Anda di halaman 1dari 32

23 .

Manusia· dan Kebudaya_an

Keb~dayaan didefinisikan untuk pertama kali oleh E. B. Taylor pada


tahun 1871, lebih dari seratus tahun yang lalu, dalam bukunya Primitive
Culture'! di mana kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang men•
cakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta ke•
rnampuan dan kebiasaan Iainnya yang diperoleh manusia sebagai ang•
gota rnasyarakat.U Meskipun pada tahun 1952 Kroeber dan K1uckholn
menginventarisasikan Jebih dari 150 definisi tentang kebudayaan yang
dihasilkan .oleh publikasi tentang kebudayaan selama lebih kurang tiga
perempat ab~d3) namurr pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang
bersifat prinsip dengan definisi pertarna yang dicetuskan Taylor. Kuntja•
raningrat (1974) secara lebih terperinci membagi kebudayaan menjadi
unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan .•
~stem -dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, ke•
senian, sistem rnata -pencaharian serta sistem teknologi dan peralatan. 4)
Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak
sekali. Adanya kebutuhan hidupinilah yang mendorong_manusia untuk
melakukan berbagai tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan ter•
sebut. Dalam hal . ini, menurut Ashley Montagu, kebudayaan men•
cerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya.5>
Manusia berbeda dengan binatang bukan saja dalarn banyaknya ke•
butuhan namun juga dalam cara memenuh! kebutuhan tersebut, Kebu•
daya~nlah, dalam konteks ini, yang mernberikan garis pernisah antara
manusia dan binatang. Maslow mengi~enti~ikasikan lirna kelonlpok ke•
butuhan manusia yakni kebutuh~~ fis1~log1~ rasa aman, afiliasi, harga
diri - dan pengembangan
1
potensi. l · B1nata~g kebut-\lhannya tcrpusat
kepada dua kelompok pertarna dari ka!egon Maslo_w·. yakni kebutuhan
fisiolog!s dan rasa aman serta mernenuhi ·kebutuhan 101 secara instinktif:
· Sedangkan manusia tidak mempunyai kernampuan bertindak secara oto•
matis yang berdasarkan instink tersebut dan oleh sebab itu dia berpaling
kepada kebudayaan yang mehgajarkan cara hidup. Pada hakikatnya,
menurut Mavies dan John Biesanz, kebudayaan merupakan alat penye.
larnat (survival kit) kernanusiaan ci~ muka
bumi.7> _
K.etidakmampuan manusia untuk bertindak instinktif ini diimbang]
oleh kemarnpuan lain yakni kemampuan untuk belajar, berkomunikas;
dan rnenguasai obyek-obyek yang bersif at fisik , Kemampuan untuk
belajar .ini dimungkinkan oleh berkernbangnya inteligensi dan cara ber•
pikir sirnbolik. Terlebih-lebih lagi manusia rnempunyai budi yang me•
rupakan pola kejiwaan yang di dalamnya terkandung "dorongan-dorongan
hidup yang dasar, inseting, perasaan, dengan pikiran, kemauan dan
fantasi."8> Budi inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu
hubungan yang bennakna dengan alam sekitamya dengan jalan memberi
penilaian terhadap obyek dan kejadian. Pilihan nilai inilah yang menjadi
· tujuan clan isi kebudayaan. 9) · _
Nilai-nilai budaya ini adalah jiwa dari kebudayaan dan menjadi dasar _
dari segenap wujud kebudayaan. Di samping nilai-nilai budayaini kebv•
dayaan diwujudkan dalam bentuk tata hidup yang merupakan kegiatan
manusia yang mencenninkan nilai budaya .yang dikandungnya. Pada
dasarnya tata hidup merupakan pencerrninan yang kongkret dari nilai
budaya yang bersifat abstrak: kegiatan manusia dapat ditangkap· oleh
pancaindera sedangkan nilai budaya hanya tertangguk oleh budi ma•
nusia, Di samping itu maka nilai budaya dan _ tata hid up, manusia
ditopang oleh perwujudan kebudayaan yang ketiga yang berupa ~arana
~e~udayaan. Sarana kebudayaan ini pada dasarnya merupakan perw~•
juoan yang bersif at fisikyang merupakan produk dari kebudayaan a tau
alat yang memberikan kemudahandalarn berkehidupan.
·-·n . ,,...., U.UQ.U 14!;(;{ can kebudayaan . .
ungannya dengan pendidikan seb b tersebut di atas sangar
dal~ suatu kebudayaan diperoleh a sem_ua materi yang tertat hu•
belajar. Lewat .kegiatan belaj ar 1n1. ·1· m~nus1a secara sadar 1 . andung
· ah d1terusk k ewat proses
rasi yang satu kepada generasi . an ebudayaan d ..
di . . . se1anJutnya D · an gene-
bud iteruskan dari wakr k . engan demikian mak k
ayaan
u e waktu. keb da
b erek sistensi
. .
pada masa kini dan k b · u vaan
a e-
telah lal
yang
masa yang akan datang Atari . e udayaan masa kini disampaikan ke
. k .. , menurut Alfred Ko b ki . . . e
mempunyai ema~puan k rzy s
mengikat 1, kebudayaan
bahan kirniawi, binatang menoikat. wa tu. Ta~aman mengikat bahan.
~ ruang tetapi hanva
yang mampu mengikat waktn. lO) , · manus1a. seorang
Dalam kaitan pendidikan dengan k b d . . .
kaji beberapa rnasalah pokok e u ayaan ~ndah akan_dicoba
di-
yang patut mendapatkan pe h ti p
kajian ini ditujukan untuk menyelami hebe iak - r a ian. eng-
· rapa gej a yang mempunyai
pengaru h pentmg dalam proses pendidikan kita Masal h . . k .
kati dari segi nilai-nilai budaya sebab ob k ·. "lab a nu a an elide•
d id l b · · . ye int . yang merupakan
asar 1 . ea agt perwuiudan kebudayaan Iainnya.

Kebudayaan dan Pendidikan


Allport, Vernon dan Lindzey (1951) mengidentiflkasikan enam nilai
das~ dalam kebudayaan yakni nilai teori, ekonorni, estetika, sosial,
politik dan agama. Yang dimaksudkan dengan nilai teori adalah hakikat
··penernu'ln kebenaran lewat- berbagai metode seperti rasionalisme,
empirisme dan metode ilrniah. Nilai ekonomi rnencakup kegunaan dari
berbagai benda dalam rnernenuhi kebutuhan manusia. Nilai estetika ber•
hubungan dengan keindahan dan segi-segi artistik yang menyangkut
antara lain bentuk, harmoni dan wujud kesenian Jainnya yang memberi•
kan kenikmatan kepada manusia, Nilai sosial berorientasi kepada hu•
bungan antarmanusia dan penekanansegi-segi kemanusiaan yang luhur.
Nilai politik berpusat kepada kekuasaan dan pengaruh baik dalam ke•
hidupan-bermasyarakat maupun dunia politik. Sedangkan nilai agarna
. mererigkuh penghayatan yang bersifat mistik dan transedental dal~
usaha manusia untuk mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya ..di
muka bumi.U! Setiap kebudayaan mempunyai skala hirarki rnengenai
mana yang lebih penting dan rnana y~ng kurang i:e?ti~ ~ari ~ai-nilai
tersebut di atas serta.mernpunyai peniJaian rersendiri dari nap-nap k_ate_-
. .. hbana (1975) men~kaji perkembangan kebudayaan Ind
gon. A 1 1sJa . . . . one-
. d . egi ini dalam pubhkas1nya Perkembangan Selarah Kebuday
sra an s . . . _ . ll) aan
Indonesia dari Jurusan N1/01-n1la1. . .
Berdasarkanpenggolo.n~an t~rsebut d1 atas ma~a .m~~lah pertarna
d"hadapi oleh pend1d1kan ialah menetapkan nilai-nila] budaya apa
yang I di . ak ki p .. .
saja yang barns dikembangkan dal~m 1r1 an ta. endid1kan yang
dapat diartikan secara luas sebagai usaha yang sadar dan sistematis
dalam membantu anak didik untuk mengembangkan _pikiran, kepribadi•
an dan kemampuan fisiknya.13), mengharuskan kita setiap waktu untuk
mengkaji kembali masalah tersebut. Hal ini harus dilakukan ~sebabkan
oleh dua hal yakni, pertama, nilai-nilai budaya yang harus dikembang•
kan dalam diri anak didik kita haruslah relevan dengan kurun zarnan di
mana anak itu akan bidup kelak dan, kedua, usaha pendidikan yang sa•
dar dan sistematis menghaiuskan lcita untuk lebih eksplisit dan definitif
tentang hakikat n~l~-nilai budaya tersebut, Keharusan kita ·untuk ber•
sifat eksplisit dan def'lliitif ini disebabkan gejala kebudayaan, yang me•
rninjam perkataan Hall. lebih banyak bersifat tersembunyi (implisit)
daripada terungkap (eksplisit), dan anehnya, hakikat -kebudayan itu
justru lebih tersembunyi bagi anggota rnasyarakatnya.t+i Gejala yang ke•
Jihatannya bersifat paradoks ini mungkin tidak mengherankan lagi bila
diingat bahwa banyak. aspek kebudayaan yang kita terima begitu saja
tanpa pengenalan clan pendalaman yang sadar. .
Masalah ini lebih seriusIagi kalau diperhatikan bahwa pada kenyata•
annya nilai-nilai budaya yang disampaikan lewat proses pendidikan bu~
kan nil~-nilai budaya yang diped~kan oleh anak didik ki~a kela~1 ~~
mana dia akan dewasa dan berfungei dal m masyarakat mela1nkan 1-at °
nilai konvensional yang sekarang berlaku yang didalami dan dipraktek·
kan oleh orang tua clan guru mereka selaku pendidik Kesimpulan
sernentara penelitian Sheldon Shaeffer di kecamatan Turen, M~::
11
(1978), ?1enyebutkan babwa kegiatan pendidikan dasar di sa?a iak
memben~an pengetahuan. nilai, sikap yang diperlukan ~nak itu_ keuru
untuk hidup dalam abad XXJ.IS)· Bukan rahasia -lagi bahwa g
5 u pendidik te~masuk ke dalam kelompok Yan b .
dalam rnenghadapi pemba~a~ d_an, pel'Ubahan. s ersikap konserv .,
Untuk rnenentukan nilai-nilai mana yang · at11
per kina se k arang i· ma k· -a pertama sekali kitPathut 01
han· an m
· endapatk
per k ira k an s k d an· masyarakat kita di· masa a a. rus daPat rne1a11n,
enan·o
. k - . - . - , yang akan d
Skenario masyara at. Indonesia di. masa ·yang akan d . _ atang,
memperhatikan indikator dan _ perkembaiigan yang :::r tersebut,
cenderung untuk mempunyai karakteris~ik-karakteris_tik seb '?1& .a~a, .
(1) Memperhatlkan tujuan dan strategi pembang·unan. n·agas~ benkut:
· - 1ona1 ki
maka masyarakat Indonesia akan beralih dari masyarakat t di . ita
. . . k _ ra 1s1ona1
_ yang .rura l agran s enj a 1 masyara at moder n yang dan b .
- di
rn urban
industri serta (2) Pengembangan kebudayaan kita dituiukan ke ara~sifat
wujudan peradaban yang bersifat khas berdasarkan filsafat dan ::r:
dangan hidup bangsa Indonesia .yakni Pancasila, - · n
Karakteristik pertama mengharuskan kita untuk rriemusatkan
perhatian kepada nilai-nilai yang relevan dengan masyarakar modern
yang sedang dikembangkan. Dibandingkan dengan masyarakai
tradisional maka masyarakat modern mempunyai indikator-indikator

sebagai berikut: (a) lebih bersifat analitik di mana sebagian besar aspek
kehidupa n bermasyarakat didasarkan kepada asas efisiensi baik yang
bersifat teknis maupun ekonomis dan (b) · lebih bersifat individual
daripada komunal terutama ditinjau dari segi pengembangan potensi
manusiawi dan masalah survival. ·
Indikator pertama memberikan tempat yang p_enting-kepada nilai teori
dan nilai ekonomi. Nilai teori ini terutama sekali b.erkaitan erat dengan
aspek penalaran (reasoning), ilmu dan teknotosl. · Sedangkan nila~
ekonomi berpusat kepada penggunaan sumber dan benda ekononu
secara lebih efektif dan efisien berdasarkan kalkulasi yang b~rtangg~
jawab umpamanya pola konsumsi masyarakat. Indikator kedua me~~•
bulkan pergeseran dalam nilai sosial dan nilai kekuasaan (politid. :
Ked ua 01·1 i· ru· h I ebi·h b- · kepada kepercaya an pada in
ai· arus erori·entasi
sendiri serta keberanian untuk rnengambil keputusan sendiri. · da
Suatu rnasyarakat modern yang berasaskan efisiensi bertumpu ~;paan
ilmu dan teknologi sebagai landasan utarnanya. Semua aspek kehi ~~an
bermasyarakat ditata secara rasional berdasarkan analisis. Pengant tasi
1

berbagai. hal didasar


. k argumen
kan kepada kera~~ a bersifat
yang didukung penalaran yang kuat. Kekuatan berp1k1r ~kan ber•
1
dominan dan mendesak ke belakang cara penarikan kesimpu a;arang
dasarkan intuisi, perasa~- d~n trlid_isi. D:U~ .masyaraka~:: tradisi .·
keadaan ini bersifat terbalik di mana justru intuisi, perasaan
. h ang bersifat dominan. Peranan berpikir belum menda
st u 1 a. Y . .f d h d . .1 . . . Pat temp
. priontas ya ng relati ren an ru ai teon dalam st 1 . at
d enga n . . e set n1 1 .
a
. .
. · kita. Patut ditandaskan di sim bahwa dalarn masyarakat a1-
n1 1 a1 . . . . . moder
b ukan tidak terdapat ternpat bagi mtuisi, · ·
perasaan dan tradisi
· di . ' namun
n
h uan 1n1 menja 1 relatij kurang p .
pe ranan ketiga sumber pengeta. ki en ting
dibandingkan dengan berpi r ·
Secara bertahap masyarakat tradisional · yang b_erorientasi ke d
status akan · k at mo d ern yang beroriepnat a.
menj a 1 masyara
beralih· di ·
kepada prestasi. Persaingan akan lebih tampak umpamanya saja' dal~1
m ncari ternpat dalam sistem pendidikan dan mencari pekerjaan 'di ma:
gejala ini sudah kita rasakan sekarang. Hubungan antarmanusia akan
lebih bersif at individual di mana survival seseorang ditentukan oleh ke•
mampuannya untuk bersaing secara produktif dalam masyarakat yang
menekankan kepada prestasi. Untuk terjun ke gelanggang yang keras ini
manusia harus dibekali dengan kepercayaan pada diri sendiri serta per•
siapan mental dan kemampuan untuk bersaing, Tanpa kelengkapan ini
maka dia akan tersingkir dan gagal menjadi anggota masyarakat yang
berguna. Mereka akan menjadi golongan yang dropout dari masyara-
kat sekitarnya dan mernbentuk kclornpok sendiri yang bersif'at disfung•
sional, Suaiu gejala yang pun sekarang ini sudah iarnpak di ncgara-negara
industri yang maju dalam bentuk hippies, beatnik dan kelompok•
kelompok lainnya yang bersif at deviatif.. Sekiranya kesimpulan semen·
tara Sheldon Shaeffer itu .ternyata benar dan -bersifat universal maka
perlu diambil tindakan-tindakan preventif dan kuratif sebelum
semuanya terlambat, Adalah lampu merah yang patut diperhatikan. oleh
segenap para pendidik di negara kita jika sekiranya benar bahwa si~tem
pen di1d kita gagal dalam membenk. an pengetahuan. m·1 3.1. dan s1ka.
ik
1 an
P
yang diperlukan anak didik kita di masa yang akan datang. . d-
Pengembangan kebudayaan nasional kita ditujukan ke arah terwuJU
. . . bangsa
- nya suatu peradaban yang mencerminkan aspirasi dan c1ta-ctta .
Ind p ancasi.la d an
yang rnerupakan filsafat dan pan ang
h1duPr-
onesi·a.
b angsa I n · · daban te
onesia merupakan dasar baai pengembangan pera ·1ai
d 0
s~ e b N untuk mewuj·udkan peradaban tersebut d1• per l ~ kan · °
ut. amun· 1ke· • . •

khusus yang bernama kreativitas, Kreativitas dapat diartikan sebagaih16)


. - masala .
mampuan untu k rnencan pernecahan baru terhadap suatu · ke·
N ·1 ... b if · otens1
i 1.a1 101 erst at mendorong ke arah pengem bangan segenap P ·vitas
. 1 . .
b u dayaan aa am mewuiudxan peradaban yang khas.·Tanpa kreatl
.
ma k l 1 as!:11 1 ya ada1ah serba tanggung: rnedioxriti tanpa ya
·fjg
a re~onjcla~
,
jelas. Kegi~tan kreatif berai:1 mel~kukan sesuatu yan~ lain, s~~tu
pola
yang bersifat altematif, bag_1 kelaz11:1an y.ang tclah bersif at ba~u. i 7,
Dan
dalarn hal ini kreativitas senng bersilang jalan derigan konf ormitas:
apa.
kab kita berani untuk maju, atao aman dalarn status quo, bernama
stabi-
, .
1
!
ta
?
s.
Kreativitris sering dihubungkan dengan kreasi di bidang seni. l-
Iorace
B. English dan Ava C. English (1958) mendefinisikan kreativitas
sebagai kemampuan untuk menciptakan modus baru dalarn
ekspresi artistik .18} Dalarn proses pengembangan kebudayaan nilai
estetika mernpunyai ke• dudukan yang khusus, dia bukan saja
merupakan ekspresi yang menyi• mak keindahan yang memperkaya
khazanah batin, namun.juga berfung•
si sebagai media yang rnemperhalus budi pekerti. "Selalu terdapat
la• dang moral yang subur," kata Gilbert Chesterton, "untuk
pertum.buhan artistik yang luhur." Dalam hal ini ilmu dan seni bersifat
saling meleng• kapi: kalau ilmuwan mengkaji aspek yang bersif
at generik dari ujud fisik, maka seniman menyentuh daerah yang-
paling pribadi19), kemanu•
siaan yang solitcr dan unik. 20)
Ni.lai agama·berfuligsi sebagai surnber moral bagi segenap
kegi3ta~.
H~kikat sernua upay:1 manusia dalam lingkup kebudayaan har~s!a~ d
tuiukar, untuk men1ngkatkan martabat . manusia Sebab kalau ud
mak hal . . b a.A ... • • •
. .a rm ukanlah proses pembudayaan rnelainkan dekadensi,
ke-
rd:.inh1h~n pcradaban. Dalam hal ini maka ->g~9'1"'\~ m embcrikan
kompas
an tum b ~ ;l.•·•-
m• : an: .sc. uah makna, semacam arti 'yang membedakan
seorang
te'ka~oulsota. dari UJUd beriuta galaksi. Kema] ~an pesat di bidang ilrn u
dan
.. g1 Yang tern • . ;' . · ·~ · me-
· .kebahagiaan
membenkan yang ha-ktK~ ,
.n'\·ebabk tidak · . ya~a
" an manUSta be ·· . . .
SeperU
jug.a seni den .1 rp~ung kembah kepada nilai-nilai agama. •
..
- gan ' mu rnak . . .- l
nekaP•·
katau .iln1u bersifat .. bi "a pun agama dengan ilmu sahng me e ...
dan
abadi. Kiranya tak dan pragma_tis maka agarna adala~
~s inu_tla\tuk
0~
mengungkapkan hakika ~~ yang lebih tepat selain Albert ElllSteU1 u
a.da·
t iru dengan kata-kara t '' Ilmu tanpa agarna

17 ... , .. ..__
nal sebagai kurun ilmu dan tek 1 .
dari pengaruhnya,
• .
dan mau t~do 1 a
ko.grna
i, kebudavaan
f •
kita pun tak t I
f aktor 1n1. Sayangnya yang 1 bih u iarus ikut me . er epas ·
. . e I domin· inperhttun k .
h1dupan
. . kita adalah teknolog 1·n
. Ya vang m . an pengaruhnya t h g
er adap k an
1lm1ah. Sedangkan hakikat keil . - . . crupakan produk da · k . · e-
• • r ~ • • rn Jan rtu sendi ' . fl eg1atan
nilai yang konstrukti f bagi penge b n yang merupakan s b
dik m angan keb d um er
ru h nya d ~pat 1 atakan minima; sekali. u avaan nasional penga-
Un itu maka pengkajian kit k .
. I a a an di f okusk
tuk
k
men1ng atkan peranan ilmu seb . pada usaha u ntuk
aga1 sumber ·1 .
an
.
pengembangan kebudayaa·n nasional O ~1 .a1 yang mendukung
1
akan dikaji hakikat ilmu dan ni·lai·, .·1 . a am hal 101 maka pertama sekali
-ru ai yang dika d
ruhnya terhadap pengembangan keb d .n unsnva.sena penga-
dipikirkan lang_kah-langkah yang mil~ ~~:a;,::s•onal. Setelah it~ akan
_ kan peranan keilmuan, g ukan untuk men1ngkat-

Ilmu Sebagai Suatu


Cara Berpikir
I~mu ~erupakan suatu cara berpikir dalam menghasilkan suatu ke•
simpulan yang berupa pengetahuan · yang dapat diandalkan, Berpikir
?uka~ satu-satunya cara dalam mendapatkan pengetahuan, demikian
juga ilmu bukan satu-satunya produk dari kegiatan berpikir. llmu me-
- rupakan prcduk dari proses berpikir menurut langkah-langkah tertentu
yang secara umum dapat disebut sebagai berpikir ilmiah.
Berpikir ilmiah merupakan kegiatan berpikir yang memenubi persya•
ratan-persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut pada hakikatnya men•
cakup dua kriteria utarna yakni, pertama, berpikir ilmiah harus mempu•
nyai alur jaJan pikiran yang logis dan, kedua, pernyataan yang bersifat
logis tersebut harus didukung oleh fakta empiris. Persyaratan pertama
rnengharuskan alur jalan pikiran kita untuk konsisten dengan
pengeta• huan ilmiah yang telah ada sedangkan persyaratan kedua
mengharuskan kita untuk menerima pernyataan yang didukung oleh
fakta sebagai per• nyataan yang benar secara ilrniah. Pernyataan yang
telah teruji -kebenar• a n nya ini kemudian mem perkava k hasanah
pengetahuan ilrniah yang disusun secara sistematik dan kumulatif.
Kebenaran ilmiah ini tidaklah
bersifat mutlak sebab mungkin saja pernyataan yang sekarans logis
ke•
mudian akan bertentangan dengan pengetahuan ilrniah baru atau P:r•
nyataan yang sekarang didukung oleh fa~ta ternyata k_emud1~~
ditentang oleh penemuan baru. Kebenaran ilrniah terbuka bagi koreksi
_ Dari hakikat berpikir ilmiah tersebut maka kita dapat menyimpul ..
kan beberapa karakteristik dari ilmu. Pertama ialah bahwa ilrnu rrtern:
percayai rasio sebagai alat untuk mendapatkan. pengetahuan yang
benar. Walaupun dernikian maka berpikir secara rasional ini pun harus
rnemenuhi syarat-syarat tertentu agar sarnpai kepada kesirnpulan yang
dapat diandalkan. Untuk itu maka ilmu rnempunyai karakteristik yang
kedua yakni alur jalan pikiran yang logis yang konsisten dengan pengeta ..
huan yang telah ado. Walaupun demikian maka tidak semua yang logis
itu didukung fakta atau mengandung kebenaran secara empiris. Untuk
itu maka ilmu mensyaratkan karakteristik yang ketiga yakni pengujian
secara empiris sebagai kriteria kebenaran obyektif. Pernyataan yang di•
jabarkan secara logis dan telah teruji secara empiris Jalu dianggap benar

secara ilmiah dan memperkaya khazanah pengetahuan ilmiah. Walau-
pun demikian tidak ada jaminan bahwa pernyataan yang sekarang benar
secara ilmiah kemudian lalu tidak sahih Iagi, Untuk itu maka ilmu men•
syaratkan karakteristik keernpat yakni mekanisme yang terbuka terha•
dap koreksi.
Dengan demikian maka man-faat nilai yang dapat ditarik dari karakte•
ristik ilmu ialah sifat rasional, log is, obyektif dan terbuka. Di samping
itu sifat kritis merupakan karakteristik yang' melandasi keempat sifat ter•
sebut.

. Ilmu Sebagai
Aus Moral
Ilmu merupakan kegiatan berpikir .untuk mendapatkan pengetahuan
yang benar, atau secara Iebih sederhana, ilmu .bertujuan untuk .men•
dapatkan kebenaran. Kriteria kebenaran dalam ilmu adalah jelas seba•
gaimana yang dicerminkan oleh karakteristik berpikir. Kriteria kebenar• an
ini pada hakikatnya bersifat otenom dan terbebas dari struktur ke•
kuasaan di luar bidang kcilmuan. Artinya dalam menetapkan suatu per•
nyataan apakah itu benar atau tidak maka seorang ilmuwan akan men•
dasarkan penarikan kesimpulannya kepada argumentasi yang terkan•
dung dalam pernyataan itu dan bukan kepada pengaruh yang berbentuk
kekuasaan dari kelernbagaan yang mengeluarkan pernyataan itu. Hal ini
sering menempatkan .kaum ilmuwan, dalam posisi yang bertentangan
dengan pihak yang berkuasa yang mungkin mempunyai kriteria kebenar• an
yang lain. Kriteria ilmuwan dan politikus dalam mernbuat pernyataan adalah·
berbeda seperti yang dinyatakan ahli fisika Szilard: jika seorang ilmuwan
mengatakan sesuatu rnaka rekan-rekannya pertama sekali akan
rtru1) a apakah yang dinyatakannya itu m
. . iik . engandung k be
dal<. Sebaliknya J a ~rang JX>litikus mengatakan e naran atau u-
rekannya pertama sekali akan bertanya "Men a ~atu maka rekan•
itu T'; dan bau kernudian, t atau bahkan •
munoki ... ? pa .•a menyatakan hal
pe
, kah ju ga tidak, 5A U 1 me k
rtanya k an apa perny
k be ataan· r tu mengand u n re a me-m-
. . g e naran 2)
Di samp1ng itu kebenaran bagi kaum ilmuwan · . .
. .. · mempunyru kegu
khusus yakni kegunaan yang universal bagi umat m . . . naan
b
. · anus1a dalam me
ningkatkan marta emanus1aannya. Secara nasional m k Um·
at k -
tidak menga· bdi 1 go l k li·k poli·ti·k atau kelompok-keloa k w.an
ongan, a 1
. . . mpo am-
nya, Secara intemasional ka. urn Ilmuwan tidak menuo-oabdi ras ,
id
1 eo1 ogi
.
dan faktor-faktor pembatas lainnya .
Dua karakteristik ini merupakan asas moral bagjl~ilmuwan ;akni
m~ninggikan kebenaran dan pengabdian secard universal. Tentu saia
dalam kenyataannya pelaksanaan asas moral ini tidak mudah se a
sejak tahap perkembangan ilmu yang sangat awal kegiatan ilmiah ini
dipengaruhi oleh struktur kekuasaan dari luar, Hal ini, m
Bachtiar Rifai, lebih menonjol lagi di negara-negara yang sedang
kembang, karena sebagian besar kegiatan keilmuan merupakan ke iatan
aparatur aegara . 3)

Nilai-Nilai Ilmiah dan


Pengembangan Kebudayaan Nasional
Sampailah kita kepada tujuh nilai yang terpancar da~ h. kik:t e:· 0~,.,'ll

vakn] kritis rasional, logis, obyektif, terbuka, menJunJ~neh il . e


, . k h lalu peranan ketuju n e-
dan pengabdian universal. 01 rnana a . ?
but dalam pengembangan kebuday<GU) nasional? b , In n ""
Dal am pembentukan karakter bangsa. sekiranva . anhg ·r t te
t
. . d - rnaka keturu ~ .
bertuJuan rnenjadi bangsa yang mo ern, k mengh api r . :11
akan konsisten sekali. Bangsa yang mo. dern ~ ank · ar ta ~ ilm -
· · ik konom1
Permasalahan m bidang pol i ' e b• tuhkan ar pern .ah
dalam it
• · · ng mem u ·
teknologi, pendidikan dan lain- am .Y k if' d n 1 rbuk . · d n · n
masalah secara kritis, rasioual, Iogis, oby. ti iv rs 1 a an m rup kan
·
sifat menjunjung kebenaran
dan pengabd1 n uni · · · ) d.1 mana'
(rtati n bu1ld1n
.
fa k tor yang .Pent1ng . · - binaan bang
dalarn
seseorang lebih menitikbcratkan kebeuaran untuk kepentingan nasionai
dibandingkan kepentingan golongan. Bukan saja seni namun juga ilmu
da)am hakikatnya yang mumi bersifat mempersatukan. ,
Pcngemb~an kcbudayaan . nasional pada hakikatnya adalah
perubahan'dari kebuda~n yang sekarang bersif at konvensional ke
arah si tuasi kebudayaan. yang lebih mencerminkan aspirasi dan tuj uan
Ila! i0- nal. Proses pengembangan kebudayaan ini pada dasarnya adalah
penaf. siran kembaii dari nilai-nilai konvensional agar lebih sesuai
dengan tun-
- tutan zaman serta penumbuhan nilai-nilai baru ya!'g fungsionai. Untuk
terlaksananya kedua proses dalam pengembangan nasional terseb
rnaka diperlukan sifat kritis, rasional, logis, obyektif, terbuka, rnenjun•
j ung kebenaran dan pengabdian universal. Pengabdian universal ini,
dalam skala nasional, adalah orientasi terhadap kebenaran tanpa ikatan
primordial yang mengenakan argumentasi ilmiah sebagai satu-satunya
kriteria dalam menentukan .kebenaran.
. . .

Sebagai -bangsa maka kita masih berada dalam tahap "rnenjadi" (in
-~~latu_ nascendii dirnana semangat pionir dan kepah1awanan masih dipen -
kan, Semangat pionir dan kepahlawanan berkaitan erat dengan kebera•
nian dan sikap sosial. Semangat pionir dan kepahlawanan itu dapa
didefinisikan sebagai keberanian untuk memperjuangkan kepentingan
umum. Ilmu mengajari kita tentang keberanian moral untuk memperta•
hankan apa yang dianggap benar dengan ilmu merupakan arena dari
"petualangan idea"4) di rnana semangat pionir dapat rnenjelajah secara
leluasa dalam rriengabdi tanah air kita, S) Sic itur ad astral Pergilah ka ·
ke bintang-bintang.O anak muda! seru Virgil (70-19 S.M.)

Ke Arah Peningkatan
Peranan Keilmuan
Sekiranya bisa diterima bahwa ilmu bersifat mendukung pengembangan
kebudayaan nasional, maka masalahnya adalah, bagaimana caranya m -
ningkatkan peranan keilmuan dalarn kehidupan kita. M sti · disadari
bahwa keadaan masyarakat kita sekarang rnasih jauh dari tahap masya•
rakat yang berorientasi kepada ilmu. Bahkan dalam rnasyarakat yang
telah terdidik pun ilmu rnasih merupakan koleksi tcori-teori yang ber-
akademik yang sama sekali tidak fungsional
s1if a 1 • • . ,, dalam
d. kchjdu~•
1 an
sehari-hari. Memperbatilcan kea~n sc_pert1 1n1 maA-~ · 1perlukan lang.
kah-langkah yang sistemik dan sistematik untuk rneningkatkan Pt4tanan
dan kegiatan keilmuan yang pada pokoknya mengandung beberapa pe.
mikiran sebagaimana tercakup di bawah ini. ·
Pertama, ilmu merupakan bagian dari kebudayaan dan oleh sebab itu
langkah-langkah ke arah peningkatan peranan dan kegiatan keilmuan
harus memperhatikan situasi kebudayaan masyarakat kita. Hakikat
ilmu itu sendiri adalah universal namun peranannya dalam kehidupan
tidak. lah terlepas dari matriks kebudayaan secara keseluruhan. La~kah-
langkah yang gegabah dalam mempromosikan ilmu, bukan saja akan
beiakhir dengan kegagalan, namun lebih penting lagi akan menimbulkan
perasa.
. an antipati terbadap segcnap yang berkonotasi keilmuan. Untuk itu
harus ditempuh pendekatan yang bersifat-edukatif clan persuasif dengan
menghindarkan konflik-konflik yang tidak perlu. Re-interpretasi dari
nilai-nilai yang ada barus-mcrupakan titik tolak dalam pengajuan argu•
mentasi mengenai keilmuan.
Kedua, ilmu merupakan salah satu cara daJam menemukan kebenar•
an, Di samping ilmu masih terdapat cara-cara lain yang sah sesuai
dengan lingkup pendekatan dan permasalahannya masing-masing. Asas
ini harus digarisbawahi agar usaha mempromosikan ilmu tidak men•
jurus kepada timbulnya gejaJa yang disebut scientisme; suatu gejala,
yang disebut Gerald Holton, sebagai ''kecanduan terhadap ilmu dengan
kecenderungan untuk membagi semua pemikiran kepada dua golongan
yakni ilmu dan omong kosong.''7> Pendewaan terhadap akal sebagai
satu-satunya sumber kebenaran harus dihindarkan.
Ketiga, asumsi dasar dari semua kegiatan dalam menemukan kebenar•
an adalah rasa percaya terhadap metode yang dipergunakan dalam ke·
giatan tersebut. Pertanyaan ini berlaku pula bagi kaum ilmuwan:
Mengapa mereka mempergunakan metode ilmiah dalam menemukan ke•
benaran? Jawabannya tcntu saja ialah karena mereka percaya kepada
metode ilmiah sebagai cara menemukan kebenaran yang dapat diandal•
kan. Demikian juga halnya dengan mereka yang mempergunakan care•
cara lain dalam mcncmukan kebenaran. Dalam masyarakat kita maka
percaya kepada car~ berpikir seseorang dilandasi dengan kepercayaan
terhadap pribadi orang tersebut, Oleh sebab itu maka salah satu langkah
yang penting dalam mcningkatkan peranan keilmuan dalam masyarakat
kita adalah dengan jalan meninggikan integritas ilmuwan dan · Jembaga ·
keilmuan. Dalam hal ini maka modus operandinya adalah rnelaksanakan.
dengan konsekuen kaidah moral dari keilmuan.
Keempat, pendidikan keilmuan harus sekaligus dikaitkan dengan
pendidikan moral. Makin pandai seseorang dalam bidang keilmuan
rnaka harus makin luhur landasan moralnya. Harus digarisbawahi
bahwa etika dalam kegiatan keilmuan merupakan kaidah imperatif
dengan pelanggaran inempunyai akibat yang serius, Kebudayaan "nyon•
tek" basil pemikiran orang lain dan "rnembajak" basil karya orang lain,
yang sekarang ini bersirnaharajalela dalam bidang pendidikan dan pen•
ciptaan, tidaklah bersifat mendidik dan harus segera dihilangkan.
Undang-undang Hak Cipta dan tradisi keilmuan yang sehat harus segera
dikembangkan. ·
Kelima, pengernbangan · bidang keilmuan harus disertai dengan
pengembangan dalam bidang rusafat terutama yang menyangkut
keilmuan. Pengembangan yang seimbang antara ilmu dan filsafat akan
bersif at saling menunjang dan saling mengontrol terutama terhadap lan•
dasan epistemologis (metode) dan- aksiologis (nilai) keilmuan. Filsafat
ilmu seyogyanya diberikan di pendidikan tinggi untuk Iebih mengenal•
kan mahasiswa kepada ilmu sebagai suatu kegiatan berpikir dalam me•
nemukan kebenaran, Filsafat ilmu ini mcncakup -terutama hakikat
metode ilmiah clan sarana-sarana berpikir ilmiah -yakni bahasa, logika,
matematika dan statistika. Pembahasan dilakukan secara sistematik dan
terpadu ditinjau dari segi ontologi, epistemologi dan aksiologi dengan.
tujuan akhir untuk mengetahui hakikat .ilmu dan peranan bahasa, logi•
ka, matematika dan statistika da1am kegiatan ilm.u.
Keenam, kegiatan ilmiah haruslah bersifat otonom yang terbebas dari
kekangan struktur kekuasaan. Pengendalian kcgiatan keilmuan seperti
yang pernah dilakukan pernerintahan Nazi dengan mcnyensor semua di•
sertasi doktorB> atau pengarahan pemerintahan Soviet Uni terhadap ke•
giatan keilmuan yang menirnbulkan Lyscnko-isme9> akan merugikan
ilmu itu sendiri clan harus dihindarkan. Ilmu tidak dapat berkembang
tanpa kontrol kaum ilmuwan sendiri, kata Bernard Barber; dan otonomi
ini diberikan terhadap ilmu dalam dunia modcrn.10> Untuk itu kebebas- .
~11- mimbar akadernik yang didukung oleh tradisi keilmuan yang sehat
harus ciij unj ung tinggi. _ . _
. Pada hakikatnya sernua unsur kcbudayaan harus diberi otohomi
dalam inenciptakan paradigrna mereka sendiri, TerlaJu banyak carnpu•
tangan dari Juar hanya akan menimbulkan paradigma semua yang tidak
ada gunanya. Paradigma agar bisa berkernbang dengan baik membutuh.
kan dua syarat yakni kondisi rasicnalitas dan kondisi psiko-sosial kelom-.
pok. Kondisi rasionalitas menyangkut dasar pikiran paradigma yang
berkaitan dengan makna, hakikat dan relcvansinya dengan permasalah.
annya yang dihadapi-Sedangkan kondisi psiko-sosial menyangkut keter•
libatan dan keterikatan semua anggota kelompokdalarn mengembang . .
kan clan melaksanakanparadigmatersebut. Ll) .
Walaupun dernikian tidak berarti bahwa kegiatan keilmuan harus ter•
lepas sama sekali dari kontrol pernerintah dan rnasyarakat. Hal ini adalah
tidak dikehendaki dari justru berbahaya seperti kegiatan penelitian gene•
tikaakhir-akhir ini. Masalah yang demikian penting dan bersifat funda•
mental seyogyanya dikontrol secara ketat oleh segenap pihak yang ke•
pentingannya -terlibat.12} Pada tanggal ·26 Maret 19~1 majalah Mutiara
menyelenggarakan -·panel untuk membicarakan masalah Pusat Listrik
Tenaga Nuklir yang akan dibangun- oleh Badan Tenaga Atom Na•
j

sional13> dengan mengundang berbagai ahii dari kalangan masyarakat14)


yang mendekati permasalahan mengenai tenaga nuklir tersebut bukan
saja dari segi teknis nuklir itu sendiri, melainkan juga dari berbagai segi
lain seperti etika, politik, rniliter, rnanajernen dan kultural. .
· Kegiatan semacam Ini dapat dianggap sebagai salah satu bentuk
kontrol masyarakat terhadap kegiatan ilmu dan teknologi, yang bi:kan
_ saja bersifat konstruktlf, melainkanjuga vital dan perlu untuk dlseleng•
garakan ...
-, ~
, 1 ,,1 ...

Dua Pola Kebudayaan

Hmuwan - pengarang terkenal C.P. Snow dalam bukunya yang sangat


provokatif The Two Cultures') mengingatkan negara-negara Barat akan
adanya dua pola kebudayaan dalam tubuh mereka yakni masyarakat
ilmuwan dan non-ilmuwan.O yang menghambat kemajuan di bidang
ilmu dan teknologi. Analogi ini dapat diterapkan pula di negara kita,
bahkan lebih jauh lagi, di mana dalam bidang keilmuan itu sendiri, di
negara kita telah mengalarni polarisasi dan membentuk kebudayaan sen•
diri . Poiarisasi ini didasarkan kepada kecenderungan beberapa gan
tertentu untuk memisahkan ilmu ke dalam dua golongan yakni ilm -
ilrnu alam dan ilmu-ilrnu sosial. Perbedaan ini mcnjadi sede ikian ajam
seolah-olah kedua golongan ilmu ini membentuk dirinya send· .
rnasing-masing terpisah satu sama lain. Seakan-akan terdapat d i\l-
dayaan dalam bidang keilmuan yalcni ilmu-ilmu alam dan ilrnu-ilm
sosial. Terdapat pranata-pranata sosial, bahkan pranata-prana
dikan, yang masing-masing mendukung kebudayaan ters
makin mernperluas jurang perbedaan antara keduanya.
Tak dapat disangkal bahwa terdapat perbedaan antara ilmu-ilm
dan ilmu-Ilmu sosial, namun perbedaan ini hanyalah bersi Ia t knis
yang tidak menjurus kepada perbedaan yang fun m nt .
ontologis, epistemologis, dan akslologis dari kedu ilmu ters u
sama . Metode yang dipergunakan dalam d t • n '-L.LA..I.IU"LJU.A

adalah metode ilmiah y 1 sarna,


;J t rd at a: ·f t
metodologis yang mernbedakan anta i mu-ilmu osial dan nmu-iimu
alam.
Ilmu-ilmu alam mempelajari dunia fisik yang relatif tetap dan
mudah
dikontrol. Obyek-obyek pe~elaahan ilmu ilmu alam dapat dikatakan
ti per nah rnengalarni perubahan baik dalam perspektif waktu
maupun ternpat. Sebuah batuan yang menjadi obyek penelaahan kita
t etap merupakan batuan yang mempunyai karakteristik yang sama di
mana dan kapan pun juga. Hal ini sangat berlainan keadaannya dengan
manusia yang menjadi obyek penelaahan ilmu-ilmu sosial. Manusia
mernpunyai satu karakteristik yang unik yang mernbedakan dia dart
uj ud yang Jain. Dia mempunyai kemampuan untuk belajar dan dhebab•
kan oleh faktor belajar itu di.a mengernbangkan kebudayaan yang terus
berubah dalam arus dan kurun zaman. Karakteristik manusia bukan
saja bervariasi dari waktu ke wakru tetapi juga .dari satu ternpat ke
tempat lain scsuai dengan kebudayaan yang berhasil dikembangkannya.
Perbedaan tersebut tidaklah mengubah apa yang rnenjadi tujuan pene•
laahan ilmiah. Ilmu bukan bermaksud mengumpulkan berbagai fakta
bagaikan seorang kolektor mcngumpuJkan macam-macam souvenir dari
tempat-tempat yang dikunjunginya. Tujuan ii.mu adalah mencari penje•
lasan dari gejala-gejala yang kita temukan yang memungkinkan kita
mengetahui sepenuhnya hakikat obyek yang kita hadapi. Pengetahuan
itu memungkinkan kita unruk rnengerti dan memberikan kita alat untuk
menguasai masalah tersebut. Hal ini berlaku baik bagi ilmu-ilmu alam
maupun ilmu-ilmu sosial. Dirnensi perubahan hanyalah merupakan satu
variabel dalam sistem pengkajian ilmiah. Pada hakikatnya perubahan
sosial tak berbcda deogan perubahan fisik dari zat cair yang menghablur:
yang ingin kita ketahni bukan apanya namun mekanisme apa yang
menyebabkan semua hal itu terjadi. Demikian juga tingkat generalisasi
antara ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam, bedanya hanya terletak
dalam soal gradasi, di mana tingkat keumuman suatu teori ilmu sosial
harus lebih jauh diperinci dengan memperhitungkan faktor-f aktor yang
bervariasi.
Rurnitnya berbagai f aktor yang mempengaruhi kehidupan manusia
juga merupakan kesukaran baru dalam usaha untuk mengkajinya secara
ilrniah. Dalam soal pengukuran yang menjadi dasar bagi suatu analisis
kuantitatif maka ilrnu-ilrnu sosial menghadapi dua masalah. Masalah yang
pertarna adalah sukarnya melakukan pengukuran karena mengukur
aspirasi atau emosi seorang manusia adalah tidak semudah mengukur
panjang sebuah logam. Masalah yang kedua adalah banyaknya variabel
yang mernpengaruhi tingkah laku rnanusia. Pengaruh kenaikan suhu ter•
hadap panjang sebatang logam dapat segera kita ketahui dan dapat kit~
i olasikan dalam kegiatan laboratoris. Sedangkan rnasalah sosial sepert:
i:1g..-at aspirasi rnanusia dapat dihubungkan dengan berbagai-bas'"
' 1 .: ]r se .erti latar belakang keluarga, pendidikan, penghasilan, ras,
r · ( n< n~i, da .1; .agan1a. ebih jauh lagi, kaitan antara berbagai faktor in{
·:uk.ar ~it.a tcllt1 da1~m pengamatan d,i laboratorium, karena apa yang ter•
jadi di dalamnya jelas bukan merupakan replika dari kehidupan yang
sesungguhnya. t

· Masalah ini menyebabkan ilmu-ilrnu alam relatif maju dalam analisis


kuantitati f dibandingkan dengan ilrnu-ilmu sosial. Lama sekali ilmu•
ilrnu sosial terpaku d~la~ tahap ~ualitatif karena yang dihadapi dal~m
soa_J peng~kuran ~n.1. 1 e~lepas dan masalah yang serius ini masalah yang
lebih penting bagi ilmu-ilrnu sosial adalah apakah ilmu-ilmu sosial akan
menuju ilmu yang bersifat kuantitatif atautidakj Sekiranyajawabannya
adalah ya rnaka tak ada jalan lain selain menghadapi masalah dalam soal
pengukuran tersebut dan bukan berpaling kepada pengkultusan yang
eksklusif seperti pembentukan ·dunia ilmu-ilmu sosial yang berdiri sen•
diri.
Sekiranya teori ilmu-ilmu sosial merupakan alat bagi manusia untuk
memecah kan masalah yang dihadapi, seperti juga ilmu-ilmu alam, maka
mau tidak mau jawaban yang diberikan ilmu-ilmu · sosial harus makin
bertambah cermat dan tepat. Untuk mengkaji suatu masalah sosial
secara cermat dan tepat maka hukum penawaran dan perrnintaan yang
bersifat kualitatif tidak lagt memenuhi syarat . Hukum yang menyatakan
bahwa kalau penawaran turun sedangkan permintaan tetap maka harga
akan naik tidaklah mernungkinkan bagi kita untuk menghitung derajat
kenaikan inflasi secara kuantitatif. Jelaslah bahwa ilmu termasuk ilmu•
ilrnu sosial harus berkembang ke arah ilmu kuantitatif kalau mau mem•
pertahankan diri sebagai pengetahuan yang fungsional dalam peradaban
manusia.
-Untuk itu mem.ang diperlukan usaha yang lebih sungguh-sungguh dari
ilmuwan bidang sosial, Makalah pengukuran yang rumit dan variabel
yang relatif banyak membutuhkan pengetahuan matematika dan statis•
tika yang lebih maju dibandingkan .dengan ilrnu-ilrnu alam. Di sinil h
justru ironi dan kontradiksinya yang t.erjadi dalam pengernbar gan ilmu•
ilmu sosial. Menghadapi ke ·ukaran dalam pengukuran ini nu ~ ilmu•
ilrnu sosial justru bertindak regresif dan rnemb ntuk duni nya sendiri
yang makin menjauh diri dari kajian rnatematika dan stati tika. Sistem
pendidikan telah dipola edernikian rupa sehingga justru yang kuat d
-
lam rnatematika dan statistik a rnalah disalurkan kepada ilrnu-ilmu alam,
Maka berkcmbanglah dua kebudaya n yan jurang pert eda nnya
dengan scngaja kit.a perlebar rue kipun tanpa kita sadari set enuhnya.
Di negara-riegara maju kesalahan ini telah di. adari dan ilmu-ilmu
t;o·,ial rnulai memben hi diri untuk rnenjawab tantangan yang dihadapi.
g , - .
¥. a
r • • ·, I)· (

.. iJm ial .
eri Iak
m na i
n

ng
L
an an itu · - ngat menggembirakan da
kemajuan lmu-ilmu so lal, Dewasa ini ....·, .11.L....

mu _ . · a · · _ _- _ t lab .mulai memasnk] tahap ....""_._...,.


merupakan ilm
_.._.li.J'lL:lllJ · ial yang paling - ~X-1,,1';.4 -·~·-.,.,.

" dan ta dapat dipungkirl bahwa sekarang ini ilmn e ononn -· ---•
ii mu uantitatif yang par.excellence. P · o ogi dan
.1n lai memasuki tahap ini dan sedang diikuti oleh .·. . . .-. ... ·1.-..1c.1..11...at ,,,,__

, ·oya.
Adanya dua kebudayaan yang terbagi ke dal am - mu..iJBru cw~ JJ;.

· ..:im ial ini ayangnya masih terdapat ~ '


-~·'-'AA ~
in -- ~ gan adanya jurusan Past.i-Alam dan Sosial-B da
i tern .pendidikan kita. Sekiranya kita men ··ng.i an temaj
>~ · "ng · muan yang mencakup baik ilmu-iJm . alam d n it. irnri-ww.u
· ial maka dual' me kebudayaan ini ha, _ dibong . Pem ..,.. . . , ,"'"
da rkan P ti-Alam dan iaJ-Budaya
an ini merupakan hambatan ,
ilmuan di ne · ar , ita. _JU
·
... .&1IJI

· ti-Ala· di
presti:
enye a ka n e , yang mem
u-ilr u .o.. i al a a t r Jj k
ata.;; an-aJa. ",.a ', <ial- >i 1 <)I , j .r ; - i s
0- a g
1::,:. rJ~tt1 n j ru-.a . ·<)··, t~J u-Iaya lal . . HJ t cr e. f - d·, ... · , n Y
Secara rn aka ter kelompok yang n afas bar
- _ _ - . u
s.os1·olcJgJ's· dapat member i
·
da ilmu-ilmu sosial. Mereka mengembangkan apa yang
d1namakan
k epa
_. h . - ·
.1 p ert )3) yang bertu~p·
ilmu-i mu _ man usia (be aviora 1 11 ~ U
laku .
sciences .
1
·imu-ilmu sosial di mana perbedaan yang utama antara
epa d a
kkeduanya I

h a terletak dalam keinginan rne- nja· dik1 ·1 mu-i·1 rnu tentang


untu k an
manusia m . njadi sesu tu yang lebih dapat diandalkan dan
kuantitatif. Ilmu-ilmu p ri laku manusia tidak lagi memusatkan
penskaiiannya Pada penyusunan t ri secara deduktif,
sebagai1nana. ya~g sering terjadi da• lam ilmu-ilmu sosial,
namun penalaran deduktif digabungkan dengan proses pengujian
induktif. Ilmu-ilmu peri laku manusia tidak lagi terpa .. ku dalam
adu argumentasi secara rasional mengenai teori mana yang be• nar
narnun langsung mencari pembuktian empiris sebagai wasit
yang
bersifat final.
Perkembangan itu sangat menggembirakan dan bersif at' sangat
me•
nunjang kemajuan ilmu-ilmu sosial. Dewasa ini ilrnu-ilmu sosial
atau ilmu peri laku manusia telah mulai mernasuki tahap
kuantitatif. Ilmu ekonomi merupakan ilmu sosial yang paling
pertama memasuki tahap ini dan 1ak dapat dipungkiri bahwa
sekarang ini ilrnu ekonomi merupa• kanilmu kuantitatif yang par.
excellence. Psikologi dan sosiologi juga telah mulai memasuki
tahap ini dan sedang diikuti oleh ilmu-ilrnu sosial
lainnya. .
Adanya dua kebudayaan yang terbagi kc
.dalam ilmu-ilmu alam
dan
ilmu-ilmu sosial ini sayangnya masih terdapat di Indonesia. Hal ini
dicer-
-- minkan dengan adanya jurusan Pasti-Alam dan Sosial-Budaya
dalam sistem .pendidikan kita, Sekiranya kita menginginkan
kcmajuan dalam bidang keilmuan yang mencakup baik ilmu-ilmu
alam dan ilmu-ihnu sosial maka dualisme kebudayaan ini harus
dibongkar. Pembangkitan jurusan berdasarkan Pasti-Alam dan
Sosial-Budaya harus dihilangkan. Adanya pembagian jurusan ini
merupakan hambatan psikologis dan in• telektual bagi
pengembangan keilrnuan di negara . kita. Sudah merupakan rahasia
umum bahwa jurusan Pasti-Alam dianggap lebih ·mempunyai
prestise dibandingkan · dengan jurusan Sosial-Budaya. Hal ini
akan menyebabkan. mereka yang mernpunyai minat dan bakat baik
di bidang ilmu-ilmu sosial akan terbuj u k mernilih jurusan ilmu-
ilmu alam karena alasan-alasan sosial-psikolog.is. Di pihak lain
rnereka yang sudah terko• tak dalarn jurusan Sosial-Budaya dalam
proses pendidikannya kurang
:11 ·1a!.1patkan birnbingan yang cukup dala -.
. nr pengetahuan
mat L. k
q: a untuk me i lmuwan
. . o
as satu
1

err.a a-
1 njad i kel yangs uh l
. unggu -sungguh ma ·
Argumentas1 yang sering dikemukakan seb . . . , mpu . .
. . b . . agai raison d etre bagi
eks1stens1 pem agian jurusan ini didasarkan pad a d ua asumsr,.: Asurnsi.
yang pertarna mengemu. k. akan bahwa manusia mem .· b k .
punyai a 'at yang
berbeda d a l am pendidikan matematika yang m h · k .
.
. eng arus an kita
mengembangkan ol a endidikan yang berbeda pula ·A ·
· . sumsi yang ke-
p p
. .
dua menganggap ilrnu-ilrnu sosial kurang memerlukan pengetah
ik d · k uan ma-
temat~ .a apat me_nJurus ~n. keahliannya di bidang keilmuan ini. Penda-
pat kita ~engena1 asumsi yang kedua adalah jelas bahwa asumsi ini
sudah k7t1ng~alan za~an <Ja!1 tak dapat dipertahankan lagi. Pengem•
ba~gan ilmu-tlm_u ~os1al membutuhkan bakat-bakat matematika
yang baik untuk rnenjadikannya pengetahuan yang bersifat kuantitatif.
Se• dangkan dalam memberikan penilaian terhadap asumsi yang pertama
se• baiknya kita mempelajarinya dengan sangat berhati-hati. Berpikir
secara maternatik tidak terlepas dari cara berpikir masyarakat secara
keseluruh• an. Artinya bahwa cara berpikir mempunyai konotasi kultu.ral
yang ber• jangkar dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Terlarnpau berba• haya bagi kita untuk mengambil kesimpulan secara
deduktif dari kasus• kasus negara lain. Sebaiknya kita menunda
penilaian kita mengenai bal ini dan menyerahkan masa1ah tersebut kepada
para pendidik untuk mengkajinya Iebih lanjut.
Sementara itu mungkin ada baiknya kita memikirkan alternatif yang
mungkin bisa dilaksanakan sekiranya bahwa asumsi yang sudah lama
kita percayai tersebut ternyata adalah benar. Salah satu cara untuk,
sarnpai ke arah sana adalah dengan jalan mengkaji apa sebenarnya yang
menjadi tujuan pendidikan matematika: atau dengan perkataan lain,
apa hakikat matematika dalam kaitannya dengan eksistensi ilmu: Berda•
sarkan hal itu maka kita dapat membedakan dua tujuan pokok dalam
pendidikan matematika. Tujuan yang pertarna mencakup penguasaan
matematika secara teknis dan mendalam dalam rangka penalaran deduk•
tif untuk menemukan kebenaran. Pengetahuan yang dihasilkan lewat
analisis matematika pada hakikatnya rnerupakan kesimpulan penalaran
yang diformulasikan secara matematik. Tujuan kedua adalah penguasa•
an matematika sebagai alat komunikasi simbolik. Dalam hal ini sese•
orang harus mempunyai kemampuan untuk menyingkap pengetahuan
yang tersimpul dalam simbol tersebut, termasuk latar belakang eksistensi•
nya. Untuk rnenguasai hal itu seseorang tidak perlu mempunyai pengeta•
huan teknis matematika yang mendalam namun sekadar cukup untuk
bisa menjelaskan materi sirnbol tersebut dan mengerti kerangka penalar-
kti f yang mendukungnya. Dal am rnenghadapi sebuah rurnu, rn _
an d e d u I . I f. . k .
ik tentang sebuah gejala sosia atau 1s1 , urnparnanya, maka arr 1
a
yrearnnganpenating dari segi komun1k· si·rn b_o 11 ik b u k an I ana 1·isi· s matematik
as~
· h
a
m engkaJ·i dari awal sarnpai akhir pembentukan rumus tersebut
melainkan apa kegunaannya, kapan an 1 man~ saj· a diia d apat dipergu.
d di
nakan. Pena1aran deduktif yang menyangga pembentukan rumus terse.
but bisa saja dikuasainya secara kualitatif atau dikombinasikan dengan
analisis matematik yang tidak terlampau teknis, Secara lebih kongkret
rnungkin kita dapat berpaling kepada contoh dalam pendidikan statisti•
ka. Bagi tujuan pendidikan yang pertarna yakni pendidikan analitik.
rnaka yang penting adalah penguasaan berpikir maternatik yang me•
mungkinkan suatu analisis sampai terbentuknya rumus statistika terse•
but. Bagi tujuan pendidikan yang .kedua yakni pendidikan simbolik
maka yang penting adalah.pengetahuan mengenai kegunaan rum us terse•
·bur serta penalaran deduktif dalam penyusunan meskipun tidak secara
seluruhnya merupakan analisis matematik. ·
Jadi jika sekiranya memang diperlukan pola pendidikan yang berbeda
maka alternatif yang dapat ·ditempuh bukan lagipernbagian jurusan ber•
dasarkan bidang .keilrnuan meiainkan berdasarkan tujuan pendidikan
matematika. Pada tahap pendidikan yang tepat maka seseorang diperke•
nankan untuk mernilih jurusan berdasarkan bakat matematikanya. Pem•
bagian jurusan semacam ini bukan saja tidak akan rnenghalangi kemaju•
ari seluruh bidang keilnruan namun juga akan meningkatkan mutu ke•
ilmuan itu sendiri. Peningkatan pendidikan keilmuan harus ditekankan
kepada penguasaan cara berpikir Ilmiah yang ditopang oleh sarana-sar.a•
na berpikir ilmiah termasuk matematika dan statistika. Tanpa pengem•
bangan sarana ini maka ilmu sukar untuk berkembang dengan pesat. Di
samping itu produk teknologi seperti komputer sangat mernbantu pene•
laahan ilmiah di mana kompuiasi tidak usah lagi dilakukan oleh manusia.
Dengan perkembangan teknologi ini maka seseorang yang rnempunyai
_ bakat berpikir kualitatif kelas satu namun hanya mempunyai bakat
matematika secara sedang-sedang saja bisa berkernbang rnenjadi seorang
ilmuwan yang bermutu.
Tentu saja pendekatan dikotorni dalam pendekatan pendidikan ma•
ternatika ini tidak akan bisa mernecahkan sernua persoalan, namuu
paling tidak, terdapat suatu jalan ke luar yang pragmatis dari diJema
~ yang dihadapi sistern pendidikan kita. Sebe iarnya menggant i sis: em
dikotomi yang satu dengan dikotorni yang lain ridak n1t:mccahkan
masalah secara keseluruhan. Namun dalam sistern pendidikan sikap
yang berhati-hati adalah mutlak diperlukan. Manusia itu sendiri adalah
pro.duk dari suatu proses belajar di mana tercakup di dalamnya karakte•
ristik cara berpikir masyarakat yang berkembang menurut tahapannya.
· Yang pasti adalah bahwa dalam tahap perkernbangan sekarang ini pem•
bagian jurusan dalam sistem pendidikan kita berdasarkan bidang ke•
ilmuan sudah tidak dapat dipertahankan lagi,
Suatu usaha yan~ fundamental dan sisternatis dalarn rnenghadapi ma•
salah ini perlu diusahakan, Adanya dua pola kebudayaan dalam bidang
keilmuan kita bukan saja merupakan sesuatu yang regresif rnelainkan
juga destruktif, bukan saja bagi kemajuan ilmu itu sendiri, rnelainkan
juga bagi pengernbangan peradaban secara keseluruhan. Tak ada pilihan
lagi: tembok pemisah itu harus dirubuhkan.
~

Anda mungkin juga menyukai