Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan UU No 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa adalah kondisidimana


seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spritual, dan sosial sehingga
individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja
secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitas. Orang dengan
Masalah Kejiwaan (ODMK) adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial,
pertumbuhan dan perkembangan, dan kualitas hidup sehingga memiliki resiko mengalami
gangguan jiwa.

Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), adalah orang yang mengalami gangguan dalam
pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala atau
perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan
dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.

Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa di
seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. Pada tahun 2001 WHO
menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang didunia mengalami gangguan kesehatan
jiwa.

WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang didunia mengalami gangguan
kesehatan jiwa. Sementara itu, menurut Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO Wilayah Asia
Tenggara, hampir satu pertiga dari penduduk diwilayah ini pernah mengalami gangguan
neuropsikiatri Azrul Azwar (Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan)
tahun (2011) mengatakan bahwa jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa dimasyarakat
sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa rasa cemas,
depresi, stress, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia.

Di Era Globalisasi gangguan kejiwaan meningkat sebagai contoh penderita tidak hanya
dari kalangan kelas bawah,sekarang kalangan pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke
atas juga terkena gangguan jiwa(Yosep, 2009).
Menurut (Yosep, 2010).Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain, ataupun terhadap lingkungan sekitar.

B. Tujuan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan menjadi masalah di banyak negara seperti Amerika, Australia, dan
negara maju lainnya. Bentuk kekerasan yang sering terjadi seprti perkelahian,
pemukulan, penyerangan dengan senjata, tawuran, perampokan, pemerkosaan,
penganiayaan, dan pembunuhan (Evans, 2000 & Shalala, 2001 dalam Purba dkk,2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep,
2007).

B. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perilaku Kekerasan


Ada berapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori
biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Townsend (1996)
adalah:
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari berupa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
a. Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal, dan hipotalamus. Neotransmitter juga mempunyai peranan
dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik
merupakan sistem informasi, ekspresi emosi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak
mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan
agresif. Sistem limbik terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif.
Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif (Goldstein dikutip
dari Townsend, 1996).

b. Biokimia
Goldstein (dikutip dari Townsend, 1996) menyatakan bahwa berbagai
neurotransmitter (efinefrine, noreepinefrine, dopamine, asetikolin, dan seretonin)
sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini
sangat konsisten dengan fight atau flightyang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respon terhadap stres.

c. Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan
genetik karyotype XYY.

d. Gangguan Otak
Sindrome otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan.Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus
temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit
seperti ensefalitis, dan epilepsi, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

2. Teori Psikologik
a. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri rendah.Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestie
yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya.Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapkan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b. Teori Pembelajaran Anak belajar melalui perilaku meniru dari contohperan
mereka, biasanya orangtua mereka sendiri.Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestie atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti
dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orangtua mereka
selama tahap perkembangan awal namun, dengan perkembangan yang dialaminya,
mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang
dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orangtua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk
berperilaku kekerasan setelah dewasa (Owens & Straus dikutip dari Townsend,
1996).
3. Teori Sosiokultural
Pakar sosiologi lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku
kekerasan sebagi cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga
berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk
yang ramai/padat dan, lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan.
Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

C. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Untuk mendapatkan data perilaku kekerasan, perawat harus melakukan observasi
terhadap tanda dan gejala perilaku klien sebagai berikut (Yusuf, 2015):
1. Emosi yang meliputi: perasaan tidak adekuat, tidak aman, marah (dendam) dan
jengkel.
2. Intelektual antara lain mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat dan meremehkan
3. Fisik yaitu muka merah, pandangan tajam, napas pendek, keringat, sakit fisik,
penyalahgunaan zat dan tekanan darah meningkat.
4. Spritual yaitu meliputi: kemahakuasaan, kebijakan/kebenaran diri, keraguan, tidak
bermoral, kebejatan, kreativitas terlambat.
5. Sosial seperti: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

D. Proses terjadinya perilaku kekerasan


Marah adalah ungkapan emosi individu terhadap kejadian yang dialami atau
dirasakan dimana dianggap sebagai ancaman sehingga individu mengalami ketegangan.
Marah adalah suatu keadaan emosional, yang merentang dari sifat mudah tersinggung
hingga marah yang hebat (Kaplan & Sadock, 1998).Marah merupakan perasaan jengkel
yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang
dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 2001).
Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau
melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka
akan terjadi perilaku agresif. Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku
yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktasi sepanjang rentang adapfif
dan maladptif
Respon Respon

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif AgresifViolence

Gambar 2.1 Rentang respon marah (Ermawati dkk.,2009)


Keterangan:
1. Asertif adalah kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan
memberikan kelegaan pada individu dan tidak menimbulkan masalah.
2. Frustasi adalah kemarahan yang diungkapkan sebagai respons yang terjadi akibat
kegagalan dalam mencapai tujuan karena tidak realistis atau adanya hambatan
dalam proses pencapaian.
3. Pasif merupakan respons lanjutan dari frustasi diaman individu tidak mampu
mengungkapkan perasaan.
4. Agresif adalah perilaku menyertai marah dan merupakan dorongan untuk
bertindak dalam bentuk destruktif dan masih dapat terkontrol. Perilaku yang
tampak dapat berupa: muka masam, bicara kasar, menuntut, dan kasar disertai
kekerasan.
5. Violence (amuk) adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladptif.

E. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan terhadap klien mendiskusikan faktor resiko yang dihadapi
dalam pelayanan kesehatan. Pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara
dengan klien, pengamatan langsung dan pemeriksaan. Hal-hal yang perlu dikaji
meliputi:
1. Faktor Predisposisi(Yusuf, 2015):
a. Psikoanalisis Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresif adalah merupakan
hasil dari dorongan insting (instinctual drives).
b. Psikologis
Berdasarkan teori frustasi-agresif, agresivitas timbul sebagai hasil dari peningkatan
frustasi.Tujuan yang tidak tercapai dapat menyebabkan frustasi berkepanjangan.
c. Biologis
Bagian-bagian otak yang berhubungan dengan terjadinya agresivitas sebagai berikut ;
1) Sistem limbik
Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan ekspresi emosi serta
perilaku seperti makan, agresif, dan respon seksual. Selain itu, mengatur
system informasi dan memori.
2) Lobus temporal
Organ yang berfungsi sebagai penyimpanan memori dan melakukan
interprestasi pendengaran.
3) Lobus frontal
4) Organ yang berfungsi sebagai bagian pemikiran yang logis, serta
pengelolaan emosi dan alasan berpikir.
5) Neurotransmiter Beberapa neurotransmiter yang berdampak pada
agresivitas adalah serotonin (5-HT), Dopamin, Norepineprin, Acetylcholin
dan GABA.
d. Perilaku (behavioral)
1) Kerusakan organ otak, retardasi mental, dan gangguan belajar
mengakibatkan kegagalan kemampuan dalam berespons positif tehadap
frustasi.
2) Penekanan emosi berlebihan (over rejection)pada anak-anak atau godaan
(seduction) orang tua memengaruhi kepercayaan (trust) dan percaya diri
(self esteem) individu.
3) Perilaku kekerasan di usia muda, baik korban kekerasan pada anak
(child abuse) atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga memengaruhi
penggunaan kekerasan sebagai koping.

e. Sosial kultural
1) Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. Hal ini
mendefinisikan ekspresi perilaku kekerasan yang diterima akan
menimbulkan sanksi. Kadang kontrol sosial yang sangat ketat (strict)
dapat menghambat ekspresi marah yang sehat dan menyebabkan individu
memilih cara yang maladaptif lainnya.
2) Budaya asertif dimasyarakat membantu individu untuk berespons
terhadap marah yang sehat.
2. Faktor Prespitasi
Semua faktor ancaman antara lain sebagai berikut (Yusuf, 2015):
a. Internal
1) Kelemahan
2) Rasa percaya menurun
3) Takut sakit
4) Hilang kontrol
b. Eksternal
1) Penganiayaan fisik
2) Kehilangan orang yang dicintai
3) Kritik

F. Analisa Data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien,
kemampuan klien mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari
medis atau profesi kesehatan lainnya. Data fokus adalah data tentang perubahan-
perubahan atau repon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal
yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien. Pengumpulan informasi
merupakan tahap awal dalam proses keperawatan.
Dari informasi yang terkumpul di dapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang di
hadapi klien. Selanjutnya data dasar itu di gunakan untuk menentukan diagnosis
keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah-masalah pasien.
Tujuan pengumpulan data adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan
kesehatan klien, menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien, menilai keadaan
kesehatan klien, membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah
berikutnya.Tipe data terbagi dua, yaitu data subjektif dan objektif.
Data Subjektif adalah data yang didapkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap
suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat,
mencakup persepsi, perasaan , ide klien terhadap status kesehatan lainnya. Sedangkan
data Objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh
menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, sentuh/ raba) selama pemeriksaan
fisik.Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, berat badan dan tingkat
kesadaran (Yusuf Ah, 2015):
1. Data Subjektif
- Klien mengatakan seperti semua orang memusuhinya dan ingin menyakitinya
- Klien mengatakan tidak aman di ruangannya
- Klien mengatakan dengan marah-marah dan merusak atau menyakiti orang
lain ia merasa puas
- Klien mengatakan tidak nyaman dengan apa yang ia alami, karena sesaat
setelah marah-marah ia menyesal dan menjadi semakin takut dengan orang
yang ingin mendekatinya
2. Data Objektif
- Klien terlihat berbicara sendiri dan tiba-tiba merusak barang-barang sendiri
- Ekspresi wajah tegang
- Klien tampak tidak nyaman
- Marah-marah tanpa sebab dan terkadang menangis
- Menyakiti orang lain
- Konsentrasi rendah

G. Rumusan Masalah
Diagnosa keperawatan mengidentifikasi perubahan kesejajaran tubuh dan mobilisasi
yang aktual dan potensial berdasarkan pengumpulan data yang selama
pengkajian.Analisa menampilkan kelompok data yang mengidentifikasi ada atau resiko
terjadi masalah.Saat mengidentifikasi diagnosa keperawatan, perawat menyusun strategi
keperwatan untuk mengurangi atau mencegah bahaya berhubungan dengan kesejajaran
tubuh buruk atau gangguan mobilisasi (Potter & Perry, 2006).
Dan berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada, dapat dirumuskan pohon masalah
sebagai berikut:
Resiko Perilaku Kekerasan
Definisi : Kondisi dimana klien merasa tidak aman dan nyaman serta klien memiliki
persepsi bahwa setiap rangsangan yang datang merupakan suatu ancaman.
Perilaku Kekerasan (Effect)

Gangguan Rasa Aman dan Nyaman (Care Problem)


Curiga pada orang lain, khawatir orang lain menyakiti dirinya
(Causa)

H. Perencanaan
Pengkajian keperawatan dan perumusan diagnosa keperawatan mengawali langkah
perencanaan dari proses keperawatan. Perencanaan adalah kategori dari perilaku
keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil diperkirakan ditetapkan
dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. Selama perencanaan,
dibuat prioritas. Selain berkolaborasi dengan klien dan keluarganya, perawat berkonsul
dengan anggota tim perawat kesehatan lainnya, menelaah literature yang berkaitan
memodifikasi asuhan, dan mencatat informasi yang relevan tentang kebutuhan
perawatan kesehatan klien dan penatalaksaan klinik (Potter & Perry, 2005).

I. PenatalaksanaanMedis
1. Terapisomatik
Menurut (Depkes RI, 2000, hal 230) menerangkan bahwa terapiSomatik adalah terapi
yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku
yang maladaptif menjadi perilaku adaktif dengan melakukan tindakan yang ditujukan
pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien
2. Terapikejanglistri
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsi therapy (ECT) adalah bentuk terapi
kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik
melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini adalah awalnya
untuk menagani klien skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya
dilaksanakan adalah 2-3kali sekali (dua minggu sekali) beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya diolah Adam proses intelektual sebagai suatu
pengalaman. Perawat perlu mengkaji caraklienmarah,mengidentifikasi penyebab
kemarahan,bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintergrasikan.
3. AspekSosial
Meliputiinteraksisosial,budaya,konseprasapercayadanketergantungan. Emosi marah
sering merangsang kemarahan oranglain. Klen sering kali menyalurkan kemarahan
dengan mengkritiktingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati
denganmengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.Proses
tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkandiridari orang lain,
menolak mengikuti aturan.
4. AspekSpiritual
Kepercayaan,nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkngan.
Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan
yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasatidak berdosa. Kemudian data yang
diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut :
a) Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini
didapatkanmelaluiobservasiataupemeriksaanlangsungolehperawat
b) Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh
kliendankeluarga.Data ini di peroleh melalui wawancara perawat kepada
klien dan keluarga. Data yang langsung di dapat oleh perawat disebut
sebagai data sekunder.

J. DiagnosaKeperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Harga diri rendah kronik
3. Resiko mencederai (diri sendiri,orang lain, lingkungan)
4. Perubahan Presepsi sensori : halusinasi
5. Isolasi sosial
6. Berduka disfungsional
7. Inefektif proses terapi
8. Koping keluarga inefektif

K. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri,


Affeck
oranglain dan lingkungan

Perilaku kekerasan coreproblem

Gangguan konsep diri : harga diri Causa


rendah
Gambar2.2. Pohon Masalah Perilaku Kekerasan

BAB III

STUDI KASUS DANPEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN
1. BIODATA
Nama : Tn.A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 26 tahun
Status Perkawinan : Belum Menikah Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Alamat : Kisaran
Tanggal Masuk RS : 12 Maret 2016 No. Register : 03.30.28
Ruangan kamar : Dolok Martimbang Tanggal pengkajian : 24 Mei 2016
Diagnosa Medis : Skizofrenia paranoid

2. Keluhan Utama
Klien sering tiba-tiba ingin merusak barang, memukul orang.Klien mudah marah dan
tersinggung bila diajak berbicara.Klien merasa tidak nyaman diruangannya karena
klien menganggap orang yang tidak dikenalnya adalah orang jahat.

3. Genogram

Keterangan:

: laki- laki

: perempuan

: klien

4. Riwayat Kesehatan Sekarang


a. Provocative/palliative
Klien sering melamun dan tidak mau melakukan apa-apa, lebih suka menyendiri.
Tiba-tiba ingin mengamuksaat diajak berbicara oleh orang disekitarnya dan klien
mengatakan dengan menyendiri atau mengamuk, keadaan akan menjadi lebih baik
danklien merasa puas.
b. Quantity/quality
Klien mengatakan tidak suka di ruangannya karena klien merasa bahwa ada yang
mengancam dirinya sehingga klien merasa tidakaman dan nyaman oleh karena itu
juga klientampak lebih senang menyendiri.
c. Severity
Klien merasa cemas, takut dengan orang-orang dilingkungansekitarnya sehingga
klien merasa tidak aman dan nyaman.
d. Time
Sampai saat ini klien masih mengalami kondisi tersebut selama 1 tahun terakhir ini.

5. Riwayat kesehatan masa lalu


Klien sudah mengalami gangguan jiwa selama 1 tahun terakhir ini dan klien baru
pertama kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa, klien sebelumnya tidak pernah dirawat
ataupun dioperasi.

6. Riwayat Kesehatan Keluarga


Orang tua klien tidak memiliki riwayat penyakit gangguan jiwa seperti klien, begitu juga
dengan saudara kandung klien tidak memiliki riwayat gangguan jiwa dan juga keluarga
tidak memiliki riwayat penyakit keturunan dan anggota keluarga tidak ada yang
meninggal.
7. Riwayat Keadaan Psikososial
Klien mengatakan ia kesal, marah karena merasa sudah di asingkan oleh keluarga karena
penyakitnya.Klien tidak merasakan ada yang kurang dari dirinya, klien paling menyukai
bentuk tubuhnya yaitu hidungnya karena ia merasa hidungnya mancung, klien ingin
cepat sembuh dan ingin pulang ke rumah tetapi klien merasa jengkel, kesal karena sudah
dianggap sakit jiwa oleh seluruh keluarganya apalagi klien hanyalah seorang anak laki-
laki yang tidak memiliki pekerjaan dan hanya tamatan SMP, klien juga merasa orang-
orang disekitarnya terlihat memusuhinya dan mengancam dirinya sehingga klien merasa
tidak aman dan nyaman. Saat diajak berkomunikasi klien tampak tegang dan menjawab
dengan suara tinggi.Sesaat setelah marah-marah klien tampak menyesal dan mengatakan
menjadi takut dengan orang yang mendekatinya.
Klien menganggap ibunya adalah orang yang paling berarti, hubungan keluarga klien
kurang harmonis karena klien sering berkelahi dengan ayah dan abangnya dan selama
klien dirawat di rumah sakit jiwa hubungan sosialisasi dengan orang lain juga kurang
baik karena klien lebih banyak menyendiri dan kurang percaya dengan orang lain, klien
menganggap orang lain adalah ancaman karena kurangnya sosialisasi antar klien dengan
teman-teman di ruangan, menyebabkan klien memiliki teman yang terbatas. Dan klien
merasa semua orang memusuhinya.Klien menganut keyakinan Agama Kristen tetapi
selama klien di rumah sakit klien jarang mengikuti ibadah.

8. Status Mental
Klien sadar penuh (compos mentis), klien berperilaku curiga melihat orang lain, klien
kurang memperhatikan penampilannya, karena ia rasa tidak terlalu penting. Saat
wawancara klien mudah diajak berbicara, namun klien berbicara cepat, pandangan tajam
dan menjawab pertanyaan dengan singkat-singkat dengan suara agak tinggi dan klien
kurang konsentrasi, klien mengatakan sering ingin marah terhadap orang-orang
disekitarnya karena klien merasa bahwa orang-orang terlihat memusuhinya sehingga ia
rasa mengancam dirinya. Proses pikir klien terganggu terlihat dari apa saja yang
dikatakannya tentang orang-orang yang ada disekitarnya, klien terus berpikir bahwa
semua orang adalah orang jahat dan mengancam dirinya.

9. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien Compos mentis, suhu tubuh T: 36,5˚C, Tekanan dara (TD): 110/90
mmhg, nadi (RR): 80x/I, pernafasan (HR): 23x/i, tinggi badan: 160cm, berat badan:
63kg. Bentuk kepala klien bulat, simetris dan normal dengan kulit kepala kotor dan bau,
wajah klien tampak merah dan tegang, klien memiliki 2 mata dengan posisi simetris, dan
tidak ada kelainan, pandangan klien tajam ketika klien marah, hidung klien simetris
dengan dua lubang hidung dan tidak ada cuping hidung, bentuk telinga klien simetris kiri
dan kanan, tetapi klien sesekali mendengar suara-suara yang menyuruhnya melakukan
kekerasan, mulut klien kurang bersih, bibir menghitam karena rokok, gigi merapat, gigi
kuning dan kotor, klien dapat membedakan rasa asam dan manis, rahang klien terlihat
mengatup ketika rasa marah muncul, tidak dilakukan pemeriksaan pada leher, kulit klien
warna coklat dan sedikit kotor, akral klien hangat dan turgor kembali normal, kulit
disekitar mata terdapat lingkaran hitam, klien terlihat mengepalkan tangannya ketika
rasa marah muncul, suka melempar dan memukul, klien sering gelisah dan berjalan
mondar-mandir di ruangan.

10. Pola Kebiasaan Sehari-Hari


Klien makan 3 kali sehari, nafsu makan klien kuat, tidak ada riwayat alergi maupun
mual muntah.Saat makan klien tampak memisahkan diri baik saat sarapan, makan siang
maupun makan sore.Klien saat makan lahap, 1 porsi makanan habis dengan nasi + lauk
+ sayur, tidak ada masalah saat makan dan minum.
Tubuh klien terlihat kurang bersih tetapi klien rajin mandi, gigi dan mulut terlihat kotor,
kuku kaki dan tangan panjang. Aktivitas mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian
dilakukan secara mandiri tetapi masih berantakan, klien kurang mau beraktivitas dengan
orang lain karena selalu curiga dan selalu ingin marah dengan teman lain yang
mendekatinya dan juga klien tidak mau ikut kebaktian yang diadakan di rumah sakit.
Klien BAB 2 kali sehari, karakter feses normal, tidak ada perdarahan, terakhir BAB
dipagi hari, tidak diare dan tidak pernah menggunakan laksatif.Klien kurang lebih 4 kali
sehari BAK, tidak menggunakan kateter, tidak nyeri, tidak menggunakan diuretic dan
tidak ada masalah saat BAK.
Mekanisme koping klien maladaptif. Klien mengatakan apabila ada masalah maka ia
akan menyendiri, memikirkan sendiri masalahnya, klien jarang membicarakan
masalahnya dengan orang lain.

I. ANALISA DATA

No Data Masalah keperawatan


1. DS:
Klien mengatakan merasa
cemas, bahwa ada yang
mengancam dirinya
diruangan
DO:
1. Klien menyendiri
2. Klien tidak suka jika ada yang
mendekat kepadanya Gangguan rasa nyama
3. Klien khawatir orang lain
menyakiti dirinya

DS:
Klien mengatakan mudah
marah dan sering emosi hingga
ingin merusak barang-barang,
memukul orang.
2. DO:
1. Marah-marah tanpa sebab Resiko Perilaku Kekerasan
2. Gelisah dan tidak nyaman
3. Terlihat sering mengepalkan
tangan
4. Merusak barang-barang

II. Rumusan Masalah


a. Masalah Keperawatan:
1. Gangguan Rasa Nyaman
2. Resiko Perilaku kekerasan
b. Diagnosa Keperawatan (Prioritas)
Gangguan rasa nyaman ditandai dengan klien merasa gelisah, cemas, kurang puas
dengan keadaan, kurang senang dengan situasi tersebut, ketidakmampuan untuk
relaks, curiga dan merasa terancam di lingkungan sekitarnya.
III. Perencanaan Keperawatan
Gangguan Rasa Nyaman
Perencanaa Keperawatan

Dx: Gangguan rasa nyaman

NOC (Nursing Outcome Clasification):

1. Status kenyamanan lingkungan

2. Status kenyamanan fisik

3. Status kenyamanan psikospiritual

4. Status kenyamanan sosiokultural Kriteria Hasil:

1. Tingkat kecemasan

2. Kepuasan klien: lingkungan fisik

3. Tingkat rasa takut

4. Tingkat rasa stress

Rencana Tindakan Rasional

NIC (Nursing Intervention 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan


Clasification): meyakinkan

1. Pengurangan kecemasan 2. Manipulasi lingkungan klien untuk


mendapatkan kenyamanan yang
2. Manajemen lingkungan:
optimal
kenyamanan
3. Pertahankan prinsip 6 benar obat
3. Pemberian obat

Resiko Perilaku Kekerasan

Perencanaa Keperawatan
Dx: Perilaku kekerasan Tujuan dan kriteria hasil:

1. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

2. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan

3. Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang dilakukannya

4. Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasannya

5. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya

6. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, verbal, dan


dengan terapi obat.

Rencana Tindakan Rasional

1. Bina hubungan saling percaya 1. Kepercayaan dari klien merupakan


hal yang mutlak serta akan
memudahkan dalam melakukan dalam
pendekatan dan tindakan keperawatan
kepada klien.

Berikan klien kesempatan


2. Bantu klien mengidentifikasi
mengungkapkan perasaan kesalnya
penyebab perilaku kekerasan.
untuk mengurangi setress dan
penyebab perasaan kesal diketahui

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-2. Menarik kesimpulan bersama klien


tanda perilaku kekerasan supaya klien mengetahui secara garis

4. Diskusikan bersama klien perilaku4. Klien mengetahui perilaku kekerasan


kekerasan apa yang dilakukan saat yang biasa dilakukan dan dapat
marah membantu klien menemukan cara yang
dapat menyelesaikan masalah

Dengan mengetahui akibat perilaku


5. Diskusikan akibat perilaku kekerasan diharapkan klien dapat
merubah perilaku kekerasannya
6. Bantu klien untuk mengontrol 5. Mengajarkan kepada klien cara
perilaku kekerasan dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara
fisik, verbal, dan minum obat fisik, verbal , maupun spiritual.

6. Latih klien minum obat secara teratur


dengan prinsip 5 benar (benar nama,
pasien, obat, waktu,dan dosis obat)
disertai penjelasan guna obat dan
akibat berhenti minum obat).

IV. Implementasi dan Evaluasi


1. Gangguan Rasa Nyaman

Hari/tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi


Selasa, 24 Gangguan 1. Mengajarkan pasien S:
rasa nyaman untuk melakukan
Maret,2020 1. Klien mengatakan masih
teknik tarik napas
cemas/takut dengan
dalam (relaksasi)
teman diruangannya
2. Mengusahakan karena mereka akan
lingkungan yang berbuat jahat kepada klien
kondusif bagi klien
2. Klien mengatakan tidak
dan meyakinkan
mau minum obat
klien bahwa ia
aman dekat O:
perawat.
- Klien tampak gelisah
3. Menjelaskan
- Klien kurang fokus
manfaat obat
(Risperidone 2mg, A:
Chloro 50
Gangguan rasa nyaman (+)
mg)kepada klien
Klien tidak mau minum obat
(+)

P:

intervensi dilanjutkan

1. Menganjurkan klien
mengikuti ibadah

2. Anjurkan klien bergabung


dengan kegiatan
kelompok seperti TAK
Rabu, 25 Gangguan 1. Menanyakan S:
rasa nyaman kembali kepada
Maret, 2020 1. Klien lupa dengan
klien cara relaksasi
manfaat minum obat
tarik napas dalam
dan manfaat minum 2. Klien mengatakan akan
obat minum obat agar dia
cepat pulang
2. Menjelaskan
kembali kepada 3. Klien mengatakan tidak
klien bahwa minum ingin
obat sangat penting
mengikuti kegiatan ibadah
untuk kesembuhan
klien 4. Klien mengikuti TAK dan
mulai berinteraksi dengan
3. Mengajarkan
teman diruangannya
kepada klien untuk
berdoa dan O:
mengikuti kegiatan
- Klien tampak tenang
ibadah
- Klien ingin
4. Menjelaskan
dikunjungi
kepada klien
keluarganya
manfaat
berinteraksi dengan A:
teman seperti
Klien tidak ingin mengikuti
mengikuti TAK
ibadah (+)

P:

intervensi dilanjutka

Kamis, 26 Gangguan 1. Menanyakan kembali S:


rasa nyaman kepada klien topic
Maret, 2020 1. Klien masih mengingat
pertemuan
topik yang dibicarakan
sebelumnya semalam

2. Menjelaskan 2. Klien mengatakan sudah


kembali manfaat mulai nyaman dengan
beribadah lingkungannya karna
saat mengikuti TAK dia
3. Memberi motivasi
berinteraksi dengan
bahwa keluarga
teman-temannya
klien pasti ingin
klien cepat sembuh 3. Klien mengatakan malas
dan pulang mengikuti kegiatan
ibadah

4. Klien mengatakan ingin


bertemu dengan
keluarganya

O:

- Klien tenang

- Klien sudah mau


berbicara dengan
temannya

A:

Klien tidak ingin mengikuti


kegiatan ibadah (+)

P:

Intervensi dilanjutkan
2. Resiko Perilaku Kekerasan

Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi

tanggal

Selasa, 24 Perilaku 1. Membina hubungan S :


kekerasan saling percaya
Maret 2020 1. Klien mau berjabat
dengan menggunakan
tangan dan berinteraksi
salam terapeutik
berjabat tangan, 2. Klien mengatakan marah dan
menjelaskan tujuan kesal jika diganggu,
interaksi, dan
3. Klien mengatakan jika
membuat kontrak
09.00 wib dia mulai marah
topik, waktu, dan
SP 1 jantungnya berdetak
tempat setiap kali
kencang, tangan mengepal,
bertemu klien.
muka merah
2. Mendiskusikan
4. Klien mengatakan
tentang penyebab
kalausudah marah akan
marah, kesal yang
melempar barang- barang,
dialami klien
berkelahi
3. Mengidentifikasi
5. Klien mengatakan orang-
tanda-tanda perilaku
orang disekitarnya menjadi
kekerasan
takut
4. Mengkaji perilaku
6. Klien mengorientasikan
kekerasan apa yang
kembali cara tarik nafas
dilakukan saat marah
dalam dan memukul kasur
5. Mengkaji akibat dan bantal.
perilaku kekerasan
klien

6. Membantu klien
mengontrol perilaku
kekerasan secara fisi

24
7. Menganjurkan klien O:
memasukan ke dalam
- Klien tampak
jadwal kegiatan harian
gelisah

- Tangan mengepal

- Klien tidak mau


berjabat tangan

A:

Klien masih cepat marah


(+)

P:

Intervensi dilanjutkan

25
Selasa, 24 Perilaku 1. Membina hubungan S:
kekerasan saling percaya
Maret 2020 1. Klien masih ingat
2. Menanyakan kembali kepada perawat dan
kepada klien klien mampu
bagaimanacara mengorientasikan
SP 2 mengontrol perilaku kembali cara tarik napas
kekerasan secara fisik dalam.
11.00 wib
3. Melatih klien minum 2. Klien mengatakan malas
obat secara teratur minum obat.
dengan prinsip 6 benar
O:
(benar klien, obat,
dosis, cara, waktu dan - Klien tampak
kontinuitas) tenang

4. Menganjurkan klien - Klien mau berjabat


memasukan ke dalam tangan
jadwal kegiatan harian

A:

Klien malas minum obat (+)

P:

Intervensi dilanjutkan

26
Rabu, 25 Perilaku 1. Membina hubungan S:
kekerasan saling percaya
Mei 2016 1. Klien tersenyum
2. Menanyakan kembali
2. Klien minum obat
kepada klien prinsip 6
benar minum obat 3. Klien mengatakan mau
mencoba meminta
3. Mengajarkan klien
cara mengungkapkan dengan baik,
rasa marah secara menolak dengan
SP 3
10.00 wib verbal
baik,
4. Menganjurkan klien
mengungkapkan
memasukan ke dalam
perasaan
jadwal kegiatan harian
dengan baik.

O:

- Klien tenang

- Ekspresi wajah baik

A:

Klien belum bisa meminta


dengan baik (+)

P:

Intervensi dilanjutkan

27
Rabu, 25 Perilaku 1. Membina hubungan S:
kekerasan saling percaya
Mei 2016 1. Klien mengatakan
2. Diskusikan hasil senang perawat
latihan mengontrol berbincang-
perilaku kekerasan bincang
secara verbal dengannya lagi

3. Mengajarkan klien 2. Klien


13.00 Wib
latihan untuk mengorientasikan
SP 4
beribadah cara
meminta,
4. Masukan ke jadwal
menolak dan
latihan berdoa
mengungkapkan
perasaan dengan
baik

3. Klien mengatakan
tidak ingin
mengikuti
ibadah

O:

- Mimik wajah
klien baik

- Klien ingin
beribadah

A: Klien tidak ingin


beribadah (+)

P:

Intervensi dilanjutkan

28
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan kepada Tn.A dengan masalah kebutuhan dasar
rasa nyaman selama beberapa hari, yaitu pada tanggal 23 sampai 26 Mei 2016.Sebagai
langkah dalam penyusunan karya tulis ilmiah dapat ditarik kesimpulan.
Pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara (anamnesa) atau
(autoanamnesa) mengobservasi klien yaitu dari segi penampilan, pembicaraan, perilaku
klien kemudian ditambah dengan menelaah catatan medic dan catatan keperawatan.
Hasil evaluasi yang didapat penulis maka disimpulkan kebutuhan rasa nyaman klien
telah terpenuhi ditandai dengan klien mau berinteraksi dengan teman-teman
diruangannya, mau mengikuti kegiatan ibadah dan berdoa dan masalah perilaku
kekerasan klien sebagian teratasi.

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M.G dkk.(2013). Nursing Interventions Classification (NIC), 6th Indonesian


edition. Indonesia: Mocomedia.

29
Ermawati, dkk.(2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa.Jakarta:
Trans Info Media.
Herdman, H.T. (2012). Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan Klasifikasi 2012- 2014.
Jakarta: EGC.
Moorhead Sue, dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th Indonesian
edition. Indonesia: Mocomedia.
Mubarak, W.I. (2007).Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam
Praktek.Cetakan pertama. Jakarta: EGC.
Potter, P & Perry, A. (2005).Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan
Praktik. Edisi 4, Volume 2 Jakarata : EGC.
Stuart , Sudeen. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa .Edisi 3.Jakarta : EGC.
Townsend, M.C. (1996).Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri.Edisi 3. Jakarta: EGC.
Videbeck, S.L. (2008).Buku Ajar Keperawatan Jiwa ( Psychiatric MentalHealth
Nursing). Jakarta: EGC
Yusuf, dkk.(2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

30

Anda mungkin juga menyukai