Anda di halaman 1dari 50

Askep Emboli Paru

1.      PENGERTIAN EMBOLI PARU

Emboli Paru (Pulmonary Embolism)adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru)


oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah
(trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau
gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh
darah. Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang
memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari. Tetapi
bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat besar atau orang tersebut memiliki kelainan
paru-paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian
paru-paru. Sekitar 10 persen penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru,
yang disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat
diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga
lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian
mendadak.

2.      ETIOLOGI

Kebanyakan kasus disebabkan oleh bekuan darah dari vena, terutama vena di tungkai atau
panggul. Penyebab yang lebih jarang adalah gelembung udara, lemak, cairan ketuban atau
gumpalan parasit maupun sel tumor. Penyebab yang paling sering adalah bekuan darah dari vena
tungkai, yang disebut trombosis vena dalam. Gumpalan darah cenderung terbentuk jika darah
mengalir lambat atau tidak mengalir sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki jika seseorang
berada dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama. Jika orang tersebut bergerak
kembali, gumpalan tersebut dapat hancur, tetapi ada juga gumpalan darah yang menyebabkan
penyakit berat bahkan kematian.

Penyebab terjadinya gumpalan di dalam vena mungkin tidak dapat diketahui, tetapi faktor
predisposisinya (faktor pendukungnya) sangat jelas, yaitu:

 Pembedahan
 Tirah baring atau tidak melakukan aktivitas dalam waktu lama (seperti duduk selama
perjalanan dengan mobil, pesawat terbang maupun kereta api)
o Stroke
o Serangan jantung
o Obesitas (kegemukan)
o Patah tulang tungkai tungkai atau tulang pangggul
 Meningkatnya kecenderungan darah untuk menggumpal (pada kanker tertentu,
pemakaian pil kontrasepsi, kekurangan faktor penghambat pembekuan darah bawaan)
o Persalinan
o Trauma berat
o Luka bakar
 

Faktor Resiko terjadinya PE


a. DVT ada pada 50% pasien
b. Pembedahan sebelumnya
c. Trauma sebelumnya
d. Imobilisasi untuk berbagai alas an
e. Keganasan
f. Pasien mengkonsumsi kontrasepsi oral
g. Pasien mendapatkan terapi hormone
h. Kehamilan lama
i. Obesitas
j. Pasien mendapatkan Selective Estregen Receptor Modulator therapy (SERM)
k. Syndrome hyperviskositas
l. Nipas
m. Nepritik sindrom
n. Defisiensi antitrombin III
o. Defisiensi protein C dan S
p. Antikoagulan lupus

3. PATOFISIOLOGI

Ketika trombus menghambat sebagian sebagian atau seluruh aeteri pulmonal, ruang rugi alveolar
membesara karena area, meski terus mendapat ventilasi, menerima aliran darah sedikit atau sama
sekali tidak. Selain itu, sejumlah substansi  yang dilepas  dari bekuan dan menyebabkan pembulu
darah dan bronkeolus berkonstriksi. Reaksi ini dibarengi dengan ketidak seimbangan ventilasi-
perfusi menyebabkan sebagian darah terpirau (tidak ada pertukaran gas yang terjadi ) yang
mengakibatkan penurunan kadar O2 dan peningkatan CO2.

Konsekuensi hemodinamik adalah peningkatan tahanan vaskuler paru akibat penurunan jaringan-
jaringan vaskuler pulmonal, mengakibatkan peningkatan tekanan arteri pulmonal dan pada
akirnya meningkatkan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Bila
kebutuhan kerja ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi gagal ventrikel kanan,
yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya syok.

4.      TANDA dan GEJALA

§  Tanda umum adalah:

a. dyspnoea – tiba-tiba dan ada pada 90% kasus


b. nyeri dada pleuritik
c. haemoptisis
d. pingsan
e. tachikardia > 100/menit
f. tachipnoe > 20/menit
g. demam
§  Tanda Klinis

ü  Gejala DVT dengan tanda bengkak pada kaki dan nyeri pada perabaan vena

ü  Denyut jantung > 100 per menit

ü  Bedrest > 3 hari atau pembedahan dalam 4 minggu yang lalu

ü  Sebelumya menderita DVT atau PE

ü  Haemoptisis

ü  PE ditemukan pada pemeriksaan poto thorak dan EKG

Gejala

a. dyspnea berat
b. nyeri dada
c. peningkatan tekanan vena
d. ada bukti gagal jantung kanan
e. hypotensi
f. shock

5.      TEST DIAGNOSTIK

1)      Lung scan (ventilation/perfusion scan) dapat menunjukkan pola perfusi abnormal pada area
ventilasi atau tidak adanya ventilasi dan perfusi.

2)      Pulmonary angiography terdapatnya defek atau arteri cutoff dengan tidak adanya darah
pada distal aliran darah.

3)      Chest X-Ray sering kali normal (terutama pada keadaan subkutan) tetapi dapat
menunjukkan bayangan bekuan darah, kerusakan pembuluh darah, elevasi diagragma pada area
yang terkena, efusi pleura, infiltrasi/konsolidasi.

4)      ABGs dapat menunjukkan penurunan PaO2, PaCO2 (hipoksemia/hipokapnea) dan elevasi
pH (alkalosis respirator) terutama jika obstruksi paru berat.

5)      Darah lengkap: dapat menunjukkan peningkatan  Ht (Hemokonsentrasi), peningkatan sel


darah merah (polistemia).

6)      ECG mungkin normal atau menunjukkan perubahan yang mengindikasikan gangguan
ventrikel kanan, misalnya perubahan pada gelombang T/ST segmen, aksis deviasi/Right Bundle
Branch Block (RBBB), takikardia, dan disritmia sering kali timbul.

6.      PENCEGAHAN
o   Berikan latihan aktif/pasif pada kaki untuk mencegah vena statis pada klien bedrest atau klien
postoperasi dengan melakukan early ambulation

o   Elastik stocking untuk menekan vena superficial dan meningkatkan aliran darah

o   Elevasi kaki di atas jantung

o   Cegah adanya tekanan di bawah daerah popliteal (seperti oleh bantal)

o   Profilaksis heparin

7.      PENATALAKSANAAN

Pengobatan emboli paru dimulai dengan pemberian oksigen dan obat pereda nyeri.
Oksigen diberikan untuk mempertahankan konsentrasi oksigen yang normal.

Terapi antikoagulan diberikan untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut dan
memungkinkan tubuh untuk secara lebih cepat menyerap kembali bekuan yang sudah ada.
Terapi antikoagulan terdiri dari heparin (diberikan melalui infus), kemudian dilanjutkan dengan
pemberian warfarin per-oral (melalui mulut).

Heparin dan warfarin diberikan bersama selama 5-7 hari, sampai pemeriksaan darah
menunjukkan adanya perbaikan.

Lamanya pemberian antikoagulan (anti pembekuan darah) tergantung dari keadaan penderita.

Jika emboli paru disebabkan oleh faktor predisposisi sementara, (misalnya pembedahan),
pengobatan diteruskan selama 2-3 bulan.
Jika penyebabnya adalah masalah jangka panjang, pengobatan diteruskan selama 3-6 bulan, tapi
kadang diteruskan sampai batas yang tidak tentu.

Pada saat menjalani terapi warfarin, darah harus diperiksa secara rutin untuk mengetahui apakah
perlu dilakukan penyesuaian dosis warfarin atau tidak.

Penderita dengan resiko meninggal karena emboli paru, bisa memperoleh manfaat dari 2 jenis
terapi lainnya, yaitu terapi trombolitik dan pembedahan.
Terapi trombolitik (obat yang memecah gumpalan) bisa berupa streptokinase, urokinase atau
aktivator plasminogen jaringan.
Tetapi obat-obatan ini tidak dapat diberikan kepada penderita yang:
- telah menjalani pembedahan 10 hari sebelumnya
- wanita hamil
- menderita stroke
- mempunyai bakat untuk mengalami perdarahan yang hebat.
Pada emboli paru yang berat atau pada penderita yang memiliki resiko tinggi mengalami
kekambuhan, mungkin perlu dilakukan pembedahan, yaitu biasanya dilakukan embolektomi paru
(pemindahan embolus dari arteri pulmonalis).

Jika tidak bisa diberikan terapi antikoagulan, maka dipasang penyaring pada vena kava inferior.
Alat ini dipasang pada vena sentral utama di perut, yang dirancang untuk menghalangi bekuan
yang besar agar tidak dapat masuk ke dalam pembuluh darah paru.

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
Pengkajian dengan pendekatan ABCDE.

Airway
a. kaji dan pertahankan jalan napas
b. lakukan head tilt, chin lift jika perlu
c. gunakan alat batu untuk jalan napas jika perlu
d. pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak dapat
mempertahankan jalan napas

Breathing
a. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk mempertahankan saturasi
>92%.
b. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
c. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-valve-mask
ventilation
d. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
e. Kaji jumlah pernapasan
f. Lakukan pemeriksan system pernapasan
g. Dengarkan adanya bunyi pleura
h. Lakukan pemeriksaan foto thorak – mungkin normal, tapi lihat untuk mendapatkan:
a. Bukti adanya wedge shaped shadow (infarct)
b. Atelektaksis linier
c. Effuse pleura
d. Hemidiaphragm meningkat
e. Jika tanda klinis menunjukan adanya PE, lakukan ventilation perfusionscan (VQ) atau CT
Pulmonary Angiogram (CTPA) sesuai kebijakan setempat

Circulation
a. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
b. Kaji peningkatan JVP
c. Catat tekanan darah
d. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
a. Sinus tachikardi
b. Adanya S1 Q3 T3
c. right bundle branch block (RBBB)
d. right axis deviation (RAD)
e. P pulmonale
e. Lakukan IV akses
f. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
g. Jika ada kemungkina PE berikan heparin
h. Jika pasien mengalami thrombolisis, alteplase direkomendasikan sebagai obat pilihan. Berikan
50 mg IV dengan bolus. Jika pasien tidak berespon terhadap trombolisis, segera dirujuk ke
speialis untuk dilakukan thromboembolectomy.

Disability
a. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b. penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim dan membutuhkan
pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU.

Exposure
a. selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan PE
b. jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya.
c. Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda DVT

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan :

 Obstruksi trakeobronkial oleh bekuan darah, secret kental atau pendarahan aktif
 Penurunan ekspansi paru
 Proses peradangan

Ditandai dengan:

ü  Perubahan dalam kedalaman dan atau jumlah respirasi

ü  Dispnea/penggunaan otot aksesori pernapasan

ü  Perubahan pergerakan dada

ü  Suara nafas abnormal, missal crackles, wheezing

ü  Batuk dengan atau tanpa produksi sputum

Intervensi

1.      Kaji RR, kedalaman dan ekspansi dada. Catat kerja nafas termasuk penggunaan otot
aksesori pernafasan
2.      Auskultasi suara nafas dan catat adanya suara napas tambahan

3.      Elevasi kepala pada tempat tidur, bantu untuk mengubah posisi

4.      Observasi pola batuk dan karakter dari sekresi

5.      Berikan/bantu klien dengan latihan nafas dalam dan batuk efektif. Lakukan suction oral
jika memungkinkan.

Kolaborasi

1.      Berikan oksigen tambahan

2.      Berikan humidifikasi, missal nebulizer

3.      Bantu dengan melakukan fisioterapi dada

2.      Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan:

 Perubahan aliran darah ke alveoli atau bagian besar paru


 Perubahan membrane alveolar-kapiler,(atelektasis, kolaps jalan nafas/alveolar,  edema
pulmonal/efusi, penumpukan sekret/pendarahan aktif).

Ditandai dengan:

 Dispnea, kelemahan, apprehension, somnolen, sianosis


 Perubahan pada nilai ABGs/pulse oximetry, missal hipoksemia dan hiperkapnea.

Intervensi:

1.      Catat RR, kedalaman, penggunaan otot nafas tambahan, dan pernapasan mulut,

2.      Observasi warna kulit dan sianosis pada jaringan hangat, seperti cuping telinga, bibir, lidah,
dan membrane bukal (buccalis)

3.      Bantu klien untuk memelihara kepatenan jalan nafas, missal dengan batuk, suctioning

4.      Elevasi kepala sesuai dengan toleransi klien

5.      Monitor tanda vital

6.      Kaji tingkat kesadaran/perubahan mental


7.      Kaji kemampuan klien untuk melakukan aktivitas, missal keluhan kelemahan selama
melakukan aktivitas. Berikan periode istirahat dan batasi aktivitas.

Kolaborasi:

1.      Monitor ABGs/pulse oximetry

2.      Berikan oksigen sesuai dengan metode tepat

3.      Perubahan perfusi jaringan kardiopulmonal  (actual) dan perifer (risiko tinggi)
berhubungan dengan:

 Gangguan pada aliran darah


 Masalah pertukaran pada tingakat alveolar atau tingkat jaringan

Ditandai dengan:

ü  Kardiopulmonal: ventilasi/perfusi mismatch

ü  Dispnea

ü  Sianosis sentral

ü  Perifer (tidak diaplikasikan, data ini aka nada pada diagnose actual)

Intervensi:

1.      Auskultasi HR dan ritme, serta catat suara jantung tambahan

2.      Observasi perubahan status mental

3.      Observasi warna dan temperature kulit/membrane mukosa

4.      Ukur urine output

5.      Evaluasi ekstermitas dari adanya/tidak adanya/kualitas dari nadi

6.      Elevasi kaki ketika di tempat tidur/kursi

Kolaborasi

1.      Berikan cairan (IV/PO) sesuai dengan indikasi


2.      Monitor hasil diagnostic/laboratorium, missal ECG, elektrolit, BUN/Cr, ABGs, PTT, dan
PT

3.      Berikan terapi sesuai dengan indikasi:

ü  Heparin

ü  Warfarin sodium (Coumadin)

ü  Agen trombolik seperti Streptokinasi, Urokinasi, Alteplase.

4.      Ketakutan/kecemasan berhubungan dengan:

 Dispnea berat/ketidakmampuan untuk bernafas normal


 Persepsi akan mati
 Perubahan status kesehatan
 Respons fisiologis terhadap hipoksemia/asidosis

Ditandai dengan:

ü  Kelemahan, iritabilitas

ü  Perilaku menyerang atau menarik diri

ü  Stimulasi simpatis (eksitasi kardiovaskuler, dilatasi pupil, berkeringat, muntah, diare)

ü  Menangis

Intervensi:

1. Catat tingkat ansietas/ketakutan. Informasikan kepada kilen atau orang terdekat bahwa
perasaan tersebut normal dan berikan waktu pada kilen untuk mengutarakan perasaannya.

2. Jelaskan proses penyakit dan prosedur sesuai dengan kemampuan klien untuk dapat mengerti
dan menangani informasi

3. Temani klien atau buat situasi yang memungkinkan klien ditemani dengan orang terdekat
selama fase akut

4. Berikan tindakan yang memberikan kenyamanan (back rub, perubahan posisi)

Bantu klien untuk mengidentifikasikan perilaku meminta tolong seperti permintaan posisi yang
nyaman, teknik relaksasi
 

ASKEP EMBOLI PARU


BAB I

PENDAHULUAN

            Selain untuk pernafasan, paru juga berperan sebagai saringan atau filter bagi gumpalan darah
( embolus ). Gumpalan darah yang berukuran kecil jika tersangkut pada pembuluh di paru dapat diatasi
oleh mekanisme fibrinolitik. Akan tetapi, jika gumpalan darah nya cukup besar, mekanisme fibrinolitik
tidak berlangsung dengan baik. Jika mekanisme fibrinolitik tidak berlangsung dengan baik ketika
terdapat gumpalan darah yang besar akan timbul emboli paru yang menyebabkan aliran darah
terhambat.

            Embolus biasanya dari vena dalam (deepvein) pada kaki dan pelvis, yaitu vena femoris, vena
poplitea atau vena iliaka. Pada penderita penykit tromboflebitis yang melakukan perjalanan jarak jauh
engan menggunakan kendaraan sehingga kaki dalam keadan posisi menekuk untuk waktu yang lama,
thrombus akan mudah terlepas dan terjadi penggumpalan darah. Polissitemia vera dan penyakit
penggumpalan darah merupakan predisposisi untuk terjadinya emboli paru.

 BAB II

KONSEP DASAR

A.    Pengertian

Tromboemboli berasal dari kata thrombus dan emboli. Trombus adalah kumpulan factor darah
terutama trombosit dan fibrin dengan terperangkapnya unsure seluler yang sering menyebabkan
obstruksi vaskuler pada akhir pembentukannya.
Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus
secara tiba-tiba terjadi. (Perisai Husada-klinik specialis penyakit dalam dan syaraf)

Emboli paru adalah obstruksi salah satu atau lebih arteri pulmonalis oleh trombus yang berasal
dari suatu tempat. (brunner dan suddarth,2001.621)

            Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai ke
jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari. Tetapi bila yang tersumbat
adalah pembuluh yang sangat besar atau orang tersebut memiliki kelainan paru-paru sebelumnya, maka
jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru-paru. Sekitar 10% penderita
emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru, yang disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah
gumpalan tersebut, kerusakan dapat diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih
lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa
menyebabkan kematian mendadak.

B.     Etiologi

Kebanyakan kasus emboli paru brunner dan suddarth (2001.621) disebabkan oleh

1.       Bekuan darah

2.       Gelembung udara

3.       Lemak

4.       Sel tumor

C.    Manifestasi Klinis

Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran thrombus dan area dari arteri pulmonal
yang tersumbat oleh thrombus. Gejala-gejala mungkin saja tidak spesifik. Nyeri dada adalah gejala yang
paling umum dan biasanya mempunyai awitan mendadak dan bersifat pleuritik. Kadang dapat subternal
dan dapat menyerupai angina pectoris atau infark miokardium. Dyspnea adalah gejala yang paling
umum kedua yang di ikuti dengan takipnea, takikardi, gugup, batuk, diaforesis, hemoptisis, dan sinkop.
(brunner dan suddarth,2011)

Embolisme massif yang menyumbat bifurkasi arteri pulmonal dapat menyebabkan dyspnea
nyata, nyeri substernal mendadak, nadi cepat dan lemah, syok, sinkop dan kematian mendadak.
(brunner dan suddarth, 2001.621)

Emboli kecil multiple dapat tersangkut pada arteri pulmonal terminal, mengakibatkan infark
kecil multiple pada paru-paru. Gambaran klinis dapat menyerupai bronkopneumoni atau gagal jantung.
(brunner dan suddarth,200.621)

D.    Patofisiologi

Ketika trombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal, ruang rugi alveolar
membesar karena area, meski terus mendapat ventilasi, menerima aliran darah sedikit maupun tidak
sama sekali. Selain itu sejumlah subtansi yang dilepaskan dari bekuan dan menyebabkan pembuluh
darah bronkhiolus berkonstriksi. Reaksi ini diseimbangi ketidak seimbangan ventilasi perfusi,
menyebabkan darah terpirau dan mengakibatkan penurunan kadar O2 dan peningkatan CO2. (brunner
dan suddarth,2001.621)

Konsekuensi himidinamik adalah peningkatan tahanan vascular paru akibat penurunan ukuran
jarring-jaring vascular pulmonal., menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonal dan akhirnya
mningkatkan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Bila kebutuhan
ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi gagal ventrikl kanan yang mengarah pada
penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya syok. (brunner dan suddarth,2001.621)

E.     Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostic emboli paru menurut brunner dan suddarth, (2001.622) adalah :

1.       Rontgen dada

Rontgen dada pada emboli paru biasanya normal tetapi dapat meunjukkan pneumokontriksi, infiltrat,
atelektasis, elevasi diagfragma pada posisi yang sakit, atau dilatasi besar arteri pulonal dan efussi pleura.
2.       EKG

EKG biasanya menunjukkan sinus takikardia, atrial flutter atau fibrilasi dan kemungkinan penyimpangan
aksis kanan, atau regangan vcentrikel kanan.

3.       Pletismografi impedans

Pletismografi impedans dilakukan untuk menentukan adanya troimbosis pada vena profunda.

4.       Gas darah arteri

Gas darah arteri pada emboli paru dapat mennjukkan hipoksemia dan hipokapnea.

F.     Komplikasi

Komplikasi akibat emboli paru adalah :

1.    Gagal napas,

2.    Gagal jantung kanan akut, dan

3.    Hipertensi

G.    Penatalaksanaan Medis

Menurut brunner dan suddarth (2001.623) Tujuan pengobatan adalah untuk menghancurkan
(lisis) emboli yang ada dan mencegah pmbentukan yang baru. Pengobatan embolisme paru dapat
mencakup beragam modalitas :

1.    Terapi antikoagulan

     Terapi antikoagulasi meliputi heparin, natrium warfarin telah menjadi metoda primer secara tradisional
untuk mengatasi trombosis vena profunda akut dan embolisme paru.

2.    Terapi trombolitik


     Terapi tromboilitik meliputi urokinase, streptokinase mungkin juga digunakan dalam mengatasi
embolisme paru, terutama pada paien yang sangat terganggu. Terapi trombolitik menghancurkan
trombus atau emboli lebih cepat dan memulihkan fungsi himodinamik sirkulasi paru lbih besar, karena
mengurang hipertensi paru dan memperbaiki perfusi, oksigenasi, dan curah jantung.

3.    Tindakan umum untuk meningkatkan status pernafasan dan vascular

     Tindakan umum dilakukan untuk memperbaiki status pernafasan dan vaskular pasien. Terapi oksigen
diberikan untuk memperbaiki hipoksia dan untuk menghilangkan vasokontriksi vaskular paru dan dan
mengurangi hipertensi paru.

4.    Intervensi bedah

     Intervensi bedah yang dilakukan adalah embolektomi paru tapi embolektomi dapat diindikasikandalam
kondisi berikut :

1.       jika pasien mengalami hipotensi persisten, syok, dan gawat panas

2.       jika tekanan arteri pulmonal sangat tinggi

3.       jika anngiogram menunjukkan obtruksi bagian besar mbuluh darah paru.

Embolektomi pulmonari membutuhkan torakotomi dengan teknik bypass jantung paru

H.    Pencegahan

Pencegahan emboli paru menurut dr. Rosfanty adalah :

Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan berbagai usaha untuk
mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam vena.

Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk:

1.      Menggunakan stoking elastis

2.      Melakukan latihan kaki


3.      Bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya pembentukan gumpalan.

            Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi kemungkinan
pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru.

Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan gumpalan pada vena tungkai
setelah pembedahan adalah heparin. Dosis kecil disuntikkan tepat dibawah kulit sebelum operasi dan
selama 7 hari setelah operasi.

I.       Intervensi kedauratan.

Embolisme paru masif adalah benar-benar mengancam jiwa, kedarutan medis, kondisi klien cenderung
menurun dengan cepat.sasaran langsung pengobatan adalah untuk menstabilkan system
kardiorespirasi. Mayoritas klien yang mati akibat embolisme paru masif mengalami penurunan kondisi
dalam 2 jam pertama setelah kejadian embolik.

Penatalaksanaan kedaruratan terdiri atas :

1.      Oksigen nasal di berikan dengan segera untuk menghilangkan hipoksemia,distres pernapasan,dan
sianosis.

2.      Infus itervena dimulai untuk membuat rute untuk mobat atau cairan yangt akan diperlukan.

3.      Dilakukan angiografi paru,tindakan-tindakan hemodinamik ,penentuan gas darah arteri,dan pemindaian
perfusi paru.peningkatan tahanan paru mendadak meningkatkan kerja ventrikel kana,yang dapat
menyebabkan gagal jantung akut sebelah kanan syok kardiogenik.

4.      Jika klien menderita akibat embolisme masif dan juga hipotensif,kateter urin indwelling dipasang untuk
memantau haluaran urin.

5.      Hipotensi diatasi dengan infuse lambat dobutamin (mempunyai efek mendilatasi pada pembuluh
pulmonal dan bronki) dopamine.

6.      EKG dipantau secara kontinu untuk mengetahui gagal ventrikel kanan,yang dapat terjadi secara
mendadak.
7.      Glikosida digitalis,diuretic intravena dan agens andtidisritmia diberikan bila dibutuhkan.

8.      Darah diambil untuk diperiksa elektrolit serum,nitrogen urea darah,hitung darah lengkap,dan
hematokrit.

9.      Jika pengkajian klinis dan gas darah menunjukkan kebutuhan klien ditempatkan pada ventilator volume-
terkomtrol.

10.  Morfin intravena dosis kecil diberikan untuk menghilangkan ansietas klien,untuk menyingkirkan
ketidaknyamaan pada dada,untuk memperbaiki toleransi selang endotrakea,dan untuk memudahkan
adaptasi terhadap ventilator mekanis.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A.      Pengkajian

a.       Identitas

         Nama

         Usia

         Status perkawinan

         Perkerjaan

         Agama

         Pendidikan

         Suku

         Bahasa yang digunakan


         Alamat rumah

         Sumber biaya

         Tanggal masuk RS

         Diangnosa medis

Sumber informasi(penanggung jawab):

       Nama

       Hubungan dengan klie

b.        Riwayat Kesehatan

1.      Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat menanyakan
tentang :

a.       Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paru-paru, emfisema dan
bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup
hal-hal :

1.      Usia mulainya merokok secara rutin.

2.      Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari

3.      Usia melepas kebiasaan merokok.

b.      Pengobatan saat ini dan masa lalu

c.       Alergi

d.      Tempat tinggal


2.       Riwayat Kesehatan Keluarga

Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada tiga,
yaitu :

a.       Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya; jadi
dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.

b.      Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu; selain
itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat.

c.       Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi. Tapi polusi udara
tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut.

3.      Keluhan Utama

Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang
kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien emboli paru antara lain : batuk,
peningkatan produksi sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain.

a.      Batuk (Cough)

Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem pernafasan. Tanyakan berapa lama
klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang
spesifik (misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya dengan aktifitas fisik.
Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau non produktif, kongesti, kering.

b.      Dyspnea

Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek dan merupakan perasaan
subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika
klien berjalan apakah dia mengalami dyspnea ? kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal
dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri.
c.       Hemoptysis

Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat mengkaji apakah darah
tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru biasanya
berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang
menyebabkan hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis, Upper
airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker paru dan abses paru.

d.      Chest Pain

Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru. Gambaran yang lengkap
dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal,
cardiac dan gastrointestinal. Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri, tetapi iga,
otot, pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut. Dikarenakan perasaan nyeri
murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis nyeri yang berhubungan dengan masalah yang
menimbulkan nyeri timbul.

B.     Pemeriksaan  fisik

1.        Pola  aktifitas / istirahat

       Gejala: kelelahan, dispnea, ketidak mampuan untuk tidur, tirah baring lama,
       tanda: gelisa, lemah, imsomnia, kecepatan jantung tak normal.

2.      Pola makana dan cairan

Gejala: kehilang napsu makan, mual / muntah.

Tanda: berkeringat, edema tungkai kiri atas glukosa dalam urin

3.      Pola  eliminasi

Gejala: penurunan frekuensi urin

Tanda: urin kateter terpasang, bising usus samar

4.      Sistim kardiovaskuler


Tanda: takikardia

Penurunan tekanan darah (hipotensi), nadi lemah dapat menunjukan anemia.

5.      Sistem  respirasi

Gejala: kesulitan bernapas

Tanda: peningkatan frekuensi / takipnea penggunaan asesori pernapasan

6.      Sistem neurosensori

Gejala: kehilangan kesadaran sementara, sakit kepala daerah frontal


tanda: perubahan mental (bingung, somnolen), disorientasi

7.      Integrasi ego

Gejala: perasaan takut, takut hasil pembedahan, perasaan mau pingsan, perubahan pola hidup, takut
mati.

Tanda: ketakutan, gelisah, ansietas, gemetar, wajah tegang, peningkatam keringat.

8.      Keamanan

Gejala: adanya trauma dada

Tanda: berkeringat, kemerahan,kulit pucat

C.     Diagnosa

1.      Pola nafas tidak efektif ,dyspnea berhubungan dengan penurunan kemampuan paru

2.      Nyeri dada berhubungan dengan infark paru-paru

3.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi

4.      Resiko gagal jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel kanan

5.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam jaringan
D.     Intervensi

Diagnosa 1

Pola nafas tidak efektif ,dyspnea berhubungan dengan penurunan kemampuan paru

Tujuan

         Pola nafas efektif

Kriteria hasil

1.    Menunjukkan pola napas normal/efektif dng gda normal.

2.    Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia

Intervensi 1

         Identifikasi etiologi atau factor pencetus

Rasional

         Mengetahui etiologi dan faktor pencetus

Intervensi 2

         Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)

Rasional

         Dapat mengakaji fungsi pernafasan

Intervensi 3

         Auskultasi bunyi napas

Rasional

         Dapat mendengarkan bunyi nafas normal atau tidak


Intervensi 4

         Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus

Rasional

         Dapat mengetahui penumpukan sekret atau benda asing lain

Intervensi 5

         Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur

Rasional

         Untuk memudahkan klien bernafas

Intervensi 6

         Berikan oksigen melalui kanul/masker

Rasional

         Memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja nafas

Diagnosa 2

Tujuan

         Nyeri hilang atau berkurang

Kriteria hasil

1.    Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol

2.    Pasien tampak tenang

Intervensi 1

         Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri


Rasional

         Dapat mengetahui skala nyeri pada klien

Intervensi 2

         Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi

Rasional

         Klien dapat mengerti tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi

Intervensi 3

         Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri

Rasional

         Dapat mengurangi rasa nyeri yang diderita klien

Intervensi 4

         Berikan analgetik sesuai indikasi

Rasional

         Dapat digunakan mengurangi rasa nyeri

Diagnosa 3

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi

Tujuan

         Klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal.

Kriteria hasil

1.      Klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal dan warna kulit merah muda.
Intervensi 1

         Kaji frekuensi, irama, bunyi dan dalamnya pernafasan.

Rasional

         Mengetahui normal atau tidaknya pernafasan

Intervensi 2

         Berikan tambahan oksigen

Rasional

         Memaksimalkan permafasan dan menurunkan pernafasan

Intervensi 3

         Pantau saturasi oksigen

Rasional

         Menyeimbangkan oksigen antara inspirasi dan ekspirasi

Intervensi 4

         Koreksi keseimbangan asam basa.

Rasional

         Mengetahui normal tidaknya pertukaran gas

Intervensi 5

         Beri posisi yang memudahkan meningkatkan ekspansi paru.

Rasional

         Untuk memudahkan pernafasan

Intervensi 6
         Latih batuk efektif dan nafas dalam.

Rasional

         Dapat mengurangi atau mengeluarkan sekret

Diagnosa 4

Resiko gagal, jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel kanan

Tujuan

         Denyut nadi klien kembali normal

Kriteria hasil

1.      Denyut jantung kembali normal

Intervensi 1

         Kaji denyut jantung tiap 4 jam sekali

Rasional

         Mengetahui normal tidakny denyut jantung

Intervensi 2

         Auskultasi denyut jantung

Rasional

         Dapat mengetahui bunyi jantung

Intervensi 3

         Berikan lingkungan tenang, nyaman, dan kurangi aktivitas

Rasional
         Agar pasien dapat istirahat dengan tenang

Intervensi 4

         Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur

Rasional

         Untuk mengurangi kerja jantung

Diagnosa 5

Intoleransi aktivitas brhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam jaringan

Tujuan

         Pasien tidak intoleransi aktivitas lagi

Kriteria hasil

1.      Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan

2.      Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi

Intervensi 1

         Kaji respon aktivitas

Rasional

         Mengetahui seberat atau sebesar apakah aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien

Intervensi 2
         Instruksi pasien tentang teknik penghematan energi

Rasional

         Pasien dapat menghemat energinya sendiri

Intervensi 3

         Beri dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap jika intoleransi kembali

Rasional

         Pasien dan keluarga dapat melakukan perawat diri sendiri apabila intoleransi kembali

  

BAB IV

KESIMPULAN

            Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus secara
tiba-tiba terjadi. (Perisai Husada-klinik specialis penyakit dalam dan syaraf)

Emboli paru adalah obstruksi salah satu atau lebih arteri pulmonalis oleh trombus yang berasal dari
suatu tempat. (brunner dan suddarth,2001.621)

            Sekitar 10% penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru, yang disebut infark
paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat diminimalkan tapi gumpalan yang
besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan
dan gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak.

Kebanyakan kasus emboli paru brunner dan suddarth (2001.621) disebabkan

oleh :

1.    Bekuan darah


2.    Gelembung udara

3.    Lemak

4.    Sel tumor

Menurut brunner dan suddarth (2001.623) Tujuan pengobatan adalah untuk menghancurkan (lisis)
emboli yang ada dan mencegah pmbentukan yang baru. Pengobatan embolisme paru dapat mencaklup
beragam modalitas :

1.    Terapi antikoagulan

2.    Terapi trombolitik

3.    Tindakan umum untuk meningkatkan status pernafasan dan vascular

4.    Intervensi bedah

DAFTAR PUSTAKA

1.              Brunner & Suddrath.2001. buku ajarkeperawatan medikal-bedah. Jakarta : Buku kedokteran EGC

2.              Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S,EGC, Jakarta

3.              http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-emboli-paru/

4.              A. Price Sylvia dan M. Wilson Clorraine. 2006. Patofisiologi. Edisi Ke – 6. EGC: Jakarta

5.              http://eprikenzu.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-pada-pasien-emboli.html
Askep Emboli Paru

EMBOLI PARU

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

”Sistem Respirasi”

Dosen Pengampu: Nurulistiawan T.P., S. Kep, Ns.

Disusun oleh:

1.    Anisa Mubarokah

2.    Endah rahmayani

3.    Nor Muslimah

4.    M. ulil aidi

5.    Ria Rokmawati

6.    Yuliani

STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2009/2010
EMBOLI PARU

A.    Definisi

Emboli paru (PE) adalah penyumbatan arteri utama dari paru-paru atau salah satu cabang
dengan zat yang telah melakukan perjalanan dari tempat lain di tubuh melalui aliran darah (emboli).
(www.medterms.com)

Embolus adalah suatu obyek yang bergerak melalui aliran darah, pondok-pondok di pembuluh
darah dan blok itu. (Carl Rudolph Virchow,1848)

Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis oleh suatu embolus yang terjadi secara tiba-tiba.
(www.medicastore.com)

Embolus paru adalah adanya material abnormal pada system pembuluh darah paru yang
mengkibatkan penyumbatan sebagian atau seluruhnya. (ilmu kesehatan anak,1985)

B.     Etiologi

Kebanyakan kasus disebabkan oleh bekuan darah dari vena, terutama vena di tungkai atau
panggul. Penyebab yang lebih jarang adalah gelembung udara, lemak,cairan ketuban atau gumpalan
parasit maupun sel tumor.

Penyebab yang paling sering adalah bekuan darah dari vena tungkai, yang disebut thrombosis
vena dalam. Gumpalan cenderung terbentuk jika darah menglir lambat atau tidak mengalir sama sekali,
yang dapat terjadi di vena kaki jika seseorang berada dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang
cukup lama. Jika orang tersebut bergerak kembali, gumpalan tersebut dapat hancur, tetapi ada juga
gumpalan darah yang menyebabkan penyakit berat bahkan kematian.
Penyebab terjadinya gumpalan di dalam vena mungkin tidak dapat diketahui, tetapi factor
predisposisinya(factor pendukungnya) sangat jelas, yaitu:

1.      Pembedahan

2.      Strok

3.      Serangan jantung

4.      Obesitas(kegemukan)

5.      Patah tulang tungkai atau tulang panggul

6.      Meningkatnya kecenderungan darah untuk menggumpal (pada kanker tertentu, pemilihan pil
kontrasepsi, kekurangan factor penghambat pembekuan darah bawaan)

7.      Persalinan

8.      Trauma berat

9.      Luka bakar

C.    Manifestasi Klinis

Gejala sangat bervariasi, kadang-kadang tanpa gejala yang nyata, tetapi mungkin pula berahir
dengan kematian yang mendadak. Biasanya gejala yang timbul tergantung dari terjadi atau tidaknya
infark paru.

Gejala-gejala yang sering ditemukan ialah:

1.      Sesak nafas yang mendadak yang penyebabnya secara jelas belum diketahui.

2.      Kelemahan umum yang disebabkan oleh pengurangan curah jantung

3.      Rasa nyeri dada yang disebabkan olehn pengurangan sirkulasi koroner atas dasar penurunan tekanan
arterial dan curah jantung.

4.      Kadang-kadang terjadi kegelisahan,kejang, koma yang disebabkan oleh pengurangan aliran darah
keserebral.
5.      Pucat dan kadang-kadang sampai sianosis.

6.      Frekwensi denyut jantung bisa meningkat, kadang-kadang terjadi aritmia, fibrilasi atrium,dilatasi
ventrikel kanan, peninggian bunyi jantung II, bising sistol  pulmonal, irama derap diastolic.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:


- wheezing/bengek
- kulit lembab
- kulit berwarna kebiruan
- nyeri pinggul
- nyeri tungkai (salah satu atau keduanya)
- pembengkakan tungkai
- tekanan darah rendah
- denyut nadi lemah atau tak teraba
- pusing
- pingsan
- berkeringat
- cemas.

D.    Patofisiologi

Ketika thrombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal, ruang rugi alveolar
membesar karena area, meski terus mendapat ventilasi, menerima aliran darah sedikit atau tidak sama
sekali. Selain itu, sejumlah subtansi yang dilepaskan dari bekuan dan menyebabkan pembuluh darah dan
bronkeolus berkontriksi. Reaksi ini di barengi dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, menyebabkan
sebagian darah terpirau(tidak ada pertukaran gas yang terjadi) dan mengakibatkan penurunan kadar O2
dan peningkatan CO2.

Konsekuensi hemodenamik adalah peningkatan tahanan vaskuler akibat penurunan ukuran


jarring-jaring vaskuler pulmonary, mengakibatkan peningkatan tekanan arteri pulmonary dan pada
ahirnya meningkatkan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonary. Bila
kebutuhan kerja ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi gagal ventrikel kanan, yang
mengarah pada penurunan darah sistemik dan terjadinya syok.
E.     Pathway
F.     Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan diagnostic yang sering ditemukan pada klien emboli paru seperti yang dikemukakan oleh
doenges, M. E.(2000) berikut ini:

1.      Lung scan (ventilation /perfusion scan): dapat menunjukkan pola perfusi abnormal pada area ventilasi
atau tidak adanya ventilasi dan perfusi.

2.      Pulmonary angiography: terdapatnya defek atau arteri cutoff dengan tidak adanya darah pada distal
aliran darah.

3.      Chest X-ray: seringkali normal (terutama pada keadaan subakut), tetapi dapat menunjukkan bayangan
bekuan darah, kerusakan pembuluh darah, elevasi diafragma pada area yang terkena efusi pleura,
infiltrasi konsolidasi.
4.      ABGs:dapat menunjukkan penurunan PaO2, PaCO, (hipoksemia, hipokapnea) dan elevasi PH (alkaliosis
respiratory) terutama jika obstruksi paru berat.

5.      Darah lengkap: dapat menunjukkan peningkatan HT (Hemokonsentrasi) peningkatan sel darah merah
polistemia.

6.      ECG: mungkin normal atau menunjukkan perubahan yang mengidentifikasikan gangguan ventrikel
kanan, misalnya perubahan pada gelombang T atau ST segmen, aksis deviasi / right bundle branch block
(RBBB), takikardi dan disritmia sering kali timbul.

G.    Komplikasi

Komplikasi utama adalah infark emboli arteri, yaitu, jaringan mati (nekrosis) yang disebabkan oleh
penyumbatan suplai darah pada jaringan itu.
Komplikasi utama emboli vena adalah emboli paru, yaitu, penyumbatan arteri utama dari paru-paru
atau salah satu cabang-cabangnya.
Arteri
Artikel utama: emboli arteri
emboli arteri dapat menyebabkan oklusi pembuluh di bagian manapun dari tubuh. Ini adalah penyebab
utama dari infark (yang juga dapat disebabkan oleh misalnya kompresi arteri, pecah atau vasokonstriksi
patologis).
Arteri embolis mungkin mulai di hati (dari trombus di atrium kiri sekunder untuk fibrilasi atrium atau
emboli septik dari endokarditis).
Pendaratan embolus di otak baik dari jantung atau arteri karotis kemungkinan akan menyebabkan
stroke iskemik.

H.    Penatalaksanaan

Pengobatan

Pengobatan emboli paru dimulai dengan pemberian oksigen dan obat pereda nyeri. Oksigen diberikan
untuk mempertahankan konsentrasi oksigen yang normal.
Terapi anti-koagulan diberikan untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut dan memungkinkan
tubuh secara lebih cepat menyerap kembali bekuan yang sudah ada.

Terapi anikoagulan terdiri dari heparin (diberikan melalui infuse), kemudian dilanjutkan dengan
pemberian warfarin per oral (melalui mulut). Heparin dan warfarin diberikan bersama selama 5-7 hari,
sampai pemeriksaan darah menunjukkan adanya perbaikan. Lamanya pemberian antikoagulan (anti
pembekuan darah) tegantung dari keadaan penderita.

Jika emboli paru disebabkan oleh factor predisposisi sementara, (misalnya pembedahan), pengobatan
diteruskan selama 2-3 bulan. Jika penyebabnya adalah masalah jangka panjang, pengobatan diteruskan
selama 3-6 bulan, tapi kadang diteruskan sampai batas yang tidak tentu. Pada saat menjalani terapi
warfarin, darah harus diperiksa secara rutin untnk mengetahui apakah perlu dilakukan penyesuaian
dosis warfarin atau tidak.

Penderita dengan resiko meninggal karena emboli paru, bias memperoleh manfaat dari 2 jenis terapi
lainya, yaitu terapi trombolitik dan pembedahan.Terapi trombolitik (obat yang memecah gumpalan) bias
berupa streptokinase, urokinasi atau aktifator plasminogen jaringan.Tetapi obat-obatan ini tidak dapat
diberikan kepada penderita yang :

a.       Telah menjalani pembedahan 10 hari sebelumnya

b.      Wanita hamil

c.       Menderita struk

d.      Mempunyai bakat untuk mengalami pendarahan yang hebat.

Pada emboli paru yang berat  atau pada penderita yang memiliki resiko tinggi mengalami kekambuhan,
mungkin perlu dilakukan pembedahan, yaitu biasanya dilakukan emboliktomi paru (pemindahan
embolus dari arteri pulmonalis). Jika tidak bias diberikan terapi anti koagulan, maka dipasang penyaring
pada vena cava inferior. Alat ini dipasang pada vena sentra utama diperut, yang dirancang untuk
menghalangi bekuan yang besar agar tidak dapat masuk kedalam pembuluh darah paru.

I.       Proses Keperawatan

A.    Pengkajian
a.       Aktifitas / istirahat

Gejala :

-          Kelemahan / kelelahan

-          Tirak baring lama

Tanda :

-          Dispnea karena kerja

-          Kecepatan jantung tak normal / TD berespons pada aktivitas

-          Gangguan tidur

b.      Sirkulasi

Gejala :

-          Riwayat cidera sinding vena seperti bedah / trauma vena iliaka dan pelvic, varises vena, sepsis, luka
bakar, dll.

Tanda :

-          Takikardi

-          Bunyi jantung, esktra, mis, s3 dan s4

-          Distritmia, mis, fibrilasi atrial kronis

-          Murmur kegagala katub

-          Hipotensi

c.       Integritas ego

Gejala:

-          Ketakutan,perasaan mau pingsan

-          Takut mati


Tanda:

-          Gelisah, gemetar, perilaku panic

-          Wajah tegang

-          Peningkatan keringat

d.      Makanan / cairan

Gejala:

-          Mual

-          Edena kaki

e.       Neurosensori

Gejala:

-          Kesulitan berkomunikasi, gangguan daya ingat / kemampua perpikir

Tanda:

-          Gangguan lingkup perhatian

-          Perubahan pengaturan / adanya daya ingat segera

-          Letargi / pingsan

f.       Pernafasan

Gejala:

-          Riwayat penyakit paru kronis

-          Dispenea

-          Batuk, sputum merah muda / berdarah / coklat

Tanda:

-          Takipnea
-          Dispnea, pernafasan tersengkal-sengkal

-          Penurunanbunyi nafa : krekels, mengi

B.     Diagnosa Keperawatan

a.       Pola nafas tidak efektif, yang berhubungan dengan: dengan obstruksi trakeo bronchial oleh bekuan
darah, skret kental atau perdarahan aktif ditandai dengan perubahan dalam kedalaman dan atau jumlah
respirasi.

b.      Kerusakan pertukaran gas yang b.d perubahan aliran darah ke alveoli atau sebagian besar paru ditandai
dengan dispnea, kelemahan apprehension, somnolen sianosis.

c.       Ketakutan atau kecemasan yang berhubungan dengan ketidakmampuan bernafas normal ditandai
denga kelemahan, iritabilitas.

C.    Intervensi

a.       Pola nafas tidak efektif

Tujuan: Diharapkan bersihan jalan nafas efektif kembali.

Criteria hasil :

         Menunjukan pola nafas efektif dengan ferekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan baru jelas /
bersih

         Berpartisipari dalam aktifitas / perilaku meningkatkan fungsi paru

Intervensi:

1.      Kaji RR,kedalaman dan ekspansi dada

2.      Berikan atau bantu klien dengan latihan nafas dalam dan batuk efektif, lakukan suction oral jika
memungkinkan

3.      Observasi pola batuk dan karakter dari sekresi


Rasional:

1.      Menunjukan hipoksemia sistemik

2.      Jalan nafas lengket/kolaps menurunkan jumlah alveoli yang berfungsi secara negative mempengaruhi
pertukaran gas.

b.      Kerusakan pertukaran gas

Tujuan: Diharapkan suplay O2 dapat terpenuhi kembali.

Criteria hasil:

         Menunjukakan ventilasi adekuat atau oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal

         Laporan atau menunjukan perbaikan atau tak adanya gejala distress pernafasan.

Intervensi:

1.      Catat frekwensi kedalaman nafas

2.      Auskultasi paru untuk penurunan/ tidak adanya bunyi nafas dan bunyi tambahan

3.      Awasi tanda vital

Rasional:

1.      Memampukan pasien untuk menghindari trauma yang menimbulkan perdarahan

2.      Menurunkan pengumpulan vena dan resiko pembentukan thrombus.

c.       Kecemasan atau ketakutan.

Tujuan: diharapkan klien tidak mengalami kecemasan atau keatakutan

Criteria hasil:

         Melaporkan takut / ansietas hilang atau menurun.

         Penampilan rileks dan istirahat / tidur dengan tepat.

Intervensi:
1.      Berikan tindakan kenyamanan

2.      Jelaskan proses penyakit dan prosedur dalam tingkat kemampuan untuk memahami dan menangni
informasi

Rasional:

1.      Alat untuk menurunkan setres dan perhatian tak langsung untuk meningkatkan relaksasi dan
kemampuan koping

2.      Memberikan kesehatan untuk membentuk energy dengan perasaan.

D.    Evaluasi

1.      Suplay O2 dapat terpenuhi kembali

2.      Jalan nafas kembali efektif

3.      Klien sudah tidak mengalami cemas


1. PENGERTIAN EMBOLI PARU

Emboli Paru (Pulmonary Embolism)adalah penyumbatan arteri pulmonalis

(arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli

bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak,

cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang

akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah.

Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah

yang memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan

bisa dihindari.

Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat besar atau

orang tersebut memiliki kelainan paru-paru sebelumnya, maka jumlah darah

mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru-paru. Sekitar 10

persen penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru, yang

disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan

dapat diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama

untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang

besar bisa menyebabkan kematian mendadak.

2. ETIOLOGI

Kebanyakan kasus disebabkan oleh bekuan darah dari vena, terutama

vena di tungkai atau panggul. Penyebab yang lebih jarang adalah gelembung

udara, lemak, cairan ketuban atau gumpalan parasit maupun sel tumor.

Penyebab yang paling sering adalah bekuan darah dari vena tungkai, yang
disebut trombosis vena dalam. Gumpalan darah cenderung terbentuk jika darah

mengalir lambat atau tidak mengalir sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki

jika seseorang berada dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama.

Jika orang tersebut bergerak kembali, gumpalan tersebut dapat hancur, tetapi

ada juga gumpalan darah yang menyebabkan penyakit berat bahkan kematian.

Penyebab terjadinya gumpalan di dalam vena mungkin tidak dapat

diketahui, tetapi faktor predisposisinya (faktor pendukungnya) sangat jelas, yaitu:

 Pembedahan

 Tirah baring atau tidak melakukan aktivitas dalam waktu lama (seperti

duduk selama perjalanan dengan mobil, pesawat terbang maupun kereta

api)

o Stroke

o Serangan jantung

o Obesitas (kegemukan)

o Patah tulang tungkai tungkai atau tulang pangggul

 Meningkatnya kecenderungan darah untuk menggumpal (pada kanker

tertentu, pemakaian pil kontrasepsi, kekurangan faktor penghambat

pembekuan darah bawaan)

o Persalinan

o Trauma berat

o Luka bakar

3. FAKTOR RESIKO TERJADINYA PE


a. DVT ada pada 50% pasien

b. Pembedahan sebelumnya

c. Trauma sebelumnya

d. Imobilisasi untuk berbagai alas an

e. Keganasan

f. Pasien mengkonsumsi kontrasepsi oral

g. Pasien mendapatkan terapi hormone

h. Kehamilan lama

i. Obesitas

j. Pasien mendapatkan Selective Estregen Receptor Modulator

therapy (SERM)

k. Syndrome hyperviskositas

l. Nipas

m. Nepritik sindrom

n. Defisiensi antitrombin III

o. Defisiensi protein C dan S

p. Antikoagulan lupus

4. PATOFISIOLOGI

Ketika trombus menghambat sebagian sebagian atau seluruh aeteri

pulmonal, ruang rugi alveolar membesara karena area, meski terus mendapat

ventilasi, menerima aliran darah sedikit atau sama sekali tidak. Selain itu,

sejumlah substansi  yang dilepas  dari bekuan dan menyebabkan pembulu darah
dan bronkeolus berkonstriksi. Reaksi ini dibarengi dengan ketidak seimbangan

ventilasi-perfusi menyebabkan sebagian darah terpirau (tidak ada pertukaran gas

yang terjadi ) yang mengakibatkan penurunan kadar O 2 dan peningkatan CO2.

Konsekuensi hemodinamik adalah peningkatan tahanan vaskuler paru

akibat penurunan jaringan-jaringan vaskuler pulmonal, mengakibatkan

peningkatan tekanan arteri pulmonal dan pada akirnya meningkatkan kerja

ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Bila kebutuhan

kerja ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi gagal ventrikel

kanan, yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya

syok.

5. TANDA dan GEJALA

Tanda umum adalah:

a. dyspnoea – tiba-tiba dan ada pada 90% kasus

b. nyeri dada pleuritik

c. haemoptisis

d. pingsan

e. tachikardia > 100/menit

f. tachipnoe > 20/menit

g. demam

Tanda Klinis
a. Gejala DVT dengan tanda bengkak pada kaki dan nyeri pada perabaan

vena

b. Denyut jantung > 100 per menit

c. Bedrest > 3 hari atau pembedahan dalam 4 minggu yang lalu

d. Sebelumya menderita DVT atau PE

e. Haemoptisis

f. PE ditemukan pada pemeriksaan poto thorak dan EKG

Gejala

a. dyspnea berat

b. nyeri dada

c. peningkatan tekanan vena

d. ada bukti gagal jantung kanan

e. hypotensi

f. shock

6. TEST DIAGNOSTIK

1) Lung scan (ventilation/perfusion scan) dapat menunjukkan pola perfusi

abnormal pada area ventilasi atau tidak adanya ventilasi dan perfusi.

2) Pulmonary angiography terdapatnya defek atau arteri cutoff dengan tidak

adanya darah pada distal aliran darah.

3) Chest X-Ray sering kali normal (terutama pada keadaan subkutan) tetapi

dapat menunjukkan bayangan bekuan darah, kerusakan pembuluh darah,


elevasi diagragma pada area yang terkena, efusi pleura,

infiltrasi/konsolidasi.

4) ABGs dapat menunjukkan penurunan PaO2, PaCO2

(hipoksemia/hipokapnea) dan elevasi pH (alkalosis respirator) terutama

jika obstruksi paru berat.

5) Darah lengkap: dapat menunjukkan peningkatan  Ht (Hemokonsentrasi),

peningkatan sel darah merah (polistemia).

6) ECG mungkin normal atau menunjukkan perubahan yang

mengindikasikan gangguan ventrikel kanan, misalnya perubahan pada

gelombang T/ST segmen, aksis deviasi/Right Bundle Branch Block

(RBBB), takikardia, dan disritmia sering kali timbul.

7. PENCEGAHAN

o Berikan latihan aktif/pasif pada kaki untuk mencegah vena statis pada

klien bedrest atau klien postoperasi dengan melakukan early ambulation

o Elastik stocking untuk menekan vena superficial dan meningkatkan aliran

darah

o Elevasi kaki di atas jantung

o Cegah adanya tekanan di bawah daerah popliteal (seperti oleh bantal)

o Profilaksis heparin

8. PENATALAKSANAAN
a) Pengobatan emboli paru dimulai dengan pemberian oksigen dan obat

pereda nyeri.

b) Oksigen diberikan untuk mempertahankan konsentrasi oksigen yang

normal.

c) Terapi antikoagulan diberikan untuk mencegah pembentukan bekuan

lebih lanjut dan memungkinkan tubuh untuk secara lebih cepat menyerap

kembali bekuan yang sudah ada.

d) Terapi antikoagulan terdiri dari heparin (diberikan melalui infus), kemudian

dilanjutkan dengan pemberian warfarin per-oral (melalui mulut).

e) Heparin dan warfarin diberikan bersama selama 5-7 hari, sampai

pemeriksaan darah menunjukkan adanya perbaikan.

f) Lamanya pemberian antikoagulan (anti pembekuan darah) tergantung dari

keadaan penderita.

g) Jika emboli paru disebabkan oleh faktor predisposisi sementara,

(misalnya pembedahan), pengobatan diteruskan selama 2-3 bulan.

h) Jika penyebabnya adalah masalah jangka panjang, pengobatan

diteruskan selama 3-6 bulan, tapi kadang diteruskan sampai batas yang

tidak tentu.

i) Pada saat menjalani terapi warfarin, darah harus diperiksa secara rutin

untuk mengetahui apakah perlu dilakukan penyesuaian dosis warfarin

atau tidak.
j) Penderita dengan resiko meninggal karena emboli paru, bisa memperoleh

manfaat dari 2 jenis terapi lainnya, yaitu terapi trombolitik dan

pembedahan.

k) Terapi trombolitik (obat yang memecah gumpalan) bisa berupa

streptokinase, urokinase atau aktivator plasminogen jaringan.

Tetapi obat-obatan ini tidak dapat diberikan kepada penderita yang:

 telah menjalani pembedahan 10 hari sebelumnya

 wanita hamil

 menderita stroke

 mempunyai bakat untuk mengalami perdarahan yang hebat.

Pada emboli paru yang berat atau pada penderita yang memiliki resiko tinggi

mengalami kekambuhan, mungkin perlu dilakukan pembedahan, yaitu biasanya

dilakukan embolektomi paru (pemindahan embolus dari arteri pulmonalis).

Jika tidak bisa diberikan terapi antikoagulan, maka dipasang penyaring pada

vena kava inferior. Alat ini dipasang pada vena sentral utama di perut, yang

dirancang untuk menghalangi bekuan yang besar agar tidak dapat masuk ke

dalam pembuluh darah paru.

Anda mungkin juga menyukai