Anda di halaman 1dari 76

SKRIPSI

ANALISIS KERENTANAN BANJIR DI KECAMATAN TONDANO


TIMUR KABUPATEN MINAHASA

OLEH

Richard H. Runturambi

16 601 047

PROGRAM STUDI GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

2021
DAFTAR ISI
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1. Latar Belakang...................................................................................................1
1.2. Identifikasi Masalah...........................................................................................6
1.3. Batasan Masalah.................................................................................................6
1.4. Rumusan Masalah.............................................................................................6
1.5. Tujuan penelitian................................................................................................7
1.6. Manfaat penelitian..............................................................................................7
BAB II...............................................................................................................................8
KAJIAN PUSTAKA..........................................................................................................8
2.1 Pengertian banjir................................................................................................8
2.2. Kerentanan Banjir............................................................................................10
2.3. Sistem Informasi Geografis..............................................................................16
2.4. Penelitian Terdahulu.............................................................................................24
2.5 Kerangka Pemikiran.........................................................................................27
BAB III............................................................................................................................28
METODOLOGI PENELITIAN.......................................................................................28
3.1 Metode Penelitian.............................................................................................28
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian...........................................................................28
3.3 Variabel Penelitian...........................................................................................29
3.4 Teknik Pengumpulan Data...............................................................................30
3.5 Teknik Analisis Data........................................................................................31
BAB IV............................................................................................................................36
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................................36
4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian..............................................................36
4.1.1. Letak Wilayah..............................................................................................36
4.1.2. Bentuk DAS Tondano Timur........................................................................38
4.1.3. Peta Geologi Kecamatan Tondano Timur.....................................................40
4.1.4. Topografi Kecamatan Tondano Timur.........................................................42
4.2. Hasil dan Pembahasan Penelitian.....................................................................44
4.2.1. Iklim Kecamatan Tondano Timur.................................................................44
4.2.2. Curah Hujan.................................................................................................45
4.2.3. Bentuk Lahan...............................................................................................48
4.2.4. Kemirigan Lereng.........................................................................................50
4.2.5. Jenis Tanah...................................................................................................53
4.2.6. Penggunaan Lahan (Land Caver).................................................................55
4.2.7. Satuan Unit Lahan........................................................................................58
4.2.8. Kerentanan Banjir.........................................................................................61
BAB V.............................................................................................................................30
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................................30
5.1. Kesimpulan......................................................................................................30
5.2. Saran................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................32

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia berlokasi di wilayah rawan terhadap bencana hidrometeorologi

yaitu banjir, kekeringan, pasang surut, gelombang besar dan sebagainya. Kondisi

morfologi Indonesia yaitu relief bentang alam yang sangat bervariasi dan

banyaknya sungai yang mengalir di antaranya menyebabkan selalu terjadi banjir

di Indonesia pada setiap musim penghujan. Banjir umumnya terjadi di wilayah

Indonesia bagian barat yang menerima curah hujan lebih banyak dibandingkan

dengan wilayah Indonesia bagian Timur. Faktor kondisi alam tersebut diperparah

oleh meningkatnya jumlah penduduk yang menjadi faktor pemicu terjadinya

banjir secara tidak langsung. Bencana alam di Indonesia terus meningkat dari

tahun ke tahun, dan banjir terjadi setiap tahun di seluruh negeri. Tren peningkatan

banjir di Indonesia tidak hanya meluas, tetapi juga meningkatkan kerugian. Dulu,

banjir hanya melanda kota-kota besar di Indonesia, terutama yang ada di pulau

Jawa, namun kini bencana tersebut telah melanda dan menyebar ke seluruh

pelosok tanah air.

Bumi saat ini dalam keadaan tidak seimbang, terlihat dari terjadinya

berbagai bencana yang mengancam kehidupan makhluk di dalamnya. Bencana

yang disebabkan oleh faktor alam maupun ulah manusia tidak dapat dihindarkan.

Berdasarkan undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan

bencana menyebutkan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Dalam PP RI Tahun 2011 tentang Sungai, Banjir adalah peristiwa meluapnya air

1
sungai melebihi palung sungai. Banjir karena luapan sungai tidak dapat diprediksi

sementara banjir karena rob walau tidak pasti namun dapat diprediksi waktu

kapan mulai rob dan lama waktu rob. Pengetahuan tentang wilayah yang memiliki

kerentanan banjir perlu diketahui dan disebarkan untuk mengurangi maupun

mencegah kerugian besar yang diakibatkan. Dengan berjalannya waktu, populasi

bumi semakin meningkat setiap hari. Dalam memenuhi kebutuhan, manusia

dengan segala daya upaya memanfaatkan alam. Penggunaan sumber daya alam

yang tidak wajar atau eksploitasi berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan

bahkan bencana yang secara langsung mempengaruhi umat manusia.

Dibandingkan dengan bencana lainnya, banjir merupakan bencana yang paling

sering terjadi. Asdak (1995) menyatakan banjir adalah aliran/genangan air yang

menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan menyebabkan korban jiwa.

Fenomena banjir dapat terjadi kapanpun dan dimana saja, untuk dapat

mengidentifikasi resiko banjir yang mempengaruhi manusia dan lingkungannya,

maka perlu diketahui faktor penyebabnya, yaitu faktor hujan, faktor hancurnya

retensi Daerah Aliran Sungai (DAS), faktor kesalahan perencanaan pembangunan

alur sungai, faktor pendangkalan sungai dan faktor kesalahan tata wilayah dan

pembangunan sarana dan prasarana (Maryono, 2015). Siswoko (dalam Nurhadi,

2013), menyatakan bahwa faktor penyebab banjir adalah adanya interaksi antara

faktor penyebab yang bersifat alamiah (kondisi dan peristiwa alam) serta campur

tangan manusia yang beraktivitas pada daerah pengaliran.

Seyhan (1977) bencana alam banjir yang terjadi juga ditentukan oleh aspek

yang lain, yaitu

1. Aspek meteorologis-klimatologis terutama karakteristik curah hujan yang

2
mampu membentuk badai atau hujan maksimum.

2. Karakteristik DAS dari aspek bio-geofisikal yang mampu memberikan ciri

khas tipologi DAS tertentu,

3. Aspek sosial ekonomi masyarakat terutama karakteristik budaya yang

mampu memicu terjadinya kerusakan lahan DAS, sehingga wilayah DAS

tersebut tidak mampu lagi berfungsi sebagai penampung, penyimpan, dan

penyalur air hujan yang baik.

Ketiga aspek tersebut secara garis besar dapat digunakan sebagai dasar

penentuan apakah wilayah DAS ataupun bagian DAS (hulu, tengah, hilir)

termasuk kritis berat ataupun potensial kritis. Dengan kata lain, apakah wilayah

DAS ataupun bagian DAS sudah termasuk klasifikasi rawan atau sangat rawan

banjir. Sebelum terjadi bencana banjir di wilayah DAS perlu diketahui terlebih

dahulu di wilayah DAS atau di bagian DAS mana yang rawan/sangat rawan banjir

atau kritis/sangat kritis, dengan demikian ada waktu untuk mengantisipasi ataupun

berbuat sesuatu sebelum banjir itu datang, dan menjadi bencana.

Sungai Tondano adalah salah satu sungai di propinsi Sulawesi Utara,

bermuara di teluk Manado, memiliki panjang 39.9 Km dan luas DAS sebesar

544.13 Km2 . Sungai ini tidak luput dari masalah banjir yang pada akhirnya dapat

menyebabkan banyak kerusakan dan kerugian. Curah hujan, panjang sungai,

kemiringan sungai,topografi, dan luas di suatu DAS (Daerah Aliran Sungai)

merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya banjir juga

mempengaruhi stabilitas keamanan dan kelayakan hidup dari suatu populasi yang

ada di wilayah-wilayah tersebut. Sungai Tondano mempunyai fungsi penting

sebagai sumber air untuk PDAM, PLTA dan juga kebutuhan air untuk masyarakat

3
sekitar. Namun sungai tersebut berpotensi banjir. Pada tahun 1996, 2000, 2005

dan awal 2013 di sungai ini terjadi banjir sehingga mengakibatkan kerugian yang

cukup besar.

Kecamatan Tondano Timur adalah salah satu kecamatan yang terletak di

ibukota Kabupaten Minahasa, yaitu Kota Tondano yang terletak di antara 1.20

sampai 1.27 lintang utara dan antara 124.52 bujur timur. Kecamatan Tondano

timur merupakan daerah yang rentan terhadap banjir, dengan adanya banjir

bebrapa wilayah/ daerah di Kecamatan Tondano Timur terdampak banjir seperti:

kelurahan kiniar, kelurahan tolour, kelurahan papakelan, pinggiran bantaran

sungai serta wilayah persawahan, yang kemudian hal ini tentunya berdampak juga

terhadap kehidupan sosial masyarakat setempat serta ketahanan pangan daerah

karena terendamnya persawahan.Pada umumnya banjir yang terjadi di Kecamatan

Tondano Timur disebabkan karena sebagian wilayah Kecamatan Tondano Timur

merupakan wilayah DAS Tondano, juga dikarenakantopografiKota Tondano yang

datar, curah hujan 151-200 mm/ tahun, aktivitas manusia untuk memenuhi

kebutuhan ekonomi, masyarakat melakukan ilagal loging/ penebangan

pohonuntuk perluasan lahan perkebunan, selain itu adanya alih fungsi lahan

pertanian menjadi non pertanian, antara lain lahan sawah dialihfungsikan menjadi

bangunan entrepreneuryankni restoran/ rumah makan yang menghasilkan

sampah-sampah pelastik, botol-botol minuman yang dibuang sembarangan

sehingga terjadinya penumpukan sampah di seputaran Daerah Aliran Sungai

Tondano (DAS), serta sampah-sampah domestik rumah tangga yang menambah

penumpukan sampah, seperti gambar dibawah ini:

4
Gambar 1.1. Penumpukan Sampah, Sumber: manadopost.id diakses
18/07/2020

Dengan adanya aktifitas di DAS Tondano maka dapat menyebabkan

hancurnya keseimbangan lingkungan DAS. Akibat ilegal loging dan alih fungsi

lahan pertanian sawah ke non pertanian maka, ketika terjadi hujan, infiltrasi

terhambat sehingga terjadinya aliran permukaan atau run-off, karena kondisi curah

hujan yang tinggi, kemudian direspon secara cepat menjadi debit puncak banjir

dan penampang sungai tidak mampu menampungnya, maka kondisi iniakan

berpotensi terjadinya banjir. Jika kondisi tersebut terus terjadi tanpa ada upaya

penanggulangan yang efektif, dapat menyebabkan dampak yang semakin besar.

Risiko dan dampak bencana akibat banjir yang sering terjadi di Kecamatan

Tondano Timur, dapat dikurangi atau diminimalkan dengan upaya mitigasi yang

dimulai dengan menganalisis dan memetakan daerah yang rentan dan pola sebaran

banjir. Adanya pemetaan ini maka strategi penanggulangannya akan mudah

dilaksanakan.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut dengan melihat

kondisi yang ada, maka peneliti menganggap perlu diadakannya pengkajian

5
terhadap penelitian ini yaitu “Analisis Kerawanan Banjir Di Kecamatan Tondano

Timur Kabupaten Minahasa”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi sejumlah

permasalahan sebagai berikut:

1. Wilayah penelitian rentan terhadap banjir

2. Terjadi ilegal loging di wilayah hutan Tondano sehingga tingkat

erosimeningkat akibatnyainfiltrasi terhambat.

3. Alih fungsi lahan pertanian (Sawah) menjadi lahan non pertanian (Bangunan-

bangunan entrepreneur seperti rumah makan/ restaurant, rumah-rumah

penginapan, dan rumah tinggal/ kost.

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini berdasarkan identifikasi masalah

sebagai berikut:

1. Tingkat kerentanan banjir di Wilayahkecamatan Tondano Timur

2. Sebaran banjir di daerah kecamatan Tondano Timur kabupaten minahasa.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas diketahui bahwa banjir sering terjadi di

wilayah kecamatan tondano timur di akibatkan karena faktor alami atau curah

hujan yang tinggi. Untuk mewujudkan penanganan yang berkelanjutan serta

menghindari terjadinya dampak bencana banjir yang lebih luas, maka upaya

pengelolaan secara terpadu, lintas sektor dan lintas wilayah dengan

memperhatikan daya dukung lingkungan wilayah tersebut. Oleh karena dalam

setiap upaya pencegahan banjir, penanggulangan dan pengendalian bencana

6
banjir, seperti pengelolaan daerah rawan banjir, harus memperhatikan aspek

kerentanan dan sebaran banjir, maka dapat diidentifikasi sejumlah permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana menganalisis tingkat kerentanan banjir di Wilayah Kecamatan

Tondano Timur Kabupaten Minahasa ?

2. Bagaimana memetakan pola sebaran banjir di daerah rawan banjir

kecamatanTondano timur Kabupaten Minahasa?

1.5. Tujuan penelitian

1. Menganalisis kerentanan banjir di daerah kecamatan Tondano timur.

2. Memetakan Pola sebaran banjir di kecamatan Tondano timurmengunakan

sistem informasi geospasial (SIG) berbasis spasial.

1.6. Manfaat penelitian

Penelitian ini dilakukan agar pihak – pihak memperoleh data tentang

kerentanan banjir dan peta pola sebarannya di daerah penelitian, oleh karena itu

manfaat yang dapat diperoleh antara lain :

1. Memberikan informasi kepada pemerintah dan masyarakat, tentang daerah

yang rentan terhadap banjir di tempat penelitian.

2. Memberikan informasi bagi pemerintah dan masyarakat setempat tentang

sebaran banjir yang kemungkinan dapat terjadi secara periodik di tempat

penelitian

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian banjir

Banjir merupakan peristiwa terjadinya genangan pada daerah datar sekitar

sungai sebagai akibat meluapnya air sungai yang tidak mampu ditampung oleh

sungai. Selain itu, banjir adalah interaksi antara manusia dengan alam dan sistem

alam itu sendiri. Bencana banjir ini merupakan aspek interaksi manusia dengan

alam yang timbul dari proses dimana manusia mencoba menggunakan alam yang

bermanfaat dan mengindari alam yang merugikan manusia Suwardi 1999 (dalam

Asep Purnama, 2008).

Banjir merupakan peristiwa dimana daratan yang biasanya kering (bukan

daerah rawa) menjadi tergenang oleh air, hal ini disebabkan oleh curah hujan yang

tinggi dan kondisi topografi berupa dataran hingga cekungan. Selain, itu

terjadinya banjir juga dapat disebabkan oleh limpasan permukaan (runoff) yang

meluap dan volumenya melebihi kapasitas pegaliran dan sistem drainase atau

sistem aliran sungai. Terjadinya bencana banjir juga di sebabkan oleh kemampuan

infiltrasi tanah, sehingga menyebabkan tanah tidak mampu lagi menyerap air.

Banjir dapat terjadi akibat naiknya permukaan air lantaran curah hujan diatas

normal, perubahan suhu, tanggul/bendungan yang bobol, pencairan salju yang

cepat, terhambatnya aliaran air di tempat lain (Ligal, 2008).

Banjir dapat berupa genangan pada lahan yang biasanya kering seperti

pada lahan pertanian, pemukiman, pusat kota. Banjir dapat juga terjadi karena

debi/volume air yang mengalir pada suatu sungai atau saluran drainase melebihi

atau diatas kapasitas pengalirannya. Luapan air biasanya tidak menjadi masalah
8
bila tidak menimbulkan kerugian, korban meninggal atau luka-luka, tidak

meredam pemukiman dalam waktu yang lama, tidak menimbulkan persoalan lain

bagi kehidupan sehari-hari. Bila genangan air terjadi cukup tinggi, dalam waktu

yang lama maka hal tersebut dapat menggangu kegiatan manusia. Dalam sepuluh

tahun terakhir ini, luas area dan frekuensi banjir semakin bertambah dan kerugian

yang semakin besar (BNPB,2013)

Sedangkan menurut Reed (1995), banjir bandang biasanya didefinisikan

sebagai banjir yang terjadi dalam jangka waktu enam jam dari permulaan curah

hujan yang tinggi, dan biasanya dikaitkan dengan memuncaknya gumpalan-

gumpalan awan, badai guruh yang dahsyat, siklon tropis atau lewatnya cuaca

dingin. Tipe banjir ini memerlukan peringatan setempat yang cepat dan resiko

yang segera oleh masyarakat-masyarakat yang tertimpa bencana jika kerusakan

memang harus dikurangi. Banjir bandang biasanya sebagai akibat dari larinya

tanah bagian atas karena hujan yang lebat, khususnya jika lereng tangkapan bisa

menyerap dan menahan sebagian besar air itu. Penyebab-penyebab lain banjir

bandang termasuk jebolnya bendungan yang terjadi secara mendadak atau

tersumbatnya sungai. Banjir bandang merupakan potensi bahaya khususnya jika

kondisi tanahnya terjal, larinya tanah permukaan dalam jumlah besar, air mengalir

melalui jurang-jurang sempit.

Dalam skala perkotaan, faktor yang mempengaruhi terjadinya banjir

adalah :

1. Topografi, kelandaian sangat mempengaruhi timbulnya banjir terutama pada

lokasi dengan topografi dasar dan kemiringan rendah, seperti pada kota-kota

9
pantai. Hal ini menyebabkan kota-kota pantai memiliki potensi/peluang

terjadinya banjir yang besar di samping dari ketersediaan saluran drainase

yang kurang memadai, baik saluran utama maupun saluran yang lebih kecil.

2. Areal terbangun yang luas biasanya pada kawasan perkotaan dengan tingkat

bangunan fisik yang tinggi sehingga bidang perseapan tanah semakin kecil.

Kondisi saluran drainase yang tidak memadai akibat pendangkalan,

pemeliharaan kurang, dan kesadran penduduk untuk membuang sampah pada

tempatnya masih belum memasyarakat (Utomo 2004)

2.2. Kerentanan Banjir

Kerentanan (vulnerability) Merupakan rangkaian kondisi yang

menentukan suatu bahaya (baik bahaya alam maupun bahaya buatan) yang terjadi

akan dapat menimbulkan bencana (disaster). Banjir menjadi bencana jika terjadi

pada daerah yang rentan. Kerentanan banjir merupakan suatu kondisi yang

menunjukkan mudah tidaknya suatu daerah terlanda dan tergenang banjir

(Dibyosaputro,1988 dalam Kurnianto, 2010). Setiap daerah dengan kondisi fisik

yang berbeda akan memiliki tingkat kerentanan yang berbeda pula. Ada daerah

yang sangat rentan terhadap banjir dan ada pula yang tidak rentan terhadap banjir.

Tingkat kerentanan banjir dapat diketahui dengan memanfaatkan data dengan

pendekatan bentuk lahan, iklim, hidrologi dan curah hujan. Dengan demikian,

tingkat kerentanan banjir pada suatu wilayah dapat diketahui secara tidak

langsung dengan menggunakan pendekatan karakteristik lahan pada setiap satuan

bentuk lahan yang ada. Bagan peristiwa bencana banjir dapat dilihat pada model

yang tercantum pada gambar dibawah ini:

10
Gambar 2.1Bagan Peristiwa Bencana Banjir

Curah Hujan Berlebihan

(Surplus Rainfall)

Keseimbangan Antara Peningkatan Ketidakseimbangan Antara Peningkatan


Curah Hujan Infiltrasi Dan Limpasan Curah Hujan Infiltrasi dan Limpasan
(Inflow = Outflow) (Inflow ≠ Outflow)

Drainase (Saluran Air) Drainase (Saluran Air)


Baik Tidak Baik

Kondisi Normal Banjir

Sumber :Aninim. 2005

Bencana banjir pada umumnya diakibatkan oleh intensitas curah hujan

yang tinggi. Apabila peningkatan curah hujan tidak di imbangi dengan infiltrasi

dan air larian yang baik maka air akan melebihi kapasitas, sehingga

mengakibatkan limpasan. Dalam daur hidrologi masukan berupa curah hujan akan

di distribusikan kedalam beberapa cara, yaitu air lolos (throughfall), aliran batang

(steamfall), dan air hujan langsung ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi

menjadi air larian, evaporasi dan air infiltrasi. Aliran batang dan air lolos erat

kaitannya dengan penggunaan lahan sedangkan air larian dan air infiltrasi

dipengaruhi oleh parameter kemiringan lereng dan jenis tanah

Kerentanan Menurut Wignyosukarto, sebagaimana dikutip oleh Ristya

(2012: 11), kerentanan adalah suatu keadaan penurunan ketahanan akibat

pengaruh eksternal yang mengancam kehidupan, mata pencaharian, sumber daya

alam, infrastruktur, produktivitas ekonomi, dan kesejahteraan. Hubungan antara

bencana dan kerentanan menghasilkan suatu kondisi resiko, apabila kondisi

11
tersebut tidak dikelola dengan baik. Menurut BNPB (2011:3), kerentanan adalah

suatu kondisi yang ditentukan oleh faktor – faktor atau proses – proses fisik,

sosial, ekonomi, dan lingkungan yang mengakibatkan peningkatan kerawanan

masyarakat dalam menghadapi bahaya. Menurut Perka nomor 2 Tahun 2012,

kerentanan 18 adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang

mengarah atau mengakibatkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman

bencana. Sementara secara spesifik dalam konteks bencana banjir, menurut Baru,

sebagaimana dikutip oleh Hardoyo et al (2011: 5), kerentanan dalam bencana

banjir secara umum, dinyatakan sebagai kemungkinan terjadinya banjir dan

konsekuensi yang terjadi akibat banjir. Tingkat kerentanan adalah suatu hal

penting untuk diketahui sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

terjadinya bencana, karena bencana baru akan terjadi bila bahaya terjadi pada

kondisi yang rentan.

1. Kerentanan Fisik Menurut Arief et al (2013:7), Kerentanan fisik dipilih karena

dalam penataan ruang dan kebutuhan struktur ruang penduduk suatu wilayah

membutuhkan pembangunan fisik berupa infrastruktur untuk mempermudah

aktivitas sehari-harinya. Berdasarkan aturan BPBD, Indikator yang digunakan

untuk kerentanan fisik adalah kepadatan pemukiman, ketersediaan

bangunan/fasilitas umum dan ketersediaan fasilitas kritis. Kepadatan

pemukiman diperoleh dengan membagi mereka atas area terbangun atau luas

desa dan dibagi berdasarkan wilayah (dalam ha) dan dikalikan dengan harga

satuan dari masing - masing parameter. Menurut Rachmat dan Pamungkas

(2014: 180), variabel jarak dari sungai, kondisi topografi dan kepadatan

bangunan masing – masing diindikasikan sangat berpengaruh terhadap

12
kerentanan banjir. Kondisi topografi merupakan variabel kerentanan yang

berpengaruh dan mengakibatkan kerentanan wilayah semakin meningkat.

Menurut Prasetyo (2009: 19), faktor – faktor yang mempengaruhi daerah

rawan banjir adalah daerah dengan topografi yang relatif datar dan daerah yang

memiliki tata ruang yang tidak baik. Daerah – daerah tersebut banyak

ditemukan di bantaran sungai dan kota – kota besar. Curah hujan

mempengaruhi debit air hujan yang turun di suatu tempat. Menurut Arfina,

Paharuddin dan Sakka, (2014: 151), semakin tinggi curah hujan maka skornya

semakin tinggi. Penyebab utama banjir adalah hujan deras yang turun di DAS.

Curah hujan yang tinggi lebih memungkinkan terjadinya banjir dibandingkan

curah hujan rendah. Hal ini disebabkan curah hujan tinggi lebih banyak

menghasilkan debit air. Penggunaan lahan di suatu wilayah mempengaruhi

daya serap air hujan ke tanah. Sehingga, kondisi topografi, jarak dari sungai,

curah hujan dan penggunaan lahan juga merupakan indicator kerentanan fisik

terhadap bencana banjir luapan.

2. Kerentanan Ekonomi Menurut Arief et al (2013: 7), Kerentanan ekonomi

merupakan komponen kerentanan yang dipilih didasarkan bahwasannya dalam

suatu wilayah terdapat aktivitas-aktivitas ekonomi penduduk dalam mencukupi

kebutuhan hidup sehari-hari di suatu wilayah. Aktivitas 20 tersebut dapat

berupa usaha penduduk dalam memanfaatkan lahan untuk berproduksi, dan

juga pembangunan sarana ekonomi dengan aktivitas ekonomi didalamnya.

Menurut Djuraidah (2009: 750), kemiskinan merupakan salah satu indikator

kerentanan sosialekonomi terhadap bencana alam. Karena kemiskinan di

13
wilayah yang rentan terhadap bencana banjir menyebabkan sulitnya pemulihan

pasca bencana.

3. Kerentanan Sosial Menurut Arief et al (2013: 7), Kerentanan ini dipilih karena

suatu wilayah akan mengalami perkembangan dari penduduk yang tinggal di

wilayah tersebut. Dengan perkembangan dan interaksi penduduk wilayah

tersebut akan menghasilkan suatu komunitas sosial, dan perkembangan budaya.

Variabel-variabel kerentanan Demografi, Sosial, dan Budaya merupakan

elemen-elemen berisiko yang mana secara kependudukan dan kemasyarakatan

mempunyai nilai yang rawan dalam menghadapi ancaman bencana. Indikator

yang digunakan untuk kerentanan sosial adalah kepadatan penduduk, rasio

jenis kelamin, rasio kemiskinan, rasio orang cacat dan rasio kelompok umur.

Berdasarkan Perka No.2 Tahun 2012, indeks kerentanan sosial diperoleh dari

rata-rata bobot kepadatan penduduk (60%), kelompok rentan (40%) yang

terdiri dari rasio jenis kelamin (10%), rasio kemiskinan (10%), rasio orang

cacat (10%) dan kelompok umur (10%).

4. Pemetaan Kerentanan Banjir Menurut Perka No.2 Tahun 2012, peta kerentanan

adalah peta petunjuk zonasi tingkat kerentanan satu jenis ancaman bencana

pada suatu daerah pada waktu tertentu. Menurut BNPB (2011), peta kerentanan

adalah peta yang memuat informasi mengenai tingkat kerentanan terhadap satu

jenis ancaman bahaya pada suatu daerah pada waktu tertentu. Pemetaan banjir

merupakan usaha mempresentasikan data yang berupa angka atau tulisan

tentang distribusi banjir ke dalam bentuk peta agar persebaran datanya dapat

langsung diketahui dengan mudah dan cepat. Pemetaan banjir ini dibuat

dengan cara data-data yang sudah diperoleh kemudian masing-masing data

14
diadakan pengskoran terhadap seberapa besar pengaruhnya terhadap

kerentanan banjir dan pemberian bobot pada daerah-daerah yang dekat dengan

k9-sungai untuk lebih memperjelas daerah rawan banjir. Overlay dilakukan

setelah masing-masing data sudah diskor dan diberi bobot. Hasil dari overlay

berupa peta kerentanan banjir.

Parameter-Parameter Kerentanan Banjir

1. Infiltrasi Tanah Infiltrasi tanah adalah perjalanan air kedalam tanah sebagai

akibat gaya kapiler dan grafitasi. Proses terjadinya infiltrasi melibatkan

beberapa proses yang saling berhubungan yaitu proses masuknya air hujan

melalui pori-pori permukaan tanah, tertampungnya air hujan tersebut

kedalam tanah dan proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain yang

dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kelembaban, organisme, kedalaman dan

vegetasi (Asdak, 2004). Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam

tanah berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air

oleh tanah serta merupakan satu-satunya sifat fisik tanah yang tetap dan

tidak mudah diubah oleh tangan manusia jika tidak ditambah dari tempat

lain. Besarnya laju infiltrasi tanah pada lahan tak bervegetasi tidak akan

pernah melebihi laju intensitas hujan, sedangkan pada kawasan lahan

bervegetasi, besarnya laju infiltrasi 7 tidak akan pernah melebihi laju

intensitas curah hujan efektif (Asdak, 2004).

2. Kemiringan Lereng Kemiringan lereng mempengaruhi jumlah dan

kecepatan limpasan permukaan, drainase permukaan, penggunaan lahan

dan erosi. Diasumsikan semakin landai kemiringan lerengnya, maka aliran

limpasan permukaan akan menjadi lambat dan kemungkinan terjadinya

15
genangan atau banjir menjadi besar, sedangkan semakin curam kemiringan

lereng akan menyebabkan aliran limpasan permukaan menjadi cepat

sehingga air hujan yang jatuh akan langsung dialirkan dan tidak

menggenagi daerah tersebut, sehingga resiko banjir menjadi kecil.

3. Penggunaan Lahan Jika dihubungkan dengan proses hidrologi, vegetasi

penutup menentukan nilai koefisien air larian (C) yang merupakan penentu

besar-kecilnya debit aliran.

2.3. Sistem Informasi Geografis

1. Pengertian Sistem Informasi Geogeafis

Rhind1988 (diacu dalam Eko Budiyatno 2014) mendefinisikan SIG dengan

istilah sisitem komputer yang ditujukan untuk pengumpulan, pemeriksaan,

pemanduan, dan analisis informasi yang berkaitan dengan permukaan bumi.Pada

hakekatnya Sistem Informasi Geografi adalah suatu rangkaian kegiatan yang

dilakukan untuk mengambarkan situasi ruang muka bumi atau informasi tentang

ruang muka bumi yang diperlukan untuk dapat menjawab atau menyelesaikan

suatu masalah yang terdapat dalam ruang muka bumi yang bersangkutan.

Rangkaian tersebut meliputi pengumpulan, penataan, pengolahan, penganalisasian

dan penyajian data-data/fakta yang ada atau terdapat pada ruang muka bumi

tertentu. Data/fakta yang ada atau terdapat pada ruang muka bumi tersebut, sering

disebut sebagai data/fakta geografis atau data/fakta spasial. Hasil analisanya

disebut sebagai Informasi geografis atau Informasi spasial. Jadi SIG adalah

rangkaian kegiatan pengumpulan, penataan, pengelolaan, dan penganalisisan

data/fakta spasial sehingga diperoleh informasi spasial untuk menjawab dan

16
menyelesaikan suatu masalah yang ada pada ruang muka bumi tertentu. SIG

merupakan akronim dari:

a) Sisitem

Pengertian suatu sistem adalah kumpulan elemen-elemen yang saling

berintegrasi dan berinterdependensi dalam lingkungan yang dinamis untuk

mencapai tujauan tertentu.

b) Informasi

Informasi berasal dari sejumlah data. Dalam SIG informasi memiliki

volume terbesar. Setiap objek geografi memiliki seting data tersendiri karena

tidak sepenuhnya data yang ada dapat terwakili dalam peta. Jadi, semua data

harus diasosiasikan dengan objek spasial yang dapat memuat peta menjadi

berkualitas baik. Ketika data tersebut diasosiasikan dengan permukaan

geografis yang representatif, data tersebut mampu memberikan informasi

dengan hanya mengklik mouse pada objek. Perluh diingat bahwa semua

informasi adalah data tapi tidak semua data merupakan informasi

c) Geografis

Istilah ini digunakan karena SIG dibangun berdasarkan pada ‘geografi’

atau ‘spasial’. Setiap objek mengarah pada spesifikasi lokasi dalam suatu

space. Objek bisa berupa fisik, budaya atau ekonomi alamiah. Penampakan

tersebut ditampilkan pada suatu peta untuk memberikan gambaran yang

representatif dari spasial suatu objek sesuai dengan kenyataannya di bumi.

Simbol warna dan garis digunakan untuk mewakili setiap spasial yang berada

pada peta dua dimensi.

17
Semua fiture pada bumi direpresentasikan hanya oleh tiga identitas yakni

garis, titik dan polygon.

- Layer data GIS menggunkan salah satu dari dua model data yang berbeda

yang dikenal dengan raster dan vector.

- Pada model raster suatu penampakan didefenisikan sebagai suatu sel

pada grid. Semua sel pada grid memiliki ukuran bentuk yang sama

masing-masing diidentifikasikan oleh kordinat lokasi sebagai nilai dalam

model raster, model ini digunakan untuk pekerjaan dalam bentuk

kontinyu.

- Dalam vector penampakan direpresentasiakan sebagai kumpulan dari

titik awalan titik akhir yang digunakan untuk mendefinisikan suatu titik,

garis, atau polygon yang menggambarkan bentuk dan ukuran suatu

permukaan. Model vector digunakan untuk mempresentasikan data di

skrit yang tinggi, seperti jalan, bagunan, batas daerah dan danau. GIS

vector mampu merespon informasi yang kompleks suatu obyek yang

efektif.

Definisi Sistem Informasi Geografis Informasi permukaan bumi telah

berabad-abad disajikan dalam bentuk peta. Peta yang mulai dibuat dari kulit

hewan, sampai peta yang dibuat dari kertas, semuanya menyajikan data geografis

dalam bentuk Gambar-Gambar ataupun coretan-coretan. Apa yang tersaji dalam

sebuah peta, tidak lain adalah data atau informasi tentang permukaan bumi.

Namun demikian, suatu peta juga dapat mengGambarkan distribusi sosial

ekonomi suatu masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peta memuat

atau mengandung data yang mengacu bumi (geo-referenced data). Yang diacu

18
tidak lain adalah posisinya yaitu sistem koordinat 8 bumi, baik yang

menggunakan sistem UTM (Universal Transver Mercator) atau sistem

bujur/lintang (Paryono,1994). Baik dari jenis-jenis data yang menjadi masukannya

maupun dari unsur-unsur pokok yang membentuknya, dapat ditarik beberapa

pengertian SIG. Demikian pula dengan definisinya, hingga saat ini belum ada

kesepakatan mengenai definisi SIG yang baku (Prahasta, 2001). Definisi SIG

selalu berkembang, bertambah, dan bervariasi. Berikut ini adalah salah satu

definisi SIG : SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan

untuk menyimpan dan memanipulasi informasiinformasi geografi. SIG dirancang

untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan fenomena

dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk

dianalisis. Dengan demikian SIG, merupakan sistem komputer yang memiliki

empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi : (a)

masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis

dan manipulasi data, (d) keluaran. (Aronoff, 1989 dalam Prahasta,2001).

2. Kelebihan Sistem Informasi Geografis (SIG)

Hampir semua yang terjadi di suatu tempat. Umumnya, aktivitas-akti vitas

manusia terbatas pada ruang yang berada di dekat atau di permukaan bumi.

Mengetahui di mana suatu hal terjadi adalah kepentingan yang mendesak, apabila

kita hendak berangkat ke suatu lokasi atau menugaskan seseorang kesana, untuk

mencari informasi lain terhadap sebuah tempat, atau menginformasikan kepada

seseorang yang tinggal dekat tempat tersebut. Oleh karenanya, lokasi geografis

merupakan atribut penting dari beragam aktivitas, kebijakan, strategi dan

perencanaan. Sistem Informasi Geografis adalah sistem informasi yang merekam,

19
bukan hanya kejadian, aktivitas dan sesuatu, tetapi juga di mana kejadian,

aktivitas dan sesuatu tersebut terjadi atau berada (Longley, 2005 dalam Zevri

2014). Terdapat sejumlah kelebihan yang dibawa oleh teknologi SIG bagi

penelitian sumberdaya air. SIG memungkinkan penataan dan penyimpanan data

yang lebih baik. Tujuan dari studi DAS diantaranya adalah pembagian DAS,

identifikasi pembagian drainase dan jaringan alur sungai, karakterisasi lereng dan

hadapan, konfigurasi daerah tangkapan air dan perilaku aliran air yang

menghasilkan variabel-variabel tersebut sulit dilakukan dari peta-peta cetak dan

foto udara. Metode tradisional tersebut menjadi pokok terjadinya kesalahan akibat

operasi manual dan terbukti membutuhkan waktu yang lama (Lyon, 2003: dalam

Zevri 2014).

3. Data Spasial

Dalam bentuk yang sangat umum, data geografis dapat digambarkan

sebagai suatu data yang mempunyai referensi spasial. Sebuah referensi spasial

adalah sebuah penunjuk bagi semacam lokasi, baik itu dalam bentuk langsung

yang ditunjukkan sebagai sebuah koordinat, sebuah alamat atau kedudukan relatif

terhadap lokasi lain. Suatu lokasi dapat (1) berdiri sendiri atau (2) menjadi bagian

dari sebuah objek keruangan, dimana dalam kasus ini lokasi menjadi definisi

pembatas bagi objek tersebut. Atribut yang diasosiasikan dengan suatu data

geografis harus valid bagi seluruh koordinat yang menjadi bagian dari objek

geografis (Albrecht, 2007: dalam Zevri 2014). Jenis Data Spasial .

1. Data Raster

Data raster (atau disebut juga dengan sel/grid) adalah data yang dihasilkan

dari sistem penginderaan jauh. Pada data raster, objek geografis

20
dipresentasikan sebagai struktur sel grid yang disebut dengan pixel (picture

element). Pada data raster, resolusi (defenisi visual) tergantung pada ukuran

pixelnya. Dengan kata lain, resolusi pixel menggambarkan ukuran

sebenarnya di permukaan bumi yang diwakili oleh setiap pixel pada citra.

Semakin kecil ukuran permukaan bumi yang direpresentasikan oleh satu sel,

semakin tinggi resolusinya. Data raster sangat baik untuk merepresentasikan

batas-batas yang berubah secara gradual, seperti jenis tanah, kelembaban

tanah, vegetasi, suhu tanah, dan sebagainya. Keterbatasan utama data raster

adalah besarnya ukuran file, semakin tinggi resolusi girdnya semakin besar

pula ukuran file dan sangat bergantung pada kapasitas perangkat keras yang

tersedia.

2. Data Vektor Data vektor merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan

ke dalam kumpulan garis, area (daerah yang dibatasi oleh garis yang

berawal dan berakhir pada titik yang sama), titik dan nodes (merupakan titik

perpotongan antara dua buah garis). Keuntungan utama dari format data

vektor adalah ketepatan dalam merepresentasikan fitur titik, batasan dan

garis lurus. Hal ini sangat berguna untuk analisa yang membutuhkan

ketepatan posisi, misalnya pada basis data batas-batas kadaster. Contoh

penggunaan lainnya adalah untuk mendefenisikan hubungan spasial dari

beberapa fitur. Kelemahan data vektor adalah ketidak mampuannya dalam

mengakomodasi perubahan gradual.

Sumber Data Spasial

- Peta Analog, yaitu peta dalam bentuk cetak (diantaranya peta topografi,

peta tanah, dan sebagainya). Pada umumnya peta analog dibuat dengan

21
teknik kartografi, kemungkinan besar memiliki referensi spasial seperti

koordinat, skala, arah mata angin, dan sebagainya. Dalam tahapan SIG

sebagai keperluan sumber data, peta analog dikonversi menjadi peta digital

dengan cara format raster diubah menjadi format vektor melalui proses

digitasi sehingga dapat menunjukkan koordinat sebenarnya di permukaan

bumi.

- Data Penginderaan Jauh, merupakan sumber data yang terpenting bagi SIG

karena ketersediaannya secara berkala dan mencakup area tertentu. Dangan

adanya berbagai macam satelit di ruang angkasa dengan spesifikasi

masingmasing, kita bisa memperoleh bernagai jenis citra satelit untuk

berbagai tujuan pemakaian.

- Data hasil pengukuran lapangan, yang dihasilkan berdasarkan teknik

penghitungan sendiri, pada umumnya data ini merupakan sumber data

atribut. Contohnya, batas administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil,

batas penguasaan hutan dan lain-lain.

- Data GPS (Global Positioning Sistem), teknologi GPS memberikan

terobosan penting dalam menyediakan data bagi SIG. Keakuratan

pengukuran GPS semakin tinggi dengan berkembangnya teknologi satelit

navigasi. Pengolahan data yang bersumber dari GPS biasanya dilakukan

dalam format vektor.

4. Overlay

Overlay adalah inti dari operasi SIG yang seolah mendefinisikan SIG.

Apabila sebuah perangkat lunak dapat melakukan proses overlay, maka dapat

22
dipastikan bahwa aplikasi tersebut adalah sebuah aplikasi SIG dan bukan hanya

aplikasi Computer Aided Design (CAD) atau kartografi saja (Albrecht, 2007,

dalam Zevri 2014). Proses overlay memerlukan ketepatan dalam

kesamaan

lokasi.

Dengan kata lain, pada suatu lokasi tertentu, suatu data yang terdapat

dalam sebuah kelas fitur dan data yang terdapat dalam kelas fitur lain

digabungkan menjadi sebuah set data hasil dan membentuk geometri yang

sebelumnya tidak ada, sehingga menghasilkan data yang benar-benar baru

(Albrecht, 2007: dalam Zevri 2014).

23
2.4. Penelitian Terdahulu

No Peneliti Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian


1 Penelitian ini bertujuan untuk Metode yang digunakan dalam penelitian ini Hasil penelitian ini adalah berupa peta kerentanan
Anika Lukita mengetahui tingkat kerentanan dan adalah deskriptif dengan pendekatan banjir di Kecamatan Padang Cermin Kabupaten
Putri/ 2020 faktor yang sangat mempengaruhi keruangan melalui teknik analisis yaitu Pesawaran yang dibagi dalam 4 kelas yaitu sangat
Analisis Tingkat banjir di Kecamatan Padang skoring dan overlay sesuai dengan perka rentan, rentan, agak rentan dan rentan. Tingkat
Kerentanan Cermin Kabupaten Pesawaran. BNPB No 2 Tahun 2012. kerentanan tersebut dibuat berdasarkan interval
Banjir Di Kecamatan Padang Cermin kelas hasil dari penjumlahan parameter banjir yaitu
Kecamatan memiliki letak strategis yaitu kemiringan lereng, jenis tanah, penggunaan lahan,
Padang Cermin berdekatan dengan laut, dan dan curah hujan.
Kabupaten memiliki morfologi datar yang
Pesawaran sangat mendukung terjadinya
banjir, hal ini dibuktikan dengan
terdapat 9 kejadian banjir di
Kecamatan Padang Cermin dalam
kurun waktu 5 tahun terakhir dari
tahun 2014 hingga tahun 2018
(BPBD.2014- 2018).
2 Erfin Ardinata. Pemetaan daerah kerawanan banjir Penelitian ini dilakukan untuk analisis Dari peta kerawanan banjir didapat bahwa Daerah
2019 Analisis ini bertujuan untuk kerentanan banjir di DAS Komis yang secara Aliran Sungai (DAS) Komis terdiri dari lima kelas
Tingkat mengidentifikasi daerah mana saja adminstratif berada di Kabupaten kerawanan banjir yaitu: kelas sangat rendah
Kerentanan yang rawan untuk terjadinya Banyuwangi. Alat yang digunakan antara lain: (2066.21), rendah (7955.59), sedang (3249.88),
Banjir di Daerah bencana banjir, sehingga daerah data curah hujan dari BMKG kelas III tahun rawan (12924.32), sangat rawan (2747.42). Pada
Aliran Sungai tersebut dapat dianalisis untuk 2014 – 2018 dari tiga pos hujan, peta RBI, setiap bagian/segmen banyak yang termasuk kelas
Komis melakukan pencegahan serta peta geologi Jawa Timur, peta penggunaan sangat rawan adalah bagian hilir dengan luas
Kabupaten penanganan banjir.  lahan dari citra landsat TM+7, peta 2747.42 Ha. Bagian hulu yang berada di
Banyuwang kemiringan lereng. Data didapat dengan Kecamatan Sempu merupakan bagian yang
melakukan ground truth (cek lapangan) di memiliki kelas sangat aman dengan luas 2066.21
lokasi DAS Komis dan menganalisis peta dan Ha. Hal ini dikarnakan daerah ini merupakan
faktor-faktor penyebab banjir, analisa dalam daerah dengan penggunaan lahan yang didominasi

24
penelitian ini berupa pemberian skoring, oleh perkebunan dan juga ladang, dimana
pembobotan, atribut dan keruangan. penggunaaan lahan perkebunan dan ladang
mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
mencegah bencana banjir. Kecamatan yang
memiliki luas kelas kerawanan bencana banjir
sangat rawan yang paling tinggi adalah Kecamatan
Muncar dengan luas 2747.42 Ha yang merupakan
hilir dari DAS Komis Kabupaten Banyuwangi ini.
3 Dwiardy Evander Penelitian ini bertujuan Metode yang digunakan dalam penelitian ini Kota Manado merupakan salah satu kota di
Huren Untulangi untuk: 1) menganalisis tingkat adalah gabungan Indonesia yang sering mengalami bencana
Abast1, Ingerid L. kerentanan terhadap banjir bandang metode kualitatif dan kuantitatif. banjir, seperti banjir bandang yang terjadi pada
Moniaga,ST.,MT, di Wasior berdasarkan faktor-faktor Pengumpulan data dilakukan dengan tanggal 15 Januari 2014. Banjir bandang yang
& Ir. Pierre H. sosial pengamatan, wawancara dan dokumentasi. terjadi
Gosal, MEDS3, ekonomi, setelah kejadian banjir Data di Sembilan kecamatan dari 11 kecamatan Kota
/2020 bandang di tahun 2010, 2) dianalisis dengan cara: 1) mengidentifikasi Manado pada tahun 2014, telah menyebabkan
Tingkat menganalisis tingkat kerentanan indikator-indikator sosial ekonomi masyarakat kerusakan baik fisik bangunan maupun lingkungan
Kerentanan terhadap banjir bandang dan kelembagaan di sekitar alam. Banjir setinggi 4 sampai 5 meter telah
Terhadap di Wasior berdasarkan faktor-faktor Daerah Aliran Sungai (DAS), 2) memberikan menyebabkan berbagai kerusakan aset publik,
Bahaya Banjir kelembagaan. skor pembobotan terhadap kriteria sosial swasta, dan masyarakat terendam air sehingga tidak
Di Kelurahan ekonomi dan kriteria bisa berfungsi bahkan sebagian hilang dibawa
Ranotana kelembagaan, dari yang paling rentan hingga hanyut banjir. Wilayah kelurahan Ranotana yang
paling tidak rentan, 3) menilai tingkat mengalami bencana banjir sebagian besar yaitu
kerentanan masyarakat dan kawasan pemukiman yang bermuara kearah sungai
kelembagaan di lokasi penelitian terhadap Sario. Hal ini terjad
dampak banjir bandang berdasar perhitungan
skor pembobotan indikatorindikator sosial
ekonomi dan kelembagaan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan
sistem
informasi geografis (SIG) dengan metode
tumpang susun (overlay) terhadap parameter-
parameter
banjir diantaranya, penggunaan lahan,
kemiringan lereng, dan kontur.

25
4 Zamia Rizka untuk mengukur tingkat bahaya dan Metode analisis yang digunakan untuk Variabel untuk menukur bahaya adalah
Fadhilah/ 2015 kerentanan di Sub Daerah Aliran mengukur tingkat bahaya dan kerentanan di karakteristik banjir lokal dengan parameter tinggi
Analisis Tingkat Sungai (DAS) Cipinang  Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipinang genangan, lama genangan, dan frekuensi genangan
Bahaya Dan pada penelitian ini ialah skoring dan overlay dalam satu tahun kejadian. Sementara itu, variabel
Kerentanan peta berdasarkan Peraturan Kepala BNPB yang digunakan untuk mengukur kerentanan terdiri
Banjir Di Sub Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman dari empat aspek yang meliputi sosial, ekonomi,
Daerah Aliran Umum Pengkajian Risiko Bencana.  fisik, dan lingkungan. Setiap variabel memiliki
Sungai Cipinang, parameter yang berbeda dengan total sembilan
Jakarta Timur parameter yang meliputi sifat demografi penduduk,
lahan produktif, rawa-rawa, rumah, dan fasilitas
umum. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat
bahaya dan kerentanan banjir di Sub DAS Cipinang
berada pada kelas sedang, artinya bahwa banjir
belum berada pada kategori risiko bencana yang
tinggi.
5 Jorgy Ireng T. Penelitian ini bertujuan untuk Metode peneltian yang digunakan dalam Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai
Moreng / 2019 menentukan tingkat kerentanan pengghitungan tingkat kerentanan banjir dan (DAS) Mede KabupadenHalmahera Utara.
Analisis banjir dan pola sebaran banjir sebaran banjir adalah dengan menggunakan
Kerentanan berdasrkan rumus Aritmatika metode Aritmatika kurang rentan atau sedang hanya sedikit yang
Banjir Di Daerah dengan menggunakan analiasi sitem berada di bagian hulu dan hilir DAS dengan luas
Aliran Sungai informasi geografi (SIG). 318.929238 ha dengan persentase 5,71%. Bagian
(DAS) Mede Penentuan tinggkat kerentanan hulu dan sekitarnya merupakan bagian yang
Kabupaten banjir dan sebaran banjir di memiliki kelas rentan dengan luas yaitu
Halmahera dasarkan atas sering terjadinya 3226.108194 ha dengan persentase 57,79%.
Utara banjir di DAS Mede Sedangkan yang tergolong sangat rawan adalah
bagian hilir dengan luas wilayah 2037.063404 ha
36,49%. Dari hasil yang di peroleh untuk
mengendalikan kejadian banjir yaitu bagaimana
penataan pola penggunaahan lahan.

26
2.5 Kerangka Pemikiran

1. Uraian Kerangka Berpikir

Bencana banjir merupakan bencana yang sering terjadi di

Indonesia, seiring dnegan berkembanganya zaman dan kemajuan teknologi

membantu manusia dalam hal mengurangi dampak bencana alam terlebi

khusus Banjir. Sistem Informasi Geografis adalah suatu sistem teknologi

yang bisa membantu pengguna dalam analisis spasial, beberapa parameter

akan diukur kemudian dilakukan pembobotan/ skoring untuk memperoleh

data kerentanan banjir yang terjadi di Kecamatan Tondano Timur.

Pendekatan yang digunakan dalam pendekatan ini yakni unit lahan yang

diperoleh melalui hasil tumpang susun peta jenis tanah, peta bentuk lahan,

peta penggunaan lahan, dan lereng, serta peta curah hujan.

2. Bagan Kerangka Berfikir

Gambar.2.2. bagan kerangka berpikir

27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakanpendekatan unit lahan atau satuan lahan

dengan menggunakan analisis tumpangsusun/overlay parameter-parameter

banjir berjenjang tertimbang dengan menggunakan Sistem Informasi

Geografis (SIG).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

- Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tondano Timur Kabupaten

Minahasa yang merupakan daerah rentan banjir serta sebaran banjir yang

terjadi secara periodik.

ambar.3.1. Peta Lokasi Penelitian, Sumber: Arcview GIS 3.3

28
- Waktu Penelitian

AGS
JUL FE MA APRI
N - JANUARI MEI
Kegiatan I B R L
O DES
    1 2 3 4        
1 Persiapan                    
Seminar
2                    
Proposal
3 Perbaikan                    
Pengambilan
4                    
Data
Pengolahan
5                    
Data
6 Konsultasi                    
7 Skripsi                    
8 Perbaikan                    
Komperhensi
9                    
f

Tabel 3.1. Waktu Penelitian

3.3 Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatanm unit lahan dengan vairabel

penelitian yaitu: Bentuk Lahan, Jenis Tanah, Lereng, Penggunaan Lahan, Curah

Hujan.

Defenisi Operasional Variabel

1. Bentuk lahan (landform) adalah bentang permukaan lahan yang

mempunyai relief khas karena pengaruh kuat dari struktur kulit bumi dan

akibat dari proses alam yang bekerja pada batuan di dalam ruang dan

waktu tertentu. Masing-masing bentuklahan dicirikan oleh adanya

29
perbedaan dalam hal struktur dan proses geomorfologi, relief/topografi

dan material penyusun.

(Marzuki2013:http://abangwokincai.blogspot.co.id/2013/12/satuan bentuk

lahan. htmi)

2. Jenis Tanah menentukan cepat lambatnya air meresap kedalam tanah, pada

jenis tanah yang memiliki tekstur halus air yang meresap lebih lambat

dibandingkan pada jenis tanah yang bertekstur kasar. Sehingga ini akan

mempengaruhi air permukaan.

3. Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan

tertentu dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alami

maupun buatan manusia. kemiringan lereng dapat digunakan dalam

analisis potensi banjir. Semakin rendah sudut kemiringan lereng suatu

wilayah maka semakin berpotensi banjir.

4. Penggunaan lahan adalah aktifitas manusia dalam pemanfaatan lahan

untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun untuk kepentingan-kepentingan

komersial. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dapat berakibat buruk pada

lingkungan.

5. Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah selama

periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) diatas permukaan

horizontal. Curah hujan akan dapat menentukan debit air pada sungai,

danau, atau bendungan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

30
Penelitian ini menggunakan 2 (dua) macam data, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh survey langsung dari lapangan.

Data sekunder adalah data yang bisa didapat dari buku-buku, hasil penelitian,

jurnal, peta ataupun sarana lainnya yang diambil dari instansi-instansi terkait,

ataupun yang terdapat dibawa ini

a. Tabel 3.2 Tabel Pemanfaatan peta dan data sekunder

Data Yang
No Sumber Data/Peta Keterangan
Diperoleh
1 Peta Curah Hujan BMKG Kabupaten
Skala 1 : 25.000
Kabupaten Minahasa. Minahasa.
2 Peta topografi & Peta Rupa Bumi
Skala 1 : 25.000
RBI (Bakosutarnal) Indonesia
3 Peta Kemiringan Lereng
Bappeda Skala 1 : 25.000
Kabupaten Minahasa.
4 Peta Penutupan Lahan Citra Satelit/Foto
Skala 1 : 25.000
Kabupaten Minahasa Udara

b. Wawancara

Wawancara dengan penduduk di lokasi rentan bencana banjir

dilakukan untuk pengumpulan data primer, yaitu karakteristik banjir yang

meliputi periode ulang, lama genangan, dan kedalaman banjir. Data ini

digunakan untuk memperkuat hasil analisis Kuantitatif dalam penelitian

ini.

c. Observasi

31
Data observasi, data ini berupa data curah hujan dan tinggi muka air 2

tahun yang dari stasiun pengamat. Data-data ini sebagai sumber data

atribut yang nantinya akan dimasukkan kedalam titik stasiun

pengamatan.

3.5 Teknik Analisis Data

Metode analisis yang digunakan untuk mendapatkan Kerentanan dan

Sebaran banjir, yaitu analisis data dengan menggunakan teknik

tumpangsusun/overlay parameter-parameter banjir masing-masing parameter

diberi pengharkatan dan pembobotan untuk mengetahui kerentanan dansebaran

banjir sesuai tujuan pertama dalam penelitian. Tumpangsusun dilakukan dengan

bantuan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG).

Pembobotan adalah pemberian bobot pada peta digital masing masing

parameter yang berpengaruh terhadap banjir, dengan didasarkan atas

pertimbangan pengaruh masing-masing parameter terhadap banjir. Pembobotan

dimaksudkan sebagai pemberian bobot pada masing-masing peta tematik

(parameter). Penentuan bobot untuk masing-masing peta tematik didasarkan atas

pertimbangan, seberapa besar kemungkinan terjadi banjir dipengaruhi oleh setiap

parameter geografis yang akan digunakan dalam analisis SIG (Suhardiman, 2012

dalam Kurnia Darmawan 2017).

Harkat adalah pemberian harkat atau skor terhadap tiap kelas pada masing-

masing parameter. Pemberian skor didasarkan pada pengaruh kelas tersebut

terhadap kejadian. Semakin besar pengaruhnya terhadap kejadian, maka semakin

tinggi nilai skornya (Anas Sudijono, 2007 dalam Kurnia Darmawan 2017).

32
Pemberian Pengharkatan dan pembobotan pada masing-masing parameter

atau variabel bervariasi dan tergantung dari seberapa besar pengaruh parameter-

parameter tersebut terhadap terjadinya banjir. Semakin besar pengaruh parameter

tersebut terhadap banjir maka nilai bobotnya juga besar, sebaliknya jika

pengaruhnya kecil maka nilai bobotnya juga kecilbisa di lihat pada tabel di bawa

ini.

Tabel 3.3 Klasifikasi Curah Hujan


Kategori
Parameter Bobot Besaran Harkat
Nilai
Hujan harian maksimum < 20 Rendah 1
rata-rata pada bulan basah
21-40 Agak Rendah 2
(mm/hari) (35%)
41-75 Sedang 3
76-150 Agak Tinggi 4
>150 Tinggi 5
Sumber : Sidik Cepat Degradasi Sub DAS 2010

Tabel 3.4 Klasiikasi Kemiringan Lerang

Notasi
No Lereng (%) Deskripsi Bobot
Harkat
1 <8 Datar 5
2 8 - 15 Landai 4
3 15 – 25 Bergelombang 3
5
4 25 – 40 Curam 2
5 > 40 Sangat curam 1
Sumber : Chow dalam Agus Anggoro Sigit & Kawan Kawan 2011.

Tabel 3.5 Lasifikasi Penggunaan Lahan


No Penggunaan Lahan Bobot Harkat
1 Lahan terbuka, sungai, waduk , rawa 5
2 Permukiman, kebun campuran, tanaman
4 33
pekarangan 2
3 Pertanian, sawah, tegalan 3
4 Perkebunan, semak 2
5 Hutan 1
Sumber : Meijerink dalam Agus Anggoro Sigit & Kawan Kawan 2011.

Metode aritmatika yang digunakan dalam proses overlay dapat berupa

penambahan, pengkalian danperpangkatan. Untuk pembuatan Peta

Kerentanan Banjir metode aritmatika yang digunakan pada prosesoverlay

dari parameter-parameter kerentanan banjir berupa metode pengkalian

antara harkat dengan bobotpada masing-masing parameter kerentanan

banjir.Pembuatan nilai interval kelas kerentanan banjir bertujuan untuk

membedakan kelas kerentanan banjir antarayang satu dengan yang lain.

Rumus yang digunakan untuk membuat kelas interval adalah :


Xt− Xr
Ki=
k
Keterangan: Nilai kelas interval :

Ki : Kelas Interval Data tertinggi = 50

Xt : Data tertinggi Data terendah = 10

Xr : Data terendah Jumlah kelas = 5

k : Jumlah kelas yang diinginkan Ki = (50 - 10) / 5 = 8

Nilai interval ditentukan dengan pendekatan relatif dengan cara

melihat nilai maksimum dan nilai minimum tiap satuan pemetaan,

sedangkan kelas interval didapatkan dengan cara mencari selisih antara

data tertinggi dengan dataterendah dan dibagi dengan jumlah kelas yang

diinginkan. Kerentanan banjirdalam penelitian ini terbagi menjadi lima

kelas tingkat kerentanan, yaitu sangat rentan, rentan, cukup rentan, agak

rentan dan tidak rentan, seperti dapat dilihatpada tabel 4 berikut ini:

Tabel 3.5 Pembagian Kelas Tingkat Kerentanan Banjir

34
No Tingkat Kerentanan Skor
1 Sangat Rentan 43 – 50
2 Rentan >34 – 42
3 Sedang >26 – 34
4 Kurang Rentan >18 -26
5 Tidak Rentan 10 – 18

35
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

4.1.1. Letak Wilayah


Kecamatan Tondano Timur yang terletak di Kabupaten Minahasa

Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik)

Minahasa Kecamatan Tondano Timur luas wilayah yaitu ± 36,71 Km2.

Secara Astronomis lokasi penelitian terletak antara 1°18'35.12"LU

hingga 1°18'34.89"LU dan 124°54'36.46"BT hingga 124°58'48.03"BT

posisis sistem koordinat Kecamatan Tondano Timur menggunakan sistem

WGS 1984 UTM (Universal Transverse Mercator) Zona 51 N/Utara, di

Tondano Timur terdiri 11 Kelurahan/ Desa, yaitu Kelurahan Katinggolan,

Kelurahan Kendis, Kelurahan Kiniar, Kelurahan Liningaan, Kelurahan

Luaan, Kelurahan Makalonsouw, Kelurahan Papakelan, Kelurahan

Ranowangko, Kelurahan Taler, Kelurahan Toulour (d/h. Minawanua),

dan Kelurahan Wengkolyang. Secara administratif lokasi penelitian ini

berbatasan dengan Wilayah Utara Kecamatan Tondano Utara, Timur

Kecamatan Kombi, Selatan Kecamatan Eris dan Danau Tondano, Barat

Kecamatan Tondano Barat.

36
Gambar 4.1.1. Peta Lokasi Penelitian Di Kecamatan Tondano Timur Minahasa

37
4.1.2. Bentuk DAS Tondano Timur
Daerah aliran sungai atau bisa disingkat DAS merupakan suatu kawasan

yang dibatasi oleh titik-titk tinggi dimana air yang berasal dari air hujan yang

jatuh, terkumpulnya dalam kawasan DAS tersebut. Bentuk DAS pada objek

penelitian di Kecamatan Tondano Timur ini dapat dideskripsikan berdasarkan

analisis spasial yang terdiri dari tiga bentuk, yaitu : (1). Bentuk bulu burung

dimana memiliki debit banjir yang sekuensial dan berurutan. Memerlukan waktu

yang lebih pendek untuk mencapai meinstream. (2). Bentuk DAS paralel atau

menyebar merupakan bentuk dan kombinasi memiliki debit air yang terakumulasi

dari berbagai arahan sungai dibagian hilir. (3). Bentuk DAS Bentuk ini karena

arah aliran tampaknya berpusat pada suatu titik, jadi itu adalah bentuk radial.

Terkadang gambar menghasilkan bentuk kipas atau lingkaran. Karena modul ini,

dibutuhkan waktu yang hampir lama bagi sungai untuk datang dari semua anak

sungai. Apabila terjadi hujan yang sifatnya merata di seluruh DAS akan

menyebabkan terjadinya banjir besar.

Rincian mengenai bentuk sub DAS yang ada di lokasi penelitian di

Kecamatan Tondano Timur disajikan dalam tabel bentuk Sub DAS Kecamatan

Tondano Timur dan peta Sub DAS Kecamatan Tondano Timur, yaitu sebagai

berikut :

Tabel 4.1.2. Bentuk Sub DAS Kecamatan Tondano Timur


No Bentuk Sub DAS Tondano Luas (Ha) Persentase
%
1 Bulu Burung 1376 (Ha) 54,46 %
2 Paralel atau Menyebar 251,1 (Ha) 9,94 %
3 Radial atau Sejajar 899,6 (Ha) 35,60 %
Jumlah 2526,7 (Ha) 100 %
Sumber : Service GIS BPBN dan Hasil Analisis 2021

38
Gambar 4.1.2. Peta Bentuk Sub DAS Kecamatan Tondano Timur

39
4.1.3. Peta Geologi Kecamatan Tondano Timur
Berdasarkan peta tematik Geologi Kabupaten Minahasa skala 1 : 50.000

wilayah penelitian di Kecamatan Tondano Timur tersusun atas bantuan Batuan

Gunung Api seluas 1033,5 hektar dengan persentase 40,90% hal ini menunjukan

natuan gunung api yang ada di Kecamatan Tondano Timur cukup besar,

sedangkan Endapan danau dan sungai, dan Tufa Tondano yang luasnya mencapai

1277,6 hektar dengan persentase 50,56% hal ini menunjukan wilayah Kecamatan

Tondano Timur endapan danau dan sungai sangat luas dari batuan gungung api

dan sisanya di liputi batuan Tufa Tondano yang memiliki luas 215,6 hektar

dengan persentase 8,54%. Rincian mengenai geologi yang ada di lokasi penelitian

di Kecamatan Tondano Timur disajikan dalam tabel Geologi dan peta

GeologiKecamatan Tondano Timur, yaitu sebagai berikut :

Tabel.4.1.3. Tabel Geologi Di Kecamatan Tondano Timur


No Nama Batuan/Geologi Kode/Simbol Luas (Ha) Prsentase %
1 Batuan Gunung Api Tmv 1033,5 (Ha) 40,90 %
2 Endapan Danau dan Qs
Sungai 1277,6 (Ha) 50,56 %
3 Tufa Tondano Qtv 215,6 (Ha) 8,54 %
Jumlah 2526,7 (Ha) 100 %
Sumber : BAPPELITBANGDA Minahasa

40
Gambar 4.1.3. Peta Geologi Kecamatan Tondano Timur

41
4.1.4. Topografi Kecamatan Tondano Timur
Kecamatan Tondano timur memiiki topografi yang bervariasi dari dataran

rendah hingga yang sangat tinggi. Dimana kecamatan tondano timur bagian timur

adalah wilayah yang memiliki topografi yang tinggi sedangkan bagian barat

topografinya dataran rendah. Rincian mengenai Topografi yang ada di lokasi

penelitian di Kecamatan Tondano Timur disajikan dalam tabel Topografi dan

peta Topografi Kecamatan Tondano Timur, yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.1.4. Topografi Kecamatan Tondano Timur


No Keterangan Luas (Ha) Persentase %
1 Datar 1094,4 (Ha) 43,33 %
2 Bergelombang 540,8 (Ha) 21,41 %
3 Cukup Tinggi 370,3 (Ha) 14,66 %
4 Tinggi 319,3 (Ha) 12,64 %
5 Sangat Tinggi 201,1 (Ha) 7,96 %
Jumlah 2525,9 (Ha) 100 %
Sumber :DEM (Digital Elevation Model)

42
Gambar 4.1.4 Peta Topografi Kecamatan Tondano Timur

43
4.2.

Hasil dan Pembahasan Penelitian

4.2.1. Iklim Kecamatan Tondano Timur


Klimatologi yang berada di lokasi penelitian berdasarkan Suhu udara

berada pada setiap tingkat ketinggian makin ke atas makin sejuk seperti daerah

Minahasa Khususnya di wilayah Kecamatan Tondano Timur. Daerah yang paling

banyak menerima curah hujan adalah daerah Minahasa. Suhu udara rata-rata

25°C. Suhu udara maksimum rata-rata tercatat 30°C dan suhu udara minimum

44
rata-rata 22,1°C. Kelembaban udara tercatat 73,4%. Kendati demikian suhu atau

temperatur dipengaruhi pula oleh ketinggian tempat di atas permukaan laut.

Semakin tinggi letaknya, maka semakin rendah pula suhunya, dengan perhitungan

setiap kenaikan 100 m dapat menurunkan suhu sekitar 0,6°C.

Iklim daerah Kecamatan Tondano Timur yang berada di Sulawesi Utara

termasuk iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin muson. Pada bulan-bulan

November sampai dengan April bertiup angin barat yang membawa hujan di

pantai utara, sedangkan dalam Bulan Mei sampai Oktober terjadi perubahan angin

selatan yang kering.

4.2.2. Curah Hujan


Data curah hujan 5 tahunan terakhir dari 2016-2020 wilayah Minahasa

khususnya wilayah Tondano Timur, dengan hasil perhitungan intensitas curah

hujan per hari hujan (mm/hari hujan). Data curah hujan harian di daerah penelitian

dan sekitarnya dapat di lihat pada tabel di bawa ini.

Tabel 4.2.2. Data Curah Hujan 5 Tahun Terakhir 2016-2020


TAHUN
BULAN 2016 2017 2018 2019 2020
Januari 286,1 393 135 88,9 253

45
Februari 26,6 22.1 89 297,7 422,2
Maret 71,5 25,8 68 157,7 164,8
April 79,7 57,6 142 100,1 145,5
Mei 156,4 218,7 288 133,5 176,6
Juni 71,4 206,1 110 275 123
Juli 88 172,4 256 192 182,1
Agustus 280 43,2 145 189 145,2
September 16,9 8,6 480 190 96,7
Oktober 97 12,5 892 234 108
November 83,7 355,8 199 722 89,4
Desember 133 227,9 667 450 291,9
Jumlah 1390,3 1721,6 3471 3029,9 2198,4
11811,2
Rata-Rata 2362,24 mm
Sumber : Stasiun Geofisika Manado / Pos Pengamatan Hujan Tondano.

Dari data curah hujan di Kecamatan Tondano Timur, maka dilakukan

penghitungan kelas interval curah hujan. Berikut klasifikasi curah hujan

berdasarkan hasil perhitungan kelas interval :

Jumlah Curah Hujan Tertinggi−Jumlah Curah Hujan Terendah


Ki :
Jumlah Kelas Yang Diinginkan

Tabel 4.2.2. Tabel Hasil Perhitungan Kelas Curah Hujan Tondano Timur
No Curah Hujan Klasifikasi Curah Hujan
1 1390,3 - 1795,3 Rendah
2 1796,3 - 2201,3 Cukup Rendah
3 2202,3 - 2607,3 Sedang
4 2608,3 - 3013,3 Cukup Tinggi
5 3014,3 - 3417,3 Sangat Tinggi
Sumber : Hasil Analisis 2021

Berdasarkan hasil analisis perhitungan diperoleh dari data curah hujan

rata-rata per hari (mm/hari hujan) selama 1 tahun di lokasi Kecamatan Tondano

46
Timur pada pada tahun 2016-2020 sebesar 11811,2 mm dan akulmulasikan

dengan dirata” jumlah hujan tersebut menjadi 2362,24 mm. Data yang di ambil

dari Pos Hujan Pengamatan Curah Hujan Tondano wilayah Minahasa, dari data

curah hujan rata-rata per hari (mm/hari hujan) diolah menggunakan Softwere

ArcMAP 10.4 dengan metode PoligonThiessen maka dari analisis tersebut dapat

di asumsikan tingkata curah hujan di lokasi penelitian dari peta curah hujan di atas

berkisar antara 2202,3 - 2607,3 atau dapat di klasifikasikan tinggkat curah hujan

“Sedang”. Berikut adalah tabel dan peta hasil analisis data spasial yaitu curah

hujan yang ada di wilayah Kecamatan Tondano.

Tabel 4.2.2. Hasil Olahan Data Spasial Curah Hujan


No Jumlah Rata-rata Curah Hujan 2016- Luas Sebaran Curah
2020 Hujan (Ha)
1 2362,24 mm 2526,8
Sumber : Hasil Analisis 2021

47
Gambar 4.2.2. Peta Curah Hujan Di Kecamatan Tondano Timur

48
4.2.3.

Bentuk Lahan
Bentuk lahan merupakan suatu unit geomorfologis yang dikategorikan

berdasarkan karakteristek seperti elevasi, kelandaian, orentasi, stratifikasi, paparan

batuan, dan jenis tanah. Berdasarkan informasi yang didapatkan pada peda

Geomorfologi Minahasa dan didapatkan melalui kajian analisis citra dan DEM

(Digital Elevation Model) yang bersumber dari United States Geological Survey

(USGS) bentuk lahan yang ada di wilayah Kecamatan Tondano Timur adalah 3

49
bentuk lahan yang yaitu Dataran Alluvial, Lembah Alluvial, Perbukitan,

Pegunungan. Analisis data spasial pada topografi kecamatan Tondano Timur

menunjukkan bahwa bentuk lahan Lembah Alluvial dengan persentase wilayah

cakupan sebesar 884,3 % atau seluas 1218,1 hektar. Bentuk lahan Dataran

Alluvial di wilayah Tondano Timur dengan persentase sebesar 48,32 % dengan

wilayah seluas 884,3 hektar. Bentuk lahan pebukitan dan Pegunungan diwilayah

timur sebesar 16,60 % atau menempati wilayah seluas 418,4 hektar. Untuk

rincian deskrisi diatas dapat ditunjukan pada tabel bentuk lahan dan peta bentuk

lahan berikut ini :

Tabel 4.2.3. Bentuk Lahan Kecamatan Tondano Timur


No Bentuk Lahan Simbol Luas (Ha) Persentase %
1 Dataran Alluvial F1 884,3 (Ha) 35,08 %
2 Lembah Alluvial F5 1218,1 (Ha) 48,32 %
3 Perbukitan, Pegunungan D2,D1 418,4 (Ha) 16,60 %
Jumlah 2520,8 (Ha) 100 %
Sumber : Hasil Analisis 2021

50
Gambar 4.2.3. Peta Bentuk Lahan Kecamatan Minahasa Timur

51
4.2.4.

Kemirigan Lereng
Kemiringan lereng merupakan faktor yang mempengaruhi jumlah dan

kecepatan limpasan permukaan, drainase permukaan, penggunaan lahan dan erosi.

Berdasarkan analisis data spasial kemiringan lereng Kecamatan Tondano Timur

yang diperoleh dari analisis data DEM (Digital Elevation Model) 30 meter yang

bersumber dari Survei Geologi Amarika Serikat atau bisa disebut United States

Geological Survey (USGS) yang berskala 1 : 400.000 menyimpulakan bahwa

52
wilayah Tondano Timur berdasarkan kemiringan lerengnya dapat di klasifikasikan

menjadi 5klasifikasi yaitu: kemiringan lereng <8% (datar), 8 – 15% (landai), 15 –

25% (bergelombang), 25 – 40% (curam) dan >40% (sangat curam).

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa wilayah Kecamatan

Tondano Timur dengan kemiringan lereng kemiringan < 8 % (datar) memiliki

persentase sebesar 40,62 % dengan luasan wilayah 1119,1 hektar.

Daerah dengan kemiringan lereng yang paling besar yaitukemiiringan

lereng 8 - 15 % (landai) memiliki persentase sebesar 22,31 % dengan luasan

wilayah seluas 614,6 hektar

Daerah kemiringan lereng 15 – 25% (bergelombang) dengan persentase

sebesar 20,22 % dengan luasan wilayah seluas 557 hektar, kemiringan lereng 25 –

40% (curam) memiliki persentase sebesar 12,61 % dengan luasan seluas 347,3

hektar.

Sedangakandaerah kemiringan lereng yang paling kecil yaitu kemiringan

lereng > 45% (sangat curam)memiliki presentase 4,24% dengan luasan seluas

116,8 hektar hadengan cakupan wilayah pada bagian hulu dan hilir.

Rincian mengenai analisis kemiringan lereng yang ada di lokasi penelitian

di Kecamatan Tondano Timur disajikan dalam tabel kemiringan lereng dan peta

kemiringan lereng Kecamatan Tondano Timur, yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.2.4. Kemiringan Lereng Kecamatan Tondano Timur


No Kemirinagan Keterangan Luas (Ha) Presentase (%)
1 <8% Datar 1119,1 (Ha) 40,62 %
2 8 – 15 % Landai 614,6 (Ha) 22,31 %
3 15 – 25 % Bergelombang 557 (Ha) 20,22 %
4 25 – 40 % Curam 347,3 (Ha) 12,61 %
5 > 40 % Sangat Curam 116,8 (Ha) 4,24 %
Jumlah 2754,8 (Ha) 100 %

53
Sumber : Hasil Analisis 2021

54
Gambar 4.2.4. Peta Kemiringan Lereng Tondano Timur

55
4.2.5. Jenis Tanah
Jenis tanah merupakan faktor yang sangat mempengaruhi tinggi rendahnya

infiltrasi dan perkolasi pada suatu wilayah. Kecamatan Tondano terdiri dari dua

jenis tanah yang terdiri dari tanah Alluvial dan tanah Andosol berdasarkan

klasifikasi tanah menurut USDA Soil Taxonomy (1997-1990), yaitu Etisol dan

Inceptisol. Rincian mengenai analisis jenis tanah yang ada di lokasi penelitian

Kecamatan Tondano Timur disajikan dalam tabel jenis tanah dan peta jenis tanah

Kecamatan Tondano Timur, yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.2.5. Jenis Tanah Di Kecamatan Tondano Timur


No Jenis Klasifikasi Simbol Luas (Ha) Presentase %
Tanah USDA
1 Alluvial -Entisol Ent 844,9 (Ha) 33,44 %
2 Andosol -Incepsol Ins 1681,9 (Ha) 66,56 %
Jumlah 2526,8 (Ha) 100 %
Sumber : Anlisis Penulis 2021

56
Gambar 4.2.5. Peta Jenis Tanah Kecamatan Tondano

57
4.2.6. Penggunaan Lahan (Land Caver)
Berdasarkan analisis interpretasi akusisi rekaman citra resolusi tinggi 1

meter Googel Earth Pro pada tahun perekaman yaitu 2020. Dimana analisis

penggunaan lahan di wilayah penelitian yaitu Kecamatan Tondano Timur

menggunakan teknik penginderaan jauh dengan metode analisis terbimbing yang

biasa disebut analisis Suppervised Classification metode ini sering digunakan

dalam pemetaan penggunaan lahan.

Analisis peta penggunaan lahan Kecamatan Tondano Timur menunjukkan

bahwa penggunaan lahan berupa Perkebunan campur dengan persentase wilayah

cakupan sebesar 49,50% atau seluas 1226 hektar. Bentuk penggunaan lahan

Lahan pertanian dan sawa di wilayah Kecamatan Tondano Timur dengan

persentase sebesar 28,45% dengan wilayah seluas 704,6 hektar. Bentuk

penggunaan lahan “Hutan lahan kering sekunder” dengan persentase penggunaan

lahan sebesar 10,47% atau menempati wilayah seluas 259,4 hektar. Bentuk

penggunaan lahan “Lahan terbangun atau permukiman” di wilayah Kecamatan

Tondano Timur sebesar 6,84% atau meliputi wilayah seluas 169,4 hektar. Bentuk

penggunaan lahan sungai atau badan air dengan presentase penggunaan lahan

sebesar 0,05% atau meliputi wilayah seluas 1,4 hektar.

58
Klasifikasi penggunaan lahan di Kecamatan Tondano Timur secara

terperinci dijelaskan dalam tabel penggunaan lahan di Kecamatan Tondano Timur

dan Gambar Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Tondano Timur.

Tabel 4.2.6. Penggunaan Lahan Di Kecamatan Tondano


No Lahan Luas (Ha) Persentase %
1 Badan Air / Sungai 1,3 (Ha) 0,05 %
2 Hutan Lahan Kering Sekunder 259,4 (Ha) 10,47 %
3 Lahan Pertanian dan Sawa 704,6 (Ha) 28,45 %
4 Lahan Terbangun / Permukiman 169,4 (Ha) 6,84 %
5 Lahan Terbuka 116,1 (Ha) 4,69 %
6 Perkebunan Campur 1226 (Ha) 49,50 %
Jumlah 2476,8 % 100 %

59
Gambar 4.2.6. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Tondano Timur

60
4.2.7. Satuan Unit Lahan
Satuan unit lahan merupakan peta yang dihasilkan dari tumpang susun

(overlay) dari 4 data shapefile (vektor) yaitu data bentuk lahan, kemiringan

lereng,jenis tanah, dan penggunaan lahan. Seteah dilakukan overlay, maka

diperoleh satuan unit lahan pada wilayah penelitian di Kecamatan Tondano

Timur.

Setelah melakukan analisis 4 data terebut, maka dilakukan pemberian

nama pada setiap unit lahan dimulai dari Bentuk lahan, Kemiringan lereng, Jenis

tanah, dan Penggunaan Lahan dapat dilihat pada tabel dan peta berikut ini :

Tabel 4.2.7. Satuan Unit Lahan Kecamatan Tondano Timur


No Satuan Unin Simbol No Satuan Unit Simbol
Lahan Lahan
1 Ba,Dtr,Anl,Pc Ql 26 La,Dtr,Anl,Ltp Gf
2 Da,Bg2,Alv,Lps G1 27 La,Dtr,Anl,Pc Iy
3 Da,Bg2,Anl,Lps Bl 28 La,Ld,Alv,Lps Ea
4 Da,Bg2,Anl,Ltp Cp 29 La,Ld,Alv,Lt Az
5 Da,Bg2,Anl,Pc Kj 30 La,Ld,Alv,Ltp Hg
6 Da,Cm,Anl,Lps Gg 31 La,Ld,Anl,Lps Uy
7 Da,Cm,Anl,Pc Ft 32 La,Ld,Anl,Ltp Tf
8 Da,Dtr,Alv,Lps Mk 34 La,Ld,Anl,Pc Ka
9 Da,Dtr,Anl,Lps Ch 35 La,Sc,Anl,Pc Dh
10 Da,Dtr,Anl,Ltp Jl 36 P2,Sc,Anl,Hlks Eb
11 Da,Dtr,Anl,Pc Yr 37 P2,Bg2,Anl,Hlks Pw
12 Da,Ld,Alv,Lps Ew 38 P2,Cm,Anl,Hlks Kr
13 Da,Ld,Anl,Lps Op 39 P2,Cm,Anl,Pc Ee
14 Da,Ld,Anl,Ltp Wq 40 P2,Dtr,Anl,Hlks Wx
15 Da,Ld,Anl,Pc Xo 41 P2,Dtr,Anl,Pc Wm
16 Da,Sc,Anl,Pc Xz 42 P2,Ld,Anl,Pc Le
17 La,Bg2,Anl,Lps Vk 43 P2,Sc,Anl,Pc Yy
18 La,Bg2,Anl,Ltp Ut 44 P2,Bg2,Anl,Pc Xy
19 La,Bg2,Anl,Pc Tx
20 La,Cm,Anl,Lps Ov
21 La,Cm,Anl,Pc Ix
22 La,Dtr,Alv,Lps Wg
23 La,Dtr,Alv,Lt Hl
24 La,Dtr,Anl,Lps Qw
25 La,Dtr,Anl,Lt Pl
Sumber : Hasil Analisis 2021

61
Tabel 4.2.7. Keterangan Penentuan Satuan Unit Lahan Di Kecamatan
Tondano Timur
No Singkatan Keterangan
1 Ba Badan Air / Sungai
2 Dtr Datar
3 Anl Andosol
4 Pc Perkebunan Campur
5 Da Dataran Alluvial
6 Bg2 Bergelombang
7 Sc Sangat Curam
8 Cm Curam
9 Alv Alluvial
10 Ltp Lahan terbangun / permukiman
11 Lps Lahan pertanian dan sawa
12 Lt Lahan terbuka
13 Hlks Hutan lahan kering sekunder
14 La Lembah Alluvial
15 Ld Landai
16 P2 Perbukitan, Penggungan
Sumber : Hasil Analisis 2021

62
Gamber 4.2.7. Peta Satuan Unit Lahan Kecamatan Tondano Timur

63
4.2.8. Kerentanan Banjir
Penentuan kerentanan banjir dilakukan melalui beberapa langkah,

berdasarkan pada data yang telah diperoleh sebelumnya. Data yang diperoleh

merupakan data yang berbentuk Shapefile. Data-data yang telah diperoleh tersebut

selanjutnya akan diolah menggunakan Sofware ArcMap 20.4. Data-data Shapefile

yang digunakan sebagai parameter dalam penentuan tingkat kerentanan banjir di

Kecamatan Tondano Timur diantara lain, Bentuk lahan, Kemiringan lereng, Jenis

tanah, Penggunaan Lahan (Landcaver), dan Curah hujan.

Masing-masing parameter dinilai dengan cara pengharkatan sesuai dengan

besarnya pengaruh terhadap tingkat kerentanan banjir di daerah Kecamatan

Tondano Timur. Parameter-parameter yang mempunyai tipe pengaruh yang besar

terhadap terjadinya banjir diberi nilai atau harkat yang besar pula begitu juga

sebaliknya parameter dengan tipe pengaruh yang kecil terhadap terjadinya banjir

akan diberi nilai atau harkat yang kecil.

Proses salanjutnya dalam analisis peta tingkat kerentenan banjir dilakukan

sistem tumpangsusun atau bisa disebut dengan metode (overlay) dari parameter-

parameter yang telah dinilai. Pengklasifikasian di bagi menjadi 5 klasifikasi dari

hasil analisis tumpangsusun (overlay) klasifikasi yang berisi kelas atau tingkat

kerentanan banjir diKecamatan Tondano Timur, kelas kerentanan banjir tersebut

yaitu: kelas I (Tidak Rentan), kelas II (Kurang Rentan), kelas III (Sedang), kelas

IV (Rentang) dan kelas V (Sangat rentan), Rincian mengenai luas dan persentase

tingkat kerentanan banjir dijelaskan dalam perhitungan hasil (Overlay) dengan

64
rumus Kelas Interval (Ki) dan tabel serta berupa peta tematik di Kecamatan

Tondano Timur di bawah ini :

Skor Tertinggi−Skor Terendah


Rumus : Ki¿
Jumlah Kelas Yang diinginkan

56−17 39
Penyelesaian Ki ¿ = =8
5 5

Tabel 4.2.8. Klasifikasi Kelas Interval


No Kelas Interval Keterangan
1 17 – 24 Tidak Rentan
2 25 – 32 Kurang Rentan
3 33 – 40 Sedang
4 41 – 48 Rentan
5 49 – 56 Sangat Rentan
Sumber : Hasil analisis 2021

Tabel 4.2.8. Tingkat Kerentanan Banjir di Kecamatan Tondano Timur

No Kelas Tingkat Kerentanan Luas (Ha) Persentase


Banjir %
1 I Tidak Rentan 147,5 (Ha) 5,36 %
2 II Cukup Rentan 395,3 (Ha) 14,37 %
3 III Sedang 589,26 (Ha) 21,43 %
4 IV Rentang 469,29 (Ha) 17,06 %
5 V Sangat Rentan 1148,7 (Ha) 41,78 %
Jumlah 2750,05 (Ha) 100 %
Sumber : Hasil Analisis 2021

Berdasarkan anaisis data spasial kerentan banjir di wilayah Kecamatan

Tondano Timur yang banyak terdapat daerah yang termasuk kelas sangat rawan

adalah bagian hilir dengan luas dengan persentase 1148,7 ha dengan persentase

41,78 %. Pada bagian hulu dan sekitarnya merupakan bagian yang memiliki kelas

“Rentan” yang memiliki luas 469,29 ha dengan persentase 17,06 % , “Sedang”

yang memiliki luas 589,26 ha dengan persentase 21,43 % , Cukup Rentan” yang

memiliki luas 395,3 ha dengan persentase 14,37 %, dan “Tidak Rentan” yang

memiliki luas 147,5 ha dengan persentase 5,36%. Hal ini dikarenakan pada bagian

65
hulu ada beberapa daearh yang kemiringan lerengnya landai dan pada bagian hilir

kemiringan lerengnya datar sehingga pada bagian hulu dan hilir termasuk kelas

rentan dan sangat rentan, seprti pada gambar di bawa ini.

66
Gambar 4.2.8. Peta Kerentanan Banjir di Kecamatan Tondano Timur

67
Persebaran kerentanan banjir di Kecamatan Tondano Timur. Dari hasil

analisis peta kerentanan banjir di wilayah Tondano Timur diperoleh tingkat dari

kerentanan banjir Kecamatan Tondano Timur, antara lain: Sangat rentan, rentan,

Sedang, Kurang rentan dan Tidak rentan . Berikutnya akan dibahas mengenaai

persebaran tiap tingkat kerentanan banjir di Kecamatan Tondano Timur Minahasa

yaitu sebagai berikut:

Sangat rentan Kondisi kerentanan banjir sangat rentan merupakan kelas

yang dominan dan tingkat sangat banjir yang memiliki luas sebesar 114,9 ha

dengan persentase sekitar 41,78 % dari luas wilayah Kecamatan Tondano Timur.

Secara keseluruhan kondisi kerentanan banjir sangat rentan ini terdapat di bagian

hilir Tondano Timur menjadi muara suangai Tondano dan Danau Tondano.

Kondisi kerentanan banjir sangat rentan tersebut memililki karakteristik satuan

lahan berupa relief yang datar hingga landai, kemiringan lereng yang kecil antara

kemiringan lereng < 8 %, infiltrasi yang buruk. Untuk sebaran spasialnya terdapat

terdapat beberapa Kelurahan atau Desa yaitu : Kelurahan Katinggolan, Kelurahan

Kendis, Bagian hilir Kelurahan Kiniar, Bagian hilir Kelurahan Liningaan,

Kelurahan Luaan, bagian hilir Kelurahan Papakelan, Kelurahan Ranowangko,

Kelurahan Taler, Kelurahan Toulour, dan Kelurahan Wengkolyang. Sedangkan

tingkat kelas “Rentan” yang memiliki luas 469,29 ha dengan persentase 17,06 % ,

“Sedang” yang memiliki luas 589,26 ha dengan persentase 21,43 % , Cukup

Rentan” yang memiliki luas 395,3 ha dengan persentase 14,37 %, dan “Tidak

Rentan” yang memiliki luas 147,5 ha dengan persentase 5,36%. Untuk sebaran

spasialnya terdapat terdapat beberapa Kelurahan atau Desa yaitu : bagian hulu

28
Kelurahan Papakelan, Kelurahan Mangkalounsow, bagian hulu Kelurahan

Liningan, dan bagian hulu Kelurahan Kiniar.

29
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut : Tingkat kerentanan banjir di Kecamatan Tondano

Timur dibagi menjadi 5 kelas, yaitu: Kelas (I) kerentanan “Sangat Rentan”, Kelas

(II) “Rentan”, Kelas (III) “Sedang”, Kelas (IV) Kurang Rentan” dan Kelas (V)

“Tidak Rentan”. Kelas sangat rentan banjir sangat rentan merupakan kelas yang

dominan dan tingkat sangat banjir yang memiliki luas sebesar 114,9 ha dengan

persentase sekitar 41,78 %, dengan sebaran wilayah ada beberapa Kelurahan atau

Desa yaitu : Kelurahan Katinggolan, Kelurahan Kendis, Bagian hilir Kelurahan

Kiniar, Bagian hilir Kelurahan Liningaan, Kelurahan Luaan, bagian hilir

Kelurahan Papakelan, Kelurahan Ranowangko, Kelurahan Taler, Kelurahan

Toulour, dan Kelurahan Wengkolyang. Sedangkan tingkat kelas “Rentan” yang

memiliki luas 469,29 (Ha) dengan persentase 17,06 % , “Sedang” yang memiliki

luas 589,26 (Ha) dengan persentase 21,43 % , Cukup Rentan” yang memiliki luas

395,3 (Ha) dengan persentase 14,37 %, dan “Tidak Rentan” yang memiliki luas

147,5 (Ha) dengan persentase 5,36%. Untuk sebaran spasialnya terdapat terdapat

beberapa Kelurahan atau Desa yaitu : bagian hulu Kelurahan Papakelan,

Kelurahan Mangkalounsow, bagian hulu Kelurahan Liningan, dan bagian hulu

Kelurahan Kiniar.

5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian Analisis Kerentanan Banjir di Kecamatan

Tondano Timur yang telah diperoleh, penulis perlu memberikan saran-saran

terutama untuk penelitian yang sejenis, yaitu:

30
1. Bagi masyarakat yang tiggal diwilayah hilir atau muara DAS Tondano

berhati-hati kaerena sesuai peta analisis pada bagian hilir sangat rentan

terhadap banjir dikarenakan wilayah tersebut datar dengan persentase < 8

%.

2. Kepada Pemerintah dan masyarakat di lokasi penelitian setempat

setidaknya lebih meningkatkan pengawasan terhadap bahaya banjir yang

sering melanda daerahnya dan mengupayakan cara-cara

penanggulangannya.

31
DAFTAR PUSTAKA

Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Barus B, Wiradisastra U. S. 2000. Sistem Informasi Geografi- Sarana


Manajemen Sumberdaya. Bogor: Laboratorim Pengindaan Jauh dan
Kartografi, Jurusan Tanah, Fakutas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Boer R 2002. Climatic Data Generator. Bogor: Departemen Geofisika dan
Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
E Budiyanto - Jurnal Geografi, 2014 Karakteristik Morfologi Cekungan Karst
Gunungsewu Melalui Data GDEM ASTER.
Haridjaja, O., K. Murtilaksono, Sudarmo, dan L.M. Rachman. 1990. Hidrologi
Pertanian. Bogor. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Hillel. D. 1971. Soil and Water : Physical Principle dan Processes. Academic
Press. New York.
Khotimah, N; Sumunar, DRS; Nurhadi. 2013. Analisis Kerentana  Banjir Di
Daerah. Aliran Sungai (DAS) Code Kota Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Negeri.
Kumaat C. J. 2013. Sistem Informasi Geografis Suatu Pengantar Pemodelan
Geografi. Manado: Jurusan Geografi, Universitas Negeri Manado.
Kurnia Darmawan, Hani ‘ah, Andri Suprayogi, Jurnal Geodesi Undip Januari
2017 Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, (ISSN : 2337-845X) 31 Analisis
Tingkat Kerawanan Banjir di Kabupaten Sampang Menggunakan Metode
Overlay Dengan Scoring Berbasis Sistem Informasi Geografis.
Kurnianto, Anda. 2010. Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk Zonasi
Rawan Banjir Kabupeten Pati, Jawa Tengah.Tugas Akhir Diploma.
Fakultas Geografi UGM
Ligal, S. 2008. Pendekatan Pencegahan dan Penanggulangan Banjir. Jurnal.
Dinamika Teknik Sipil Volume 8, No. 2 Juli 2008.
Nalolhy B .J. B. Dkk. 2008. Studi Alternatif Pengendalian Banjir Sungai
Tondano Di Kota Manado [Jurnal]. Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan,
Fakultas Teknik, Universitas Gaja Mada.
Primayuda, Aris. 2006. Pemetaan Daerah Rawan dan Resiko Banjir
Menggunakan Sistem Informasi Geografis, Institut Pertanian Bogor, Bogor

32
Purnama A. 2008. Pemetaan Kawasan Rawan Banjir Di Daerah Aliran Sungai
Cisadane Menggunakan Sisitem Informasi Geografi [skripsi]. Bogor:
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanaian Bogor.
Rehm, H.J and G. Reed.1995. Biotechnology Volume 9 Enzymes, biomass, food
and feed. VCH. New York.
Rosyidie A. 2013. Banjir :Fakta Dan Dampaknya Serta Pengaruh Dari
Perubahan Guna Lahan. Jurnal Perencanaan Wilaya dan Kota. Vol.24.
Seyhan, Ersin., 1977. Dasar-dasar Hidrologi.Gadjah Mada Universiy Press.
Yogyakarta.
Utomo W. Y. 2004. Pemetaan Kawasan Berpotensi Banjir di DAS Kaligarang
Semarang dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (skripsi).
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pustaka online:

https://google.com.tatangmanguny.wordpress.com/2015/04/12/metode-
penelitiansekunder-analisisdata-sekunder
http://google.com.www.manadokota.go.id//berita-1347-letak-luas-dan-iklim-
kotamanado-html.
http://google.www.comppids.ft.ugm.ac.id(diakses 15 Oktober 2017

33

Anda mungkin juga menyukai