Anda di halaman 1dari 5

KAMIKAZE: Demi Kehormatan dan Tanah Air

(Alfonsus Tegar Setyawan – Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran)

Perang Pasifik tidak bisa dilepaskan dari peran kamikaze. Korps pasukan khusus militer Jepang
ini, memiliki andil penting dalam usaha melawan gempuran sekutu di wilayah Filipina. Kamikaze
merupakan wujud dari semangat bushido Jepang yang setia dan rela berjuang mengorbankan nyawanya
demi membela negerinya. Mereka rela mati dengan menabrakkan diri ke kapal milik sekutu. Misi bunuh
diri ini memberikan kerusakan yang cukup besar bagi armada sekutu serta menjadi wujud cinta tanah air
yang melekat pada diri pasukan Jepang.
Tulisan ini memaparkan proses pembentukan, kehidupan, serta peran kamikaze dalam membantu
Jepang dalam Perang Dunia II, khususnya dalam Perang Pasifik. Strategi bunuh diri dengan menabrakan
diri ke kapal lawan merupakan misi yang tergolong ekstrim dan berbeda dengan strategi pasukan lain. Hal
ini yang memberikan ciri khas dan keunikan kamikaze, pasukan yang diharapkan dapat membawa
secercah harapan bagi pasukan Jepang demi melawan serta mempertahankan wilayah Filipina dari tangan
sekutu. Seperti apakah Kamikaze sebenarnya? Serta bagaimana peran Kamikaze dalam Perang Dunia II?
Mari simak pembahasan dalam artikel sederhana ini.

Strategi Ampuh yang Membawa Harapan


Perang Pasifik bermula ketika pangkalan laut AS, Pearl Harbour diserang oleh pasukan militer
Jepang. Sejak saat itu, pasukan militer Jepang, khususnya Angkatan Laut, mulai memperoleh
kemenangan dan menguasai berbagai wilayah, diantaranya, Filipina, Teluk Siam, Laut Tiongkok, Selat
Malaya, Singapura dan juga Hindia Belanda. Filipina memiliki arti penting bagi Jepang, karena
merupakan lalu lintas laut antara Jepang dengan daerah selatan yang kaya akan sumber daya alam. Hal itu
yang melatarbelakangi Jepang untuk mempertahankan wilayah Filipina dari AS, terutama pada Invasi Leyte.
Gambar 1: Peta Invasi Leyte yang saat Perang Pasifik
Sumber: Rielly, R. L. 2010. Kamikaze Attack of World War II. North Carolina: McFarland&Company, Inc. Hlm
112.

Invasi Leyte dilatarbelakangi oleh janji Jenderal MacArthur yang akan kembali setelah
meninggalkan wilayah Filipina pada 1942 atas perintah Presiden Roosevelt. Pada 20 Oktober 1944,
pasukan AS yang dipimpin Jenderal MacAthur mendarat di Filipina. Kedatangannya disambut baik oleh
rakyat Filipina yang tertindas oleh pendudukan Jepang. Peristiwa Leyte ini menandai perebutan wilayah
Filipina atas Jepang oleh pasukan AS.
Saat itu situasi dan kondisi perang sangat membahayakan, Jepang mengalami kesalahan dalam
memprediksi datangnya pasukan AS di Teluk Leyte. Pada mulanya, mereka mengira AS akan mendarat
di bagian selatan Leyte, akan tetapi pasukan AS memilih untuk mendarat di bagian utara Leyte, Tacloban
yang merupakan tempat pertahanan Jepang yang sangat lemah diantara tempat lainnya. Kondisi Jepang
yang semakin terdesak membuat pasukan Jepang memikirkan suatu strategi yang ampuh untuk
mengalahkan pasukan AS, hingga tercapai suatu kesepakatan untuk membentuk korps pasukan khusus
yang diberi nama Kamikaze.
Pembentukan Kamikaze digagas oleh Laksamana Madya Ohnishi, Panglima Armada Udara
pertama, yang disampaikan pada pertemuan tertutup tanggal 19 Oktober 1944. Ia menyampaikan bahwa
situasi perang sedang membahayakan dan nasib kekaisaran tergantung pada operasi Sho (dalam bahasa
Jepang berarti “kemenangan”, operasi ini merupakan rencana pertahanan dan penyerangan terhadap
serbuan sekutu). Ohnishi menyampaikan sebuah strategi jitu yang memiliki resiko yang tinggi, yaitu:
“Menurut pendapat saya, hanya ada satu cara untuk memastikan agar kekuatan kita yang sangat
sedikit ini mampu mencapai hasil maksimal. Caranya adalah dengan mengorganisir serangan
bunuh diri yang terdiri dari pesawat tempur Zero yang dipersenjatai bom seberat 250 kg. Setiap
pesawat tersebut akan ditabrakkan ke kapal induk musuh.”
Strategi ini memang sangat beresiko dan merupakan sebuah tindakan bunuh diri. Kendati
demikian, strategi menabrakkan pesawat tempur ke kapal musuh akan memberikan kerusakan yang cukup
besar dan mengacaukan pihak musuh. Strategi ini menggunakan suatu unit pasukan khusus yang diberi
nama Kamikaze. Gagasan yang diberikan oleh Ohnishi inilah yang menjadi secercah harapan bagi pihak
Jepang untuk dapat mengalahkan AS dan mempertahankan Filipina.

“Angin Dewa’’ yang Menyelamatkan


Dalam usaha mempertahankan pintu gerbang menuju wilayah selatan, Jepang membutuhkan
usaha ekstra. Cara itu dilakukan demi menjaga wilayah selatan yang kaya dengan sumber daya alam dari
genggaman sekutu. Usaha demi usaha dilakukan oleh Jepang, tak terkecuali melakukan misi bunuh diri
yang dilakukan oleh pasukan Kamikaze. Istilah Kamikaze secara harafiah berarti “Angin Dewa” yang
berasal dari nama angin yang telah menyelamatkan Jepang dari serangan bangsa Mongol. Pada 1281,
Kubilai Khan memimpin pasukannya untuk melakukan invasi terhadap Kepulauan Jepang. Ketika itu
datanglah angin topan yang menghancurkan pasukan bangsa Mongol. Peristiwa kala itu menyebabkan
bangsa Jepang menghormati angin tersebut dan menganggap itu sebagai pertolongan dari dewa, serta
menyebut angin tersebut sebagai angin dewa.
Kamikaze yang terbentuk atas usul Laksamana Madya Ohnishi ini, melakukan serangannya
dengan menggunakan pesawat Mitshubisi A6M Zero. Pesawat tempur jarak jauh ini dirancang oleh Jiro
Horikoshi. Para pilot mengendarai pesawat Zero yang sudah berisi bahan peledak, melakukan serangan
bunuh diri dengan menabrakkan pesawat ke kapal induk milik AS sehingga menghasilkan kerusakan yang
cukup besar. Anggota Kamikaze terdiri dari para pilot muda yang berusia 17-22 tahun yang mengikuti
pendidikan dasar militer di akademi militer Jepang.
John T. Correl (2015) dalam artikelnya yang berjudul The Year of the Kamikaze, menjelaskan
bahwa semangat anggota Kamikaze yang pantang menyerah dan berani mati dilatarbelakangi oleh
semangat bushido yang merupakan jalan hidup seorang ksatria atau prajurit Jepang. Semangat bushido
mengajarkan para prajurit agar tidak mudah menyerah dan berani mati secara terhormat demi kehormatan
sebagai seorang ksatria. Hal tersebut diwujudkan dalam ritual seppuku atau biasa disebut dengan hara
kiri (ritual merobek perut dengan sebilah pisau) untuk mendapatkan sebuah kehormatan. Hal itulah yang
menjadi semangat pasukan Jepang dalam Perang Dunia II dan diwujudkan dalam aksi kamikaze.
Kepercayaan Jepang akan angin dewa yang menyelamatkan Jepang dari pasukan Mongol
memberikan keyakinan akan pendirian pasukan khusus yang diharapkan dapat menjadi ‘penyelamat’
Jepang dalam mempertahankan wilayah Filipina. Masyarakat Jepang, khususnya para tentara identik
dengan kegigihan dan pantang menyerah dalam menghadapi suatu persoalan. Bushido yang sudah turun
temurun melekat dalam masyarakat Jepang menjadi semangat serta pedoman dalam membela kehormatan
dan tanah air dalam situasi apapun. Hal inilah yang mendorong terbentuknya Kamikaze yang berperan
menjadi ‘penyelamat’ bagi bangsa Jepang dalam Perang Dunia II.

Peran Kamikaze dalam Perang Dunia II


Pembentukan Kamikaze pasti memiliki suatu alasan. Situasi Jepang yang terdesak karena
kedatangan sekutu menjadi alasan pembentukan korps pasukan militer khusus ini. Dalam kondisi yang
terdesak lahirlah suatu gagasan untuk melakukan misi bunuh terhadap kapal sekutu. Kamikaze diharapkan
dapat berperan besar dalam usaha Jepang untuk mempertahankan Filipina dari serangan sekutu.
Kamikaze sebagai pasukan misi khusus militer Jepang memiliki peran penting bagi Perang Dunia II,
khususnya dalam Perang Pasifik. Pasukan ini memiliki empat unit, diantaranya, Unit Asahi, Unit
Shikishima, Unit Yamato, dan Unit Yamazakura. Nama-nama tersebut terinspirasi dari sebuah puisi
patriotik yang di buat oleh sarjana klasik Jepang, Motoori Norinaga.
Pada 25 Oktober 1944, Kamikaze melancarkan aksi pertamanya, dalam pertempuran di Teluk
Leyte. Aksi tersebut dilakukan oleh Unit Shikishima di bawah pimpinan Kapten Yukio Seki. Lima
pesawat Zero yang dimuati bahan peledak melakukan aksi bunuh diri dan berhasil merusak dan
menenggelamkan beberapa kapal induk, dan kapal milik sekutu lainnya. Kesuksesan serangan Kamikaze
yang pertama menimbulkan semangat baru serta menghapuskan kecemasan dan ketakutan yang telah
menghantui para pasukan lainnya.
Gambar 2:
Kondisi kapal Belleau Wood CVL 24 milik AS yang rusak parah akibat serangan kamikaze.

Sumber: Rielly, R. L. 2010. Kamikaze Attack of World War II. North Carolina: McFarland&Company, Inc. Hlm
124.

Setelah keberhasilan penyerangan yang pertama, serangan demi serangan terus dilancarkan oleh
Kamikaze dalam rangka mempertahankan Filipina dari gempuran sekutu. Walaupun merupakan serangan
bunuh diri, cara ini cukup efektif dalam merusak kapal lawan. Hasilnya, 36 kapal Amerika tenggelam,
serta 368 kapal perang dan kapal lainnya rusak parah. 25 Oktober 1944 menjadi tanggal bersejarah bagi
Jepang, dimana Kamikaze berhasil melancarkan serangan pertama mereka ke kapal AS. Serangan tersebut
berhasil merusak kapal AS dan membangkitkan semangat dan keyakinan dalam diri para pasukan Jepang.
Serangan pertama Kamikaze menjadi awal dari serangan Kamikaze lainnya yang dapat merepotkan pihak
AS dalam membendung serangan udara dan laut Jepang. Pasukan khusus ini memiliki andil besar dalam
usaha Jepang mempertahankan Filipina agar tidak jatuh ke tangan Sekutu. Semangat dan kegigihan
Kamikaze mengajarkan kita akan pentingnya sebuah pengorbanan, kegigihan, dan cinta akan tanah air.
Referensi:

Anggoro, D. (Penyunting). 2008. Kisah Para Pilot Kamikaze: Pasukan Udara Berani Mati Jepang pada
Perang Dunia II. Depok: Komunitas Bambu.
Axell, A. dan Hideaki K. 2002. Kamikaze: Japan’s Suicide Gods. London: Pearson Education.
Correll, J.T. (2015, Agustus). “The Year of the Kamikaze”. Air Force Magazine, hlm. 57.
Dimyati, M. 1953. Sedjarah Perang Dunia. Jakarta: Bulan Bintang.
Hikmah, W. 2012. Kamikaze: Strategi Militer Jepang di Akhir Perang Dunia II. (Skripsi). Universitas
Indonesia, Depok.
Nohara, S. 1983. A6M Zero in Action. Carrollton: Squadron/Signal Publications.
Ojong, P. K. 2001. Perang Pasifik. Jakarta: Kompas.
Rielly, R. L. 2010. Kamikaze Attack of World War II. North Carolina: McFarland&Company, Inc.

Anda mungkin juga menyukai