Anda di halaman 1dari 47

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK

MENGIDENTIFIKASI KEDALAMAN AIR TANAH DI


PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG

SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Program Studi Fisika

oleh

Muhamad Yani
4211412075

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019

i
ii
iii
iv
v
MOTTO

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari


betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah
(Thomas Alfa Edison)

vi
PERSEMBAHAN

Untuk Ayah, Ibu, dan Adik-adik


Keluarga Fisika 2012
Keluarga KSGF Unnes
Almamaterku

vii
PRAKATA

Puji syukur marilah senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang
atas nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi dengan judul “Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas Untuk
Mengidentifikasi Kedalaman Air Tanah di Perumahan Tanah Mas Kota
Semarang”.
Pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, dengan itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Sugianto, M.Si., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Negeri Semarang.
3. Dr. Suharto Linuwih, M.Si., Ketua Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.
4. Dr. Mahardika Prasetya Aji, M.Si., Ketua Program Studi Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.
5. Prof. Dr. Supriyadi, M.Si., dosen pembimbing I yang telah membimbing dan
memberikan masukan saran serta motivasi selama penyusunan skripsi ini.
6. Dr. Khumaedi, M.Si., dosen pembimbing II yang telah membimbing dan
memberikan masukan saran serta motivasi selama penyusunan skripsi ini
7. Dr. Ngurah Made DP, M.Si., dosen wali yang sering memberikan nasihat,
saran dan motivasi kepada penulis.
8. Kepala Lab. Fisika dan Teknisi Lab. Fisika Unnes yang telah membantu dan
mempermudah dalam peminjaman alat Lab. Fisika untuk penelitian ini.
9. Coordinator Penulisan Skripsi, Sekretaris Jurusan Fisaka dan TU Jurusan
Fisika yang telah membantu kelancaran dalam administrasi penyusunan
skripsi.
10. Dosen-dosen yang telah membekali ilmu baik berkaitan maupun tidak
berkaitan dengan penelitian ini.
11. Kedua orang tua serta keluarga yang senantiasa memberikan nasihat,
semangat dan doa kepada penulis.

viii
ABSTRAK

Yani, Muhamad. (2019). Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas untuk


Mengidentifikasi Kedalaman Air Tanah di Perumahan Tanah Mas Kota
Semarang. Skripsi, Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Prof. Dr. Supriyadi, M.Si.
pembimbing II Dr. Khumaedi, M.Si.
Kata Kunci: Geolistrik, Resistivitas, Air Tanah

Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup. Penggunaan air semakin


meningkat baik untuk keperluan kehidupan sehari-hari manusia, industri,
pertanian, maupun peternakan. Akibat pertumbuhan penduduk maka kebutuhan
akan daerah pemukiman juga semakin meningkat yang mengakibatkan konsumsi
air bertambah sehingga persediaan air semakin terbatas. Tujuan penelitian ini
adalah mengidentifikasi kedalaman air tanah di Perumahan Tanah Mas Kota
Semarang. Penelitian ini menggunakan metode geolistrik resistivitas VES dengan
konfigurasi Schlumberger. Pada konfigurasi Schlumberger jarak elektroda
tegangan jauh lebih kecil dari jarak elektroda arus. Pengambilan data
menggunakan resistivitymeter Naniura NRD 22 S pada lima lokasi dengan
panjang bentangan 200 m. Parameter yang terukur yaitu arus (I) dan beda
potensial (V). Pengolahan data menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel,
Ip2win, dan Rockworks. Hasil penelitian ini ditemukan lapisan batuan di bawah
permukaan tanah antara lain lapisan top soil, lempung, dan pasir. Air tanah yang
ditemukan merupakan akuifer dangkal yang diduga berada pada lapisan pasir
dengan kedalaman 9,92 meter sampai 37,7 meter. Pemodelan 2D dan 3D
dilakukan untuk mengetahui persebaran kedalam air tanah.

ix
ABSTRAK

Yani, Muhamad. (2019). Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas untuk


Mengidentifikasi Kedalaman Air Tanah di Perumahan Tanah Mas Kota
Semarang. Skripsi, Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Prof. Dr. Supriyadi, M.Si.
pembimbing II Dr. Khumaedi, M.Si.
Kata Kunci: Geolistrik, Resistivitas, Air Tanah

Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup. Penggunaan air semakin


meningkat baik untuk keperluan kehidupan sehari-hari manusia, industri,
pertanian, maupun peternakan. Akibat pertumbuhan penduduk maka kebutuhan
akan daerah pemukiman juga semakin meningkat yang mengakibatkan konsumsi
air bertambah sehingga persediaan air semakin terbatas. Tujuan penelitian ini
adalah mengidentifikasi kedalaman air tanah di Perumahan Tanah Mas Kota
Semarang. Penelitian ini menggunakan metode geolistrik resistivitas VES dengan
konfigurasi Schlumberger. Pada konfigurasi Schlumberger jarak elektroda
tegangan jauh lebih kecil dari jarak elektroda arus. Pengambilan data
menggunakan resistivitymeter Naniura NRD 22 S pada lima lokasi dengan
panjang bentangan 200 m. Parameter yang terukur yaitu arus (I) dan beda
potensial (V). Pengolahan data menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel,
Ip2win, dan Rockworks. Hasil penelitian ini ditemukan lapisan batuan di bawah
permukaan tanah antara lain lapisan top soil, lempung, dan pasir. Air tanah yang
ditemukan merupakan akuifer dangkal yang diduga berada pada lapisan pasir
dengan kedalaman 9,92 meter sampai 37,7 meter. Pemodelan 2D dan 3D
dilakukan untuk mengetahui persebaran kedalam air tanah.

x
ABSTRACT

Yani, Muhamad. (2019). Application of Geoelectrical Method to Identify the


Depth of Groundwater in Tanah Mas Residence Semarang City. Skripsi, Physics,
Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Semarang State University. First
Supervisor Prof. Dr. Supriyadi, M.Si. and Second Supervisor Dr. Khumaedi,
M.Si.
Keywords: Geoelectrical, Resistivity, Groundwater

Water is the most basic needs by living things. The need of water tends to
increase for daily life, industrial, agricultural, and livestock. Due to the population
growth, then the need of settlements area are increasing. This means that water
consumption will increase so the amount of water is getting limited. This study
aimed to identify the depth of groundwater in Tanah Mas Residence, Semarang
City. This research used Vertical Electrical Sounding (VES) method with
Schlumberger configuration. In Schlumberger configuration the electrode voltage
distance is much smaller than current electrode distance. Research data were taken
by using resistivitymeter Naniura 22 S on five locations with stretch length of 200
meters. The data were processed using Microsoft Excel, Ip2win, and Rockworks
software. The result of this study were found rock layers below the surface,
included top soil, clay, and sand layers. The groundwater were found is a shallow
aquifer which is thought to be in the sand layer with a depth of 9.92 – 37.7 meters.
The data was modeled into 2D and 3D imaging to explain the distribution and
depth of groundwater.

xi
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL HALAMAN ..................................................................................... i
PERNYATAAN ............................................................................................ iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. iv
PENGESAHAN ............................................................................................. v
MOTTO ......................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN .......................................................................................... vii
PRAKATA ..................................................................................................... viii
ABSTRAK ..................................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 4
1.3 Batasan Masalah ................................................................................ 4
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................. 5
1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ............................................................ 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Kota Semarang ..................................................................... 7
2.1.1 Fisiografi ............................................................................................ 7
2.1.2 Geomorfologi ..................................................................................... 7
2.1.3 Stratigrafi ........................................................................................... 8
2.1.4 Struktur Geologi ................................................................................. 9
2.1.5 Hidrologi ............................................................................................ 10
2.2 Air Tanah ........................................................................................... 10

xii
2.2.1 Akuifer ............................................................................................... 11
2.2.2 Cekungan Air Bawah Tanah .............................................................. 12
2.3 Metode Geolistrik .............................................................................. 12
2.3.1 Sifat Listrik Batuan ............................................................................ 13
2.3.2 Resistivitas Batuan ............................................................................. 14
2.3.3 Rumus-rumus Dasar Listrik ............................................................... 16
2.3.4 Aliran Listrik Dalam Bumi ................................................................ 18
2.3.5 Faktor Geomteri ................................................................................. 20
2.3.6 Konfigurasi Schlumberger ................................................................. 22
2.3.7 Konsep Resistivitas Semu .................................................................. 25
III. METODE PENELITIAN
3.1 Alur Penelitian ................................................................................... 26
3.2 Alat Penelitian .................................................................................... 27
3.3 Lokasi dan Waktu Pengambilan Data ................................................ 28
3.3.1 Lokasi Pengambilan Data .................................................................. 28
3.3.2 Waktu Pengambilan Data .................................................................. 29
3.4 Prosedur Pengambilan Data ............................................................... 29
3.5 Pengolahan Data ................................................................................ 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ................................................................................................... 33
4.1.1 Hasil Pengukuran Lokasi Pertama ..................................................... 34
4.1.2 Hasil Pengukuran Lokasi Kedua ........................................................ 34
4.1.3 Hasil Pengukuran Lokasi Ketiga ....................................................... 35
4.1.4 Hasil Pengukuran Lokasi Keempat .................................................... 35
4.1.5 Hasil Pengukuran Lokasi Kelima 36
4.2 Pembahasan ........................................................................................ 36
4.2.1 Pembahasan Resistivitas dan Litologi ............................................... 38
4.2.2 Analisis dan Pembahasan 2 Dimensi ................................................ 38
4.2.3 Analisis dan Pembahasan 3 Dimensi ................................................ 43
4.3 Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 46
V. KESIMPULAN DAN SARAN

xiii
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 47
5.2 Saran .................................................................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 48
LAMPIRAN ................................................................................................... 51

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1 Susunan Stratigrafi Daerah Semarang Bagian Utara .......................... 8
2.2 Variasi Resistivitas Batuan ................................................................. 15
2.3 Variasi Resitivitas Mineral ................................................................. 16
3.1 Spesifikasi Alat Geolistrik Naniura NRD 22 S .................................. 27
4.1 Nilai Resistivitas dan Kedalaman Pada Lokasi 1 ............................... 34
4.2 Nilai Resistivitas dan Kedalaman Pada Lokasi 2 ............................... 34
4.3 Nilai Resistivitas dan Kedalaman Pada Lokasi 3 ............................... 35
4.4 Nilai Resistivitas dan Kedalaman Pada Lokasi 4 ............................... 35
4.5 Nilai Resistivitas dan Kedalaman Pada Lokasi 5 ............................... 36
4.6 Jenis Tanah atau Batuan Berdasarkan Nilai Resistivitas
di Lokasi Penelitian ............................................................................ 36

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1.1 Peta Hidrogeologi Kota Semarang dan sekitarnya ............................. 1
2.1 Peta Geologi Semarang dan sekitarnya .............................................. 9
2.2 Peta Aliran Air Tanah Regional Semarang dan sekitarnya ................ 10
2.3 Peta Cekungan Air Tanah Kota Semarang dan sekitarnya ................. 11
2.4 Silinder Konduktor ............................................................................. 16
2.5 Medium Homogen Isotropis dialiri Arus Listrik ................................ 17
2.6 Potensial di Sekitar Titik Arus pada Permukaan Bumi ...................... 20
2.7 Permukaan Equipotensial dan Arah Aliran Arus Listrik
akibat Dua Sumber Arus (I dan – I) di Permukaan Bumi ................ 20
2.8 Letak Elektroda Arus dan Elektroda Potensial pada
Permukaan Bumi ................................................................................ 21
2.9 Skema Konfigurasi Schlumberger ...................................................... 23
2.10 Konsep Resistivitas Semu dalam Lapisan Tanah .............................. 25
3.1 Diagram Alur Pelaksanaan Penelitian ............................................... 26
3.2 Peralatan yang digunakan dalam Penelitian ...................................... 28
3.3 Skema Alat Geolistrik ....................................................................... 28
3.4 Peta Daerah Penelitian ....................................................................... 29
3.5 Desain Survei Lintasan Penelitian ..................................................... 30
3.6 Tahapan Pengolahan Data Geolistrik ................................................ 32
4.1 Striplog Titik Ukur Penelitian ........................................................... 38
4.2 Posisi Titik Ukur Penelitian .............................................................. 39
4.3 Cross Section Lintasan 2 dan Lintasan 1 ........................................... 39
4.4 Cross Section Lintasan 3, 5, dan 4 .................................................... 40
4.5 Cross Section Lintasan 2 dan Lintasan 3 ........................................... 41
4.6 Cross Section Lintasan 1, 5, dan 3 .................................................... 42
4.7 Cross Section Lintasan 2, 5 dan 4 ..................................................... 43
4.8 Model Litologi 3D daerah Penelitian (dari sisi barat daya) .............. 43

xvi
4.9 Model 3D Persebaran air tanah pada lapisan pasir daerah
penelitian (dari sisi tenggara) ............................................................ 44
4.10 Model 3D Stratigrafi daerah Penelitian (dari sisi barat daya) ........... 45

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Data Pengamatan ................................................................................ 51
2. Hasil Pengolahan Data Menggunakan Perangkat Lunak Ip2win ....... 55
3. Data Inputan Perangkat Lunak Rockworks ......................................... 58
4. Peta Dasar ........................................................................................... 60
5. Dokumentasi ....................................................................................... 62

xviii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota Semarang memiliki posisi astronomi pada gasris 6o 50’- 7o10’ LS, 109o 50’-
110o 35’ BT. Luas wilayah sekitar 373.67 km2 yang terdiri dari dataran rendah dan
dataran tinggi. Semarang yang merupakan ibukota dari Provinsi Jawa Tengah
adalah daerah industri terbesar di Jawa Tengah. Adanya kegiatan industri
memberikan dampak positif dan negatif bagi penduduk. Dampak positif dari
kegiatan pabrik industri yaitu memberikan keuntungan secara finansial dari segi
banyaknya lapangan pekerjaan dan meningkatkan penghasilan masyarakat.
Namun di sisi lain kegiatan industri ini memiliki dampak negatif yang
menyebabkan berbagai kerusakan terhadap lingkungan, seperti penurunan kualitas
lahan, penurunan kualitas air dan pencemaran air tanah.
Manusia dan semua makhluk hidup di bumi ini sangat membutuhkan air.
Air merupakan sumber kehidupan bagi bumi, karena semua organisme makhluk
hidup di bumi tersusun dari sel-sel yang berisi air (Kodoatie, 2008). Sebagai
sumber daya air, air bawah tanah memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
dengan sumber daya yang lain karena faktor-faktor sebagai berikut (Suharyadi,
1984):
(1) Air bawah tanah lebih baik kualitasnya atau lebih sehat karena telah
mengalami proses filtrasi alamiah lebih jauh.
(2) Ketersediaan air bawah tanah lebih stabil sepanjang tahun dan tidak
memerlukan tempat penyimpan (reservoir) yang besar.
(3) Di daerah yang tersedia air bawah tanah, mudah memperoleh dan tidak
memerlukan sarana untuk penyalurannya.
Kota Semarang memiliki peta hidrologi yang dimanfaatkan untuk
mengetahui produktifitas air tanah yang tersebar di seluruh wilayah Kota
Semarang. Daerah Tanjung Mas, Genuk dan Semarang kota memiliki tingkat
produktifitas air tanah yang tinggi dengan penyebaran yang luas. Daerah Tugu,

1
2

Ngaliyan, dan Gajahmungkur memiliki tingkat produktifitas air tanah produktif


dengan penyebaran relatif luas, sedangkan daerah Boja dan Gunungpati memiliki
tingkat produktifitas air tanah sedang dengan penyebaran luas. Gambar 1.1
menunjukan peta hidrogeologi Kota Semarang dan sekitarnya.

Gambar 1.1 Peta Hidrogeologi Kota Semarang dan sekitarnya

Berbicara tentang penyediaan kecukupan air bersih, pemerintah sudah


memberikan otoritas dan tanggung jawab kepada institusi PDAM, akan tetapi
pada kenyataannya belum mampu mememuhi secara memadai hingga saat ini.
Keaadaan tersebut memotivasi masyarakat untuk mengambil air tanah untuk
memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari, terutama memenuhi kebutuhan dunia
industri dalam jumlah besar.
Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2008 menyebutkan bahwa penggunaan
air tanah untuk berbagai keperluan (termasuk di dalamnya bagi sektor industri),
merupakan pilihan ke dua, apabila air permukaan sudah tidak mencukupi, dengan
syarat tetap memperhatikan upaya konservasi mencakup pencegahan kerusakan
lingkungan. Pemenuhan kebutuhan air bersih di kawasan industri Kota Semarang
sesungguhnya dapat dipenuhi dengan menggunakan air permukaan saja. Pada
3

kenyataannya, disinyalir seluruh sektor industri lebih memilih sumber daya air
tanah untuk untuk memenuhi kebutuhan air bersih mereka di Kota Semarang.
Kebutuhan air bersih perpipaan bersumber dari 7 bangunan produksi
dengan kapasitas total sebesar 58.436.208 m3. Kebutuhan air di Kota Semarang
pada tahun 1999 sebesar 48.407.307 m3, pada tahun 2005 total kebutuhan naik
menjadi 68.568.239 m3. Proyeksi kebutuhan air di Kota Semarang pada tahun
2030 mencapai 336 juta m3 lebih (termasuk tingkat kebocoran PDAM 25%). Jika
dilihat pada data PDAM tentang pemakaian air, maka total pemakaian yang
tercatat pada tahun 2008 adalah 34.277.257 m3, dimana 87% digunakan untuk
kebutuhan rumah tangga (Bappeda Kota Semarang, 2010).
Menilik kebutuhan air bersih masyarakat pada tahun 2005 dengan
pemakaian air dari PDAM menunjukkan bahwa setengah dari kebutuhan kota
dipenuhi melalui sumber non perpipaan baik dari air sumur dangkal, air tanah,
maupun mata air yang ada. Fakta tersebut didukung studi yang dilakukan JICA
(dalam Prihantoro, 2011), bahwa eksploitasi air bawah tanah di Semarang sebesar
0,43 juta m3/tahun pada 1990 dan meningkat sebsar 35,64 juta m3/tahun pada
1998. Menurut Dinas PSDA Semarang diperkirakaan terdapat sekitar 1.000 sumur
ABT sampai saat ini baik yang berizin maupun tidak. Akibat pembagunan
perubahan lahan dan perubahan iklim memberikan ancaman pengurangan air
bersih pada masa yang akan datang, sehingga perlu dilakukan konservasi terhadap
sumber daya air.
Berdasarkan penelitian Putro (2016) menggunakan metode geolistrik di
disebutkan bahwa di perumahan Tanah Mas telah terjadi intrusi air laut. Secara
keseluruhan intrusi air laut telah terdeteksi di bagian utara, bagian timur dan
bagian selatan perumahan Tanah Mas dengan kedalaman intrusi 19 meter hingga
26 meter dari permukaan tanah (Supriyadi, Khumaedi, & Putro, 2107). Hal itu
dikhawatirkan akan terjadi krisis air bersih di kemudian hari. Dalam rangka
mengantisipasi kebutuhan air baku, irigasi dan industri maka perlu dilakukan
survei geofisika untuk mengidentifikasi kedalaman air bawah tanah.
Metode yang digunakan adalah metode geolistrik. Metode geolistrik
merupakan salah satu metode dalam geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik
4

dengan cara mengalirkan arus listrik DC (Direct Current) yang mempunyai


tegangan tinggi ke dalam tanah. Metode geolistrik ini juga merupakan metode
yang cukup banyak digunakan dan hasilnya cukup baik (Bisri, 1991). Pendugaan
geolistrik ini didasarkan pada kenyataan bahwa material yang berbeda akan
mempunyai tahanan jenis yang berbeda apabila dialiri arus listrik. Penggunaan
Vertical Electrictrical Sounding (VES) menjadi sangat populer untuk pencairan air
tanah karena kesederhanaan teknik ini (Abdullahi et al., 2014). Selain sederhana
dan efektif, teknik ini juga membutuhkan interpretasi yang mudah untuk studi air
tanah (Adelusi et al., 2014). Studi di seluruh dunia juga mengungkapkan
pentingmya metode ini dalam pemecahan permasalahan air tanah (Hussain et al.,
2017). Berdasarkan pengamatan, sumber informasi dan permasalahan tersebut
maka dilakukan penelitian tentang “Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas Untuk
Mengidentifikasi Kedalaman Air Tanah di Perumahan Tanah Mas Kota
Semarang”.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Berapakah kedalaman air tanah di Perumahan Tanah Mas Kota Semarang ?
2. Bagaimanakah kondisi perlapisan bawah permukaan tanah di Perumahan
Tanah Mas Kota Semarang ?

1.3 Batasan Masalah


Dalam penelitian ini perlu adanya batasan masalah supaya penelitian tetap fokus
pada objek yang ingin dikaji. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Pengambilan data di lapangan menggunakan metode resistivitas (geolistrik)
dengan konfigurasi Schlumberger.
2. Kedalaman muka air tanah ditentukan berdasarkan besarnya nilai resistivitas
lapisan batuan penyusun bawah permukaan.
5

3. Pengolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakan Microsoft exel,


Ip2win dan RockWorks.

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas maka penelitian
memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui kedalaman air tanah di Perumahan Tanah Mas Kota Semarang.
2. Mengetahui kondisi perlapisan bawah permukaan tanah di perumahan Tanah
Mas Kota Semarang.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi semua pihak, adapun manfaat
yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi kedalaman air tanah di Perumahan Tanah Mas Kota
Semarang.
2. Memperoleh inforamasi mengenai kondisi lapisan bawah permukaan tanah di
Perumahan Tanah Mas Kota Semarang.
3. Data hasil penelitian dapat dijadikan referensi untuk penelitian terkait masalah
air tanah di Kota Semarang.

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi


Sistematika penulisan skripsi disusun dan dibagi menjadi 3 bagian untuk
memudahkan pemahaman tentang struktur dan isi skripsi. Penulisan skripsi ini
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian pembuka, bagian isi, dan bagian akhir.Pada
bagian pembuka skripsi terdiri dari halaman judul, lembar pengesahan, pernyataan
keaslian skripsi, motto dan persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel,
daftar gambar, dan daftar lampiran. Bagian inti skripsi meliputi:
Bab 1: Pendahuluan meliputi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
6

Bab 2: Tinjauan Pustaka memuat konsep, teori dan atau hasil penelitian yang
disajikan secara ringkas tetapi jelas dan secara langsung mendasari
pelaksanaan penelitian.
Bab 3: Metode Penelitian secara umum menampilkan cara pengumpulan,
pengolahan data, dan analisis data.
Bab 4: Hasil dan Pembahasan, dalam bab ini hasil penelitian ditampilkan secara
urut sesuai urutan rumusan masalah, sedangkan pembahasan merupakan
kumpulan argumen tentang penjelasan, relevansi, prediksi, manfaat dan
atau keterbatasan hasil penelitian.
Bab 5: Penutup, bab ini berisi tentang simpulan serta saran-saran yang berkaitan
dengan hasil penelitian.
Bagian akhir dalam skripsi berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Kota Semarang


2.1.1 Fisiografi
Letak geografi Kota Semarang merupakan simpul empat pintu gerbang, yakni
koridor pantai Utara, koridor Selatan ke arah Kabupaten Magelang dan Kabupaten
Surakarta yang dikenal dengan koridor Merapi-Merbabu, koridor Timur ke arah
Kabupaten Demak atau Grobogan dan ke arah Barat menuju Kabupaten Kendal.
Posisi geografi Kota Semarang terletak di pantai Utara Jawa tengah, tepatnya pada
gasris 6o 50’- 7o10’ LS, 109o 50’- 110o 35’ BT dengan luas wilayah mencapai
37.366.838 Ha atau 373,7 km2. Secara fisiografi daerah penelitian termasuk dalam
jalur dataran alluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter dan Rangkaian Pegunungan
Serayu Utara (Van Bemmelen, 1949).

2.1.2 Geomorfologi
Daerah Semarang bagian utara didominasi oleh daratan alluvial pantai yang
tersebar dari arah barat-timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter. Dataran
alluvial tersebut dikontrol oleh endapan pantai dan sungai. Semarang bagian
selatan didominasi oleh perbukitan dengan batuan breksi lahar vulkanik dengan
pola penyebaran membentang dari arah utara-selatan. Batuan tersebut merupakan
hasil erupsi Gunung Ungaran yang merupakan daerah tertinggi dari Semarang.
Daerah perbukitan memiliki kemiringan 2 - 40% dan ketinggian antara 90 - 200 m
di atas permukaan air laut.
Secara umum sungai-sungai di Semarang mengalir kearah utara, yaitu ke
Laut Jawa. Pola aliran sungai menunjukkan pola paralel dan beberapa berpola
dendritik (tulang daun). Satuan morfologi dibedakan menjadi satuan daratan
pantai (ketinggian 0 - 50 m di atas muka laut), satuan pebukitan (ketinggian 50 –
500 m), dan satuan kerucut gunung api dengan puncaknya Gunung Ungaran
(2.050 m).

7
8

2.1.3 Stratigrafi
Batuan sedimen fasies laut berumur Tersier tersingkap di bagian tengah Semarang
(Tinjomoyo dan Kalialang). Batuan sedimen fasies darat terdiri dari batupasir
vulkanik, konglomerat, dan breksi vulkanik. Batuan ini ditemukan di sepanjang
Sungai Garang dan Kripik. Endapan alluvial yang terdiri dari kerikil, pasir, pasir
lanauan, lanau dan lempung menempati bagian utara daerah penelitian. Ketebalan
endapan alluvial mencapai 50 m atau lebih.
Batuan yang berumur paling tua adalah batuan sedimen fasies laut
(Formasi Kalibiuk), terdiri dari perselingan antara napal batupasir tufaan dan
batupasir gampingan, yang secara keseluruhan didominasi lapisan napal. Satuan
batupasir – breksi vulkanik (Formasi Damar) terletak tidak selaras di atas satuan
batuan napal-batupasir gampingan (Formasi Kalibiuk) dan terletak tidak selaras
dengan satuan batuan breksi vulkanik (Formasi Notopuro) yang berada diatasnya.
Satuan batuan yang paling muda terdiri dari endapan dataran delta, endapan
pasang surut, dan endapan alluvial sungai. Susunan stratigrafi bagian utara daerah
Semarang dapat diamati pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Susunan Stratigrafi daerah Semarang Bagian Utara (Marsudi, 2001)
9

2.1.4 Struktur Geologi


Struktur geologi yang terdapat di daerah studi umumnya berupa sesar yang terdiri
dari sesar normal, sesar geser dan sesar naik. Sesar naik relatif berarah barat-timur
sebagian agak cembung kearah utara, sesar geser berarah utara selatan hingga
barat laut – tenggara, sedangkan sesar turun relatif berarah barat – timur. Sesar-
sesar tersebut umumnya terjadi pada batuan Formasi Kerek, Formasi Kalibening
dan Formasi Damar yang berumur Kuarter dan Tersier.
Sistem struktur geologi daerah perbukitan cukup kompleks yaitu terdiri
dari struktur lipatan dan struktur sesar, terbentuk akibat tektonik yang terjadi pada
jaman Tersier - Kuarter. Tektonik ini menyebabkan pensesaran dan pelipatan
sedimen berumur Plestosin Akhir - Plestosin tengah. Kecendrungan sumbu lipatan
dan bidang sesar berarah timur-barat, barat laut-tenggara, timur laut- barat daya.
Sayap antiklin curam di bagian utara dan sinklin curam di bagian selatan.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang – Semarang (Thanden,
Sumadirdja, & Richards, 1996), wilayah Semarang utara termasuk bagian dari
Formasi Aluvium. Formasi Aluvium terdiri dari lempung, lanau, pasir dan kerikil.
Peta Geologi Kota Semarang berdasarkan Peta Geologi Lembar – Magelang,
ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Peta Geologi Semarang dan sekitarnya (Thanden et al., 1996)
10

2.1.5 Hidrologi
Potensi air tanah di Kota Semarang bersumber pada sungai-sungai yang
mengalir di Kota Semarang antara lain Kali Garang, Kali Pengkol, Kali Kreo,
Kali Banjir Kanal Timur, Kali Babon, Kali Sringin, Kali Kripik, Kali Dungdem
dan lain sebagainya. Kali Garang yang bermata air Gunung Ungaran, alur
sungainya memanjang kearah utara hingga mencapai Pegandan, bertemu dengan
aliran Kali Kreo dan Kali Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama yang
mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang
berbelok-belok dengan aliran yang cukup deras. Peta Aliran Air Tanah di Kota
Semarang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Peta Aliran Air Tanah Regional Semarang dan sekitarnya
(Marsudi, 2001)

2.2 Air Tanah


Air tanah merupakan air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-
ruang antara butir-butir tanah atau dalam retakan-retakan batuan. Air tanah
mengalir dari daerah yang lebih tinggi menuju ke daerah yang lebih rendah dan
berakhir di laut. Secara umum aliran air tanah dipengaruhi oleh kondisi topografi,
geologi, permeabilitas dan porositas tanah. Daerah yang lebih tinggi merupakan
11

daerah imbuhan/pengisian air (recharge area), dan daerah yang rendah


merupakan daerah keluaran (discharge area) (Rolia & Surandono, 2017).
Air tanah dapat ditemukan pada ruang berpori pada batuan sedimen dan
lapisan lapuk, di lipatan dan celah batuan keras, pada zona patahan dan gua karst
(Winami et al., 2014). Menurut Seyhan (1997: 256), air tanah ditemukan pada
formasi geologi permeable (tembus air) yang dikenal sebagai akuifer (juga disebut
reservoir air tanah, formasi pengikat air) yang merupakan yang memungkinkan
jumlah air cukup besar untuk bergerak melaluinya. Air tanah juga ditemukan di
akuiklud (dasar semi permeabel) yang mengandung air tetapi tidak mampu
memindahkan jumlah air yang nyata. Akuifer ada yang terjadi secara alami dan
beberapa dibuat oleh manusia (akuifer buatan). Akuifer juga yang biasa digunakan
sebagai persediaan air bagi manusia (Bahri et al., 2017).

2.2.1 Akuifer
Akuifer adalah lapisan batuan di bawah permukaan tanah yang mengandung air
dan dapat dirembesi air (Rolia & Surondono, 2017). Menurut Seyhan (1997: 259-
260), ada 4 tipe akuifer utama.
(1) Akuifer tidak tertekan. Akuifer ini disebut juga akuifer bebas. Pada akuifer
bebas hanya sebagian dari ketebalan lapisan yang permeable yang dapat terisi
oleh air atau jenuh air. Lapisan ini dibatasi oleh lapisan impermeabel pada
bagian bawahnya. Batas atas akuifer berupa muka air tanah yang dalam
keadaan setimbang dengan tekanan udara dan sangat dipengaruhi oleh
keadaan curah hujan.
(2) Akuifer tertekan. Akuifer ini disebut juga akuifer artesis. Akuifer ini
merupakan lapisan permeable yang sepenuhnya jenuh oleh air dan dibatasi
oleh lapisan-lapisan impermeabel (confining beds) baik pada bagian atas
maupun pada bagian bawah. Tingggi tekanan air pada akuifer tertekan disebut
juga sebagai permukaan piezometric.
(3) Akuifer melayang. Akuifer ini merupakan kasus khusus dari akuifer tak
terbatas yang terjadi dimana tubuh air tanah dipisahkan dari tubuh utama
yang relatif kedap air dengan luas yang kecil.
12

(4) Akuifer semi-tertekan. Akuifer ini merupakan kasus khusus dimana akuifer
bertekanan yang dibatasi oleh lapisan-lapisan semi-permeabel.

2.2.2 Cekungan Air Bawah Tanah


Cekungan air bawah tanah adalah 1suatu daerah tempat dijumpainya lapisan
pengandung air (akuifer) dengan pasokan ABT yang memiliki perilaku tertentu
dan kualitas tertentu pula. Cekungan air tanah Semarang Demak memiliki area
yang cukup luas, yakni kurang lebih 1.386 km2 yang meliputi 321 km2 di wilayah
Kota Semarang, 864 km2 di wilayah Kabupaten Demak, 190 km2 di Kabupaten
Grobogan serta 11 km2 di Kabupaten Kendal. Peta cekungan air tanah di Kota
Semarang dan sekitarnya ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Peta Cekungan Air Tanah Kota Semarang dan sekitarnya
(Sihwanto & Sukrisno, 2000)

2.3 Metode Geolistrik


Metode geolistrik adalah salah satu metode dalam geofisika yang mempelajari
sifat aliran listrik di dalam bumi. Pengukuran metode geofisika melibatkan
pengukuran sifat-sifat fisika pada permukaan bumi untuk memperoleh informasi
struktur dan komposisi dibawah permukaan bumi (Strelec et al., 2017).
Pendeteksian di atas permukaan meliputi pengukuran medan potensial, arus, dan
elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat penginjeksian
13

arus ke dalam bumi. Dalam penelitian ini, pembahasan dikhususkan pada metode
geolistrik resistivitas.
Tujuan survei geolistrik resistivitas adalah untuk mengetahui kondisi
bawah permukaan bumi berdasarkan data resistivitas dengan melakukan
pengukuran di permukaan bumi (Putro et al., 2016). Pada metode geolistrik
resistivitas, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus,
kemudian mengukur beda potensial menggunakan dua elektroda (Supriyadi et al.,
2017). Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektoda
tertentu, dapat ditentukan variasi harga hanbatan jenis masing-masing lapisan
bawah titik ukur.
Umumnya, metode resistivitas ini hanya untuk eksplorasi dangkal, sekitar
70 meter. Jika kedalaman lapisan lebih dari harga tersebut, informasi yang
diperoleh kurang akurat, hal ini disebabkan karena lemahnya arus listrik untuk
jarak bentangan yang semakin besar. Karena itu, metode ini jarang digunakan
untuk eksplorasi dalam, sebagai contoh eksplorasi minyak. Menurut Reynold
(1997: 418), metode ini sering digunakan untuk penyeledikan air tanah, polusi air
tanah, mencari lokasi patahan, ekplorasi mineral dalam tanah dan arkeologi.
Metode resistivitas didasarkan pada asumsi model bumi berlapis homogen
isotropis. Metode ini juga efektif dalam eksplorasi air tanah, terutama ketebalan
dan kedalaman air tanah (Khalil & Santos, 2013).

2.3.1 Sifat Listrik Batuan


Batuan merupakan suatu jenis materi sehingga batuan mempunyai sifat-sifat
kelistrikan. Sifat kelistrikan batuan adalah karakteristik dari batuan bila dialirkan
arus listrik ke dalamnya. Arus listrik ini dapat berasal dari alam itu sendiri
akibat terjadinya ketidaksetimbangan, atau arus listrik yang sengaja dimasukkan
ke dalamnya (Hendrajaya & Arif, 1990).
Arus listrik dalam batuan dan mineral dapat digolongkan menjadi tiga
macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik dan
konduksi secara dielektrik (Telford, Geldart, Sheriff, & Keys, 1990, p. 284-286).
14

Konduksi secara elektronik terjadi jika batuan atau mineral mempunyai


banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral
oleh elektron-elektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga dipengaruhi oleh
sifat atau karakteristik masing-masing batuan yang dilewatinya. Salah satu sifat
atau karakteristik batuan tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis).
Konduksi secara elektrolitik terjadi pada batuan atau mineral yang
bersifat porous atau berpori-pori dan terisi oleh larutan elektrolit. Dalam hal ini
arus listrik mengalir akibat dibawa oleh ion-ion elektrolit. Konduksi dengan cara
ini lebih lambat daripada konduksi elektronik.
Konduksi secara dielektrik terjadi pada batuan atau mineral yang bersifat
dielektrik terhadap arus listrik. Artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai
elektron bebas sedikit bahkan tidak sama sekali. Tetapi karena adanya pengaruh
medan listrik dari luar maka elektron berpindah dan berkumpul terpisah dari inti
sehingga terjadi polarisasi.

2.3.2 Resistivitas Batuan


Resistivitas merupakan salah satu sifat fisis yang dimiliki batuan, yaitu,
kemampuan untuk dilewati arus listrik, jika batuan makin sulit dilewati arus listrik
maka semakin besar nilai resistivitas batuan tersebut (Suyanto & Utomo), 2014).
Menurut Telford et al., (1990: 289), dari semua sifat fisika batuan dan mineral,
resistivitas memperlihatkan variasi harga yang sangat banyak. Pada mineral-
mineral logam, harganya berkisar pada 10-5 Ωm. Begitu juga pada batuan-batuan
lain, dengan komposisi yang bermacam-macam akan menghasilkan rentang
resistivitas yang bervariasi pula. Resistivitas maksimum yang mungkin adalah
dari 1,6 x 10-8 Ωm (perak asli) hingga 1016 Ωm (belerang murni).
Konduktor biasanya didefinisikan sebagai bahan yang memiliki resistivitas
kurang dari 10-5 Ωm, sedangkan isolator memiliki resistivitas lebih dari 107 Ωm.
Bahan semikonduktor berada diantara bahan konduktor dan isolator. Di dalam
konduktor berisi banyak elektron bebas dengan mobilitas yang sangat tinggi. Pada
semikonduktor, jumlah elektron bebasnya lebih sedikit. Isolator dicirikan oleh
ikatan ionik sehingga elektoron-elektron valensi tidak bebas bergerak.
15

Secara umum berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan dan mineral


dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu:
(1) Konduktor baik : 10-8 < ρ <1 Ωm
(2) Konduktor pertengahan : 1 < ρ <10 7 Ωm
(3) Isolator : ρ >10 7 Ωm
Variasi resistivitas material batuan dan mineral ditunjukkan pada Tabel 2.2
dan Tabel 2.3.

Tabel 2.2 Variasi resistivitas batuan (Telford et al., 1990: 290)

Batuan Resistivitas (Ωm)

Konglomerat 2 x 103 - 104

Batu pasir 1 – 6.4 x 108

Unconsolidated wet clay 20

(lempung basah tidak gabungan)

Marls 3 – 70

Lempung 1 – 100

Oil Sands 4 – 800

Tuffs 2 x 103 (basah) – 105 (kering)

Lava 102 – 5 x 104

Andesite 1,7 x 102 (basah) – 4,5 x 104 (kering)

Basalt 4 x 104 (basah) – 1,3 x 107 (kering)


16

Tabel 2.3 Variasi resistivitas mineral (Telford et al., 1990: 285)

Resistivitas (Ωm)
Mineral
Rentang Rata-rata

Fire Clay 30

Air Permukaan 10 – 100

Air Tanah (Ign.Rocks) 0,5 – 150 9

Air Tanah (Sediments) 1 – 100 3

Air Laut 0,2

2.3.3 Rumus-Rumus Dasar Listrik


Dalam metoda geolistrik ini digunakan definisi-definisi :
a. Resistansi R = V/I dalam Ω
b. Resistivitas ρ = E/J dalam Ωm

c. Konduktivitas σ = 1/ρ dalam (Ωm)-1


dengan,
V : Beda potensial
I : Besar arus listrik yang mengalir
E : Medan listrik
J : Rapat arus listrik (arus listrik persatuan luas)
Jika ditinjau dari suatu silinder konduktor dengan panjang L (m), luas
penampang A (m2), dan resistivtas ρ (Ωm), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Silinder Konduktor (Haryanto, 2011)


17

Resistansi R dapat dirumuskan:


L
R (2.1)
A
Secara fisis rumus tersebut dapat diartikan jika panjang silinder konduktor
(L) dinaikkan, maka resistansi akan meningkat, dan apabila luas penampang (A)
berkurang maka resistansi juga meningkat. Tahanan jenis adalah resistivitas dalam
Ωm, J adalah rapat arus (ampere/m2) dan E adalah medan listrik (Hendrajaya et
al., 1990).
Menurut Hukum Ohm resistansi R dirumuskan:
V
R (2.2)
I
Dengan V adalah tegangan (volt) dan I adalah arus listrik (ampere), sehingga
persaman 2.1 dan 2.2 tersebut didapatkan nilai resistivitas (ρ) sebesar:
VA
 (2.3)
IL
Banyak orang sering menggunakan sifat konduktivitas (σ) batuan yang
merupakan kebalikan dari resitansi (ρ)
1 IL  I  L  J (2.4)
     
 VA  V  A  E

Dengan J adalah rapat arus (A/m2) dan E adalah medan listrik (V/m).

2.3.4 Aliran Listrik Dalam Bumi


Jika ditinjau suatu medium homogen isotropik yang dialiri arus lisrik searah I
(diberi medan listrik E) seperti pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Medium Homogen Isotropis dialiri Arus Listrik


18

Maka elemen arus listrik dl yang melalui elemen luas dA dengan kerapatan
arus J adalah:
 
dI  J .dA (2.5)
 
J  E (Hukum Ohm) (2.6)
Dengan σ adalah konduktivitas medium dalam volt/meter, maka besarnya medan
listrik dapat dinyatakan dalam:

E  V (2.7)
Rapat arusnya menjadi:

J  V (2.8)

Jika di dalam medium tidak ada sumber arus, maka


 
I   s J .dA  0 (2.9)

Sesuai Teorema Divergensi


  
 s J .dA   v (. J )dV  0 (2.10)

Hukum kekekalan muatan



.J  .( V ) (2.11)

 .(V )   2V  0 (2.12)

Karena   0, maka 2V  0
Persamaan (2.12) disebut persamaan Laplace, dalam koordinat bola operator
Laplacian berbentuk:
1   2 V  1   V  1  2V
 r    sin    0 (2.13)
r 2 r  r  r 2 sin      r 2 sin 2   2
Karena anggapan dari sistem yang ditinjau maka potensial hanya merupakan
fungsi dari jarak atau V(r), sehingga persamaan Laplace dalam koordinat bola
menjadi:
d  2 dV 
 2V  r 0 (2.14)
dr  dr 
Integrasi dua kali berturut-turut persamaan 2.14 menghasilkan:
19

dV
r dr  0
2
(2.15)
dr

dV
 dr
 C1 (2.16)

dV C1
 dr   r 2
dr (2.17)

C1
V (r )  r 2
dr (2.18)

C1
V (r )   C2 (2.19)
r
C1 dan C2 adalah konstanta sembarang. Nilai konstanta tersebut ditentukan
dengan menerapkan syarat batas yang harus dipenuhi potensial V(r), yaitu:
(1) Pada r   (jarak sangat jauh)
V ()  0, sehingga C 2  0,
C1
Vr  
r
(2) Potensial disekitar titik arus permukaan bumi
Permukaaan yang dialiri arus I adalah permukaan setengah bola dengan luas 2r 2
I
V (r )  (2.20)
2r
J  E
I I V

A  r
I I V

2r 2
 r
I
V 
2r
v
  2r (2.21)
I
Jika suatu elektroda arus ditempatkan di permukaan bumi dan
konduktivitas udara nol, maka garis ekuipotensial yang terjadi akan
membentuk permukaan setangah bola seperti pada Gambar 2.6.
20

Gambar 2.6 Potensial di Sekitar Titik Arus pada Permukaan Bumi


(Kearey, 2013: 185)

2.3.5 Faktor Geometri


Besaran koreksi letak kedua elektroda potensial terhadap kedua elektroda arus
disebut faktor geometri (Hendrajaya et al., 1990). Jika pada permukaan bumi
diinjeksikan dua sumber arus yang berlawanan polaritasnya seperti ditunjukkan
pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Permukaan Equipotensial dan Arah Aliran Arus Listrik akibat
Dua Sumber Arus (I dan – I) di Permukaan Bumi Homogen
(Reynold, 1997: 425)

Besarnya potensial di suatu titik P adalah :


I 1 1 
V(  )  
r  r 
(2.22)
2r  1 2 
21

Dengan:
r1: Jarak dari titk P ke sumber arus positif
r2: Jarak dari titk P ke sumber arus negatif
Jika ada dua titik yaitu P dan Q yang terletak didalam bumi tersebut, maka
besarnya beda potensial antara titik P dan titik Q adalah:
V pq = V p - Vq


 I  1 1   
 I 1 1 
        
 2
  r1 r2   2
   r3 r4 

I 1 1 1 1 
      (2.23)
2  r1 r2 r3 r4 
Dengan:
r3: Jarak dari titk Q ke sumber arus positif
r4: Jarak dari titk Q ke sumber arus negatif
Pada metode geolistrik, pengukuran potensial dilakukan dengan
menggunakan dua buah elektroda potensial seperti pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Letak Elektroda Arus dan Elektroda Potensial pada Permukaan
Bumi (Reynold, 1997: 425)

I  1 1 1 1 
V      
2  AM BM AN BN 

2 V

 1 1 1 1  I
    
 AM BM AN BN 
22

Dengan:
2
K 
 1 1 1 1 
    
 AM BM AN BN 

Atau
2
K 
 1 1   1 1 
    
 AM BM   AN BN 

Maka
v
 k
I

2.3.6 Konfigurasi Schlumberger


Berdasarkan konfigurasi elektroda-elektroda arus dan potensialnya, dikenal
beberapa jenis metode geolistrik resistivitas, antara lain; konfigurasi Wenner Alfa,
konfigurasi Wenner Beta, konfigurasi Wenner Gama, konfigurasi Schlumberger,
konfigurasi Sipole-dipole konfigurasi Pole-dipole, konfigurasi Pole-pole dan
konfigurasi square. Dalam konfigurasi Schlumberger, keempat elektroda
diposisikan secara simetris sepanjang garis lurus. Elektroda arus di bagian luar
dan elektroda potensial di bagian dalam.
Aturan konfigurasi Schlumberger pertama kali diperkenalkan oleh Conrad
Schlumberger, jarak elektroda potensial MN dibuat tetap sedangkan jarak AB
yang diubah-ubah. Tetapi pengaruh keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika
jarak AB diubah pada jarak yang relatif besar maka jarak MN hendaknya
diubah pula. Konfigurasi Schlumberger mendasarkan pengukuran kepada
kontinuitas pengukuran dalam satu penampang dan hasilnya suatu penampang
semu (pseudosection). Pengukuran ini dilakukan dengan membuat variasi posisi
elektroda arus (AB) dan elektroda potensial (MN). Dalam konfigurasi
Schlumberger, keempat elektroda diposisikan secara simetris sepanjang garis
lurus, elektroda arus di bagian luar dan elektroda potensial di bagian dalam.
Untuk mengubah rentang pengukuran kedalaman, elektroda arus dipindahkan ke
23

luar (menjauh), sementara elektroda potensial pada umumnya tertinggal pada


posisi yang sama (tetap) (Obiajulu et al., 2016).
Konfigurasi Sclumberger ini dapat dihitung nilai resistivitas semu (ρ) sebagai
berikut:
v
k
I
Dengan K adalah faktor geometri dari konfigurasi elektroda yang digunakan
di lapangan. Rumusan faktor geometri dapat dituliskan:
2
K 
 1 1   1 1 
    
 AM BM   AN BN 

Konfigurasi Schlumberger bertujuan untuk mengidentifikasi diskontinuitas


lateral dan vertikal (anomali konduktif lokal). Pengukuran dengan konfigurasi ini
menggunakan empat elektroda, masing-masing dua elektroda arus dan dua
elektroda tegangan. Arus diinjeksikan melalui elektroda AB, dan pengukuran beda
potensial dilakukan pada elektroda MN, jarak elektroda arus (AB) jauh lebih besar
dari jarak elektroda tegangan (MN) (Telford et al., 1990). Skema elektroda arus
dan elektroda potensial pada konfigurasi Schlumberger ditunjukkan pada Gambar
2.9.

Gambar 2.9 Skema Konfigurasi Schlumberger (Loke, 1996: 16)

Pada konfigurasi Schlumberger secara prinsip adalah mengubah jarak


elektroda arusnya. Namun semakin jauh elektroda arus dari elektroda potensialnya
maka potensial yang akan diterima oleh elektroda potensial akan mengecil.
Dengan hal ini dapat dilakukan penjagaan sensitifitas pengukuran dengan
memperluas jarak elektroda potensialnya. Dampak perubahan tersebut hanya
berpengaruh terhadap kurva perhitungan yang akan overlap. Namun ini tidak akan
berpengaruh terhadap kehomogenan resistivitas materialnya (Usman et al., 2017).
24

Konfigurasi Schlumberger VES sering digunakan karena dianggap


memiliki keunggulan dibandingkan konfigurasi yang lain, seperti memiliki
penetrasi kedalaman antara sepertiga sampai seperempat dari jarak elektroda total
(Gilbert & Lawrence, 2017). Menurut Loke (1999: 15), pola sensitifitas untuk
konfigurasi Schlumberger berbeda dengan konfigurasi Wenner khususnya pada
kurva vertical di bawah pusat konfigurasi, ada sesuatu yang besar dari nilai
sensitifitas yang tinggi yang berada di bawah elektroda M – N. kedalaman
pertengahan (median depth) konfigurasi Schlumberger kira-kira 10% lebih besar
dari pada konfigurasi Wenner, dan pada jarak elektroda yang sama kekuatan
sinyal konfigurasi ini lebih kecil dari pada konfigurasi Wenner tetapi lebih tinggi
dari pada konfigurasi dipole-dipole. Kelemahan dari konfigurasi ini adalah
pembacaan tegangan pada elektroda MN lebih kecil terutama ketika jarak AB
yang relatif jauh, sehingga diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai
tegangan listrik DC yang sangat tinggi.

2.3.7 Konsep Resistivitas Semu


Dalam pengukuran nilai potensial yang diperoleh adalah nilai potensial untuk
medium yang berlapis. Faktanya bumi terdiri dari beberapa lapisan dengan nilai ρ
yang berbeda-beda, namun apabila mengansumsikan bumi sebagai medium yang
mempunyai sifat homogen isotropik maka bumi dianggap terdiri dari lapisan yang
sama (homogen) seperti pada Gambar 2.10 sehinga nilai resistivitas yang terukur
di permukaan bumi bukanlah nilai resistivitas yang sebenarnya melainkan nilai
resistivitas semu. Resistivitas semu yang terukur merupakan resistivitas gabungan
dari beberapa lapisan tanah yang dianggap sebagai satu lapisan homogen (Rina,
2006).
25

Gambar 2.10 Konsep Resistivitas Semu dalam Lapisan Tanah

Misalkan dalam medium terdiri dari dua lapisan dan mempunyai


resistivitas yang berbeda (ρ1 dan ρ2), namun dalam pengukuran medium ini
dianggap hanya terdiri dari atau lapisan homogen yang memiliki satu nilai
resistivitas yaitu resistivitas semu ρa. Resistivitas semu merupakan resistivitas dari
suatu medium fiktif homogen yang ekivalen dengan medium berlapis yang
ditinjau. Konduktansi lapisan fiktif ini sama dengan jumlah konduktansi masing-
masing lapisan yaitu σα = σ1+ σ2 (Haryanto, 2011).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kedalaman air tanah
menggunakan metode geolistrik di Perumahan Tanah Mas Kota Semarang, maka
dapat disimpulkan:
1. Kedalaman air tanah di Perumahan Tanah Mas Kota Semarang berada pada
kedalaman 9,92 meter sampai 37,70 meter.
2. Lapisan bawah permukaan di Perumahan Tanah Mas tersusun dari lapisan top
soil, lapisan lempung berisi air asin, lapisan lempung, dan lapisan pasir berisi
air tanah.

5.2 Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah:
1. Menghindari pengambilan data di area yang terdapat tiang listrik sehingga
mendapatkan data yang baik tanpa gangguan arus dari luar.
2. Memperbanyak titik ukur di lokasi penelitian sehingga mendapatkan hasil yang
merata dan panjang bentangan sesuai target yang diinginkan.
3. Menggunakan alat geolistrik jenis lain yang memiliki sensitifitas dan
pembacaan data yang lebih akurat.

47
48

DAFTAR PUSTAKA

Abdullahi, M. G., Toriman, M. E., & Gasim, M. B. (2014). The Application of


Vertical Electrical Sounding (VES) For Groundwater Exploration in
Tudun Wada Kano State, Nigeria. International Journal of Engineering
Research and Reviews, 2(4): 51-55.

Adelusi, A. O., Ayuk, M. A., & Kayode, J. S. (2014). VLF-EM and VES: an
application to groundwater exploration in a Precambrian basement terrain
SW Nigeria. Annals of Geophysics, 57(1): 1-11.

Bahri, F. A., Rismayanti, H. F., & Warnana, D. D. (2017). Groundwater Analiysis


Using Vertical Electrical Sounding and Water Quality Tester in Sukolilo
Area, Surabaya, East Java: Significant Information for Groundwater
Resources. IPTEK Journal of Proceedings Series, 2(2): 74-78.

Bappeda. (2010). Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang 2010 – 2030.
Badan Perencana Pembangunan Daerah Kota Semarang.

Bisri, M. (1991). Aliran Air Tanah. Malang: Brawijaya University Press.

Haryanto, A. (2011). Aplikasi Metode Resistivitas Menggunakan Geolistrik untuk


Monitoring Intrusi Air Laut Skala Model. Skripsi Universitas Negeri
Semarang.
Hendrajaya, L., & Arif, I. (1990). Geolistrik Tahanan Jenis, Monografi: Metode
Eksplorasi, Bandung: Laboratorium Fisika Bumi, Institut Teknologi
Bandung.

Hussain, Y., Ullah, S.F., Akher, G., & Aslam, A. Q. (2017). Groundwater quality
elevation by electrical resistivity method for optimized tubewell site
selection in an ago-stressed Thal Doab Aquifer in Pakistan. Modeling
Earth Systems and Environment, 3(1): 1-9.

Kearey, P., Brooks, M., & Hill, I. (2013). An Introdution to Geophysical


Exploration (3rd ed.). Oxford: Jhon Wiley & Sons, Inc.
49

Khalil, M. A., & Santos, F. A. M. (2013). 2D and 3D resistivity inversion of


Schlumberger vertical electrical soundings in Wadi El Natrun, Egypt: A
case study. Journal of Applied Geophysics, 89(1): 116-124.

Kodoatie, J. K. (2012). Tata Ruang Air Tanah. Yogyakarta: Andi.

Loke, M. H. (1999). Electrical Imaging Surveys for Environmental and


Engineering Studies: A Practical Guide to 2-D and 3-D Studies. Penang:
Malaysia.

Marsudi. (2001). Prediksi Laju Amblesan Tanah di Daratan Alluvial


Semarang Propinsi Jawa Tengah. Disertasi Institut Teknologi Bandung.

Obiajulu, O. O., Okpoko, E. I., & Mgbemena, C. O. (2016). Application of


Vertical Electrical Sounding to Estimate Aquifer Characteristics of Ihliala
and Its Environs, Anembra State, Nigeria. ARPN Journal of Earth
Sciences, 5(1): 13-19.

Putro, A. S. P., Supriyadi, & Khumaedi. (2016). Application of 3D Resistivity


Method for Distribution of Seawater Intrusion in The Tanah Mas
Residential North Semarang. NATURAL B. 3(4): 298-302.

Reynold, J.M. (1997). An Introduction to Applied and Environtmental


Geophysics. England: Jhon Wiley & Sons, Ltd.

Rolia, E., & Surandono, A. (2017). Deteksi Keberadaan Akuifer Air Tanah
Menggunakan Software Ip2win Dan Rockworks 2015. TAPAK [Teknologi
Aplikasi Konstruksi]: Jurnal Program Studi Teknik Sipil, 6(1): 44-50.

Seyhan, E. (1997). Fundamental of Hydrology. Terjemahan. S. Subagyo. 1993.


Dasar-Dasar Hidrologi. Cetakan Kedua. Yogjakarta: Gadjah Mada
University Press.

Sihwanto & Sukrisno. (2000). Peta Pengendalian Air Tanah. Direktorat Geologi
dan Tata Lingkungan - Bandung.
50

Strelec, S., Mesec, J., Grabar, K. & Jug, J. (2017). Implementation of in-situ and
Geophysical Investigation Methods (ERT & MASW) with The Purpose to
Determine 2D Profile of Landslide. Acta montanistica Slovaca, 22(4):
345-358.

Supriyadi, Khumaedi, & Putro, A. S. P. (2017). Geophysical and Hydrochemical


Approach for Seawater Intrusion in North Semarang, Central java,
Indonesia. International Journal of GEOMATE: geotechnique,
construction material and environment, 12(31): 133-139.

Suyanto, I., & Utomo, A. S. (2014). Analisis Data Resistivitas Dipole-dipole


Untuk Identifikasi Dan Perhitungan Sumber Daya Asbuton Di Daerah
Kabungka, Pasarwajo, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Jurnal Fisika
Indonesia, 17(50): 1-7.

Thanden R.E., N. Sumadirdja P.W. & Richards. (1996). Peta Geologi Lembar
Magelang dan Semarang, Jawa, skala 1:100.000. Bandung: Puslitbang
Geologi.

Telford, W.M., L.P. Geldart,, R.E. Sheriff, & D.A. Keys. (1990). Applied
Geophysics (2nd ed.). London: Cambridge University.

Usman, B., Manrulu, R. H., Nurfalaq, A., Rohayu, E. (2017). Identifikasi Akuifer
Air Tanah Kota Palopo Menggunakan Metode Geolistrik Tanahan Jenis
Konfigurasi Schlumberger. Jurnal Fisika Flux, 14(2): 65-72.

Van Bemmelen, R. W. (1949), The Geology of Indonesia Vol. 1A: General


Geology Adjaeent Archipelago. Government Printing Office. Martinus
Nijhoff, The Hague, Netherlans.
Winami, E. A. T., Darsono, D., & Legowo, B. (2014). Aplikasi Metode Geolistrik
Resistivitas Konfigurasi Schlumberger Untuk Identifikasi Akuifer di
Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen. Jurnal Fisika Flux, 11(2): 119-
127.

Anda mungkin juga menyukai