Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

“HAJI”

Disusun oleh :

Anik Anafilah (E2014401011)

Riska Sartika (E2014401015)

Ucu Dini Ariyani (E2014401013)

Dosen :

Asep Muhsin, Lc.,M.Ud.

PRODI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA


HAJI1

Oleh : Kelompok 42

Pendahuluan

Haji menurut pengertian kamus Bahasa Indonesia adalah rukun islam yang kelima
kewajiban ibadah yang harus dilakukan oleh orang Islam yang mampu dengan mengunjungi
ka’bah di Masjidil Haram pada bulan haji dan mengamalkan amalan-amalan haji seperti
ihram, tawaf, sai, dan wukuf (Qodratilah, 2011: 152). Haji menurut bahasa, ialah menuju
kesuatu tempat berulang kali atau menuju kepada sesuatu yang dibebaskan (Shiddieqy, 1983:
16). Sedangkan menurut istilah, berarti beribadah kepada Allah dengan melaksanakan
manasik haji, yaitu perbuatan tertentu yang dilakukan pada waktu dan tempat tertentu dengan
cara yang tertentu pula (Aqilla, 2010:5). Hal ini berbeda dengan umrah yang biasa dilakukan
sewaktu-waktu (Nurdin, 2004:1).

Haji dalam pengertian istilah para ulama, ialah menuju ke Ka ‘bah untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tertentu, atau dengan perkataan lain bahwa haji adalah mengunjungi
suatu tempat tertentu pada waktu tertentu dengan melakukan suatu pekerjaan tertentu. Yang
dimaksud dengan “mengunjungi” itu ialah mendatangi, yang dimaksud dengan tempat
tertentu itu ialah Ka’bah dan Arafah. Yang dimaksud dengan “waktu tertentu” itu ialah bulan-
bulan haji, yaitu bulan Syawal, Zulqaidah, dan Zulhijjah dan 10 pertama bulan Zulhijjah.
Yang dimaksud dengan “perbuatan tertentu” itu ialah berihram, wukuf di Arafah, mabit di
Muzdalifah, mabit di Mina, melontar jamrah, mencukur, tawaf, dan sai.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa haji harus dilakukan di tempat
tertentu, pada waktu tertentu, dan dengan perbuatan-perbuatan tertentu (Ahmad, 2003: 228).
Ibadah haji tidak dilakukan di sembarang tempat, disembarang waktu, dan dengan sembarang
perbuatan. Apabila haji dilakukan dalam keadaan demikian itu bukanlah haji.

Haji merupakan rukun Islam yang kelima yang diwajibkan bagi seorang Muslim
sekali sepanjang hidupnya bagi yang mampu melaksanakanya, Setiap perbuatan dalam
ibadah haji sebenarnya mengandung rahasia, contoh seperti ihrom sebagai upacara pertama
maksudnya adalah bahwa manusia harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan hanya
1
Makalah ini diaujukan sebagai tugas Mata Kuliah Al Islam dan Kemuhammadiyahan yang diampu oleh Bpk.
Asep Muksin, Dosen Agama Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya.

2
Kelompok 4 terdiri atas: Anik Anafilah E2014401011 , Riska Sartika E2014401015, dan Ucu Dini Ariyani
E2014401013
mengahadap diri kepada Allah Yang Maha Agung. Memperteguh iman dan takwa kepada
allah SWT karena dalam ibadah tersebut diliputi dengan penuh kekhusyu’an, Ibadah haji
menambahkan jiwa tauhid yang tinggi.

Ibadah haji adalah sebagai tindak lanjut dalam pembentukan sikap mental dan akhlak
yang mulia. Ibadah haji adalah merupakan pernyataan umat islam seluruh dunia menjadi
umat yang satu karena memiliki persamaan atau satu akidah. Memperkuat fisik dan mental,
kerena ibadah haji maupun umrah merupakan ibadah yang berat memerlukan persiapan fisik
yang kuat, biaya besar dan memerlukan kesabaran serta ketabahan dalam menghadapi segala
godaan dan rintangan. Ibadah haji Menumbuhkan semangat berkorban, baik harta, benda,
jiwa besar dan pemurah, tenaga serta waktu untuk melakukannya.

Dengan melaksanakan ibadah haji bisa dimanfaatkan untuk membangun persatuan


dan kesatuan umat Islam sedunia. Ibadah haji merupakan muktamar akbar umat islam
sedunia, yang peserta-pesertanya berdatangan dari seluruh penjuru dunia dan Ka’bahlah yang
menjadi simbol kesatuan dan persatuan.3

A. Hakekat Haji
Hakikat ibadah haji pada dasarnya adalah suatu tindak mujahadah (upaya jiwa yang
sungguh-sungguh) untuk memeperoleh kesadaran musyahadah (penyaksian). Yakni proses
kegigihan seorang hamba mengunjungi Baitullah sebagai sarana bertemu (liqa’) dengan
Tuhan. Ibadah Haji adalah simbol kepulangan manusia kepada Tuhan yang Maha Mutlak.
Oleh karena itu, niatkan haji hanya semata-mata karena Allah Swt. Pakailah pakain kejujuran
dan buang jauh-jauh sifat keangkuhan, kebanggaan dan semua atribut (label) yang biasa
melekat pada diri. Manusia harus menjadikannya titik orientasinya hanya kepada Allah (QS.
Al-An’am:162- 163), sebagaimana yang digambarkan ketika sedang thawaf. Bahwa kita
bagian dari seluruh jagad raya yang selalu tunduk dan patuh kepada Tuhan. Sekaligus
gambaran akan larut dan leburnya manusia dalam hadirat Ilahi (al-fana’fi Allah). Saat
menyembelih kurban niatkan untuk menyembelih “nafsu kebinatangan” yang ada dalam diri.
Sifat egoisme, dehumanisme, sifat kerakusan, keserakahan, ketamakan dan sifat-sifat buruk
lainnya. Keberhasilan ibadah haji bukan dilihat dari berapa kalinya seseorang
menunaikannya. Akan tetapi lebih ditentukan oleh kesadaran musyahadahnya kepada Tuhan.
Karena musyahadah inilah yang akan membentuk visi kemanusiaan, keadilan dan solidaritas
sosial. Kesadaran yang demikian akan membentuk manusia yang arif. Yakni manusia yang
3
Sumber https://yayasanalbarokahmadani.com/pengertian-haji-syarat-rukun-jenis-tata-cara-manfaatnya/ diakses
pada tanggal 10 Maret pukul 10.54 WIB
mampu memberikan kesejukan, kecintaan, kebenaran dan keadilan di muka bumi sehingga
mampu membersihkan dari unsur-unsur duniawi dan membangunnya di atas batin yang tulus
dan suci. Dengan demikian, keadilan kejujuran dan kemanusiaan sejati akan mudah tersemai
di bumi.4
B. Sejarah Haji

Ibadah haji merupakan rukun islam yang kelima dan wajib dilaksanakan bagi muslim
yang mampu. Setiap tahun, jutaan umat muslim dari seluruh penjuru dunia berkumpul di
tanah suci untuk berhaji. Ibadah haji telah ada sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW,
yakni pada masa Nabi Ibrahim AS (1861-1686 SM). Pun serangkaian ibadah haji, di
antaranya juga berasal dari kisah keluarga Nabi Ibrahim AS.

Salah satunya, Sa'i. Sa'i adalah lari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwa sebanyak
tujuh kali. Ritual ini berawal dari Hajar, istri kedua Nabi Ibrahim AS, yang ditinggalkan
sendirian bersama bayinya, Ismail di dataran Mekah yang tandus dan kering.

Hajar yang dilanda kebingungan karena bayinya menangis kehausan, berlari bolak-
balik antara bukit Shafa dan Marwa hingga sebanyak tujuh kali. Hingga akhirnya atas
kehendak Allah SWT, keluarlah mata air di bawah kaki Ismail yang diberi nama zam-zam.

Berkat mata air itu, dataran yang semula sepi berubah ramai dengan kedatangan
penduduk baru yakni bangsa Jurhum. Menginjak usia remaja, Ismail bersama ayahnya, Nabi
Ibrahim AS, bekerja sama membangun Kakbah sampai ketinggian 7 hasta.

Dengan petunjuk Jibril, mereka meletakkan posisi Hajar Aswad seperti perintah Allah
SWT. Lalu Ibrahim membuat 2 pintu ka’bah. Pintu pertama terbuka ke timur dan pintu kedua
terbuka ke barat. Setelahnya, keduanya melakukan ibadah haji atas perintah Allah.

Disempurnakan oleh Muhammad

Sepeninggal Nabi Ibrahim AS, banyak penyelewengan ibadah haji yang dilakukan.
Belum lagi Kakbah yang sering dijadikan tempat maksiat. Karena itu, Allah memerintahkan
Nabi Muhammad SAW untuk mengembalikan tempat dan tata cara berhaji agar sesuai
dengan ajarannya semula. Ibadah ini baru diwajibkan kembali kepada umat Nabi Muhammad

4
Sumber https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/esoterik/article/view/1900#:~:text=Hakikat%20ibadah
%20haji%20pada%20dasarnya,(liqa')%20dengan%20Tuhan diakses pada 11 Maret 2021 pukul 12.57 WIB.
pada tahun ke-6 hijriah (ada juga yang menyebutkan pada tahun ke-3 atau 5 hijriah) melalui
firman Allah SWT:

‫سبِياًل َو َمنْ َكفَ َر فَإِنَّ هَّللا َ َغنِ ٌّي‬


َ ‫ستَطَا َع إِلَ ْي ِه‬ ِ ‫س ِح ُّج ا ْلبَ ْي‬
ْ ‫ت َم ِن ا‬ ِ ‫فِي ِه آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ َمقَا ُم إِ ْب َرا ِهي َم َو َمنْ د ََخلَهُ َكانَ آ ِمنًا َوهَّلِل ِ َعلَى النَّا‬
َ‫َن ا ْل َعالَ ِمين‬
ِ ‫ع‬

Artinya:

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) makam Ibrahim, barang siapa
memasukinya (baitullah itu) menjadi amanlah dia. Mengerjakan haji menuju baitullah adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) yang sanggup mengadakan perjalanan ke
sana. Barangsiapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya
dari semesta alam” (QS Ali Imran: 97)5.

C. Mencapai Haji Mabrur

Setiap umat muslim yang melaksanakan ibadah haji pasti bercita – cita menjadi
haji mabrur. Haji mabrur adalah haji yang diterima ibadahnya oleh Allah SWT. Pada
hakikatnya, hanya Allah SWT yang menentukan dan mengetahui diterimanya ibadah haji
yang ditunaikan oleh umat muslim. Namun, berdasarkan penjelasan Rosulullah SAW
telah dijelaskan 5 kriteria untuk mencapai haji mabrur.

1. Niat Lurus dan Ikhlas. Niat memiliki kedudukan yang sangat penting dalam setiap
perbuatan, termasuk ibadah. Niat menjadi penilaian dari arah dan tujuan setiap
ibadah yang hendak dilakukan. Untuk memperoleh haji mabrur hendaklah
menunaikan ibadah hajinya dengan niat ikhlas dan motivasi benar – benar karena
Allah SWT semata.
Allah SWT berfirman dalam Surat Al Bayyinah ayat 5, yang artinya “Dan
tidaklah mereka disuruh melainkan untuk menyembah Allah SWT dan
mengikhlaskan agama (semata – mata) karena Allah.”
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung dari
niatnya dan masing – masing mendapatkan pahala dari niatnya itu.”

5
Sumber https://inibaru.id/islampedia/sejarah-singkat-ibadah-haji-umat-islam diakses pada tanggal 11 Maret
2021 pukul 13.54 WIB.
Syuraih al Qadhi berkata: “Yang (benar- benar) berhaji sedikit, meski jamaah haji
banyak. Alangkah banyak orang yang berbuat baik, tapi alangkah sedikit yang
ikhlas karena Allah.”
2. Rezeki yang Halal. Untuk berangkat haji pastinya membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Hendaknya, harta yang digunakan nuntuk berhaji adalah benar – benar
harta yang halal. Allah SWT hanya menerima yang halal dan tidak untuk yang
haram.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sungguh Allah baik, tidak menerima kecuali
yang baik.” Jadi, apalah artinya haji yang ditunaikan dengan biaya yang
bersumber dari yang haram yang dengan jelas tidak akan diterima oleh Allah
SWT. Dan bukankah tujuan utama dari ibadah haji adalah untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda: “Jika seseorang pergi menunaikan haji dengan biaya
dari harta yang halal dan kemudian diucapkannya “Labbaikallaahumma labbaik
(ya Allah, inilah aku datang memenuhi panggilan-Mu). Maka berkata penyeru dari
langit:”Allah menyambut dan menerima kedatanganmu dan semoga kamu
berbahagia. Pembekalanmu halal, pengangkutanmy juga halal, maka hajimu
mabrur, tidak dicampuri dosa. Sebaliknya, jika ia pergi dengan harta yang haram,
dan ia mengucapkan “Labbaik”. Maka penyeru dari langit berseru:”Tidak diterima
kunjunganmu dan engkau tidak berbahagia. Pembekalanmu haram,
pembelanjaanmu juga haram, maka hajimu ma’zur (mendatangkan dosa) atau
tidak diterima.” [HR Tabrani]6
Rasulullah SAW juga pernah bersabda: “Bagaimana mungkin akan dikabulkan
doa orang yang makanannya, minumannya, pakaiannya, dan pendapatannya
haram, sekalipun ia terus menerus menengadahkan tangannya ke langit.”
3. Meneladani Manasik Rosulullah SAW. Sebenar-benarnya manasik haji adalah
manasik haji Rosulullah SAW. Setiap umat muslim yang berhaji hendaknya
mencontoh, meneladani dan berpedoman pada manasik haji Rosulullah SAW. Hal
ini sudah mutlak dilakukan, sebagaimana sabda Rosulullah SAW :
“Hendaklah kamu mengambil manasik hajimu dari aku.” [HR Muslim].
Jadi, sebaiknya setiap calon jamaah haji terlebih dahulu mempelajari sebaik-
baiknya manasik haji Rosulullah SAW.

6
Sumber https://manasikumroh.com/bagaimana-cara-memperoleh-haji-mabrur-berdasarkan-petunjuk-
rosulullah-saw/ diakses pada tanggal 11 Maret 2021 pukul 13.00 WIB.
4. Menjaga Lisan dan Tidak Berbuat Maksiat Selama Ihram. Dalam kondisi ihram
hendaknya menjauhi segala larangan ihram, diantaranya yaitu berkata kotor dan
berbuat maksiat. Hendaknya ketika melaksanakan haji menjauhi rafats, fusuq,
jidal, berkata –kata kotor, berbuat fasik, berkata kasar dan saling berbantah-
bantahan. Berkata-kata kotor merupakan salah satu larangan berihram, dan
menghindarinya dengan cara memperbanyak dzikir.
Allah SWT berfirman yang artinya : “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang
diketahui, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan – bulan itu untuk
mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, fusuq dan berbantah-bantahan selama
mengerjakan haji.”
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang haji dan ia tidak rafats dan tidak
fusuq, ia akan kembali pada keadaannya saat dilahirkan ibunya.”
Rafats merupakan semua bentuk kekejian dan perkara tidak berguna yang meliputi
bersenggama, bercumbu dan berkata-kata yang dapat menimbulkan birahi. Fusuq
merupakan segala maksiat. Jidal merupakan berbantah-bantahan yang mempu
menimbulkan pertengkaran.
5. Membawa Perbaikan. Ibadah haji yang dilakukan harus mampu membawa
perbaikan diri, baik akhlaq dan tingkah laku. Adapun diantaranya, memiliki hati
yang lebih lembut dan bersih, tutur kata yang semakin lembut dan baik, ilmu dan
amalan yang benar, serta lebih istiqamah.

D. Hikmah Haji Dalam Berbagai Aspek

Hikmah ibadah haji ini di antaranya:

1.Menjadi Tetamu Allah

Kakbah atau Baitullah itu dikatakan juga sebagai 'Rumah Allah'. Walau bagaimana
pun haruslah dipahami bahwa bukanlah Allah itu bertempat atau tinggal di situ.
Sesungguhnya Allah itu ada di mana-mana. Kakbah dikatakan sebagai 'Rumah Allah'
karena mengambil apa yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim a.s.: orang yang
mengerjakan haji adalah merupakan tetamu istimewa Allah. Dan, sudah menjadi
kebiasaan setiap tetamu mendapat layanan yang istimewa dari tuan rumah.

Rasulullah bersabda: "Orang yang mengerjakan haji dan orang yang mengerjakan
umrah adalah tetamu Allah Azza wa jalla dan para pengunjung-Nya. Jika mereka
meminta kepada-Nya, niscaya diberi-Nya. Jika mereka meminta ampun, niscaya
diterima-Nya doa mereka. Dan, jika mereka meminta syafaat, niscaya mereka diberi
syafaat." (Ibnu Majah)

2. Mendapat Tarbiah Langsung dari Allah

Di kalangan mereka yang pernah mengerjakan haji, mereka mengatakan bahwa


ibadah haji adalah ke puncak ujian dari Allah Swt. Ini disebabkan jumlah orang yang
sama-sama mengerjakan ibadah tersebut adalah terlalu ramai hingga menjangkau
angka jutaan orang.

Rasulullah bersabda: "Bahwa Allah Azza wa jalla telah menjanjikan akan 'Rumah' ini,
akan berhaji kepadanya tiap-tiap tahun enam ratus ribu. Jika kurang, niscaya
dicukupkan mereka oleh Allah dari para malaikat."

Sabda Rasulullah lagi, "Dari umrah pertama hingga umrah yang kedua menjadi
penebus dosa yang terjadi di antara keduanya, sedangkan haji yang mabrur (haji yang
terima) itu tidak ada balasannya kecuali surga." (Bukhari dan Muslim)

3. Membersihkan Dosa

Mengerjakan ibadah haji merupakan kesempatan untuk bertaubat dan meminta ampun
kepada Allah. Terdapat beberapa tempat dalam mengerjakan ibadah haji itu
merupakan tempat yang mustajab untuk berdoa dan bertaubat.

Malah ibadah haji itu sendiri jika dikerjakan dengan sempurna tidak dicampuri
dengan perbuatan-perbuatan keji, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya
sehingga dia suci bersih seperti baru lahir ke dunia ini.

Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang melakukan Ibadah Haji ke Baitullah dengan


tidak mengucapkan perkataan keji, tidak berbuat fasik, dia akan kembali ke negerinya
dengan fitrah jiwanya yang suci ibarat bayi baru lahir daripada perut ibunya."
(Bukhari Muslim)

4. Memperteguhkan Iman
Ibadah haji secara tidak langsung telah menghimpunkan manusia Islam dari seluruh
pelusuk dunia. Mereka terdiri atas berbagai bangsa, warna kulit, dan bahasa
pertuturan. Hal ini membuka pandangan dan pikiran tentang kebenaran Alquran yang
diterangkan semua dengan jelas dan nyata.

Firman -Nya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
lelaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal mengenal." (Al-Hujurat 13)

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan
berlainan bahasamu dan warna kulitmu." (Ar-Rumm 22)

5. Iktibar dari Peristiwa Orang-Orang Saleh

Tanah suci Mekah adalah merupakan lembah yang menyimpan banyak rentetan
peristiwa-peristiwa bersejarah. Di antaranya sejarah nabi-nabi dan rasul, para sahabat
Rasulullah, para tabiin, tabi’ut tabiin dan salafus saleh yang mengiringi mereka.
Sesungguhnya peristiwa tersebut boleh diambil iktibar atau pengajaran untuk
membangun jiwa seseorang.

Rasulullah bersabda: "Sahabat-sahabatku itu laksana bintang-bintang di langit, jika


kamu mengikut sahabat-sahabatku, niscaya kamu akan mendapat petunjuk."

Di antara peristiwa yang terjadi ialah:

- Pertemuan di antara Nabi Adam a.s. dan Siti Hawa di Padang Arafah.
- Siti Hajar dan Nabi Ismail a.s. ditinggalkan di tengah padang pasir yang
kering kerontang di antara Bukit Safa dan Marwah.
- Pengorbanan Nabi Ibrahim a.s. menyembelih Nabi Ismail a.s. sebagi
menurut perintah Allah.
- Nabi Ismail a.s. dan Nabi Ibrahim a.s. mendirikan Kakbah.
- Lahirnya seorang anak yatim yang miskin dan serba kekurangan. Tidak
tahu membaca dan menulis, tetapi mempunyai akhlak yang terpuji hingga
mendapat gelaran Al-Amin.
- Medan Badar dan Uhud sewajarnya mengingati seseorang kepada
kegigihan Rasulullah dan para sahabat menegakkan agama Allah.
6. Merasa Bayangan Padang Mahsyar

Bagi orang yang belum mengerjakan haji tentunya belum pernah melihat dan
mengikuti perhimpunan ratusan ribu manusia yang berkeadaan sama tiada beza. Itu
semua dapat dirasai ketika mengerjakan haji.

Perhimpunan di Padang Arafah menghilangkan status dan perbedaan hidup manusia


sehingga tidak dapat kenal siapa kaya, hartawan, rakyat biasa, raja, dan sebagainya.
Semua mereka sama dengan memakai pakaian seledang kain putih tanpa jahit.

Firman Allah Swt.: "Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah siapa yang
paling taqwa." (Al-Hujurat-13)

7. Syiar Perpaduan Umat Islam

Ibadah Haji adalah merupakan syiar perpaduan umat Islam. Ini kerana mereka yang
pergi ke Tanah Suci itu hanya mempunyai satu tujuan, yaitu menunaikan perintah
Allah atau kewajiban Rukun Islam yang kelima. Dalam memenuhi tujuan tersebut
mereka melakukan perbuatan yang sama, memakai pakaian yang sama, mengikut
tertib yang sama. Malah boleh dikatakan, semuanya sama. Ini menggambarkan
perpaduan dan satu hati umat Islam.7

E. Makna spiritual Haji Bagi Kehidupan Sosial

7
Sumber https://m.antaranews.com/berita/294215/hikmah-ibadah-haji-1 diakses pada tanggal 11 Maret pukul
14.44 WIB
Makna spiritual

Sebagai sebuah ibadah yang sarat dengan simbol dan makna spiritual, sejatinya harus
dipahami dengan benar oleh jamaah haji. Sebab dengan mengerti, memahami dan
menghayati makna tersirat dari yang tersiratlah ibadah haji akan bermakna. Berhaji dengan
ritual fisik tanpa memahami makna sama dengan ritual ulangan yang jauh dari nilai
religiusitas. Dan itu adalah ibadah yang kering dengan makna. Seorang yang bergelar haji
diharapkan menjadi agen perubahan untuk membawa manusia ke arah yang baik. Seorang
yang bergelar haji adalah seorang yang telah memahami makna hidup dengan benar. Tentu
perilaku dan tindak tanduknya secara kualitatif-kuantitatif menjadi baik. Akan menjadi
antiklimaks apabila haji hanya dipahami sebagai ibadah simbol dan itu tidak termanifestasi
dalam realitas kehidupan di masyarakat.
Haji memang dilakukan di tanah suci tapi sejatinya haji itu adalah di tanah air. Rukun dan
syaratnya dilakukan di Mekkah, tapi aplikasi haji itu adalah di Indonesia. Haji yang penuh
dengan makna paripurna itulah sesungguhnya makna spiritual ibadah haji. Bukan hanya
sekedar bergelar haji atau hajjah. Wallahu a’lam.

1. Makna Ikhrom

memakai ihram, sesungguhnya kita diingatkan bahwa kehidupan di dunia ini tidaklah
abadi, melainkan hanya senda-gurau belaka (QS. 29:64). Dalam hal ini, pakaian ihram
dianalogikan sebagai kain kafan yang setiap saat dapat membalut tubuh kita. Untuk itu,
kita harus menyadari benar konsep innalillahi wa innailaihi raji’un yang mengandung arti
bahwa kita semua adalah makhluk ciptaan Allah SWT dan kepada-Nyalah kita akan
kembali itu makna dari ihram apabila ditinjau dari dimensi yang pertama, yaitu dimensi
vertikal. Lalu apakah makna ihram apabila dilihat dari dimensi horizontal?
Sesungguhnya, makna yang terkandung sangatlah sederhana yaitu kita diminta
menanggalkan segala kepalsuan dan diminta untuk senantiasa bertindak apa adanya.
Hipokrit merupakan suatu sikap dimana kita melegalkan kedustaan demi tercapainya
keinginan pribadi. Sebagai contoh, kita sering mendengar seseorang memuji atasannya
demi kenaikan pangkat, bukan karena atasannya memang layak dipuji karena
kepribadiannya ataupun etos kerjanya.

Di samping itu, dengan memakai pakaian ihram kita disadarkan untuk melepaskan
diri dari kesombongan, klaim superioritas, maupun ketidaksamaan derajat atas manusia
yang lain. Oleh karena itu, kita diharuskan agar senantiasa berbuat baik dan
mengedepankan sikap saling menghormati. Apabila hal ini dapat terwujud, maka cita-cita
akan perdamaian, toleransi, ataupun kerukunan masyarakat akan lebih mudah untuk
direalisasikan.

2. Makna Thawaf

Thawaf merupakan rangkaian dari ibadah haji dimana kita diharuskan untuk mengelilingi
Ka’bah sebanyak tujuh kali. Pada hakikatnya, thawaf dapat diartikan sebagai tindakan
meniru perilaku alam semesta yang senantiasa “berdzikir” kepada Allah SWT. Melalui
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, kita dapat mengetahui bahwa sesungguhnya benda-
benda alam senantiasa bergerak. Gunung yang besar dan kukuh ternyata bergerak
(bergeser), bulan bergerak dengan mengelilingi bumi, bumi bergerak dengan mengelilingi
matahari, dan mataharipun bergerak mengelilingi pusat dari gugusan-gugusan bintang
yaitu galaksi Bima Sakti (Milky Way) atau yang kita kenal dengan sebutan Black Hole.
Inilah makna thawaf dalam dimensi vertikal, yaitu penegasan bahwa sesungguhnya kita
merupakan bagian dari alam semesta yang tunduk dan patuh kepada Sang Pencipta serta
dan diharuskan untuk senantiasa mengingat-Nya.

Dalam dimensi horizontal, kita diminta senantiasa hidup dengan penuh keteraturan seperti
keteraturan gerak benda-benda alam raya. Bayangkan, apabila gerakan yang dilakukan
oleh benda-benda tersebut tidak teratur, tentunya akan mengakibatkan chaos (suatu
keadaan dengan penuh ketidakteraturan) yang tentunya dapat membawa kehancuran.
Sama halnya dengan benda-benda alam tersebut, manusia juga dapat mengalami
kehancuran apabila tidak hidup dalam keteraturan karena dapat memicu konflik.
Keseimbangan hidup, itulah kunci agar kita dapat hidup dalam keteraturan, ingat, alam
raya diciptakan juga atas dasar konsep keseimbangan (QS. 55: 7-9).

Selain soal keteraturan, dalam melaksanakan thawaf kita juga diingatkan bahwa
sesungguhnya kehidupan setiap manusia senantiasa berputar. Mungkin hari ini kita
berada dalam kebahagian, tetapi mungkin esok kita hidup dalam kesusahan.
Sesungguhnya semua itu merupakan cobaan dari Allah SWT. yang ingin menguji sampai
sejauhmana tingkat keimanan kita.

3. Makna Sa’i

Setelah berthawaf, maka kita diminta melakukan sa’i, yaitu berlari-lari kecil antara bukit
Shafa dan bukit Marwah. Agar lebih mudah memahami sa’i, maka ada baiknya kita
kembali mengingat peristiwa sewaktu Nabi Ibrahim AS meninggalkan anaknya, Nabi
Ismail AS, beserta istrinya, Siti Hajar di suatu lahan tandus yang sekarang ini kita kenal
dengan nama Mekkah. Kecintaan dan keikhlasan kepada Allah SWT adalah wujud dari
dimensi vertikal yang dapat kita ambil sebagai pelajaran. Mungkinkah Anda
meninggalkan istri dan anak Anda yang baru lahir di sebuah lahan tandus dan tidak
berpenghuni? Adakah alasan lain untuk melakukan hal tersebut selain dari wujud
kecintaan dan keikhlasan Anda kepada Allah SWT, Tuhan sekalian alam? Sesungguhnya
ini adalah wujud konkrit dari apa yang kita sebut dengan Tauhid.

Keikhlasan Nabi Ibrahim AS meninggalkan istri dan anaknya dan keikhlasan Siti Hajar
untuk ditinggalkan suami tercinta, karena semata-mata perintah Allah SWT merupakan
suatu hal yang dapat kita jadikan pelajaran. Apalagi pada masa yang sekarang ini saat kita
mudah melalaikan perintah Allah SWT, bahkan yang sederhana seperti menjaga
kebersihan sampai yang wajib seperti shalat, karena hal-hal yang bersifat duniawi.

Wahai anak-anak Adam masihkah engkau tidak menyadari bahwa sesungguhnya


kehidupan dunia ini hanya senda-gurau belaka, dan sesungguhnya akhirat itu merupakan
kehidupan yang sebenarnya?! Janganlah pernah bergantung kepada suatu hal yang hanya
sesaat, tetapi bergantunglah kepada sesuatu yang abadi, yaitu Allah SWT. Mengapa
demikian? karena sesungguhnya bergantung kepada suatu yang sesaat merupakan suatu
kesia-siaan.

Dalam dimensi horizontal sa’i, merupakan wujud dari kasih-sayang ibu kepada
anaknya. Diceritakan bahwa ketika Siti Hajar ditinggalkan, ia memiliki cukup persiapan
air. Tetapi, ketika persediaan itu mulai berkurang, rasa panik mulai menghinggapi dirinya
dan ia pun segera berlari-lari dari bukit Shafa ke bukit Marwah untuk mencari air. Ketika
ia mulai lelah karena tidak menemukan air, tiba-tiba ia tercengang ketika melihat air yang
memancar dari bawah padang pasir. Kemudian secara spontan ia seakan berbicara kepada
air yang memancar itu agar berkumpul karena takut air itu akan kembali ke dalam pasir.
Air inilah yang kini kita kenal dengan istilah air Zam-Zam yang berasal dari bahasa Ibrani
yang berarti “kumpullah-kumpullah”.

Dalam makna yang lain, sa’i mengajarkan kepada kita bahwa apabila kita ingin
mendapatkan sesuatu, maka kita harus berusaha dahulu. Hanya saja, sekarang ini manusia
menginginkan sesuatu yang instan, karena tidak ingin lagi bersusah payah apabila ingin
mendapatkan sesuatu. Bahkan, terkadang sampai menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan keinginannya itu.

3. Makna Sa’i

Wuquf di (bukit) Arafah merupakan rangkaian ibadah haji setelah sa’i. Konon, saat Nabi
Adam AS diturunkan ke bumi, beliau terpisah dengan istrinya yaitu Siti Hawa, kemudian
Allah SWT mempertemukan mereka kembali di bukit Arafah. Oleh karena itu, ada
semacam anggapan bahwa bukit Arafah adalah Bukit Jodoh, apabila seseorang berdo’a di
bukit tersebut untuk mendapatkan jodoh, konon dia akan mendapatkan jodoh. Tetapi,
sesungguhnya itu semua tidak lebih dari sekadar mitos.

Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa haji itu adalah Arafah, maksudnya adalah
bahwa tidak akan diterima haji seseorang apabila ia meninggalkan wuquf di Arafah. Lalu
pertanyaannya adalah apa yang sesungguhnya menyebabkan wuquf di Arafah sangat
penting? Hal itu disebabkan karena ketika sedang melakukan wuquf, Nabi Muhammad
Saw. mendapat wahyu terakhir yang menyatakan bahwa Allah Swt. telah meridhai Islam
sebagai agama umat manusia (QS. 5:3). Selain itu, Nabi juga pernah menyampaikan
khutbatul wada’ (khutbah perpisahan) yaitu khutbah terakhir Nabi sebelum meninggal
beberapa bulan kemudian.

Dalam khutbah tersebut ada beberapa hal penting yang perlu dihayati, khutbah
tersebut dibuka oleh Nabi dengan pertanyaan: “Wahai sekalian umat manusia, tahukah
kamu dalam bulan apa kamu ini, di hari apa kamu ini, dan di negeri apa kamu ini?”
Kemudian para hadirin menjawab: “Kita semuanya ada dalam hari yang suci, bulan yang
suci, dan di tanah yang suci.”

Mendengar jawaban tersebut, Nabi melanjutkan khutbahnya: “Oleh karena itu,


ingatlah bahwa hidupmu, hartamu, dan kehormatanmu itu suci, seperti sucinya harimu
ini, dan bulanmu ini, di negeri yang suci ini, sampai kamu datang menghadap Tuhan.”
Sejenak Nabi terdiam, tetapi kemudian berkata lagi: “Sekarang dengarkan aku,
dengarkanlah aku, maka kamu akan hidup tenang; ingatlah kamu tidak boleh menindas
orang, tidak boleh berbuat zhalim kepada orang lain, dan tidak boleh mengambil harta
orang lain.”

Dari penjelasan di atas, makna wuquf dari dimensi vertikal adalah kembali sucinya
kita di mata Allah SWT. Tetapi, sucinya diri kita harus selalu disertai makna horizontal
wuquf, yaitu dimana kita harus senantiasa menghargai dan menghormati orang lain
dengan cara tidak menindas, tidak berbuat zhalim, dan tidak mengambil harta orang lain.8

DAFTAR PUSTAKA

Sumber: https://yayasanalbarokahmadani.com/pengertian-haji-syarat-rukun-jenis-tata-cara-
manfaatnya/ diakses pada tanggal 10 Maret pukul 10.54 WIB.
Sumber: https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/esoterik/article/view/1900#:~:text=Hakikat
%20ibadah%20haji%20pada%20dasarnya,(liqa')%20dengan%20Tuhan diakses pada 11
Maret 2021 pukul 12.57 WIB.
Sumber https://inibaru.id/islampedia/sejarah-singkat-ibadah-haji-umat-islam diakses pada
tanggal 11 Maret 2021 pukul 13.54 WIB.
Sumber https://manasikumroh.com/bagaimana-cara-memperoleh-haji-mabrur-berdasarkan-
petunjuk-rosulullah-saw/ diakses pada tanggal 11 Maret 2021 pukul 13.00 WIB.
Sumber https://m.antaranews.com/berita/294215/hikmah-ibadah-haji-1 diakses pada tanggal
11 Maret pukul 14.44 WIB
Sumber https://m.antaranews.com/berita/294215/hikmah-ibadah-haji-1 diakses pada tanggal
11 Maret pukul 14.44 WIB
Sumber https://rionbettencourtz.blogspot.com/2016/12/makalah-haji.html?m=1 diakses pada
tanggal 11 Maret pukul 14.57 WIB.

8
Sumber https://rionbettencourtz.blogspot.com/2016/12/makalah-haji.html?m=1 diakses pada tanggal 11 Maret
pukul 14.57 WIB.

Anda mungkin juga menyukai