Anda di halaman 1dari 14

Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi,

sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti proses oksidasi
disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa
di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada
reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus
selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor
mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar, 2003).

Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namin demikian, oksidator dapat
ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah
kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks yang
menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan
larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai, 1995).

Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida
digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi
yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan
iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi
sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion
iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang
kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat
berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986).

Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25 0C), tetapi agak larut
dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar dapat dibuat dengan
menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol volumetrik. Iodium,
dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang
dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan
distandarisasikan terhadap suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan.
(Underwood, 1986).

Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium
tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh
distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar
primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat
digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan
standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan
penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari
iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).

Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu kepada titrasi
dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-kadang
dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi
kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel:

I2(solid) 2e 2I-
adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan
adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi iodida
dengan suatu zat pengoksid seperti kalium permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi
relatif rendah. Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida
terdapat dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida:

I2(aq) + I- I3-

Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik ditulis sebagai:

I3- + 2e 3I-

Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida merupakan
zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium dikromat, dan
serium(IV) sulfat (Bassett, J. dkk., 1994).

Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan iod dalam
kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalh ion tri-iodida, I3-. Untuk tepatnya, semua
persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan dengan I2,
misalnya:

I3- + 2S2O32- = 3I- + S4O62-

akan lebih akurat daripada:

I2 + 2S2O32- = 2I- + S4O62-

(Bassett, J. dkk., 1994).

Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai
indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada
pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan
untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi
koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat
peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan
netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood, 1986).

http://annisanfushie.wordpress.com/2009/07/17/iodometri-dan-iodimetri/

Proses oksidasi reduksi atau redoks menyangkut perubahan elektron pada zat-zat yang
bereaksi. Oksidasi adalah peristiwa pelepasan elektron dan reduksi adalah peristiwa pengikatan
elektron. Iodium adalah oksidator lemah, sedangkan iodida merupakan suatu reduktor kuat.
Persamaan reaksi pada reaksi iodium adalah :
Pada titrasi dengan menggunakan iod ada dua istilah yang lazim digunakan yaitu
iodimetri dan iodometri. Pada iodimetri, iodium digunakan untuk menitrasi reduktor-reduktor
yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalensi. Reaksi oksidasi yang berlangsung
dengan larutan iodium di antaranya dengan H2S, H2SO4, H2AsO4, Sn2+ dan S2O32-.
Dengan cara iodometri oksidator yang dianalisis direaksikan dengan iodida berlebih
dalam suasana larutan yang cocok, dan iodium yang dibebaskan secara kuantitatif dititrasi antara
lain dengan larutan baku natrium tiosulfat. Cara iodometri dapat digunakan untuk menganalisa
oksidator yang kuat. Di antaranya MnO4-, Cr2O72-, BrO3-, IO3-, ClO3-, HNO3, Cu2+ dan HOCl.
Pada iodimetri atau iodometri titik akhir titrasinya didasrkan atas terbentuknya iodium bebas.
Adanya iodium dapat ditunjukkan dengan adanya indikator amilum atau dengan pelarut organik
(CHCl atau CCl4) yang dapat mengekstraksi iodium dalam air. Beberapa sumber kesalahan
dalam titrasi iodimetri atau iodometri di antaranya :
a. Iodium mudah menguap
b. Dalam suasana asam, iodida akan dioksidasi oleh O2 dari udara.

Larutan iodium dalam air yang mengandung iodida berwarna kuning sampai jingga.
Indikator kanji dengan iodium yang mengandung akan senyawa kompleks yang berwarna biru.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan indikator kanji, yaitu :
a. Kanji tidak larut dalam air dingin
b. Suspensi kanji tidak stabil (mudah rusak)
c. Senyawa kompleks iodium dengan kanji keadaannya stabil (tidak reversibel), jika konsentrasi
I2nya tinggi (pekat). Penambahan indikator dilakukan setelah jumlah iodium seminimal
mungkin. Indikator lainnya yang dapat dipakai pada iodometri adalah CCl4 dan CHCl3.
Logam tembaga atau ion tembaga dapat ditetapkan kadarnya secara iodometri dengan
cara mengubahnya menjadi ion tembaga (II) dan selanjutnya direaksikan dengan iodida dan I2
yang dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat.
Untuk mendapatkan hasil titrasi yang sempurna dilakukan pada suasana pH larutan 4-4,5.
Hal ini dilakukan dengan menambahkan asam asetat sehingga terjadinya buffer asam asetat –
natrium asetat. Jika pada larutan ion tembaga (II) terdapat asam mineral, tambahkan beberapa
tetes larutan natrium karbonatsampai tidak terjadi gas dan bila ada endapan tambahkan beberapa
tetes asam asetat.
http://ivanscay.blogspot.com/2011/11/laporan-praktikum-kimia-analisis.html

Iodometri merupakan analisa titrimetrik secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator
seperti besi III / Fe(III), tembaga II / Cu (II). Titrasi iodometri dapat digunakan
untukmenetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebihbesar
daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti
CuSO4.%H2O.

Pada metode iodometri ini,sampel yang bersifat Oksidator akan direduksi oleh KI (kalium
iodida)secara berlebih dan akan menghasilkan I2 (Iodium) yang selanjutnya akan di ttrasi oleh
Na2S2O3 ( natrium thiosulfat).Banyakknya volume Na2S2O3 ( natrium thiosulfat) yang digunakan
sebagai titran itu setara dengan I2 (iodium) yang dihasilkan dan setara dengan kadar sampel.

Larutan standard yang digunakan dalam metode iodometri adalah Na2S2O3( natrium thiosulfat).
Garam ini biasanya berbentuk dalam bentuk pentahidrat atau Na2S2O3.5H2OLarutan tidak boleh
distandaarisasi dengan cara penimbangan secara langsung,tetapi harus distandarisasi dengan
standard primer.Karena Na2S2O3.5H2O tidak stabil dalam jangka penyimpanan yang lama.

Pada pemeriksaan metode iodometri perlu dijaga kestabilan pH (pondus hydrogen).Larutan harus
dijaga pada pH kurang dari 8.Karena jika pH lebih dari 8 atau dalam suasana alkalis I2akan
bereaksi dengan Hidroksida(OH-) membentuk Iodida dan hyphoiodit yang selanjutnya terurai
menjadi Iodida dan Iodidat yang dapat mengoksidasi thiosulfat menjadi sulfat.Sehingga reaksi
berjalan tidak kuantitatif.

Indikator pada metode ini menggunakan amylum 1%.Amylum ini memiliki sifat sukar larut
dalam air serta tidak stabil dalam suspensi air membentuk senyawa kompleks yang sukar larut
dalam air jika bereaksi dengan iodium.Sehingga penanbahan amylum sebagai Indikator tidak
boleh ditambahkan pada awal reaksi.penambahan amylum sebagai indicator sebaiknya diberikan
menjelang titik akhir titrasi (pada saat larutan berwarna kuning pucat).

Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna biru menjadi larutan bening(dari warna biru
sampai warna biru hilang.Jadi penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir
titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum
sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera
mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat
juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya
sangat jelas. Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi
pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan.
Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya
ditambahkan pada titik akhir titrasi. Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral dititrasi
dengan natrium thiosulfat, maka :
I3- + 2S2O32- 3I- + S4O62-

S2O32- + I3- S2O3I- + 2I-

2S2O3I- + I- S4O62- + I3-

S2O3I- + S2O32- S4O62- + I-

Natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O)dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang
tinggi, namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat,
karenaNa2S2O3.5H2O meiliki sifat flouresen atau melapuk-lekang dari garam itu dan tidak stabil
dalam penyimpanan jangka lama.Oleh karena itu, zat ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan
sebagai larutan baku standar primer. Natrium tiosulfat(Na2S2O3.5H2O) merupakan suatu zat
pereduksi, dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

2S2O32- S4O62- + 2e-

Pembakuan larutan natrium tiosulfat ( Na2S2O3.5H2O) dapat dapat dilakukan dengan


menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer,
atau dengan kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar sekundernya.
Namun pada percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses pembakuan natrium
tiosulfat( Na2S2O3.5H2O) adalah kalium iodat (KIO3) standar.

Larutan natrium thiosulfat ( Na2S2O3.5H2O) sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam
proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat(KIO3) yang
merupakan standar primer. Larutan kalium iodat(KIO3) iniharus ditambahkan dengan asam
sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodide(I2),
larutan berubah menjadi coklat kehitaman. Fungsi penambahan asam sulfat pekat (H2SO4 PA)
dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium
iodat (KIO3) dan klium iodide (KI) berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah.

Reaksinya adalah sebagai berikut :

IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O

DAFTAR PUSTAKA

Basset.J etc. 1994.Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.:


Erlangga.Jakarta

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.


http://aaknasional.wordpress.com/2012/07/03/iodimetri/

Dasar Teori
Definisi dari analisis kualitatif adalah pemeriksaan kimiawi tentang jenis-jenis unsur atau
ion terdapat dalam suatu zat tunggal atau campuran beberapa zat. Setelah sifat dasar penyusun-
penyusun dari suatu contoh itu dipastikan, seringkali analisis itu kemudian diminta menetapkan
banyaknya tiap komponen atau komponen – komponen khusus yang ada di dalamnya. Penetapan
semacam ini terletak didaerah analisis kuantitatif (Bassett, 1994).
Istilah oksidasi mengacu kepada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikkan bilangan
oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai dengan hilangnya elektron, sedangkan reduksi
memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa dimana atom yang mengalami penurunan
bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang mengalami kenaikkan bilangan oksidasi.
Oksidasi reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain.
Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa tidak kepada atomnya saja. Jika suatu
reagen berperan baik sebagai reduktor dan oksidator, maka dikatakan zat tersebut mengalami
autooksidasi atau disproporsionasi (Khopkar, 2002).
Titrasi – titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit.
Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun
demikian penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran
juga sering digunakan. Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
titrasi langsung (iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodometri) (Rohman, 2007).
Iodometri atau iodimetri merupakan titrasi-titrasi yang menyangkut reaksi :
I2 + 2e 2I-
Titrasi langsung yang disebut iodimetri, larutan baku I2 dipakai sebagai titrat atau titran untuk
mengoksidasi analat, cara ini jarang dipakai sebab iodium sendiri merupakan oksidator lemah.
Titrasi tidak langsung yang disebut iodometri, KI digunakan sebagai reduktor untuk mereduksi
analat sehingga terbentuk I2 bebas, I2 bebas ini dititrasi oleh larutan baku Na2S2O3. Cara ini dapat
digunakan untuk menganalisis hampir semua oksidator yang kuat sehingga lebih sering
digunakan daripada iodimetri (Harjadi, 1993).
Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi
reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi
(iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Beberapa zat
merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium.
Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup
kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik.
Dengan adanya kelebihan ion iodida yang ditambahkan pada pereaksi oksidasi yang ditentukan,
yaitu dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat
(Day & Underwood, 1986).
Kelarutan iodium rendah dalam air maka larutannya dibuat dengan menambahkan KI
berlebihan, sehingga terjadi reaksi berikut :

I2 + I- I3- K= = 7 x 102
Tetapan kesetimbangan proses pembentukan kompleks ini tidak begitu besar, sehingga kelebihan
ion iodida dapat menggeser reaksi ke arah kanan, akibatnya dalam larutan itu iodium berada
dalam bentuk ion tri-iodida I3- (Svehla, 1979).
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan
iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi
dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel:
I2(solid) 2e 2I-
Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan adanya iod padat; reaksi
sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid
seperti kalium permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah. Dekat
permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat dengan berlebih,
terbentuklah ion tri-iodida:
I2(aq) + I- I3-
karena iod mudah larut dalam larutan iodida, reaksi sel setengah itu lebih baik ditulis sebagai:
I3- + 2e 3I-
Potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida merupakan zat
pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium dikromat, dan serium
(IV) sulfat (Bassett, 1994).
Zat-zat pereduksi yang kuat (zat – zat potensial reduksi yang jauh lebih rendah), seperti
timah (II) klorida, asam sulfat, hidrogen sulfida, dan natrium thiosulfat, bereaksi lengkap dan
cepat dengan iod, bahkan dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang lemah misalnya arsen
trivalen, atau stibium trivale, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap
netral atau, sangat sedikit asam. Pada kondisi ini, potensial reduksi adalah minimum, atau daya
mereduksinya adalah maksimum (Bassett, 1994).
Jika suatu zat pengoksid kuat diolah dalam larutan netral atau (lebih biasa) larutan asam,
dengan ion iodida yang sangat berlebih, yang terakhir bereaksi sebagai zat pereduksi, dan
oksidan akan direduksi secara kuantitatif. Dalam hal-hal yang demikian, sejumlah iod yang
ekivalen akan dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi, biasanya
natrium thiosulfat (Bassett, 1994).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai
indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada
pelarut – pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang – kadang hal ini
digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan
(dispersi koloidal) kanji karena warna biru tua dari kompleks kanji – iodium dipakai untuk suatu
uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada
larutan netral dan akan lebih besar lagi dengan adanya ion iodida (Anonim1, 2007).
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium
thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh
distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar
primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day &
Underwood,1986).
Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi dengan natrium
thiosulfat maka:
I3- + 2S2O32-  3I- + S4O62-
Selama reaksi zat antara S2O32- yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai berikut : S2O32- +
I3-  S2O3I- + 2I- yang mana berjalan terus menjadi: S2O3I- + S2O32- S4O62- +I3- Reaksi
berlangsung baik dibawah pH = 5,0 (Khopkar, 2002).
http://kuropedia.blogspot.com/2011/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html

DISSOLVE OKSIGEN
OKSIGEN TERLARUT (DO)

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen =DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses
metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan
pembiakan.Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik
dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari
udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (SALMIN, 2000).
Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu,
salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. ODUM (1971)
menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan
berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi,
karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan
bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis
semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi
bahan-bahan organik dan anorganik Keperluan organism terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung
pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relative lebih
sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu
yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan
yang kekurangan oksigen terlarut (WARDOYO, 1978). Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah
2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen
terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (SWINGLE, 1968). Idealnya,
kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada
tingkat kejenuhan sebesar 70 % (HUET, 1970). KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut
adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut (ANONIMOUS, 2004).

pembahasan

Penentuan oksigen secara titrimeteri dilakukan menurut metoda standar Winkler dengan
menggunakan titrasi iodometri. Dengan menggunakan botol winkler atau juga metoda
Iodometri, Dalam Metoda ini oksigen tidak dititrasi secara langsung akan tetapi diikat terlebih
dahulu dengan pereguksi Mn(OH)2 sehingga terbentuk endapan coklat Mn(OH)2. Endapan ini
dalam kondisi asam akan larut dan membebaskan I2 dari KI. I2 bebas dari dalam air akan
berwarna kuning sampai kecoklatan tergantung pada jumlah molekul yang ada . Jumlah I2
bebas inilah yang akan ditentukan jumlahnya dengan jalan titrasi dengan thiosulfat (S2O3=).
Karena jumlah molekul thiosulfat diketahui sebelumnya (0,025N) dan jumlah atau volume yang
digunakan untuk mengikat I2 dapat dilihat pada akhir titrasi, maka kadar O2 terlarut dalam air
dapat dihitung.

Kelebihan dan Kelemahan Metode Analisis BOD


a. Kelebihan dan Kelemahan Metode Winkler
Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisa BOD melalui penganalisaan oksigen
terlarut (DO) terlebih dahulu adalah metoda Winkler lebih analitis, teliti dan akurat apabila
dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dala titrasi iodometri ialah
penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tio dan penambahan indikator amilumnya.
Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil
penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara DO meter, harus diperhatikan
suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital
terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana
lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan.
Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih
dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran.
Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimana dengan
cara Winkler penambahan indikator amylum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir
titrasi agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi
untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini
disebabkan karena I2 mudah menguap. Dan ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri
yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan
adsorpsi I2 oleh endapan.

Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium
tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh
distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar
primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat
digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan
standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan
penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari
iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).

Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25 0C), tetapi agak larut
dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar dapat dibuat dengan
menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol volumetrik. Iodium,
dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang
dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan
distandarisasikan terhadap suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan.
(Underwood, 1986)
aDASAR TEORI

Biologycal Oxygen Demand (BOD)

BOD adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses mikrobiologis yang
benar-benar terjadi dalam air. BOD merupakan parameter yang umum dipakai untuk menentukan
tingkat pencemaran bahan organik pada air limbah. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan
beban pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara biologis (G.
Alerts dan SS Santika, 1987). Adanya bahan organik yang cukup tinggi (ditunjukkan dengan nilai BOD dan
COD) menyebabkan mikroba menjadi aktif dan menguraikan bahan organik tersebut secara biologis
menjadi senyawa asam-asam organik.

Biologycal Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
selama penghancuran bahan organik dalam waktu tertentu pada suhu 20 oC. Oksidasi biokimiawi ini
merupakan proses yang lambat dan secara teoritis memerlukan reaksi sempurna. Dalam waktu 20 hari,
oksidasi mencapai 95-99 % sempurna dan dalam waktu 5 hari seperti yang umum digunakan untuk
mengukur BOD yang kesempurnaan oksidasinya mencapai 60– 70 %. Suhu 20 oC yang digunakan
merupakan nilai rata-rata untuk daerah perairan arus lambat di daerah iklim sedang dan mudah ditiru
dalam inkubator. Hasil yang berbeda akan diperoleh pada suhu yang berbeda karena kecepatan reaksi
biokimia tergantung dari suhu.

OKSIGEN TERLARUT (DO)

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen =DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses
metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan
pembiakan.Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik
dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari
udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (SALMIN, 2000).
Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu,
salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. ODUM (1971)
menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan
berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi,
karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan
bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis
semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi
bahan-bahan organik dan anorganik Keperluan organism terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung
pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relative lebih
sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu
yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan
yang kekurangan oksigen terlarut (WARDOYO, 1978). Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah
2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen
terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (SWINGLE, 1968). Idealnya,
kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada
tingkat kejenuhan sebesar 70 % (HUET, 1970). KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut
adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut (ANONIMOUS, 2004).

Metode Analisa BOD


Definisi dari analisis kualitatif adalah pemeriksaan kimiawi tentang jenis-jenis unsur atau
ion terdapat dalam suatu zat tunggal atau campuran beberapa zat. Setelah sifat dasar penyusun-
penyusun dari suatu contoh itu dipastikan, seringkali analisis itu kemudian diminta menetapkan
banyaknya tiap komponen atau komponen – komponen khusus yang ada di dalamnya. Penetapan
semacam ini terletak didaerah analisis kuantitatif (Bassett, 1994).
Istilah oksidasi mengacu kepada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikkan bilangan
oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai dengan hilangnya elektron, sedangkan reduksi
memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa dimana atom yang mengalami penurunan
bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang mengalami kenaikkan bilangan oksidasi.
Oksidasi reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain.
Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa tidak kepada atomnya saja. Jika suatu
reagen berperan baik sebagai reduktor dan oksidator, maka dikatakan zat tersebut mengalami
autooksidasi atau disproporsionasi (Khopkar, 2002).
Titrasi – titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit.
Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun
demikian penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran
juga sering digunakan. Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
titrasi langsung (iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodometri) (Rohman, 2007).
Iodometri atau iodimetri merupakan titrasi-titrasi yang menyangkut reaksi :
I2 + 2e 2I-
Titrasi langsung yang disebut iodimetri, larutan baku I2 dipakai sebagai titrat atau titran
untuk mengoksidasi analat, cara ini jarang dipakai sebab iodium sendiri merupakan oksidator
lemah. Titrasi tidak langsung yang disebut iodometri, KI digunakan sebagai reduktor untuk
mereduksi analat sehingga terbentuk I2 bebas, I2 bebas ini dititrasi oleh larutan baku Na2S2O3.
Metode Pemeriksaan BOD adalah dengan metode Winkler (titrasi di laboratorium).
Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri.
Dengan cara iodometri oksidator yang dianalisis direaksikan dengan iodida berlebih dalam
suasana larutan yang cocok, dan iodium yang dibebaskan secara kuantitatif dititrasi antara lain
dengan larutan baku natrium tiosulfat. Cara iodometri dapat digunakan untuk menganalisa
oksidator yang kuat. Di antaranya MnO4-, Cr2O72-, BrO3-, IO3-, ClO3-, HNO3, Cu2+ dan HOCl.
Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den NaOH-KI, sehingga
akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi
akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan
oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium
tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
Prinsip pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik dengan
oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Untuk
menguraikan zat organik memerlukan waktu ± 2 hari untuk 50% reaksi, 5 hari untuk 75% reaksi
tercapai dan 20 hari untuk 100% reaksi tercapai. Dengan kata lain tes BOD berlaku sebagai
simulasi proses biologi secara alamiah, mula-mula diukur DO nol dan setelah mengalami
inkubasi selama 5 hari pada suhu 20°C atau 3 hari pada suhu 25°C–27°C diukur lagi DO air
tersebut.
Perbedaan DO air tersebut yang dianggap sebagai konsumsi oksigen untuk proses biokimia
akan selesai dalam waktu 5 hari dipergunakan dengan anggapan segala proses biokimia akan
selesai dalam waktu 5 hari, walau sesungguhnya belum selesai.
Pengujian BOD menggunakan metode Winkler-Alkali iodida azida, adalah penetapan
BOD yang dilakukan dengan cara mengukur berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam sampel
yang disimpan dalam botol tertutup rapat, diinkubasi selama 5 hari pada temperatur kamar,
dalam metode Winkler digunakan larutan pengencer MgSO4, FeCl3, CaCl2 dan buffer fosfat.
Kemudian dilanjutkan dengan metode Alkali iodida azida yaitu dengan cara titrasi, dalam
penetapan kadar oksigen terlarut digunakan pereaksi MnSO4, H2SO4, dan alkali iodida azida.
Sampel dititrasi dengan natrium thiosulfat memakai indikator amilum (Alaerts dan Santika,
1984).
Waktu yang dibutuhkan untuk mengoksdasi bahan–bahan organik pada suhu 200C adalah
seperti di dalam tabel berikut ini.
Tabel 10. Pengaruh waktu terhadap persentase bahan organik
http://goelanzsaw.blogspot.com/2013/02/analisa-bod-dalam-air.html (tabelnya)
http://goelanzsaw.blogspot.com/2013/02/analisa-bod-dalam-air.html

http://aaknasional.wordpress.com/2012/06/23/metode-iodometri/

Anda mungkin juga menyukai