
dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat,
pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal
jantung akut.
d. Bisa atipik:
 Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
 Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau
gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.

(Sumber: Putra.2012)

e. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
 Disfungsi ventrikuler
 Gangguan hemodinamik
 Gagal jantung
 Syok kardiogenik
 Perluasan IM
 Emboli sitemik/pilmonal
 Perikardiatis
 Ruptur
 Ventrikrel
 Otot papilar

8
 Kelainan septal ventrikel
 Disfungsi katup
 Aneurisma ventrikel
 Sindroma infark pascamiokardias

(Sumber: Putra.2012)

f. Faktor Resiko
 Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa dan warna kulit
4. Genitik
 Faktor yang dapat dimodifikasi:
1. Hipertensi
2. Hiperlipidemia
3. Merokok
4. Diabetes mellitus
5. Kegemukan
6. Kurang gerak dan kurang olahraga
7. Konsumsi kontrasepsi oral.

(Sumber: Rizky. 2014)

g. Penatalakanaan
1. Syok kardiogenetik
a. Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat
tanda syok diberikan norepinefrin.
b. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
c. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat
tanda syok diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
d. Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST
atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan
ideal untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18
jam syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal
dengan tindakan invasif.

9
e. Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan
syok kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak
mempuyai kontraindikasi trombolisis.
f. Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien
STEMI dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan
segera dengan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.

2. Infark Ventrikel Kanan


Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala
ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda
kussmaul s, hepatomegali) atau tanda hipotensi. Penatalaksana
infark ventrikel kanan:
a. Pertahankan preload ventrikel kanan.
b. Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I
selanjutnya 200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg
(13,6cmH20).
c. Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
d. Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi.
Pacu jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi
simtomatik yang tidak repon dengan atropi
e. Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat
setelah loading volume.
f. Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi
ventrikel kiri.
g. Pompa balon intra-aortik.
h. Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
i. Penghambat ACE
j. Reporfusi
k. Obat trombolitik
l. Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
m. Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu
dengan penyakit multivesel).

10
3. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi
ventrikular dapat terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
a. Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari
30 detik atau menyebabkan kolaps hemodinamik) harus
diterapi dengan DC shock unsynchoronizer menggunakan
energi awal 200 j; jika gagal harus diberikan shock kedua 200-
300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
b. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti
dengan angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90
mmHg ) harus diretapi dengan shock synchoronized energi
awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.
c. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani
angina, edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg)
diterapi salah satu regimen berikut:
- Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg
tiap 5-10 menit sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg.
Kemudian loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/
menit(30-50 ug/lg/menit).
- Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan
dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
- Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB
20-60 menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam
dan kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
- Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J
( anestasi sebelumnya).
4. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel
a. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan
terapi DC shock unsynchoronized dengan energi awal 200 J
jika tak berhasil harus diberikan shock kedua 200 sampai 300 J
dan jika perlu shock ketiga 360 J
b. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang
refraksi terhadap shock elektrik diberika terapi amiodaron 300
mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan pengulangan shock
unsynchoronized.

11
2.3.2 NON-ST Eevasi Miokard Infark (NONSTEMI)
a. Definisi
Non ST-Elevation Myocardial Infraction (NSTEMI) yang
sering disebut dengan istilah non Q-wave MI atau sub-
endocardial MI. Pada beberapa pasien dengan NSTEMI, mereka
memiliki resiko tinggi untuk terjadinya kemacetan pembuluh
darah koroner, yang dapat menyebabkan kerusakan miokardium
yang lebih luas dan aritmia yang dapat menyebabkan kematian.
Resiko untuk terjadinya sumbatan dapat terjadi pada beberapa
jam pertama dan menghilang dalam seiring dengan waktu.
(Juliawan, 2012)
ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) didefinisikan
sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan oleh tidak
adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri koroner
yang ditandai dengan adanya segmen ST elevasi pada EKG.
Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh repture plak,
atheroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh
terjadinya thrombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi, dan
mikroembolisasi distal.Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat
pula disebebkan oleh spame arteri koroner, emboli atau
vaskulitis.(Oktavianus & Sari., 2014)
Pada prinsipnya, gejala dan manifestasi klinis dari non STEMI
adalah sama dengan gejala pada unstable angina pectoris (UAP).
Diantara tandanya yaitu:
• Biasanya pada gambaran EKG tampak normal, tetapi dijumpai
adanya T interved dan adanya gelombang ST depresi
• Enzim jantung umumnya normal
• Terjadi injuri pada bagian dari miokard
• Dapat sedikit lega atau untuk sementara waktu dengan istirahat
dan nitrogliserin (Oktavianus & Sari., 2014)
NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang
terjadi dengan mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner
kecil atau oklusi parsial arteri koroner utama yang sebelumnya
terkena aterosklerosis. Hal ini menyebabkan kerusakan ketebalan
parsial otot jantung. Jumlah NSTEMI sekitar 30% dari semua
serangan jantung. (Anggraeni. 2014)

12
Nyeri dada lebih dari 20 menit dengan lokasi khas substernal
atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti di peras,
perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,rasa
penuh, berat atau tertekan, menjadi persentasi gejala yang sering
di temukan pada penderita NSTEMI. Pada EKG ditemukan
deviasi ST segmen depresi > 0,5mm , dapat disertai dengan
gelombang T inverse. Biomarker miokard ditandai dengan
peningkatan CKMB > 25 µ/l dan Troponin T positif > 0,03.
Gejala tidak khas seperti dispnea, mual, diaforesis, sinkop atau
nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi
dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia
lebih dari 65 tahun. (Muliadi. 2015)

Gambar. 3 Perbandingan EKG normal dan yang mengalami NSTEMI


(http://www.asuhankeperawatan.net/cara-pemasangan-cepat-membaca-ekg-12-lead-
dan-ekg-1-lead/)

Gambar. 4 Non-ST Elevasi Miokard Infark (NONSTEMI)


(http://jantungoke.blogspot.co.id/2012/12/)

13
b. Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh
obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau
proses vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard
dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat
lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini
tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun
menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard
yang dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh
thrombus nonocclusive yang telah dikembangkan pada plak
aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri
koroner mungkin juga bertanggung jawab. (Apriliya. 2015)

c. Patofiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh
obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau
vasokontriksi koroner. Thrombosis akut pada arteri koroner
diawali dengan adanya rupture plak yang tak stabil. Plak yang
tidak stabil ini mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot
polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor
jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung rupture
mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam
lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat
dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya
proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin
proinflamasi seperti TNFα, dan IL-6 akan merangsang
pengeluaran hsCRF di hati. (Anggraeni. 2014).

d. Manifestasi Klinis
 Nyeri Dada
Nyeri yang lama yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada
angina kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya
nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada infark
tidak.

14
Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai
dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan takut.
Biasanya nyeri dada menjalar ke lengan kiri, bahu, leher
sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri
yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada
manula, atau penderita DM berkaitan dengan neuropathy.
 Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, disamping itu perasaan
cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark yang
tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya
disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
 Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah,
dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi
diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
 Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia
ventrikel, gelisah.

(Sumber: Masturah. 2012; Risky.2014)

e. Komplikasi
 Gagal Jantung Konginetal
 Defek Septum Ventrikel
 Ruptur Jantung
 Ruptur septal
 Ruptur Otot Papilaris (Sumber: Risky.2014).
f. Faktor Resiko
1. Dapat Diubah (dimodifikasi)
 Diet (hiperlipidemia)
 Rokok
 Hipertensi
 Stress
 Obesitas
 Kurang aktifitas
 Diabetes Mellitus
 Pemakaian kontrasepsi oral
15
2. Tidak dapat diubah
 Usia
 Jenis Kelamin
 Ras
 Herediter
 Kepribadian tipe A

(Sumber: Risky.2014)

g. Penatalaksanaan
1. Biomarker Jantung:
 Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai
peranan yang sangat penting pada diagnostik, stratifikasi
dan pengobatan penderita Sindroma Koroner Akut (SKA).
Troponin T mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas
99% dalam mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan
yang minimal sekalipun (mikro infark). Sedangkan
troponin I memiliki nilai normal 0,1. Perbedaan troponin T
dengan troponin I:
- Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton,
suatu komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat
aktin.
- Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton
yang berfungsi mengikat tropomiosin.
2. EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T
Inverted dan ST Depresi yang menunjukkan adanya iskemia
pada arteri koroner. Jika terjadi iskemia, gelombang T
menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat
sementara (saat pasien simptomatik). Bila pada kasus ini tidak
didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan
pemeriksaan CK-MB (creatine kinase-myoglobin) maupun
troponin yang tetap normal, diagnosisnya adalah angina tidak
stabil. Namun, jika inversi gelombang T menetap, biasanya
didapatkan kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya
menjadi NSTEMI.

16
Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh
thrombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami
reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat dikompensasi oleh
sirkulasi kolateral yang baik.
3. Echo Cardiografi pada Pasien Non Stemi
a. Area Gangguan
b. Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke
aorta. Freksi pada prinsipnya adalah presentase dari selisih
volume akhir diastolik dengan volume akhir sistolik
dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai normal >
50%. Dan apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal.
c. Angiografi koroner (Coronari angiografi)
Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner.
Apabila pasien mengalami derajat stenosis 50% pad
pasien dapat diberikan obat-obatan. Dan apabila pasien
mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada pasien
harus di intervensi dengan pemasangan stent.

2.3.3 Unstable Angina Pectoris


a. Definisi
Nyeri dada adalah gejala nonspesifik yang dapat menyebabkan
penyakit jantung atau noncardiac. Tidak stabil Angina termasuk
dalam spektrum presentasi klinis yang disebut secara kolektif
sebagai koroner akut Sindrom (ACSs), yang berkisar dari ST-
segment elevation myocardial infarction (STEMI) sampai Non-
STEMI (NSTEMI). Angina tidak stabil dianggap sebagai ACS
dimana tidak ada yang terdeteksi Pelepasan enzim dan biomarker
nekrosis miokard. Istilah angina biasanya dicadangkan Untuk
sindrom nyeri yang timbul dari dugaan iskemia miokard. (Tan.,
2015)
Unstable angina pectoris (UAP) adalah suatu sindromaklini
yang ditandai dengan episode atau paroksisma nyeri atau
perasaan tertekan di dada depan. Penyebabnya diperkirakan
berkurangnya aliran darah coroner, menyebabkan suplai oksigen
ke jantung tidak adekuat, atau dengan kata lain suplai kebutuhan
oksigen jantung meningkat.

17
Angina pectoris didefinisikan sebagai perasaan tidak enak di
dada (chest discomfort) akibat iskemia miokard.Perasaan tidak
enak di dada ini berupa nyeri, rasa terbakar, atau rasa
tertekan.Kadang-kadang tidak dirasakan di dada melainkan di
leher, rahang bawah, bahu, atau di ulu hati. (Oktavianus & Sari.,
2014)
Angina pektoris adalah hasil dari iskemia miokard yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai darah miokard
dan kebutuhan oksigen. Ini adalah menyajikan gejala umum
(biasanya, nyeri dada) di antara pasien dengan penyakit arteri
koroner (CAD). Sekitar 9,8 juta orang Amerika diperkirakan
mengalami angina per tahun, dengan 500.000 kasus baru angina
terjadi setiap tahun. (Alaeddini., 2016)
Yang tegolong dalam unstable angina pectoris (UAP) adalah
nyeri dada yang munculnya tidak tentu, dapat terjadi pada saat
penderita sedang melakukan kegiatan fisik atau dalam keadaan
istirahat dan gejalanya bervariasi tergantung bentuk, besar kecil
dan keadaan thrombus. Beberapa kriteria yang dapatdipakai
untuk mendiagnosis angina pectoris yang tidak stabilyaitu:
 Angina progresif kresendo yaitu terjadi peningkatan dalam
intensitas, frekuensi, dan lamanya episode angina pectoris
yang dialami selama ini.
 Angina at restnocturnal yang baru.
 Angina pasca infark miokard
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan nyeri angina meliputi
hal-hal sebagai berikut:
 Latihan fisik dapat memicu serangan dengan cara
meningkatkan oksigen jantung.
 Pajanan terhadap dinding dapat mengakibatkan vasokonstriksi
dan peningkatan tekanan darah disertai peningkatan
kebutuhan oksigen.
 Memakan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke
mesentrik untuk pencernaan, sehingga menurunkan
ketersediaan darah untuk suplai jantung. Pada jantung yang
sudah parah pintasan darah untuk pencernaan membuat
nyeriangina semakin buruk.

18
 Stress atau emosi akibat situasi yang menegangkan,
menyebabkan frekuensi jantung meningkat akibat pelepasan
adrenalin dan meningkatkan tekanan darah, dengan demikian
beban bekerja jantung meningkat.
Perubahan EKG seperti segmen ST depresi elevasi segmen ST,
atau inversi glombang T mungkin terjadi selama angina tidak
stabil tetapi sementara. Antung spidol, CPK tidak ditinggikan tapi
troponin I atau T mungkin akan sedikit meningkat. Angina tidak
stabil secara klinis tidak stabil dan sering merupakan awal MI
atau aritmia atau, lebih jarang terjadi, kepada kematian
mendadak. Rasa sakit atau ketidaknyamanan angina tidak stabil
biasanya lebih kuat,berlangsung lama, yang dipicu oleh kurang
tenaga, terjadi spontan pada saat istirahat (sebagai angina
decubitus), adalah progresif (crescendo) di alam, atau melibatkan
kombinasi dari fitur ini. Angina pada umumnya dapat hilang
dengan istirahat dan nitrogliserin.(Oktavianus dan Febriana
Sartika S., 2014)
b. Etiologi
Penurunan suplai darah miokard akibat meningkatnya resistensi
koroner dalam jumlah besar dan Arteri koroner kecil.
Peningkatan kekuatan ekstravaskuler, seperti hipertrofi LV berat
yang disebabkan oleh hipertensi, Stenosis aorta, atau
kardiomiopati hipertrofik, atau peningkatan tekanan diastolik LV
Pengurangan kapasitas pembawa oksigen darah, seperti
peningkatan karboksihemoglobin atau Anemia berat
(hemoglobin, <8 g / dL) Anomali kongenital dari asal dan / atau
jalur arteri koroner epikardial mayor. (Alaeddini., 2016)

c. Patofisiologi
Iskemia miokard berkembang ketika aliran darah koroner menjadi
tidak memadai untuk memenuhi miokard. Permintaan oksigen
Hal ini menyebabkan sel miokard beralih dari metabolisme
aerobik ke anaerob Dengan penurunan fungsi metabolisme,
mekanik, dan listrik progresif. Kejang jantung Adalah manifestasi
klinis yang paling umum dari iskemia miokard. Hal ini
disebabkan oleh kimia dan Stimulasi mekanik ujung saraf aferen
sensorik pada pembuluh koroner dan Miokardium. Serabut saraf
ini meluas dari nervus tulang belakang toraks ke-4 ke atas, naik
19
Melalui sumsum tulang belakang ke thalamus, dan dari sana ke
korteks serebral. Studi telah menunjukkan bahwa adenosin
mungkin merupakan mediator kimia utama nyeri angina. Selama
Iskemia, ATP terdegradasi pada adenosin, yang setelah difusi ke
ruang ekstraselular, menyebabkan Pelebaran arteriol dan nyeri
angina. Adenosin menginduksi angina terutama dengan
merangsang A1 Reseptor pada ujung saraf aferen jantung.
(ALaeddini.,2016)

d. Manifestasi Klinis
Gejala angina tidak stabil serupa dengan infark miokard (MI) dan
meliputi berikut:
 Nyeri dada atau tekanan
 Berkeringat
 Dispnea
 Mual, muntah
 Pusing atau kelemahan mendadak
 Kelelahan
 Nyeri atau tekanan di punggung, leher, rahang, perut, atau
bahu atau lengan.
 Gejala yang terjadi saat istirahat; Menjadi tiba-tiba lebih
sering, parah, atau berkepanjangan berubah dari pola angina
biasa; dan tidak menanggapi beristirahat.

(Sumber: Tan., 2015)

e. Komplikasi
 Stres psikologis
 Infark Miokard
 Aritmia
 Gagal jantung

(Sumber: Andresni, dkk., 2013)

20
f. Faktor resiko
 Dapat Diubah (dimodifikasi)
- Diet (hiperlipidemia)
- Rokok
- Hipertensi
- Stress
- Obesitas
- Kurang aktifitas
- Diabetes Mellitus
- Pemakaian kontrasepsi oral
 Tidak dapat diubah
- Usia
- Jenis Kelamin
- Ras
- Herediter
(Sumber: Andresni, dkk., 2013)

g. Penatalaksanaan
 Tindakan Umum
Dilakukan perawatan di RS, bed rest, diberi penenang dan
oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang
sudah diberi Nitrogliserin tapi masih merasakan sakit dada.
Terapi Medikamentosa:
- Obat anti Iskemia : nitrat (untuk vasodilator), beta bloker
(dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui
efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi
miokardium. KI : asma bronkial, pasien dengan
bradiaritmia). Antagonis kalsium
- Obat antiagregasi trombosit : aspirin (dianjurkan diberika
seumur hidup. Dosis awal 160 mg/hari dan dosis selanjutnya
80-325 mg/hari), Tiklopidin (obat lini kedua jika pasien
tidak tahan aspirin. Tapi pemakaiannya mulai ditinggalkan
setelah ada klopidogrel), Klopidogrel (ESO < tiklopidon.
Dosis dimulai 300mg/hari dan selanjutnya 75mg/hari),
Glikoprotein IIb/IIIa inhibitor (yaitu ; absiksimab,
eptifibatid, tirofiban)
- Obat anti trombin : unfractionated heparin, Low Molecular
Weight Heparin (LMWH)
21
- Direct Trombin Inhibitor; secara teoritis mempunyai
kelebihan karena bekerja langsung mencegah pembentukan
pembekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein
maupun platelet factor 4.
Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner. Perlu
dipertimbangkan pada pasien denga iskemi berat dan refrakter
dengan terapi medikamentosa.
 Tindakan Khusus

- EKG; adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan


kemungkinan adanya iskemi akut. Gelombang T negatif
juga salah satu tanda iskemi atau NSTEMI. Perubahan
gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi
sgemen ST kurang dari 0,5mm dan gelombang T negatif
kurang dari 2 mm tidak spesifik untuk iskemi, dan dapat
disebabkan karena hal lain. Pada unstable angina 4%
EKGnya normal.

- Exercise Test. Pasien yang telah stabil dengan terapi


medikamentosa dan menunjukkan tanda resiko tinggi perlu
pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila
hasilnya negatif, maka prognosis baik. Bila hasilnya positif,
lebih-lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam,
dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner
untuk menilai keadaan pembuluh koronernya apakah perlu
tindakan revaskularisasi, karena resiko terjadinya
komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup
besar.

- Ekokardiografi. Tidak memberikan data untuk diagnosis


unstable angina secara langsung. Tapi bila tampak adanya
gangguan faal ventrikel kiri, mitral insufisiensi dan
abnormalitas gerakan dinding regional jantung menandakan
prognosis kurang baik.

- Pemeriksaan Laboratorium. Dianggap ada mionekrosis bila


troponin T atau I positif sampai dalam 24 jam. Troponin
tetap positif sampai 2 minggu. Resiko kematian bertambah
dengan tingkat kenaikan troponin.

22
Kenaikan CRP dalam SKA berhubungan dengan
mortalitajangka panjang. (Sumber: Mifthahul., 2013)

2.4 Etiologi

Sindrom koroner akut (ACS) disebabkan terutama oleh aterosklerosis.Sebagian


besar kasus ACS terjadi dari gangguan lesi sebelumnya nonsevere (lesi aterosklerotik
yang sebelumnya hemodinamik signifikan belum rentan pecah).Plak rentan
dilambangkan dengan kolam besar lipid, banyak sel-sel inflamasi, dan tipis, topi
berserat.Permintaan tinggi dapat menghasilkan ACS di hadapan sebuah kelas tinggi
tetap obstruksi koroner, karena peningkatan oksigen dan nutrisi persyaratan miokard,
seperti yang dihasilkan dari tenaga, stres emosional, atau stres fisiologis (misalnya,
dari dehidrasi, kehilangan darah, hipotensi, infeksi, tirotoksikosis, atau operasi).

ACS tanpa elevasi permintaan memerlukan penurunan baru dalam pasokan,


biasanya karena trombosis dan / atau plak perdarahan.Pemicu utama untuk trombosis
koroner dianggap ruptur plak yang disebabkan oleh pembubaran tutup berserat,
pembubaran itu sendiri menjadi hasil dari pelepasan metalloproteinase (kolagenase)
dari sel-sel inflamasi diaktifkan.Acara ini diikuti oleh aktivasi platelet dan agregasi,
aktivasi jalur koagulasi, dan vasokonstriksi. Proses ini memuncak dalam trombosis
intraluminal koroner dan derajat variabel oklusi vaskular. embolisasi distal dapat
terjadi. Keparahan dan durasi dari obstruksi arteri koroner, volume miokardium
terpengaruh, tingkat permintaan pada jantung, dan kemampuan dari sisa jantung
untuk mengkompensasi merupakan penentu utama dari presentasi klinis pasien dan
hasil.(Anemia dan hipoksemia dapat memicu iskemia miokard tanpa adanya
pengurangan berat pada aliran darah arteri koroner.)

Sebuah sindrom yang terdiri dari nyeri dada, iskemik ST-segmen dan T-
gelombang perubahan, peningkatan kadar biomarker cedera miosit, dan sementara
ventrikel kiri apikal balon (sindrom Takotsubo) telah terbukti terjadi dalam ketiadaan
CAD klinis, setelah emosional atau stres fisik. Etiologi sindrom ini tidak dipahami
dengan baik tetapi diduga berhubungan dengan lonjakan hormon stres katekol dan /
atau sensitivitas tinggi terhadap hormon tersebut.Kadar glukosa darah awal
tampaknya menjadi faktor risiko independen untuk acara jantung samping utama
(MACE) di gawat darurat (ED) pasien yang diduga ACS.

23
Dalam sebuah analisis data dari 1708 pasien Australia dan Selandia Baru dalam
sebuah studi observasional prospektif, peneliti mencatat MACE sebuah terjadi dalam
waktu 30 hari dari presentasi di 15,3% dari pasien yang ED kadar glukosa darah
masuk berada di bawah 7 mmol / L (sekitar 126 mg / dL); Namun, dalam periode
waktu yang sama, MACE itu terjadi di dua kali lebih banyak pasien (30,9%) yang
darahnya glukosa tingkat berada di atas 7 mmol / L. Setelah mengendalikan berbagai
faktor, pasien yang memiliki kadar glukosa darah masuk dari 7 mmol / L atau lebih
tinggi berisiko 51% lebih tinggi mengalami MACE dibandingkan dengan pasien yang
memiliki kadar glukosa darah awal yang lebih rendah. prediktor signifikan lainnya
dari MACE termasuk seks pria, usia yang lebih tua, riwayat keluarga, hipertensi,
dislipidemia, temuan iskemik pada ECG, dan troponintests positif. (Coven., 2016)

• Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada


• Obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi)
• Obstruksi mekanik yang progresif
• Inflamasi dan atau infeksi
• Faktor atau keadaan pencetus
• Trauma
• Aneurisma aorta
• Penyumbatan pembuluh darah koroner – plaque (atheroma deposit)
(Oktavianus & Sari., 2014; Apriyanto, dkk., 2010)

2.5 Patofisiologi

Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri


besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan menggangu absorbsi nutrient
oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan
menyumbat aliran darah karena timbunan menonjol ke lumen pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan
parut, selanjutnya lumen menjadi sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen
yang menyempit dan berdinding kasar, akan cebderung terjadi pembentukan bekuan
darah, hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh
penyakit tromboemboli, yang merupakan penyakit aterosklerosis.

24
Mekanisme pembentukan lesi aterosklerosis adalah pembentukan thrombus
pada permukaan plak, konsolidasi thrombus akibat efek fibrin, perdarahan ke dalam
plak, dan penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak pecah,
maka debris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri koroner
dan kapiler di sebelah distal plak yang pecah. Hal ini di dukung dengan struktur arteri
koroner yang rentan terhadap ateroskerosis, dimana arteri koroner tersebut berpilin
dan berkelok-kelok saat memasuki jantung, menimbulkan kondisi yang rentan untuk
terbentuknya ateroma.

Dari klasifikasinya, maka ACS dapat dilihat dari dua aspek, yaitu Iskemik dan
Infark.Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan
reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan mekanisme metabolisme
anaerobik. Iskemia yang lama dapat menyebabkan kematian otot atau
nekrosis.Keadaan nekrosis yang berlanjut dapat menyebabkan kematian otot jantung
(infark miokard).Ventrikel kiri merupakan ruang jantung yang paling rentan
mengalami iskemia dan infark, hal ini disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kiri
lebih besar untuk berkontraksi.Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selain
energi yang dihasilkan tidak cukup besar juga meningkatkan pembentukan asam
laktat yang dapat menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia secara khas ditandai
perubahan EKG: T inversi, dan depresi segmen ST. Gabungan efek hipoksia,
menurunnya suplai energi, serta asidosis dapat dengan cepat mengganggu fungsi
ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada daerah yang terserang mengalami gangguan,
serabut ototnya memendek, serta daya kecepatannya menurun.Perubahan kontraksi
ini dapat menyebakan penurunan curah jantung.Iskemia dapat menyebabkan nyeri
sebagai akibat penimbunan asam laktat yang berlebihan.Angina pektoris merupakan
nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium.

Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina), angina
pektoris tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal). Angina
Pektoris Stabil: Nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri yang timbul saat
melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan istirahat.
Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP): Pada UAP nyeri dada timbul pada saat istirahat,
nyeri berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa nyeri. Angina
Varian: Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh spasme arteri koroner.

25
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan kerusakan
sel yang ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium yang
mengalami nekrosis atau infark akan berhenti berkontraksi secara permanen (yang
sering disebut infark). (Juliawan., 2012)

Kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh
darah yang terserang penyakit menyebabkan iskemia miokardium local. Iskemia yang
bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan
jaringan, dan menekan fungsi miokardium. (Oktavianus & Sari., 2014)

WOC
Aterosklerosis Trombosis
Kontriksi arteri koronaria

Aliran Darah Ke
Jantung

Oksigen &
Nutrisi

Jaringan miokard
iskemik

Nekrose Lebih Dari 30 Menit

Supply & Kebutuhan Oksigen


Ke Jantung Tidak Seimbang

Supply Oksigen ke miokard

26
Metabolisme an aerob Seluler hipoksia

Kerusakan Timbunan asam Integritas sel berubah


nyeri
pertukaran gas laktat
Resiko penurunan
Kontraktilitas curah jantung
Ansietas
fatique

Intoleransi aktivitas
COP Kegagalan pompa
jantung

Gagal Jantung

Resiko kelebihan
cairan ektravaskuler

2.6 Manifestasi Klinis

Keparahan dan durasi dari obstruksi arteri koroner, volume miokardium


terpengaruh, tingkat permintaan, dan kemampuan dari sisa jantung untuk
mengkompensasi merupakan penentu utama dari presentasi klinis pasien dan
hasil.Seorang pasien mungkin hadir untuk ED karena perubahan dalam pola atau
keparahan gejala.Biasanya, angina merupakan gejala iskemia miokard yang muncul
dalam keadaan kebutuhan oksigen meningkat.Hal ini biasanya digambarkan sebagai
sensasi tekanan dada atau berat yang direproduksi oleh kegiatan atau kondisi yang
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard.Sebuah kasus baru dari angina lebih sulit
untuk mendiagnosis karena gejala sering tidak jelas dan mirip dengan yang
disebabkan oleh kondisi lain (misalnya, gangguan pencernaan, kecemasan).

27
Namun, tidak semua pasien mengalami nyeri dada.Mereka mungkin hadir
dengan hanya leher, rahang, telinga, lengan, atau ketidaknyamanan epigastrium.
Beberapa pasien, termasuk beberapa yang sudah lanjut usia atau yang memiliki
diabetes, hadir dengan tidak ada rasa sakit, mengeluh hanya sesak episodik napas,
kelemahan yang parah, pusing, diaphoresis, atau mual dan muntah. Orang-orang tua
juga dapat hadir hanya dengan perubahan status mental.Mereka dengan status mental
yang sudah ada sebelumnya diubah atau demensia mungkin tidak ingat gejala baru-
baru ini dan mungkin tidak memiliki keluhan.Selain itu, ada bukti bahwa perempuan
lebih sering memiliki acara koroner tanpa gejala yang khas, yang dapat menjelaskan
kegagalan sering dokter untuk awalnya mendiagnosa ACS pada wanita.

Aterosklerosis adalah penyebab utama dari ACS, dengan sebagian besar kasus
terjadi dari gangguan lesi sebelumnya nonsevere. Keluhan yang dilaporkan oleh
pasien dengan ACS meliputi berikut ini:

• Palpitasi
• Nyeri, yang biasanya digambarkan sebagai tekanan, meremas, atau sensasi
terbakar di prekordium dan dapat menyebar ke leher, bahu, rahang, punggung,
perut bagian atas, atau lengan baik
• dyspnea saat aktivitas yang memecahkan dengan rasa sakit atau istirahat
• Diaforesis dari debit simpatik
• Mual dari stimulasi vagal
• toleransi latihan menurun

Angina stabil melibatkan rasa sakit episodik yang berlangsung 5-15 menit,
diprovokasi oleh tenaga, dan dibebaskan dengan istirahat atau nitrogliserin.Dalam
angina tidak stabil, pasien mengalami peningkatan risiko kejadian kardiak yang
merugikan, seperti infark miokard atau kematian.Baru-onset angina exertional dapat
terjadi saat istirahat dan meningkatkan frekuensi atau durasi atau refrakter terhadap
nitrogliserin.angina varian (Prinzmetal angina) terjadi terutama saat istirahat, dipicu
oleh merokok, dan diduga disebabkan oleh vasospasme koroner. (Coven., 2016)

28
2.7 Komplikasi
 Aritmia
 Emboli Paru
 Gagal Jantung
 Syok Kardiogenik
 Kematian mendadak
 Abeurisma Ventrikel
 Ruptur septum Ventrikuler
 Ruptur muskulus papilaris
(Sumber: Oktavianus & Sari., 2014)

2.8 Diagnosa
 Perikarditis akut
 Gangguan kecemasan
 Stenosis aorta
 Asma
 Dilatasi kardiomiopati
 Pengobatan Gangguan Gastroenteritis
 Esophagitis
 Keadaan Darurat Hipertensi dalam Pengobatan Darurat
 Infark miokard
 Miokarditis

(Sumber: Coven., 2016)

2.9 Pengobatan

Tujuan pengobatan adalah untuk mempertahankan patensi arteri koroner,


meningkatkan aliran darah melalui lesi stenotik, dan mengurangi kebutuhan oksigen
miokard. Semua pasien harus menerima agen antiplatelet, dan pasien dengan bukti
iskemia yang sedang berlangsung harus menerima intervensi medis agresif sampai
tanda iskemia, seperti yang ditentukan oleh gejala dan EKG, sembuh.

Terapi awal untuk ACS harus fokus pada menstabilkan kondisi pasien,
mengurangi nyeri iskemik, Dan pemberian terapi antitrombotik untuk mengurangi
kerusakan miokard dan mencegah iskemia lebih lanjut.

29
Morfin (atau fentanil) untuk pengendalian nyeri, oksigen, sublingual atau
intravena (IV) nitrogliserin, larut Aspirin 162-325 mg, dan clopidogrel dengan dosis
pemuatan 300 sampai 600 mg diberikan sebagai permulaan pengobatan. Dalam oklusi
kapal lengkap tanpa jaminan dari kapal yang berhubungan dengan infark, hanya ada
sedikit Utilitas dalam "mendorong nitrat".

Pasien berisiko tinggi dengan infark miokard non-ST elevasi segmen (NSTEMI
ACS) seharusnya Menerima perawatan agresif, termasuk aspirin, clopidogrel, heparin
tak terfragmentasi atau molekul rendah-Berat heparin (LMWH), blocker glikoprotein
IIb / IIIa platelet IV (misal tirofiban, Eptifibatide), dan beta blocker. Tujuannya
adalah revaskularisasi awal.

Pasien berisiko menengah dengan NSTEMI ACS harus segera menjalani


evaluasi diagnostik dan Penilaian lebih lanjut untuk menentukan kategori risiko yang
tepat. Pasien berisiko rendah dengan NSTEMI ACS harus menjalani tindak lanjut
lebih lanjut dengan biomarker dan klinis penilaian. Terapi medis yang optimal
termasuk penggunaan terapi medis standar, termasuk beta Blocker, aspirin, dan
heparin tak terfragmentasi atau LMWH. Clopidogrel di Angina tidak stabil Mencegah
kejadian berulang (CURE) studi menunjukkan bahwa clopidogrel akan bermanfaat
bahkan di Pasien berisiko rendah. Jika tidak ada rasa sakit lebih lanjut terjadi, dan
studi tindak lanjut yang negatif, studi stress Harus mendorong manajemen lebih
lanjut. Pantau dan segera obati aritmia dalam 48 jam pertama. Perhatikan
memperburuk Faktor-faktor, seperti gangguan elektrolit (terutama potasium dan
magnesium), hipoksemia, Obat-obatan, atau asidosis. Perbaiki faktor-faktor ini.

Oksigen yang dilembabkan dapat mengurangi risiko mimisan pada pasien


dengan ACS yang menerima Antiplatelet dan terapi antitrombin. Jangan berikan
nitrat jika pasien hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg); Jika RV infarction, Efusi
perikardial besar, atau stenosis aorta berat dicurigai; Atau jika pasien baru saja
menerima Penghambat phosphodiesterase-5 (misalnya sildenafil).

Pasien dengan hipersensitivitas diketahui terhadap agen antiplatelet, perdarahan


internal yang aktif, dan perdarahan Kelainan sebaiknya tidak menerima terapi
antiplatelet atau antitrombotik. Beberapa pasien dengan nyeri dada yang sulit diobati
atau hipotensi berat mungkin memerlukan penyisipan Pompa balon intra-aorta.
Survei EuroHeart menunjukkan penurunan risiko sebesar hampir 40% Kematian pada
pasien dengan ACS yang mendapat dukungan dengan pompa balon intra-aorta.
Manfaat ini Tidak tergantung pada status segmen ST.

30
Gagal jantung kongestif (CHF) bisa jadi karena disfungsi sistolik atau disfungsi
diastolik di Pengaturan infark miokard. Perlakuan agresif diindikasikan untuk
mencegah pemburukan situasi. Pasien yang mengalami syok kardiogenik harus
menjalani intervensi koroner perkutan (PCI) sesegera mungkin. Kejutan kardiogenik
dikaitkan dengan tingkat kematian yang tinggi. Pressor Agen, seperti dopamin, dan
agen inotropik, seperti dobutamin, mungkin diperlukan. Di sebuah Prospektif, studi
sejarah alami aterosklerosis koroner, pasien menjalani 3-pembuluh darah Angiografi
koroner dan skala abu-abu dan pencitraan ultrasonografi intravaskular radiofrekuensi
Setelah PCI Iskemia rekuren mungkin disebabkan oleh reperfusi yang tidak lengkap.
Dalam setting PCI, pertimbangkan stent Trombosis sebagai penyebab yang mungkin.
Apakah stent obat-eluting memiliki tingkat trombosis yang meningkat Dibandingkan
dengan stent metal telanjang tidak jelas.

Signifikansi klinis dari revaskularisasi koroner tidak lengkap (ICR) mengikuti


PCI pada pasien Dengan ACS diperiksa pada 2.954 pasien dari Kateterisasi Akut dan
Intervensi Mendesak Percobaan Triase Strategy (ACUITY). Pada satu tahun tindak
lanjut, ICR sangat terkait dengan iskemia- Digerakkan revaskularisasi yang tidak
direncanakan, infark miokard dan kejadian jantung utama yang merugikan. Stent
drug-eluting dikaitkan dengan risiko periprosedural yang lebih sedikit namun
cenderung memiliki insidensi tinggi Komplikasi postprocedural termasuk infark
miokard, prosedur berulang, dan 12 bulan Komplikasi jantung dan otak utama yang
merugikan, dibandingkan dengan operasi bypass koroner. Satu studi oleh Ribichini
dkk menunjukkan bahwa pengobatan prednison setelah stent logam telanjang atau
Implantasi stent drug-eluting menghasilkan ketahanan hidup bebas yang lebih baik
pada 1 tahun. Dalam laporan akhir percobaan HORIZONS-AMI, yang menilai hasil 3
tahun dari Efektivitas dan keamanan monoterapi bivalirudin dan stent paclitaxel-
eluting, hasilnya Dipertahankan untuk pasien dengan STEMI yang menjalani PCI
primer.

Dalam sebuah penelitian terhadap 3031 pasien, Mehta dkk menemukan bahwa
intervensi dini (angiografi koroner <atau = 24 jam setelah pengacakan) pada pasien
dengan ACS tidak berbeda jauh dengan intervensi tertunda (Pengambilan gambar
koroner> atau = 36 h) dalam pencegahan hasil primer (yaitu, Gabungan kematian,
infark miokard, atau stroke pada 6 bulan). Intervensi awal memang mengurangi
tingkat suku bunga Hasil sekunder (yaitu kematian, infark miokard, atau iskemia
refraktori pada 6 bulan) dan Meningkatkan hasil primer pada pasien yang memiliki
risiko tertinggi (yaitu, skor risiko GRACE> 140).

31
Dalam registrasi Swedia pasien STEMI dari 1996-2007, melaporkan adanya
peningkatan Prevalensi pengobatan berbasis bukti. [60] Penggunaan blocker aspirin,
clopidogrel, beta, Statin, dan inhibitor ACE semua meningkat. Clopidogrel
meningkat dari 0% menjadi 82%, statin meningkat Dari 23% menjadi 83%, dan
berbagai ACE inhibitor meningkat dengan margin yang besar. Sebuah penurunan
adalah Dilaporkan dalam mortalitas 30 hari dan 1 tahun yang dipertahankan selama
follow-up jangka panjang. Oleh Dengan mengikuti pedoman yang tepat, pasien yang
pernah mengalami STEMI memiliki tingkat ketahanan hidup lebih tinggi. (Coven.
2016)

2.10 Faktor Resiko


Faktor-faktor yang menyebabkan risiko terhadap sindrom koroner akut sama
dengan penyakit jantung lainnya yaitu:
 Orang-orang usia lanjut (umur 45 tahun ke atas untuk pria dan 55 tahun ke
atas untuk wanita)
 Tekanan darah tinggi
 Kadar kolestrol tinggi
 Merokok
 Jarang berolahraga
 Diabetes tipe 2
 Riwayat keluarga: jika ada anggota keluarga kandung Anda yang memiliki
sakit dada, penyakit jantung, stroke, atau meninggal mendadak.

2.11 Pencegahan
 Olahraga teratur
 Hindari merokok
 Hindari minuman beralkohol
 Makan makanan yang sehat rendah kolesterol, lemak jenuh dan garam

2.12 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
 Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
 Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
32
 Laju Endap Darah (LED)
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA, menunjukkan
inflamasi.
 AGD
Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
 Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
b. Rontgen Dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung(CTR > 50 %)
diduga gagal jantung atau aneurisma ventrikuler
c. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi ventrikel, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
d. Pemeriksaan pencitraan nuklir
Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal
lokasi atau luasnya AMI.
e. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi).Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase
AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
f. Treatmill test
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan
(Sumber: Muliadi., 2015)

2.13 Penatalaksanaan

Keberhasilan terapi SKA bergantung pada pengenalan dini gejala dan transfer
pasien segera ke unit/instalasi gawat darurat. Terdapat 3 hal yang harus dilakukan
pada penderita dengan infark miokard, yaitu :

a. Memantapkan terbukanya arteri koroner dapat dengan cara fibrinolitik,


angioplasti, atau CABG.
b. Menjaga agar arteri koroner tetap terbuka dengan antikoagulan atau dengan
anti platelet.
c. Mencegah meluasnya kerusakan miokard lebih lanjut dengan mengurangi
oksigen demand atau mencukupi kebutuhan oksigen.
33
Protokol tatalaksana awal SKA tanpa elevasi segmen ST di RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita:

a. Oksigen nasal 2-3 L/menit


b. Aspilet kunyah 160-320 mg
c. Clopidogrel loding dose 300 mg atau Ticagrelor 180 mg
d. Nitrat tablet 5 mg SL dapat diulang 3 kali,jika masih nyeri dada diberi
Morphin 2,5–5 mg IVatau Pethidin 25 mg IV atau Nitrat IV dosis dimulai
dari 5 mikrogram/menit atau dititrasi.
e. Cek laboratorium: Hb, Ht, Leukosit, Ureum, Kreatinin, GDS, Elektrolit,
CKMB, hs-Troponin.
f. ACE Inhibitor (gagal jantung, DM, hipertensi)
g. Anti iskemik beta bloker (jika tidak ada kontraindikasi) atau kalsium
antagonis
h. Statin
i. Anti koagulan:
 CCT > 30 ml/menit berikan pondafarinux atau enoxafarine subkutan,
jika CCT < 30 ml/menit berikan UFH atau enoxafarine (1 mg/KgBB
subkutan sehari sekali).
 Loding dose heparin bolus 60-70 unit maksimal 4000 unit dengan dosis
pemeliharaan 12-15 unit/KgBB/jam maksimal 1000 unit/jam dengan
target APTT 1,5-2 kali nilai kontrol. Dosis enoxafarine 1 mg/KgBB
subkutan setiap 12 jam. Dosis pondafarinux 2,5 mg subkutan sekali
sehari.

Penatalaksanaan untuk SKA adalah Primary PCI (Percutaneus Coronary


Intervention) dan fibrinolitik. Primary PCI dapat dikerjakan dalam 60 menit di ruang
kateterisasi.Meskipun Primary PCI bermanfaat untuk melebarkan pembuluh
darahyang menyempit, dalam kenyataannnya juga memiliki komplikasi. Komplikasi
dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu yang secara umum berkaitan dengan
kateterisasi arteri dan yang berhubungan dengan teknologi yang spesifik yang
digunakan untuk prosedur pada koroner (AHA, 2001, dalam Meilany, 2011). Berikut
ini beberapa kompilasi paska pemasangan stent

Onset lebih dari 12 jam. Jika kondisi stabil rawat CVC kurang dari 48 jam,
rawat ruang intermediate atau ruang rawat biasa jika onset lebih dari 48 jam,
echokardiografi dan angiografi koroner dalam 24 jam. Pada pasien tidak stabil
dilakukan PCI dini. Indikasi PCI dini adalah:

34
a. Persentasi lebih dari 3 jam
b. Tersedia fasilitas PCI
c. Waktu kontak antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon kurang dari 90
menit
d. Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon dikurangi waktu antara
pasien tiba sampai dengan fibrinolitik kurang dari 1 jam
e. Terdapat kontraindikasi fibrinolitik
f. Resiko tinggi (gagal jantung kongestif killip III)

35
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
diagnosa medis, no register dan tanggal MRS. Infeksi ini terutama terserang
anak-anak dan bersifat mudah menular
b. Keluhan Utama
Klien datang ke pusat kesehatan dengan keluhan badanya terasa demam
seperti akan flu dan terdapat ruam yang berisi air d sekitar tubuhnya.
c. Riwayat Penyakit Dahulu.
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit kulit sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Sekarang.
Saaat ini klien merasa badanya terasa panas seperti akan flu dan terdapat
ruam merah pada bagian tubuhnya dan tersa nyeri apabila di pegang.
Sebelumnya klien belum pernah periksa kesehatan ke pusat kesehatan.
Klien mengonsumsi obat dari warung berupa obat flu karena klien
menyangka dirinya akan terkena flu.
e. Riwayat Penyakit Keluarga.
Sebelumnya tetengga dari klien pernah mengalami penyakit cacar air dan
klien sering berkunjung ke tetangganya saat cacarnya sudah mulai kering.
Tidak ada anggota keluarganya yang mnegalami keluhan sama seperti dia.

3.2. Pengkajian fokus


a. Aktivitas / Istirahat
Tanda : penurunan kekuatan tahanan
b. Integritas ego
Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, kekuatan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, menyangkal, menarik diri, marah.
c. Makan/cairan
Tanda : anorexia, mual/muntah
d. Neuro sensori
Gejala : kesemutan area bebas
Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku kejang (syok listrik), laserasi
corneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penglihat
e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sensitif untuk disentuh, ditekan, gerakan udara, peruban suhu.
36
f. Keamanan
Tanda : umum destruksi jaringan dalam mungkin terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trambus mikrovaskuler pada kulit.
 Data subjektif
Pasien merasa lemas, tidak enak badan, tidak nafsu makan dan sakit kepala.
 Data Objektif :
a. Integumen : kulit hangat, pucat dan adanya bintik-bintik kemerahan
pada kulit yang berisi cairan jernih.
b. Metabolik : peningkatan suhu tubuh.
c. Psikologis : menarik diri.
d. GI : anoreksia.
e. Penyuluhan / pembelajaran : tentang perawatan luka varicela.
3.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang bisa muncul diantaranya:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera iskhemia jaringan sekunder
terhadap sumbatan arteri koroner
b. Penurunan cardiac out put berhubungan dengan Gangguan stroke volume
(preload, afterload, kontraktilitas)
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dengan beban kerja jantung
meningkat

37
3.4 Intervensi dan Rasional
a. Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera iskhemia jaringan sekunder
terhadap sumbatan arteri coroner

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam nyeri


berkurang
Kriteria hasil :
 Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi skala nyeri
0-2 ( 0-7 ).
 Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
 Pasien tidak gelisah

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil

Nyeri akut berhubungan dengan NOC : NIC :


agent cidera iskhemia jaringan Setelah dilakukan tindakan  Lakukan pengkajian nyeri
sekunder terhadap sumbatan keperawatan selama 3x24 jam secara komprehensif termasuk
arteri coroner nyeri pasien teratasi, lokasi, karakteristik, durasi,
Mampu mengontrol nyeri (tahu frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
penyebab nyeri, mampu
 Observasi reaksi nonverbal dari
menggunakan tehnik ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk  Kontrol lingkungan yang dapat
mengurangi nyeri, mencari mempengaruhi nyeri seperti
dengan kriteria hasil: bantuan) suhu ruangan, pencahayaan dan
 Melaporkan bahwa nyeri kebisingan
berkurang dengan  Kurangi faktor presipitasi nyeri
menggunakan manajemen  Kaji tipe dan sumber nyeri
nyeri untuk menentukan intervensi
 Mampu mengenali nyeri  Ajarkan tentang teknik non
(skala, intensitas, frekuensi farmakologi: napas dala,
dan tanda nyeri) relaksasi, distraksi, kompres
 Menyatakan rasa nyaman hangat/ dingin
setelah nyeri berkurang Kolaborasi:
 Tanda vital dalam rentang  Berikan analgetik untuk
normal mengurangi nyeri

38
b. Penurunan cardiac out put berhubungan dengan Gangguan stroke volume
(preload, afterload, kontraktilitas)

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam penurunan


kardiac ou put klien teratasi
Kriteria hasil :
- Dapat mentoleransi aktivitas
- Tanda vital normal

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil

Penurunan cardiac out put NOC : NIC :


berhubungan dengan Gangguan Setelah dilakukan asuhan  Evaluasi adanya nyeri dada
stroke volume (preload, selama 3x24 jam penurunan  Catat adanya disritmia jantung
afterload, kontraktilitas) kardiak output klien teratasi  Catat adanya tanda dan gejala
dengan kriteria hasil: penurunan cardiac putput
 Tanda Vital dalam rentang  Monitor respon pasien terhadap
normal (Tekanan darah, Nadi, efek pengobatan antiaritmia
respirasi)  Anjurkan untuk menurunkan
 Dapat mentoleransi aktivitas, stress
tidak ada kelelahan  Monitor TD, nadi, suhu, dan
 Tidak ada edema paru, RR
perifer, dan tidak ada asites  Monitor jumlah, bunyi dan
 Tidak ada penurunan irama jantung
kesadaran  Monitor sianosis perifer
 AGD dalam batas normal Kolaborasi:
 Tidak ada distensi vena leher  Berikan obat anti aritmia,
 Warna kulit normal inotropik, nitrogliserin dan
vasodilator untuk
mempertahankan kontraktilitas
jantung
 Berikan antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer
39
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen.

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam Intoleransi


aktivitas tercukupi.
Kriteria hasil :
- Mampu melakulan aktifitas sehari-hari
- Kesimbangan Aktivitas dan istirahat
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil

Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan  Observasi adanya
ketidakseimbangan antara keperawatan selama 3x24 jam pembatasan klien dalam
kebutuhan dan suplai oksigen. Pasien bertoleransi terhadap melakukan aktivitas
aktivitas dengan kriteria hasil :  Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
 Berpartisipasi dalam aktivitas
 Monitor nutrisi  dan sumber
fisik tanpa disertai peningkatan
energi yang adekuat
tekanan darah, nadi dan RR
 Monitor pasien akan adanya
 Mampu melakukan aktivitas
kelelahan fisik dan emosi
sehari hari (ADLs) secara
secara berlebihan
mandiri
 Monitor respon
 Keseimbangan aktivitas dan
kardivaskuler  terhadap
istirahat
aktivitas (takikardi,
disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat, perubahan
hemodinamik)
 Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial
 Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
39

d. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan beban kerja jantung meningkat
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam pasien
menunjukkan kefektivan pola nafas
Kriteria hasil :
- menunjukkan jalan nafas paten
Diagnosa Keperawatan Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:


berhubungan dengan beban
kerja jantung meningkat Setelah dilakukan tindakan  Posisikan pasien untuk
keperawatan selama 3x24 jam memaksimalkan ventilasi
pasien menunjukkan  Lakukan fisioterapi dada jika
keefektifan pola nafas, perlu
dibuktikan dengan kriteria  Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
hasil:
 Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
 Mendemonstrasikan batuk
 Atur intake untuk cairan
efektif dan suara nafas yang
mengoptimalkan keseimbangan.
bersih, tidak ada sianosis dan
 Monitor respirasi dan status O2
dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum,  Bersihkan mulut, hidung dan
mampu bernafas dg mudah, secret trakea
tidakada pursed lips)  Pertahankan jalan nafas yang
 Menunjukkan jalan nafas paten
yang paten (klien tidak  Observasi adanya tanda tanda
merasa tercekik, irama nafas, hipoventilasi
frekuensi pernafasan dalam  Monitor adanya kecemasan
rentang normal, tidak ada pasien terhadap oksigenasi
suara nafas abnormal)  Monitor  vital sign
 Tanda Tanda vital dalam  Informasikan pada pasien dan
rentang normal (tekanan keluarga tentang tehnik relaksasi
darah, nadi, pernafasan) untuk memperbaiki pola nafas.
 Ajarkan bagaimana batuk efektif
 Monitor pola nafas    
40

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri otot. Cara bekerjanya


menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf
otonom). Lapisan jantung terdiri dari : Endokardium, Miokardium,
Pericardium Ruang Jantung terbagi atas empat
ruang: Atrium kanan dan atrium kiri yang dipisahkan oleh septum intratrial, Ventrikel
kanan dan ventrikel kiri yang dipisahkan oleh septum. Katup jantung terdiri
dari : Katup Trikuspidalis, Katup pulmonal ,Katup Bikuspid, Katup Aorta.

Pembuluh darah dalam jantung : Arteri Koroner, Vena Kava Superior, Vena
kava Inferior, Vena Pulmonalis, Aorta, Arteri Pulmonalis.

Fisiologi jantung terbagi dalam beberapa bagian diantaranya Sistem


pengaturan jantung terdapat serabut parkinje yang merupakan serabut otot jantung
khusus,nodus sinoatrial,nodus atrioventrikular,dan berkas A-V. Aktivitas kelistrikan
jantung  ,siklus jantung,bunyi jantung, frekuensi jantung,curah jantung,cara kerja
jantung.
Saran
Kita sebagai perawat sebaiknya memahami dan dapat mengaplikasikan segala
sesuatu yang terdapat dimakalah ini agar terciptanya perawat yang professional dalam
menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif.
41

DAFTAR PUSTAKA

Alaeddini Jamshid, MD, FACC, FHRS. 2016. “Angina Pectoris”. Medscape,


desember 2016. http://emedicine.medscape.com/article/150215-
differential 11 Mei 2017

Coven, David L, MD, PhD. 2016. “Acute Coronary Syndrome”. Medscape,


desember 2016 http://emedicine.medscape.com/article/1910735-
overview 27 Maret 2017.

Herdman. T. H dan S. Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi &


Klasifikasi 2015-2017 edisi 10. Jakarta: EGC

Juliawan Dewa. 2012. “Askep ACS” (online). Juni 2012.


http://askepacs.blogspot.co.id/2012/06/konsep-dasar-keperawatan-
1.html 11 Mei 2017

Oktavianus dan Febriana Sartika Sari. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Sistem
Kardiovaskuler Dewasa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rizky Pribadi. 2014. “Non-ST Elevasi miokard Infark” (online). Januari 2014.
http://kalangkangmencrang.blogspot.co.id/2014/01/non-st-elevasi-
miokard-infark-nstemi.html 11 Mei 2017

Roffi Marco. (2016). “2015 ESC Guidelines for the management of acute
coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-
segment elevation”. European Heart Journal, is a available on the ESC
website http://www.escardio.org/guidelines 27 maret 2017 hal: 273

Tan Walter, MD, MS. 2015. “Unstable Angina”. Medscape 2015.


http://emedicine.medscape.com/article/159383-workup#showall 27
Mei 2017

Widya Josephine. 2014. “Sindrom Koroner Akut”. (online). April 2014.


https://josephinewidya.wordpress.com/2014/04/30/definisi-etiologi-
faktor-risiko-dan-klasifikasi-sindrom-koroner-akut/ 11 Mei 2017

Anda mungkin juga menyukai