17 ... , .. ..__
nal sebagai kurun ilmu dan tek 1 .
dari pengaruhnya,
• .
dan mau t~do 1 a
ko.grna
i, kebudavaan
f •
kita pun tak t I
f aktor 1n1. Sayangnya yang 1 bih u iarus ikut me . er epas ·
. . e I domin· inperhttun k .
h1dupan
. . kita adalah teknolog 1·n
. Ya vang m . an pengaruhnya t h g
er adap k an
1lm1ah. Sedangkan hakikat keil . - . . crupakan produk da · k . · e-
• • r ~ • • rn Jan rtu sendi ' . fl eg1atan
nilai yang konstrukti f bagi penge b n yang merupakan s b
dik m angan keb d um er
ru h nya d ~pat 1 atakan minima; sekali. u avaan nasional penga-
Un itu maka pengkajian kit k .
. I a a an di f okusk
tuk
k
men1ng atkan peranan ilmu seb . pada usaha u ntuk
aga1 sumber ·1 .
an
.
pengembangan kebudayaa·n nasional O ~1 .a1 yang mendukung
1
akan dikaji hakikat ilmu dan ni·lai·, .·1 . a am hal 101 maka pertama sekali
-ru ai yang dika d
ruhnya terhadap pengembangan keb d .n unsnva.sena penga-
dipikirkan lang_kah-langkah yang mil~ ~~:a;,::s•onal. Setelah it~ akan
_ kan peranan keilmuan, g ukan untuk men1ngkat-
. Ilmu Sebagai
Aus Moral
Ilmu merupakan kegiatan berpikir .untuk mendapatkan pengetahuan
yang benar, atau secara Iebih sederhana, ilmu .bertujuan untuk .men•
dapatkan kebenaran. Kriteria kebenaran dalam ilmu adalah jelas seba•
gaimana yang dicerminkan oleh karakteristik berpikir. Kriteria kebenar• an
ini pada hakikatnya bersifat otenom dan terbebas dari struktur ke•
kuasaan di luar bidang kcilmuan. Artinya dalam menetapkan suatu per•
nyataan apakah itu benar atau tidak maka seorang ilmuwan akan men•
dasarkan penarikan kesimpulannya kepada argumentasi yang terkan•
dung dalam pernyataan itu dan bukan kepada pengaruh yang berbentuk
kekuasaan dari kelernbagaan yang mengeluarkan pernyataan itu. Hal ini
sering menempatkan .kaum ilmuwan, dalam posisi yang bertentangan
dengan pihak yang berkuasa yang mungkin mempunyai kriteria kebenar• an
yang lain. Kriteria ilmuwan dan politikus dalam mernbuat pernyataan adalah·
berbeda seperti yang dinyatakan ahli fisika Szilard: jika seorang ilmuwan
mengatakan sesuatu rnaka rekan-rekannya pertama sekali akan
rtru1) a apakah yang dinyatakannya itu m
. . iik . engandung k be
dal<. Sebaliknya J a ~rang JX>litikus mengatakan e naran atau u-
rekannya pertama sekali akan bertanya "Men a ~atu maka rekan•
itu T'; dan bau kernudian, t atau bahkan •
munoki ... ? pa .•a menyatakan hal
pe
, kah ju ga tidak, 5A U 1 me k
rtanya k an apa perny
k be ataan· r tu mengand u n re a me-m-
. . g e naran 2)
Di samp1ng itu kebenaran bagi kaum ilmuwan · . .
. .. · mempunyru kegu
khusus yakni kegunaan yang universal bagi umat m . . . naan
b
. · anus1a dalam me
ningkatkan marta emanus1aannya. Secara nasional m k Um·
at k -
tidak menga· bdi 1 go l k li·k poli·ti·k atau kelompok-keloa k w.an
ongan, a 1
. . . mpo am-
nya, Secara intemasional ka. urn Ilmuwan tidak menuo-oabdi ras ,
id
1 eo1 ogi
.
dan faktor-faktor pembatas lainnya .
Dua karakteristik ini merupakan asas moral bagjl~ilmuwan ;akni
m~ninggikan kebenaran dan pengabdian secard universal. Tentu saia
dalam kenyataannya pelaksanaan asas moral ini tidak mudah se a
sejak tahap perkembangan ilmu yang sangat awal kegiatan ilmiah ini
dipengaruhi oleh struktur kekuasaan dari luar, Hal ini, m
Bachtiar Rifai, lebih menonjol lagi di negara-negara yang sedang
kembang, karena sebagian besar kegiatan keilmuan merupakan ke iatan
aparatur aegara . 3)
Sebagai -bangsa maka kita masih berada dalam tahap "rnenjadi" (in
-~~latu_ nascendii dirnana semangat pionir dan kepah1awanan masih dipen -
kan, Semangat pionir dan kepahlawanan berkaitan erat dengan kebera•
nian dan sikap sosial. Semangat pionir dan kepahlawanan itu dapa
didefinisikan sebagai keberanian untuk memperjuangkan kepentingan
umum. Ilmu mengajari kita tentang keberanian moral untuk memperta•
hankan apa yang dianggap benar dengan ilmu merupakan arena dari
"petualangan idea"4) di rnana semangat pionir dapat rnenjelajah secara
leluasa dalam rriengabdi tanah air kita, S) Sic itur ad astral Pergilah ka ·
ke bintang-bintang.O anak muda! seru Virgil (70-19 S.M.)
Ke Arah Peningkatan
Peranan Keilmuan
Sekiranya bisa diterima bahwa ilmu bersifat mendukung pengembangan
kebudayaan nasional, maka masalahnya adalah, bagaimana caranya m -
ningkatkan peranan keilmuan dalarn kehidupan kita. M sti · disadari
bahwa keadaan masyarakat kita sekarang rnasih jauh dari tahap masya•
rakat yang berorientasi kepada ilmu. Bahkan dalam rnasyarakat yang
telah terdidik pun ilmu rnasih merupakan koleksi tcori-teori yang ber-
akademik yang sama sekali tidak fungsional
s1if a 1 • • . ,, dalam
d. kchjdu~•
1 an
sehari-hari. Memperbatilcan kea~n sc_pert1 1n1 maA-~ · 1perlukan lang.
kah-langkah yang sistemik dan sistematik untuk rneningkatkan Pt4tanan
dan kegiatan keilmuan yang pada pokoknya mengandung beberapa pe.
mikiran sebagaimana tercakup di bawah ini. ·
Pertama, ilmu merupakan bagian dari kebudayaan dan oleh sebab itu
langkah-langkah ke arah peningkatan peranan dan kegiatan keilmuan
harus memperhatikan situasi kebudayaan masyarakat kita. Hakikat
ilmu itu sendiri adalah universal namun peranannya dalam kehidupan
tidak. lah terlepas dari matriks kebudayaan secara keseluruhan. La~kah-
langkah yang gegabah dalam mempromosikan ilmu, bukan saja akan
beiakhir dengan kegagalan, namun lebih penting lagi akan menimbulkan
perasa.
. an antipati terbadap segcnap yang berkonotasi keilmuan. Untuk itu
harus ditempuh pendekatan yang bersifat-edukatif clan persuasif dengan
menghindarkan konflik-konflik yang tidak perlu. Re-interpretasi dari
nilai-nilai yang ada barus-mcrupakan titik tolak dalam pengajuan argu•
mentasi mengenai keilmuan.
Kedua, ilmu merupakan salah satu cara daJam menemukan kebenar•
an, Di samping ilmu masih terdapat cara-cara lain yang sah sesuai
dengan lingkup pendekatan dan permasalahannya masing-masing. Asas
ini harus digarisbawahi agar usaha mempromosikan ilmu tidak men•
jurus kepada timbulnya gejaJa yang disebut scientisme; suatu gejala,
yang disebut Gerald Holton, sebagai ''kecanduan terhadap ilmu dengan
kecenderungan untuk membagi semua pemikiran kepada dua golongan
yakni ilmu dan omong kosong.''7> Pendewaan terhadap akal sebagai
satu-satunya sumber kebenaran harus dihindarkan.
Ketiga, asumsi dasar dari semua kegiatan dalam menemukan kebenar•
an adalah rasa percaya terhadap metode yang dipergunakan dalam ke·
giatan tersebut. Pertanyaan ini berlaku pula bagi kaum ilmuwan:
Mengapa mereka mempergunakan metode ilmiah dalam menemukan ke•
benaran? Jawabannya tcntu saja ialah karena mereka percaya kepada
metode ilmiah sebagai cara menemukan kebenaran yang dapat diandal•
kan. Demikian juga halnya dengan mereka yang mempergunakan care•
cara lain dalam mcncmukan kebenaran. Dalam masyarakat kita maka
percaya kepada car~ berpikir seseorang dilandasi dengan kepercayaan
terhadap pribadi orang tersebut, Oleh sebab itu maka salah satu langkah
yang penting dalam mcningkatkan peranan keilmuan dalam masyarakat
kita adalah dengan jalan meninggikan integritas ilmuwan dan · Jembaga ·
keilmuan. Dalam hal ini maka modus operandinya adalah rnelaksanakan.
dengan konsekuen kaidah moral dari keilmuan.
Keempat, pendidikan keilmuan harus sekaligus dikaitkan dengan
pendidikan moral. Makin pandai seseorang dalam bidang keilmuan
rnaka harus makin luhur landasan moralnya. Harus digarisbawahi
bahwa etika dalam kegiatan keilmuan merupakan kaidah imperatif
dengan pelanggaran inempunyai akibat yang serius, Kebudayaan "nyon•
tek" basil pemikiran orang lain dan "rnembajak" basil karya orang lain,
yang sekarang ini bersirnaharajalela dalam bidang pendidikan dan pen•
ciptaan, tidaklah bersifat mendidik dan harus segera dihilangkan.
Undang-undang Hak Cipta dan tradisi keilmuan yang sehat harus segera
dikembangkan. ·
Kelima, pengernbangan · bidang keilmuan harus disertai dengan
pengembangan dalam bidang rusafat terutama yang menyangkut
keilmuan. Pengembangan yang seimbang antara ilmu dan filsafat akan
bersif at saling menunjang dan saling mengontrol terutama terhadap lan•
dasan epistemologis (metode) dan- aksiologis (nilai) keilmuan. Filsafat
ilmu seyogyanya diberikan di pendidikan tinggi untuk Iebih mengenal•
kan mahasiswa kepada ilmu sebagai suatu kegiatan berpikir dalam me•
nemukan kebenaran, Filsafat ilmu ini mcncakup -terutama hakikat
metode ilmiah clan sarana-sarana berpikir ilmiah -yakni bahasa, logika,
matematika dan statistika. Pembahasan dilakukan secara sistematik dan
terpadu ditinjau dari segi ontologi, epistemologi dan aksiologi dengan.
tujuan akhir untuk mengetahui hakikat .ilmu dan peranan bahasa, logi•
ka, matematika dan statistika da1am kegiatan ilm.u.
Keenam, kegiatan ilmiah haruslah bersifat otonom yang terbebas dari
kekangan struktur kekuasaan. Pengendalian kcgiatan keilmuan seperti
yang pernah dilakukan pernerintahan Nazi dengan mcnyensor semua di•
sertasi doktorB> atau pengarahan pemerintahan Soviet Uni terhadap ke•
giatan keilmuan yang menirnbulkan Lyscnko-isme9> akan merugikan
ilmu itu sendiri clan harus dihindarkan. Ilmu tidak dapat berkembang
tanpa kontrol kaum ilmuwan sendiri, kata Bernard Barber; dan otonomi
ini diberikan terhadap ilmu dalam dunia modcrn.10> Untuk itu kebebas- .
~11- mimbar akadernik yang didukung oleh tradisi keilmuan yang sehat
harus ciij unj ung tinggi. _ . _
. Pada hakikatnya sernua unsur kcbudayaan harus diberi otohomi
dalam inenciptakan paradigrna mereka sendiri, TerlaJu banyak carnpu•
tangan dari Juar hanya akan menimbulkan paradigma semua yang tidak
ada gunanya. Paradigma agar bisa berkernbang dengan baik membutuh.
kan dua syarat yakni kondisi rasicnalitas dan kondisi psiko-sosial kelom-.
pok. Kondisi rasionalitas menyangkut dasar pikiran paradigma yang
berkaitan dengan makna, hakikat dan relcvansinya dengan permasalah.
annya yang dihadapi-Sedangkan kondisi psiko-sosial menyangkut keter•
libatan dan keterikatan semua anggota kelompokdalarn mengembang . .
kan clan melaksanakanparadigmatersebut. Ll) .
Walaupun dernikian tidak berarti bahwa kegiatan keilmuan harus ter•
lepas sama sekali dari kontrol pernerintah dan rnasyarakat. Hal ini adalah
tidak dikehendaki dari justru berbahaya seperti kegiatan penelitian gene•
tikaakhir-akhir ini. Masalah yang demikian penting dan bersifat funda•
mental seyogyanya dikontrol secara ketat oleh segenap pihak yang ke•
pentingannya -terlibat.12} Pada tanggal ·26 Maret 19~1 majalah Mutiara
menyelenggarakan -·panel untuk membicarakan masalah Pusat Listrik
Tenaga Nuklir yang akan dibangun- oleh Badan Tenaga Atom Na•
j
.. iJm ial .
eri Iak
m na i
n
ng
L
an an itu · - ngat menggembirakan da
kemajuan lmu-ilmu so lal, Dewasa ini ....·, .11.L....
" dan ta dapat dipungkirl bahwa sekarang ini ilmn e ononn -· ---•
ii mu uantitatif yang par.excellence. P · o ogi dan
.1n lai memasuki tahap ini dan sedang diikuti oleh .·. . . .-. ... ·1.-..1c.1..11...at ,,,,__
, ·oya.
Adanya dua kebudayaan yang terbagi ke dal am - mu..iJBru cw~ JJ;.
· ti-Ala· di
presti:
enye a ka n e , yang mem
u-ilr u .o.. i al a a t r Jj k
ata.;; an-aJa. ",.a ', <ial- >i 1 <)I , j .r ; - i s
0- a g
1::,:. rJ~tt1 n j ru-.a . ·<)··, t~J u-Iaya lal . . HJ t cr e. f - d·, ... · , n Y
Secara rn aka ter kelompok yang n afas bar
- _ _ - . u
s.os1·olcJgJ's· dapat member i
·
da ilmu-ilmu sosial. Mereka mengembangkan apa yang
d1namakan
k epa
_. h . - ·
.1 p ert )3) yang bertu~p·
ilmu-i mu _ man usia (be aviora 1 11 ~ U
laku .
sciences .
1
·imu-ilmu sosial di mana perbedaan yang utama antara
epa d a
kkeduanya I
err.a a-
1 njad i kel yangs uh l
. unggu -sungguh ma ·
Argumentas1 yang sering dikemukakan seb . . . , mpu . .
. . b . . agai raison d etre bagi
eks1stens1 pem agian jurusan ini didasarkan pad a d ua asumsr,.: Asurnsi.
yang pertarna mengemu. k. akan bahwa manusia mem .· b k .
punyai a 'at yang
berbeda d a l am pendidikan matematika yang m h · k .
.
. eng arus an kita
mengembangkan ol a endidikan yang berbeda pula ·A ·
· . sumsi yang ke-
p p
. .
dua menganggap ilrnu-ilrnu sosial kurang memerlukan pengetah
ik d · k uan ma-
temat~ .a apat me_nJurus ~n. keahliannya di bidang keilmuan ini. Penda-
pat kita ~engena1 asumsi yang kedua adalah jelas bahwa asumsi ini
sudah k7t1ng~alan za~an <Ja!1 tak dapat dipertahankan lagi. Pengem•
ba~gan ilmu-tlm_u ~os1al membutuhkan bakat-bakat matematika
yang baik untuk rnenjadikannya pengetahuan yang bersifat kuantitatif.
Se• dangkan dalam memberikan penilaian terhadap asumsi yang pertama
se• baiknya kita mempelajarinya dengan sangat berhati-hati. Berpikir
secara maternatik tidak terlepas dari cara berpikir masyarakat secara
keseluruh• an. Artinya bahwa cara berpikir mempunyai konotasi kultu.ral
yang ber• jangkar dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Terlarnpau berba• haya bagi kita untuk mengambil kesimpulan secara
deduktif dari kasus• kasus negara lain. Sebaiknya kita menunda
penilaian kita mengenai bal ini dan menyerahkan masa1ah tersebut kepada
para pendidik untuk mengkajinya Iebih lanjut.
Sementara itu mungkin ada baiknya kita memikirkan alternatif yang
mungkin bisa dilaksanakan sekiranya bahwa asumsi yang sudah lama
kita percayai tersebut ternyata adalah benar. Salah satu cara untuk,
sarnpai ke arah sana adalah dengan jalan mengkaji apa sebenarnya yang
menjadi tujuan pendidikan matematika: atau dengan perkataan lain,
apa hakikat matematika dalam kaitannya dengan eksistensi ilmu: Berda•
sarkan hal itu maka kita dapat membedakan dua tujuan pokok dalam
pendidikan matematika. Tujuan yang pertarna mencakup penguasaan
matematika secara teknis dan mendalam dalam rangka penalaran deduk•
tif untuk menemukan kebenaran. Pengetahuan yang dihasilkan lewat
analisis matematika pada hakikatnya rnerupakan kesimpulan penalaran
yang diformulasikan secara matematik. Tujuan kedua adalah penguasa•
an matematika sebagai alat komunikasi simbolik. Dalam hal ini sese•
orang harus mempunyai kemampuan untuk menyingkap pengetahuan
yang tersimpul dalam simbol tersebut, termasuk latar belakang eksistensi•
nya. Untuk rnenguasai hal itu seseorang tidak perlu mempunyai pengeta•
huan teknis matematika yang mendalam namun sekadar cukup untuk
bisa menjelaskan materi sirnbol tersebut dan mengerti kerangka penalar-
kti f yang mendukungnya. Dal am rnenghadapi sebuah rurnu, rn _
an d e d u I . I f. . k .
ik tentang sebuah gejala sosia atau 1s1 , urnparnanya, maka arr 1
a
yrearnnganpenating dari segi komun1k· si·rn b_o 11 ik b u k an I ana 1·isi· s matematik
as~
· h
a
m engkaJ·i dari awal sarnpai akhir pembentukan rumus tersebut
melainkan apa kegunaannya, kapan an 1 man~ saj· a diia d apat dipergu.
d di
nakan. Pena1aran deduktif yang menyangga pembentukan rumus terse.
but bisa saja dikuasainya secara kualitatif atau dikombinasikan dengan
analisis matematik yang tidak terlampau teknis, Secara lebih kongkret
rnungkin kita dapat berpaling kepada contoh dalam pendidikan statisti•
ka. Bagi tujuan pendidikan yang pertarna yakni pendidikan analitik.
rnaka yang penting adalah penguasaan berpikir maternatik yang me•
mungkinkan suatu analisis sampai terbentuknya rumus statistika terse•
but. Bagi tujuan pendidikan yang .kedua yakni pendidikan simbolik
maka yang penting adalah.pengetahuan mengenai kegunaan rum us terse•
·bur serta penalaran deduktif dalam penyusunan meskipun tidak secara
seluruhnya merupakan analisis matematik. ·
Jadi jika sekiranya memang diperlukan pola pendidikan yang berbeda
maka alternatif yang dapat ·ditempuh bukan lagipernbagian jurusan ber•
dasarkan bidang .keilrnuan meiainkan berdasarkan tujuan pendidikan
matematika. Pada tahap pendidikan yang tepat maka seseorang diperke•
nankan untuk mernilih jurusan berdasarkan bakat matematikanya. Pem•
bagian jurusan semacam ini bukan saja tidak akan rnenghalangi kemaju•
ari seluruh bidang keilnruan namun juga akan meningkatkan mutu ke•
ilmuan itu sendiri. Peningkatan pendidikan keilmuan harus ditekankan
kepada penguasaan cara berpikir Ilmiah yang ditopang oleh sarana-sar.a•
na berpikir ilmiah termasuk matematika dan statistika. Tanpa pengem•
bangan sarana ini maka ilmu sukar untuk berkembang dengan pesat. Di
samping itu produk teknologi seperti komputer sangat mernbantu pene•
laahan ilmiah di mana kompuiasi tidak usah lagi dilakukan oleh manusia.
Dengan perkembangan teknologi ini maka seseorang yang rnempunyai
_ bakat berpikir kualitatif kelas satu namun hanya mempunyai bakat
matematika secara sedang-sedang saja bisa berkernbang rnenjadi seorang
ilmuwan yang bermutu.
Tentu saja pendekatan dikotorni dalam pendekatan pendidikan ma•
ternatika ini tidak akan bisa mernecahkan sernua persoalan, namuu
paling tidak, terdapat suatu jalan ke luar yang pragmatis dari diJema
~ yang dihadapi sistern pendidikan kita. Sebe iarnya menggant i sis: em
dikotomi yang satu dengan dikotorni yang lain ridak n1t:mccahkan
masalah secara keseluruhan. Namun dalam sistern pendidikan sikap
yang berhati-hati adalah mutlak diperlukan. Manusia itu sendiri adalah
pro.duk dari suatu proses belajar di mana tercakup di dalamnya karakte•
ristik cara berpikir masyarakat yang berkembang menurut tahapannya.
· Yang pasti adalah bahwa dalam tahap perkernbangan sekarang ini pem•
bagian jurusan dalam sistem pendidikan kita berdasarkan bidang ke•
ilmuan sudah tidak dapat dipertahankan lagi,
Suatu usaha yan~ fundamental dan sisternatis dalarn rnenghadapi ma•
salah ini perlu diusahakan, Adanya dua pola kebudayaan dalam bidang
keilmuan kita bukan saja merupakan sesuatu yang regresif rnelainkan
juga destruktif, bukan saja bagi kemajuan ilmu itu sendiri, rnelainkan
juga bagi pengernbangan peradaban secara keseluruhan. Tak ada pilihan
lagi: tembok pemisah itu harus dirubuhkan.
~