Anda di halaman 1dari 8

ISSN 2337­6686

ISSN­L 2338­3321

HUBUNGAN LAMA PEMASANGAN INFUS DENGAN TERJADINYA


PLEBITIS DI RS HUSADA JAKARTA TAHUN 2015

Rohani
Akademi Keperawatan RS HUSADA
Email: nsrohani@ymail.com

Abstrak: Pemasangan infus merupakan salah satu cara atau prosedur yang dilakukan untuk memasukkan cairan, elektrolit, obat –
obatan intravena, darah dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui intravena. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor – faktor penyebab terjadinya Plebitis di Ruang Perawatan Mawar, Melati dan Lantai Jantung RS Husada Jakarta. Metode yang
digunakan adalah rancangan penelitian “Cohort” adalah rancangan penelitian epidemiologic. Hasil penelitian yang diperoleh: (1) Hasil
analisa analisis faktor – faktor penyebab terjadinya phlebitis pasien terapi intravena di ruang perawatan R.S Husada – Jakarta diperoleh
bahwa tidak dilakukan penggantian dressing, tidak ditemukan tanda – tanda phlebitis, lamanya pemasangan infus > 72 jam dan pasien
yang kooperatif sehingga infus tidak terlepas dapat menyebabkan tidak terjadinya phlebitis. dengan hasil uji statistik diperoleh nilai p<
0,05 yaitu p = 0,000. (2) Hasil analis multivariate dengan metode backward, diketahui variabel yang paling berpengaruh terhadap
terjadinya phlebitis pada pasien dengan terapi intravena adalah pasien yang kooperatif sehingga infus tidak terlepas.(3) Hasil analisis
data diperoleh pemodelan probabilitas pasien dengan terapi intervena terhadap terjadinya phlebitis adalah pasien kooperatif.
Kata kunci: pemasangan infus, lama pemasangan infus/faktor penyebab terjadinya Plebitis, dan Plebitis
Abstract: Installation of infusion is one way or the procedures undertaken to incorporate fluid, electrolytes, drugs ­ drugs intravenously,
blood and parenteral nutrition into the body through an IV. The purpose of this study was to identify factors ­ factors that cause Plebitis
at Mawar Room Care, Bed and Heart Floor Husada Hospital, Jakarta. The method used is the study design "Cohort" is the
epidemiologic study design. The results obtained: (1) The results of the analysis of the factor analysis ­ the causes of phlebitis patients
intravenous therapy in the treatment room Husada Hospital ­ Jakarta found that no replacement dressings, found no sign ­ a sign of
phlebitis, the length of infusion> 72 hours and patients cooperative so inseparable infusion may cause the occurrence of phlebitis.
Statistical test results obtained with p value <0.05 is p = 0.000. (2) Results of multivariate analysis with backward method, unknown
variables that most influence on the occurrence of phlebitis in patients with intravenous therapy are patients who are cooperative so that
the infusion can not be separated. (3) The results of the analysis of data obtained by modeling the probability of a patient with the
therapy intervena the occurrence of phlebitis is y = ­ 21 203 + (23.362 * cooperative patient).
Keywords: infusion delivery, timerange/infusion period, causal factor of Phlebitis, dan Phlebitis

PENDAHULUAN di rumah sakit harus mengutamakan aspek – aspek:


Latar belakang penelitian ini adalah mengenai Safety culture (budaya keselamatan), safety care (pe­
pemasagan infus, yang merupakan metode efektif dan rawatan yang aman), safety staff (staf yang aman),
efisien dalam memberikan cairan ke dalam tubuh safety devices (peralatan yang aman), safe support
melalui intravena, yang merupakan tindakan peng­ system (sistem pendukung yang aman), dan safety
gantian cairan dalam volume yang banyak terutama place (tempat yang aman). Dengan budaya safety
pada kondisi dehidrasi berat dan shock. Kejadian akan menjamin keselamatan pasien dan mening­
Plebitis dapat ditekan melalui gerakan Keselamatan katkan mutu layanan dan kepuasan pelanggan yang
Pasien yang dicanangkan oleh World Health Orga­ akan menjamin tercapainya manajemen rumah sakit
nization (WHO, 2005) dengan Enam Sasaran Kese­ yang aman dan kepastian hukum dan keuangan
lamatan Pasien yang wajib dilaksanakan oleh semua rumah sakit yang aman pula.
Rumah Sakit di Dunia termasuk di Indonesia. Salah Plebitis (Infeksi Aliran Darah Perifer / IADP)
satu enam sasaran keselamatan yang berhubungan merupakan salah satu indikator mutu layanan yang
dengan kejadian Plebitis adalah "Pengurangan risiko setiap saat dimonitor melalui kegiatan surveillance
terjadinya infeksi” Hal ini perlu digalakkan dan Infeksi oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian In­
diterakan dalam layanan Kesehatan yaitu melalui feksi di Rumah Sakit antara lain: angka kejadian
gerakan “Hand Hygiene“ Bila enam langkah cuci infeksi luka operasi, Infeksi saluran kencing, angka
tangan dapat diterapkan sesuai dengan five moment kejadian Dikubitus, dan angka kejadian Pneumonia
yang telah dicanangkan diharapkan kejadian Plebitis / pada pasien tirah baring total. Plebitis sering terjadi
risiko terjadinya infeksi dapat diturnkan / ditekan. pada pasien yang mendapatkan terapi intravena Peri­
Untuk membangun budaya keselamatan pasien fer selama proses keperawatan berlangsung. Tinda­
Jurnal Ilmiah WIDYA 1 Volume 3 Nomor 4 Agustus ­ Desember 2016
Hubungan Lama Pemasangan Infus
Rohani, dengan Terjadinya Plebitisdi di RS
1­8 Husada Jakarta Tahun 2015

kan pemasangan infus akan berkualitas baik apabila ditekan, ulcus sampai eksudat purulent atau
pada pelaksanaannya mengacu pada standar opera­ mengeluarkan cairan bila ditekan.
sional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan. Tujuan
Pemasangan Infus / Terapi Intravena
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor –
Pemasangan infus / terapi intravena adalah tinda­
faktor penyebab terjadinya Plebitis di Ruang Pera­
kan yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan,
watan Mawar, Melati dan Lantai Jantung RS Husada
elektrolit, obat – obat intravena, darah dan nutrisi
Jakarta. Metode yang digunakan adalah rancangan
parenteral ke dalam tubuh melalui intravena (Kozier
penelitian “Cohort” adalah rancangan penelitian
& Erb, 2009.). Tindakan ini merupakan tindakan
epidemiologic.
penyelamatan (life saving) untuk penggantian
cairan seperti pada kehilangan cairan yang banyak,
PEMBAHASAN dehidrasi berat dan syock. Pemasagan infus meru­
Rumah Sakit Husada Jakarta pakan metode efektif dan efisien dalam memberikan
Upaya untuk meningkatkan mutu layanan di RS cairan ke dalam tubuh melalui intravena. Terapi
Husada Jakarta, khususnya di Ruang Rawat Inap intravena diberikan berdasarkan order dokter, perawat
adalah melalui pelayanan asuhan keperawatan yang bertanggung jawab dalam pemasangan terapi intra­
professional, bermutu dan aman, dengan tingginya vena, pemeliharaan, dan pantauan efek dari
angka kepatuhan perawat dalam menjalankan standar pemberian terapi intravena. Berdasarkan konsentra­
operasional prosedur pada setiap tindakan, khususnya sinya (zat terlarut dalam larutan) / cairan infus dapat
tindakan infasif termasuk prosedur pemasangan infus. dikatagorikan menjadi:
Sesuai dengan data kepegawaian pada Bulan April a. Larutan Isotonis
2015 : Jumlah Perawat yang bekerja di Instalasi Larutan Isotonis adalah suatu cairan / larutan
Rawat Inap RS Husada 295 orang, sedangkan yang yang memiliki konsentrasizat terlarut sama atau
bekerja di Paviliun Mawar 24 orang, Paviliun Melati mendekati sama dengan konsentrasi plasma. Cairan
22 orang dan Lantai Jantung 25 orang. Kualifikasi / Isotonik digunakan untuk mengganti volume ekstr­
komposisi perawat adalah lulusan S1 Keperawatan 7 asel, misalnya kehilangan cairan setelah muntah yang
orang, S1 lain 3 orang DIII Keperawatan 267 orang berlangsung lama. Cairan ini akan meningkatkan vo­
dan lulusan SPK 16 orang. Kapasitas tempat tidur di lume ekstrasel. Contoh NaCl 0,9% dan Ringer Laktat.
ke tiga Ruangan tersebut adalah 102 tempat tidur. b. Larutan Hipotonik
Sedangkan rata – rata isian tempat tidur di ketiga Larutan / cairan Hipotonik adalah larutan yang
Ruangan tersebut adalah. 57,44%. memiliki konsentrasi zat terlarut lebih kecil daripada
Setiap pemasangan infus dilakukan oleh perawat. konsentrasi plasma. Tujuan pemberian larutan Hipo­
Setiap perawat baru telah dilatih melalui kegiatan tonik adalah untuk menggantikan cairan seluler dan
Orientasi perawat baru selama satu bulan. Setiap menyediakan air bebas untuk ekskresi sisa meta­
perawat telah mendapatkan pelatihan tentang infusion bolisme. Pemberian cairan ini umumnya menyebab­
therapy secara berkala, sehingga setiap perawat telah kan difusi konsentrasi larutan plasma dan mendorong
memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang air masuk ke dalam sel unruk memperbaiki keseim­
pemasangan infus yang baik. bangan di intrasel dan ekstrasel, sel akan membesar /
membengkak. Perpindahan cairan akan terjadi dari
Pemasangan Infus ekstravaskuler ke intrasel. Pemberian cairan hipo­
Pemasangan infus seringkali menimbulkan tonik yang berlebihan akan menyebebkan : Delusi
komplikasi baik komplikasi sistemik maupun cairan intravaskuler, penurunan tekanan darah, edema
komplikasi lokal.Komplikasi lokal yang sering terjadi seluler dan kerusakan sel. Contoh cairan hipotonik
adalah Plebitis. Phlebitis didefinisikan sebagai pera­ adalah NaCl 0,45%
dangan pada dinding pembuluh darah balik atau vena c. Larutan Hipertonik
(Rohani & Setio, 2010) Phlebitis merupakan iritasi Larutan / cairan hipertonik adalah suatu larutan
dari Vena yang disebabkan karena adanya benda yang memiliki konsentrasi zat terlarut lebih tinggi
asing (kateter intravena) atau cairan atau obat yang dari pada konsentrasi plasma. Pemberian larutan
diberikan atau karena adanya kontaminasi oleh hipertonik yang cepat dapat menyebabkan kelebihan
mikroorganisme. Tanda dan gejala kemerahan, panas dalam sirkulasi dan dehidrasi di dalam sel, terjadi
pada daerah penusukan infus, bengkak, sakit bila perpindahan cairan dari intrasel ke ekstrasel
Jurnal Ilmiah WIDYA 2 Volume 3 Nomor 4 Agustus ­ Desember 2016
Hubungan Lama Pemasangan Infus
Rohani, dengan Terjadinya Plebitisdi di RS
1­8 Husada Jakarta Tahun 2015

(intravaskuler) sehingga menyebabkan sel menjadi obat, dosis, waktu pemberian, rute pemberian, dan
mengkerut (mengecil). Pemberian cairan ini dikontra­ benar dokumentasi) dengan melakukanpengecekan
indikasikan untuk pasien dengan gangguan ginjal, ulang pada rekam medis dan sediaan cairan
jantung dan dehidrasi berat. Contoh cairan hipertonik: parenteral. (g). Buka dan siapkan set infus:
Dekstrose 10 %, Albumin 25%. ­ Lepaskan slang dari wadah dan tarik ke luar
­ Geser klem slang di sepanjang slang sampai bera­
Tujuan pemasangan infus / terapi intravena da tepat di bawah bilik tetes untuk memfasilitasi
a. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh aksesnya.
yang hilang yang tidak dapat diberikan / ­ Tutup klem
dipertahankan melalui Oral. (h) Biarkan ujung slang tetap tertutup plastic
b. Mengoreksi dan mempertahankan keseimbangan sampai infus dipasang, Tusuk kantong cairan infuse,
cairan dan elektrolit
lepaskan tutup pelindung dari lubang kantong cairan
c. Mengoreksi dan mempertahankan keseimbangan
asam basa. infus. Lepaskan tutup dari penusuk dan masukkan
d. Memberikan transfusi darah, pada pasien yang penusuk ke lubang kantong atau botol cairan infus.
mengalami perdarahan karena berbagai sebab, Tempelkan label obat pada wadah cairan infus jika
sehingga tidak memungkinkan untuk dikoreksi obat dimasukkan ke dalamnya.(i) Gantung botol
dalam waktu cepat melalui asupan nutrisi dan larutan pada tiang infus, sesuaikan tinggi tiang infus
obat – obatan sehingga wadah cairan infus tergantung sekitar 1
e. Memberikan obat intravena. Pemasangan infus meter di atas kepala pasien, (j) Isi sebagian bilik
merupakan media yang efektif untuk pemberian (chamber) dengan cairan infuse, (J) Isi slang,
obat – obatan.
Lepaskan pelindung dan pegang slang di atas wadah
f. Memberikan nutrisi parenteral, dukungan Nutrisi
parenteral dapat diberikan melelui infus bilamana cairan infuse:
tidak dapat diberikan melalui enteral (oral). ­ Lepaskan klem dan biarkan cairan mengalir mela­
lui slang sampai semua gelembung udara keluar.
Manfaat pemasangan infus ­ Klem kembali slang dan pasang kembali tutup
Menurut Potter & Perry (2005;56) manfaat slang, pertahankan kesterilitasnya.
pemasangan infus adalah dengan pemberian melalui ­ Untuk tutup yang mempunyai lubang udara, ja­
ngan melepas tutup saat mengisi slang.
intravena maka efek terapeutik segera dapat tercapai
­ Jika diindikasikan, cuci tangan kembali sebelum
karena transportasi / penghantaran obat ke organ kontak dengan pasien.
target berlangsung lebih cepat daripada melalui akses
lainnya. Untuk itu peberian terapi intravena harus Lokasi Pungsi Vena Perifer
sesuai prosedur dan prinsip sterilitas tetap diperta­ Menurut Kozier & Erb, (2009) lokasi yang
hankan, untuk mencegah terjadinya efek samping dipilih untuk fungsi vena bervariasi tergantung pada
obat dan terjadinya infeksi baik sistemik maupun usia, waktu pemberian infus, jenis larutan yang
local (Plebitis). digunakan, dan keadaan vena. Untuk pasien dewasa
umumnya vena di tangan yang menjadi pilihan untuk
Persiapan alat dilakukan pemasangan infus. Vena besar di lengan
(a) Set infus (Slang infus, three way, aboket bawah lebih dipilih daripada vena Metakarpal tangan
sesuai dengan kebutuhan), (b) Cairan parenteral. (c) untuk infus yang perlu diberikan secara cepat dan
Tiang infuse, (d) Plester, (e) Sarung tangan bersih, (f) larutan yang hipertonis, yang sangat asam atau basa,
Torniquet, (g) Swab Alkohol, (h) Kateter intravena, atau mengandung obat yang mengiritasi. Vena
(i) Transparan dressing, (j) Infus pump jika Metakarpal, Basilica, dan Sefalika merupakan lokasi
diperlukan, (k) Pengalas pungsi vena yang berharga. Tulang Ulnaris dan
Pelaksanaan radialis bertindak sebagai fiksator alami,pada lokasi
(a) Cuci tangan sesuai standar, (b) Mengucapkan ini, pasien dapat bergerak lebih bebas menggerakkan
salam “ Selamat pagi / siang / sore / malam”, (c) lengan untuk aktvitas seperti makan. Walaupun Vena
Memperkenalkan diri “ Saya suster Dewi”, (d) Ante Cubital Basilika dan Vena Mediana adalah vena
Pastikan identitas pasien (nama dan tanggal lahir), yang sesuai, penggunaan vena ini untuk infus yang
(e). Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan lama membatasi gerak lengan oleh karena itu bidai
tujuan. (f). Lakukan prinsip 7 benar (benar pasien, diperlukan untuk vena Basilika sendi Siku.

Jurnal Ilmiah WIDYA 3 Volume 3 Nomor 4 Agustus ­ Desember 2016


Hubungan Lama Pemasangan Infus
Rohani, dengan Terjadinya Plebitisdi di RS
1­8 Husada Jakarta Tahun 2015

1. Plebitis Kimia
Plebitis kimia seringkali dikaitkan dengan cairan
dan terapi intravena yang diberikan, adalah:
a) PH dan osmolaritas cairan / terapi intravena
yang tinggi berisiko terjadinya Plebitis. Cai­
ran infus yang seringkali menyebabkan Ple­
bitis adalah larutan Dekstrose yang memiliki
pH sekitar 3 ­5 dan larutan infus yang berisi
asam amino dan lipid dalam larutan nutrisi
parenteral yang bersifat flebitogenic diban­
dingkan larutan normal salin. Obat injeksi
yang diberikan intravena yang lebih sering
menyebabkan terjadinya Plebitis adalah:
Gambar 1. Vena pada Lengan atas
Kalium Clhorida, obat antibiotik, Diazepam,
obat Khemoterapi, dan obat – obat lain yang
Komplikasi pemasangan infus dengan osmolaritas >900 mOs/L harus
Menurut Kozier & Erb (2009;123) komplikasi diberikan melalui vena sentral.
pemasangan infus dapat dikatagorikan menjadi dua b) Partikel obat yang tidak larut secara sempurna
yaitu komplikasi sistemik (Infeksi sistemik, Bakte­ selama pencampuran obat dapat memberikan
riemia, Emboli udara, Troboemboli) dan komplikasi kontribusi terjadinya phlebitis.
lokal (Plebitis, Hematoma, infiltrasi, Tromboplebitis). c) Pemilihan Penusukan kateter intravena pada
vena di daerah proksimal sangat dianjurkan
Plebitis untuk larutan infus dengan osmolaritas >500
Pengertian Plebitis menurut Nurses Society mOsm/L. Hindari penusukan infus pada vena
Infusion (INS, 2006) Plebitis merupakan peradangan meta carpal (punggung tangan).
d) Pengaturan aliran disesuaikan dengan besar­
pada Tunika Intima pembuluh darah vena, yang se­
nya kanula (kateter intravena) dan tempat
ring dilaporkan sebagai komplikasi pemberian terapi
insersi. Vena di daerah distal dan ukuran
infus. Peradangan didapatkan dari mekanisme iritasi kateter intravena yang tidak sesuai, serta
yang terjadi pada Endothelium Tunika Intima Vena aliran yang terlalu cepat berisiko terhadap
dan perlekatan Trombosit pada area tersebut. Phle­ terjadinya Plebitis.
bitis didefinisikan sebagai peradangan pada dinding 2. Plebitis Mekanis
pembuluh darah balik atau vena (Rohani & Setio, Plebitis mekanis sering dihubungkan dengan
2010;66) Plebitis merupakan komplikasi lokal penempatan kateter intravena. Kateter intravena yang
terhadap pemasangan infus yang disebabkan oleh ditusukkan pada daerah lekukan atau area fleksi be­
karena iritasi kimia karena cairan dan obat – obatan risiko terjadinya Plebitis disebabkan karena pada saat
yang diberikan melalui infus, Karenafactor fisik dan ekstremitas digerakkan kateter intravena yang terpa­
bioligik. Tanda dan gejala yang sering dijumpai ada­ sang ikut bergerak, menyebabkan trauma pada din­
lah nyeri disekitar area insersi, kemerahan, bengkak, ding vena. Ukuran kateter intravena dipilih sesuai de­
dan bila berlanjut dapat menyebabkan luka nekrotik. ngan ukuran vena, dan difiksasi dengan baik. Peng­
Phlebitis merupakan iritasi dari Vena yang gunaan kateter intravena yang besar pada vena yang
disebabkan karena adanya benda asing (kateter kecil dapat mengiritasi dinding vena (The Center for
intravena) atau cairan atau obat yang diberikan atau Disease Control and Prefention (CDC, 2012)).
karena adanya kontaminasi oleh mikroorganisme. 3. Plebitis Bakterial
Tanda dan gejala kemerahan, panas pada daerah Plebitis bakterial adalah peradangan pada vena
penusukan infus, bengkak, sakit bila ditekan, ulcus yang disebabkan karena adanya kolonisasi bakteri.
sampai eksudat purulent atau mengeluarkan cairan Hal – hal yang dapat memberikan kontribusi terhadap
bila ditekan. terjadinya Plebitis bakterial menurut Infusion Nurses
New Zealand (INNZ, 2012) adalah :
Klasifikasi Plebitis berdasarkan penyebab 1) Teknik cuci tangan tidak benar / petugas tidak
Klasifikasi Plebitis berdasarkan penyebab cuci tangan; Cuci tangan merupakan hal yang
menurut Infusion Nurses Society (INS, 2012) adalah penting untuk mencegah terjadinya kontami­
sebagai berikut : nasi mikroorganisme dari petugas ke pasien
Jurnal Ilmiah WIDYA 4 Volume 3 Nomor 4 Agustus ­ Desember 2016
Hubungan Lama Pemasangan Infus
Rohani, dengan Terjadinya Plebitisdi di RS
1­8 Husada Jakarta Tahun 2015

atau sebaliknya. World Health Organization Keadaan Area Penusukan Skor Penilaian dan Intervensi
(WHO, 2005) telah mempropagandakan me­ Semua dari berikut jelas: 3 ­ Stadium moderat Plebitis
lalui enam sasaran keselamatan pasien, salah ­ Nyeri sepanjang aliran kateter IV ­ Ganti / rotasi area kateter
satunya yaitu “Pengurangan risiko infeksi” ­ Eritema intravena
­ Indurasi (pengerasan jaringan) ­ Pikirkan terapi
melalui gerakan 6 langkah cuci tangan, dan Semua dari berikut jelas: 4 ­ Stadium lanjut atau awal
lima saat (5 moment) mencuci tangan. Pe­ ­ Nyeri sepanjang aliran kateter IV Tromboplebitis
­ Eritema ­ Ganti / rotasi area kateter
tugas kesehatan sebelum dan sesudah me­ ­ Indurasi (pengerasan jaringan) intravena
lakukan tindakan infasif harus mencuci ta­ ­ Venous cord teraba ­ Pikirkan terapi
ngan dengan benar. Penggunaan sarung ta­ Semua dari berikut jelas: 5 ­ Stadium lanjut Troboplebitis
­ Nyeri sepanjang aliran kateter IV ­ Lakukan terapi
ngan juga diperlukan karena petugas akan ter­ ­ Eritema ­ Ganti / rotasi area kateter
papar dengan darah pasien pada saat pema­ ­ Indurasi (pengerasan jaringan) intravena
sangan infus. ­ Venous cord teraba
­ Disertai demam
2) Peralatan yang digunakan tidak steril; Kualitas
peralatan yang digunakan untuk pemasangan Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
infus harus terjaga kesterilannya, terutama Webster J at all, (2012) menyatakan bahwa: No
kateter intravena yang berhubungan langsung evidence (tidak ada bukti) untuk mengganti kateter
terhadap pembuluh darah. intravena setiap 72 – 96 jam kecuali bila ada indikasi.
3) Prosedur / tindakan tidak aseptic; Selama Kateter intravena diganti lokasi pemasangan bila ada
prosedur pemasangan / penusukan infus harus tanda – tanda infeksi. Untuk meminimalkan kompli­
menggunakan teknik aseptic. Area yang akan kasi area pemasangan infus harus diobservasi setiap
dilakukan penusukan harus dibersihkan dahu­ pergantian shift.
lu untuk meminimalkan mikroorganisme yang
ada. Bila kulit kelihatan kotor harus dibersih­ Hasil Pengolahan Data dan Pembahasan
kan dahulu menggunakan sabun dan air, dike­
ringkan lalu diberi antiseptic alcohol 70–90%. Uji Validitas
4) Observasi daerah pemasangan infus kurang Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan
Area insersi (tempat penusukan infus) difik­ tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument.
sasi menggunakan transparent dressing, untuk Validitas mempunyai arti ketepatan dan kecermatan
memudahkan perawat melakukan observasi suatu alat ukur dalam mengukur. Menghitung validi­
dan mengurangi kontaminasi mikroorganis­ tas soal dengan rumus sebagai berikut:
me. Observasi area penusukan infus dilaku­
kan setiap pergantian shift jaga perawat
(Kozier & Erb, 2009, 99).
5) Pemasangan kateter intravena terlalu lama Kemudian nilai r hitung dibandingkan dengan
(lebih dari 96 jam) Lama pemasangan kateter nilai r tabel (product moment) dengan kriteria: Jika
intravena sering dihubungkan degan terjadi­ rhitung > rtabel, maka soal reliabel (Arikunto,2006, 109).
nya Plebitis. Pemindahan (rotasi) lokasi atau Seperti terlihat pada tabel berikut:
tempat penusukan infus adalah 72 ­ 96 jam
(CDC. 2012), meskipun beberapa litera­ture Tabel 2. Hasil Analisa Validitas Pasien terapi
memperluas dukungan untuk tidak meng­ intravena di Ruang Perawatan R.S
ganti sampai 144 jam, kecuali jika ditemukan Husada – Jakarta Tahun 2015 (n=69)
tanda Plebitis meskipun belum 72 jam. Scale Scale Corrected Cronbach's
Mean if Variance Item­Total Alpha if
Faktor lain yang sering berhubungan dengan Ple­ Item if item Correlation item
bitis adalah: (a) Usia lanjut (> 60 tahun), (b) Status Deleted Deleted Deleted

gizi, (c) Stres, (d) Keadaan vena yang kurang baik, Cairan infus 25.8116 9.714 020 754
Mendapat obat Drip 26.4783 9.812 062 734
hal ini dapat dilihat pada table I berikut ini: Mendapat obat bius 26.4058 9.774 086 729
Nomor kateter intravena 5.1014 10.240 000 724
Tabel 1. Visual Infusion Phlebitis Score (VIPS) Tidak terjadi Plebitis sampai 26.7246 9.767 738 724
Keadaan Area Penusukan Skor Penilaian dan Intervensi hari ke­5
Area penusukan tampak sehat 0 ­ Tidak ada tanda Plebitis Ganti transfarant dressing 26.6522 7.730 811 639
­ Observasi area pad hari ke­6
Salah satu dari berikut jelas: 1 ­ Mungkin tanda dari Plebitis Diketemukan tanda plebitis 26.7246 7.761 824 625
­ Nyeri pada area penusukan ­ Observasi area penusukan dan dirotasi hari ke­7
­ Eritema pada area penusukan kateter intravena Lama pemasangna infus 26.2319 4.798 593 625
Dua dari berikut jelas: 2 ­ Stadium dini Plebitis (pasieng pulang)
­ Nyeri pada area penusukan ­ Ganti / rotasi area kateter Pasien tidak kooperatif dan 26.6812 7.632 859 618
­ Eritema pada area penusukan intravena infus tercabut pada hari ke­8
­ Pembengkakan area penusukan
Jurnal Ilmiah WIDYA 5 Volume 3 Nomor 4 Agustus ­ Desember 2016
Hubungan Lama Pemasangan Infus
Rohani, dengan Terjadinya Plebitisdi di RS
1­8 Husada Jakarta Tahun 2015

Total responden dalam penelitian ini adalah se­ Pada metode backward, software secara otomatis
banyak 73 orang, tetapi yang memenuhi syarat untuk akan memasukan semua variabel yang terseleksi
analisa data sebanyak 69 responden karena 4 respon­ untuk dimasukan kedalam multivariat. Secara
den pulang dan infus dicabut sebelum syarat minimal bertahap, variabel yang tidak berpengaruh akan
pemasangan infus tercapai yaitu selama 72 jam. dikeluarkan dari analisis. Proses otomatis akan
Hasil uji validitas diketahui bahwa terdapat berhenti ketika tidak ada lagi variabel yang dapat
pertanyaan yang tidak mempunyai korelasi dengan dimasukan kedalam analisis seperti pada tabel
nilai r = 0,000. sehingga pertanyaan tersebut dibuang berikut:
dari analisa berikutnya. Sedangkan untuk pertanyaan
Tabel 4. Analisis Multivariat Variabel Independen
cairan infus, obat drip dan obat bolus tetap dilakukan
dengan terjadinya phlebitis Pasien tera­
analisa karena ketiga pertanyaan tersebut adalah pi intravena di ruang perawatan R.S
perlakukan yang diberikan kepada pasien. Husada – Jakarta 2015 (n=69).
Langkah Variabel Koefisien p value
Seleksi Bivariat Variabel Independen
Langkah ­1 Penggantian dressing 2.708 0.112
Seleksi bivariat masing­masing variabel indepen­ Ditemukan tanda plebitis ­18.804 0.999
den dengan variabel dependen. Variabel yang dapat Pasien pulang / infus dicabut 0.254 0.608
Pasien kooperatif 39.992 0.999
masuk model multivariat adalah variabel yang analisa Konstanta ­21.951 0.997
bivariatnya mempunyai nilai P < 0,25. Langkah­2 Penggantian dressing 2.398 0.133
Ditemukan tanda plebitis ­18.805 0.999
Pasien kooperatif 40.601 0.997
Tabel 3. Analisis Seleksi Multivariat Pasien tera­ Konstanta ­21.769 0.997
pi intravena di Ruang Perawatan R.S Langkah­3 Penggantian dressing 2.526 0.113
Husada – Jakarta Tahun 2015 (n=69). Pasien kooperatif 21.856 0.997
Konstanta ­21.856 0.997
Variabel Nilai p Langkah­4 Pasien kooperatif 23.362 0.997
Variabel Independen ­ Konstanta ­21.203 0.997
­ Cairan infus 0.062
1.000
­ Obat drip
0.419
Dari hasil analisa multivariat pada tabel 5.9 de­
­ Obat bolus
­ Pemasangan infus 0.786 ngan metode backward, terdapat empat langkah untuk
0.000
­ Penggantian dressing
0.000
sampai pada hasil akhir. Variabel yang paling
­ Ditemukan tanda plebitis
­ Lama pemasangan infus 0.000 berpengaruh terhadap terjadinya phlebitis pada pasein
0.000
­ Infus tercabut dengan terapi intravena adalah pasien yang kooperatif
sehingga infus tidak terlepas.
Dari hasil analisa pada tabel 5.8 tersebut maka Nilai diskriminasi pada gambar kurva ROC di­
dapat disimpulkan bahwa variabel penggantian dres­ atas, didapatkan bahwa nilai AUC :
sing, ditemukan tanda phlebitis, lama pemasangan ­ Ganti transfarant dressing 91,1 %
infus dan kooperatif pasien / infus tercabut mem­ ­ Ditemukan tanda phlebitis dan dirotasi 90,7 %
punyai p < 0,25 dengan demikian ke empat variabel ­ Pasien pulang / infus dilepas 82,3 %
tersebut dapat masuk ke dalam pemodelan multiva­ ­ Pasien kooperatif / infus tidak terlepas 96,5 %
riat. sedangkan varibael cairan infus, obat drip, obat yang berarti bahwa ke empat variabel tersebut
bolus dan pemasangan infus pada vena tidak diprediksi terhadap terjadinya phlebitis dengan
diikutsertakan dalam pemodelan multivariate karena interpretasi kuat (> 50 %).
p > 0,25. Berdasarkan hasil uji statistik yang telah dila­
kukan yaitu pengujian faktor – faktor penyebab terja­
Analisis Multivariat Regresi Logistik Variabel
dinya phlebitis pada pasien dengan terapi intervena,
Independen
termasuk menguji hubungan lama pemasangan infus
Setelah dilakukan analisa seleksi bivariat, maka
di Ruang Perawatan R.S Husada – Jakarta tahun 2015
tahap berikutnya melakukan analisis multivariat
dengan jumlah responden 69 responden, adalah
secara bersama­sama dengan metode backward.
sebagai berikut;
Pemilihan metode backward karena metode ini secara
otomatis akan memasukan semua variabel yang Analisa faktor – faktor penyebab terjadinya
paling berpengaruh kemudian memasukan variabel phlebitis
berikutnya yang berpengaruh tetapi ukuran kekua­ Menurut Kozier & Erb (2009;67) komplikasi
tannya lebih rendah dari pada variabel sebelumnya. pemasangan infus dapat dikatagorikan menjadi dua
Jurnal Ilmiah WIDYA 6 Volume 3 Nomor 4 Agustus ­ Desember 2016
Hubungan Lama Pemasangan Infus
Rohani, dengan Terjadinya Plebitisdi di RS
1­8 Husada Jakarta Tahun 2015

yaitu komplikasi sistemik (Infeksi sistemik, Bakte­ Pemodelan Probabilitas


riemia, Emboli udara, Troboemboli) dan komplikasi Hasil analisa data diperoleh pemodelan probabi­
lokal (Plebitis, Hematoma, infiltrasi, Tromboplebitis). litas pasien dengan terapi intervena terhadap terja­
Plebitis mekanis sering dihubungkan dengan penem­ dinya phlebitis adalah y = ­ 21, 203 + (23,362*pasien
patan kateter intravena. Kateter intravena yang ditu­ kooperatif), yang berarti bahwa semakin kooperatif
sukkan pada daerah lekukan atau area fleksi berisiko pasien sehingga menyebabkan infus tidak terlepas
terjadinya Plebitis disebabkan karena pada saat maka akan semakin besar peluang terjadinya phlebitis
ekstremitas digerakkan kateter intravena yang terpa­ pada pasien yang menjalani terapi intervena, dengan
sang ikut bergerak, menyebabkan trauma pada grafik:
dinding vena. Ukuran kateter intravena dipilih sesuai
dengan ukuran vena, dan difiksasi dengan baik.
Penggunaan kateter intravena yang besar pada vena
yang kecil dapat mengiritasi dinding vena (The
Center for Disease Control and Prefention (CDC,
2012)). Plebitis bakterial adalah peradangan pada
vena yang disebabkan karena adanya kolonisasi
bakteri. Hal – hal yang dapat memberikan kontribusi
terhadap terjadinya Plebitis bakterial menurut
Infusion Nurses New Zealand (INNZ, 2012)
Hasil analisis faktor – faktor penyebab terjadinya Gambar 2. Kurva ROC
phlebitis pasien terapi intravena di ruang perawatan
R.S Husada – Jakarta, diperolah bahwa cairan infus,
pemberian obat drip, pemberian obat bolus dan PENUTUP
pemasangan infus pada vena tidak memiliki hubu­
Kesimpulan
ngan yang signifikan terhadap terjadinya phlebitis 1. Hasil analisis faktor – faktor penyebab terjadinya
karena p value > 0,05. Hasil analisis faktor – faktor phlebitis pasien terapi intravena di ruang perawa­
penyebab terjadinya phlebitis pasien terapi intravena tan R.S Husada – Jakarta diperoleh bahwa tidak
di ruang perawatan R.S Husada – Jakarta diperoleh dilakukan penggantian dressing, tidak ditemukan
bahwa tidak dilakukan penggantian dressing, tidak tanda – tanda phlebitis, lamanya pemasangan
ditemukan tanda – tanda phlebitis, lamanya pemasa­ infus > 72 jam dan pasien yang kooperatif
ngan infus > 72 jam dan pasien yang kooperatif sehingga infus tidak terlepas dapat menyebabkan
sehingga infus tidak terlepas dapat menyebabkan tidak terjadinya phlebitis. dengan hasil uji
statistik diperoleh nilai p< 0,05 yaitu p = 0,000.
tidak terjadinya phlebitis. dengan hasil uji statistik
2. Hasil analis multivariate dengan metode back­
diperoleh nilai p< 0,05 yaitu p = 0,000. ward, diketahui variabel yang paling berpengaruh
Dengan nilai AUC faktor ganti transfarant terhadap terjadinya phlebitis pada pasien dengan
dressing 91,1 %, ditemukan tanda phlebitis dan terapi intravena adalah pasien yang kooperatif
dirotasi 90,7 %, pasien pulang / infus dilepas 82,3 % sehingga infus tidak terlepas.
dan pasien kooperatif / infus tidak terlepas 96,5 3. Hasil analisis multivariate dengan metode back­
%yang berarti bahwa ke empat variabel tersebut ward, diketahui variabel yang paling berpengaruh
diprediksi terhadap terjadinya phlebitis dengan terhadap terjadinya phlebitis pada pasien dengan
interpretasi kuat (> 50 %). terapi intravena adalah pasien yang kooperatif
sehingga infus tidak terlepas.
Dari hasil analisa multivariate dengan metode
backward, terdapat empat langkah untuk sampai pada Saran
hasil akhir. Variabel yang paling berpengaruh terha­ Perlu disarankan agar pasien dengan terapi
dap terjadinya phlebitis pada pasein dengan terapi intervena untuk kooperatif sehingga infus tidak terle­
intravena adalah pasien yang kooperatif sehingga pas, bila pasien tidak kooperatif dapat menyebabkan
infustidak terlepas. terjadinya phlebitis / infus terlepas sehingga perlu
rotasi pemasangan infus di area vena yang lain.

Jurnal Ilmiah WIDYA 7 Volume 3 Nomor 4 Agustus ­ Desember 2016


Hubungan Lama Pemasangan Infus
Rohani, dengan Terjadinya Plebitisdi di RS
1­8 Husada Jakarta Tahun 2015

DAFTAR PUSTAKA Smeltzer SC at all, Brunner & Sudarths Textbook of Medical –


Arikunto, S. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Surgical Nursing, Twelfth edition, JB Lippincolt Company.
Rineka Cipta. Jakarta. 2012. 2010
Dahlan. M. S. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Suryabrata S, Metodologi penelitian, Raja Grafindo Persada.
deskriptif, bivariate dan multivariate, aplikasi dengan Jakarta. 2012
menggunakan PSSS seri evidence base Madicine, Seri 2. Sutanto PH, Luknis Sabri. Statistik Kesehatan, Raja Grafindo
Sagung Seto.Jakarta. 2002 Persada.Jakarta. 2010
Elizabet E Mc Neil et all, A Clinical Trial of a New All – in­ One Sopiyudin MD, Langkah – Langkah Membuat Proposal
Peripheral – short Caeter, journal, Penfornurses Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan, Sagung
@suddenlink.net, DOI : 10.2309/java.14­1­8. 2009 Seto.Jakarta. 2012
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Profil Data www.ivnnz.co.id/files/7672/ivnnz_inc_Provesional_Infusion_The
Kesehatan Indonesia, KemenKes RI, Jakarta. 2012 rapy_Standars_of Practic_March 2012.
Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. www.ins.1.org/files/public/12_13_iv_Recomendation for
Jakarta. 2010 Improving Safety Practices With Short Periperal Catheters.
Nursalam, dan Siti Pariani. Pendekatan Praktis Metodologi Riset http://www.cdc.gov/hicpac/BSI/BSI­guidelines­2011.html.
Keperawatan. Agung Seto. Jakarta. 2010 Guidelines for The Prevention of Intravasculer Cateter –
Potter & Perry, alih bahasa Monika Ester dkk, Buku Ajar Related Infections, 2011
Fundamental Keperawatan Konsep, Poses, dan Praktik, ed Webster J, et all, Clinically Indicated replacement versus routine
4 vol 1 dan 2, Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006 replacement of Peripheral venous catheters, Journal,
Pratiknya AW. Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran Update of Cochrane Database Syst Rev.2010;93;CD007798,
dan Kesehatan, Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2007 2010
Sastroasmoro. Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Ed 2,
Sagung Seto. Jakarta. 2008

Jurnal Ilmiah WIDYA 8 Volume 3 Nomor 4 Agustus ­ Desember 2016

Anda mungkin juga menyukai