PENDAHULUAN
Obat sebagai bahan kimia, bahan alam dan sebagainya jarang diberikan kepada
penderita dalam bentuk kimia murni. Umumnya diberikan dalam bentuk yang sudah
diformulasikan. Bentuk sediaan obat dapat bervariasi dari bentuk larutan sederhana sampai
pada bentuk sediaan farmasi yang kompleks yang memerlukan pengetahuan dan teknologi
canggih, dengan penambahan bahan (aditif dan eksipien) dalam formula agar dapat dicapai
sasaran dan tujuan yang diinginkan pada waktu merancang bentuk sediaan.
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dari bahan aditif obat.
2. Untuk mengetahui syarat-syarat dari bahan aditif obat.
3. Untuk mengetahui golongan-golongan yang termasuk bahan aditif obat.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, bahan aditif obat atau bahan tambahan obat
adalah zat yang dimaksudkan untuk mempertinggi kegunaan, kemantapan, keawetan, dan
sebagai zat warna, dapat ditambahkan baik pada sediaan resmi maupun pada sediaan tidak
resmi.
Zat tambahan ini dalam jumlah yang digunakan tidak boleh membahayakan dan harus
aman, tidak boleh mengganggu atau mengurangi khasiat obat dan tidak boleh mengganggu
pemeriksaan dan penentuan kadar. Jika terjadi gangguan pemeriksaan atau penetapan kadar,
harus ada cara lain yang mempunyai ketelitian, ketepatan, dan selektivitas yang setidak-
tidaknya sama dengan pemeriksaan dan penetapan kadar resmi.
1. Inert (tidak menimbulkan reaksi dengan zat aktifnya) secara kimia dan farmakologis;
2. Efektif dalam konsentrasi rendah
3. Tidak toksik (beracun), tidak merangsang dan tidak membentuk hasil antara yang berbahaya;
4. Dapat segera larut dalam air atau media lain;
5. Tidak menimbulkan warna, rasa dan aroma yang tidak dikehendaki;
6. Compatible dengan bahan lain.
2.3 Golongan Bahan Aditif
Bahan aditif obat dapat digolongkan menjadi beberapa yaitu zat pewarna, pemanis,
pengawet, pendapar, pengemulsi, pensuspensi, peembasah, antioksidan, pengental, pengisi,
pengikat, penghancur, dan pelicin.
A. Zat Pewarna
B. Zat Pemanis
Zat pemanis adalah zat yang dicampurkan ke dalam sediaan farmasi untuk
memperbaiki rasa sediaan. Berdasarkan asalnya, zat pemanis dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1. Zat Pemanis Alami
Zat pemanis alamu yaitu zat pemanis yang terbuat dari bahan-bahan alami. Zat
pemanis alami ada dua macam, yaitu pemanis nutritif dan pemanis nonnutritif. Pemanis
nutritif adalah pemanis alami yang menghasilkan kalori. Pemanis ini diperoleh dari tanaman
(sukrosa/gula tebu, gula bit, xylitol, dan fruktosa), dari hewan (laktosa dan madu), dan dari
hasil penguraian karbohidat (sirup glukosa, dekstrosa, & sorbitol). Oleh karena kandungan
kalorinya tinggi, maka seseorang yang mengkonsumsi pemanis nutritif secara berlebihan
dapat mengalami obesitas. Adapun pemanis nonnutritif adalah pemanis alami yang tidak
menghasilkan kalori. Pemanis nonnutritif berasal dari tanaman (steviosida) & dari kelompok
protein (miralin, monellin, & thaumatin).
Zat pengawet adalah bahan kimia yang dapat menghambat kerusakan sediaan farmasi,
karena serangan bakteri, ragi, jamur. Contoh bahan pengawet adalah etanol, fenol, natrium
benzoat, natrium nitrat, asam sitrat, dan asam sorbat.
Pengawet yang ideal ialah :
a. Mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi dan spektrumnya luas, bekerja pada
temperatur dan pH yang luas;
b. Mempunyai stabilitas yang tinggi pada range temperature dan pH yang digunakan;
c. Tidak toksik pada konsentrasi yang digunakan;
d. Tersatukan dengan komponen lain dalam sediaan;
e. Cepat larut pada konsentrasi yang digunakan;
f. Bebas dari bau, rasa, warna;
g. Tidak menyebabkan keracunan, karsiogenik, iritan, dan menyebabkan sensitisasi pada
konsentrasi yang digunakan.
D. Zat Pendapar
Zat pendapar dalam sediaan mempunyai fungsi untuk mengatur pH, memperbesar
potensi erja pengawet, dan meningkatkan kelarutan zat berkhasiat/obat. Contoh zat pendapar
yaitu pendapar fosfat, dan pendapar sitrat.
1. Pendapar harus mempunyai kappasitas memadai dalam kisaran pH yang diinginkan.
2. Pendapar harus aman secara biologis untuk penggunaan yang dimaksud.
3. Pendapar hanya mempunyai sedikit atau tidak mempinyai efek merusak terhadap stabilitas
produk akhir.
4. Pendapar harus memberikan rasa dan warna yang dapat diterima produk.
E. Zat Pengemulsi
Zat pengemulsi (emulsifier) adalah zat yang dapat mempertahankan dispersi lemak
dalam air dan sebaliknya. Pada sediaan emulsi bila tidak ada pengemulsi, maka lemak akan
terpisah dari airnya. Contoh pengemulsi yaitu gom arab dan gliserin.Umumnya dibedakan
dalam tiga golongan besar zat pegemulsi yaitu : surfaktan, koloid hidrofilik, dan zat padat
yang terbagi halus.
1. Surfaktan
Jumlah surfaktan yang disediakan untuk membentuk emulsi sangat besar, sehingga
tidak mungkin untuk menguraikanya. Pemilihan pengemulsi, griffin pada tahun 1947
mengembangkan sistem keseimbangan Hidrofilik-lipofilik (KHL) dari surfaktan. KHL yang
dibutuhkan untuk mengemulsi minyak tertentu dalam air dapat ditentukan dengan metode
coba dan ralat yakni dengan membuat emulsi yang tepat dengan pengemulsi yang
mempunyai kisaran harga-harga KHL, dan kemudian tentukan nilai KHL yang menghasilkan
emulsi terbaik. Umumnya dianggap bahwa penmgemulsi yang lebih hidrofilik cenderung
membentuk emulsi m/a, sednagkan surfaktan-surfaktan yang lebih nonpolar cenderung
membentuk a/m.
F. Zat Pensuspensi
Zat pensuspensi (Suspending agent) berfungsi untuk memperlambat pengendapan,
mencegah penurunan partikel, mencegah penggumpalan resin dan bahan berlemak.
Contohnya, Gom Arab, Tragakan, Amylum (Starch), karagen, Na-CMC (Carboksimetil
Selulosa). Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
Suspending agent dari alam bukan gom adalah tanah liat. Tanah liat yang sering
dipergunakan untuk tujuan menambah stabilitas suspensi ada tiga macam yaitu bentonite,
hectorite dan veegum. Apabila tanah liat dimasukkan kedalam air mereka akan mengembang
dan mudah bergerak jika dilakukan penggojokan. Peristiwa ini disebut tiksotrofi. Karena
peristiwa tersebut, kekentalan cairan akan bertambah sehingga stabilitas dari suspensi
menjadi lebih baik.
Sifat ketiga tanah liat tersebut tidak larut dalam air, sehingga penambahan
bahan tersebut kedalam suspensi adalah dengan menaburkannya pada campuran suspensi.
Kebaikan bahan suspensi dari bahan tanah liat adalah tidak dipengaruhi oleh suhu atau panas
dan fermentasi dari bakteri, karena bahan-bahan tersebut merupakan senyawa anorganik,
bukan golongan karbohidrat.
2. Bahan Pensuspensi Sintesis
Derivat selulosa
Termasuk dalam golongan ini adalah metil selulosa (methol, tylose), karbrsi metil
selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa. Dibelakang dari nama tersebut biasanya terdapat
angka atau nomor, misalnya methosol 1500. Angka ini menunjukkan kemampuan menambah
vislositas dari cairan yang dipergunakan untuk melarutkannya semakin besar angkanya
berarti kemampuannya semakin tinggi. Dalam farmasi selain untuk bahan pensuspensi juga
diginakan sebagai laksansia dan bahan penghancur (disintergator) dalam pembuatan tablet.
Zat-zat hidrofilik (sukar pelarut) dapat dibasahi dengan mudah oleh air atau cairan-
cairan polar lainnya sehingga dapat meningkatkan viskositas suspensi-suspensi air dengan
besar. Sedangkan zat-zat hidrofobik (tidak sukar pelarut) menolak air, tetapi dapat dibasahi
oleh cairan-cairan nonpolar. Zat pada hidrofilik biasanya dapat digabungmenjadi suspensi
tanpa zat pembasah.
H. Zat Antioksidan
I. Zat Pengental
Berfungsi untuk memperbesar volume massa obat agar mudah untuk dibuat. Bahan
pengisi ditambahkan jika zat aktifnya sedikit atau sulit dikempa. Biasanya digunakan
Saccharum Lactis, Amylum manihot dan lain-lain.
K. Zat Pengikat (Binder)
Zat pengikat (binder) berfungsi untuk memperbesar daya kohesi dan adhesi massa
obat agar massa obat saling melekat menjadi massa yang kompak. Zat pengikat yang biasa
digunakan ialah Gom Arab.
Zat penghancur (disintegrator) berfungsi agar obat dapat hancur dalam perut sehingga
mudah diabsorbsi. Biasanya digunakan amylum manihot kering, gelatin, agar-agar, natrium
alginat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, bahan aditif obat atau bahan tambahan obat
adalah zat yang dimaksudkan untuk mempertinggi kegunaan, kemantapan, keawetan, dan
sebagai zat warna, dapat ditambahkan baik pada sediaan resmi maupun pada sediaan tidak
resmi.
Zat tambahan ini dalam jumlah yang digunakan tidak boleh membahayakan dan harus
aman, tidak boleh mengganggu atau mengurangi khasiat obat dan tidak boleh mengganggu
pemeriksaan dan penentuan kadar.
Bahan aditif obat dapat digolongkan menjadi beberapa yaitu zat pewarna, pemanis,
pengawet, pendapar, pengemulsi, pensuspensi, peembasah, antioksidan, pengental, pengisi,
pengikat, penghancur, dan pelicin.
3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini, tidak menutup kemungkinan masih adanya banyak
kekurangan. Karena penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari kata – kata sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun penulis harapkan guna memperbaiki makalah ini
DAFTAR PUSTAKA
Farmakope Indonesia Edisi III. 1979. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.