BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar Matematika merupakan suatu syarat cukup untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang berikutnya. Karena dengan belajar matematika, kita
akan belajar bernalar secara kritis, kreatif dan aktif. Matematika merupakan
ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol, maka konsep-konsep matematika
harus di pahami terlebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu.
Pada usia siswa sekolah dasar ( 7-8 tahun hingga 12-13 tahun), menurut teori
kognitif Piaget termasuk pada tahap operasional konkret. Berdasarkan
perkembangan kognitif ini, maka anak usia sekolah dasar pada umumnya
mengalami kesulitan dalam memahami matematika yang bersifat abstrak.
Karena keabstrakannya matematika relatif tidak mudah dipahami oleh siswa
sekolah dasar pada umumnya[ CITATION Sus131 \l 1057 ].
Menurut Jadmoko Anggapan sebagian besar peserta didik mengenai
pelajaran matematika merupakan pelajaran yang sulit dan menakutkan. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa selama ini matematika merupakan mata
pelajaran yang menjadi momok bagi semua orang tidak terkecuali bagi anak
SD. Matematika di anggap sebagai mata pelajaran yang sangat sulit untuk di
pahami karena matematika identik dengan banyaknya rumus yang harus di
hafalkan dan banyaknya soal yang harus di kerjakan, sehingga citra
matematika sebagai pelajaran yang sulit semakin melekat erat dalam diri
peserta didik.
Masalah itu dapat di sebabkan karena pengunaan alat peraga di
sekolah belum membudaya dan juga guru dalam penyajian materi pelajaran
matematika tidak dapat mebuat peserta didik termotivasi, senang dalam
mengikuti pelajaran, dan akan berdampak pada hasil belajar peserta didik
yang kurang maksimal. Begitu juga pembelajaran matematika di SDN 2
Ciwaringin sebagai contoh yang penyampaian materi pembelajaran
cenderung bersifat konvensional yang berpusat pada guru (teacher centred),
yang kurang memotivasi peserta didik untuk belajar. Dari hasil Observas
1
2
yang dilakukan, pada tanggal 24-25 September, 2018, peserta didik hanya
datang ke sekolah, duduk, diam, mendengarkan, memperhatikan penjelasan
guru, mencatat setelah itu guru memberikan beberapa soal dan meminta
peserta didik untuk mengerjakannya. Hal ini selaras dengan penelitian yang
dilakukan oleh [ CITATION Roh \l 1057 ] yang beranggapan bahwa
matematika merupakan pelajaran yang membosankan dan menyulitkan. Hal
ini dikarenakan, dalam proses pembelajaran objek yang dipelajari merupakan
objek yang abstrak. Hal ini pula yang menyebabkan rendahnya hasil belajar
siswa dalam pelajaran matematika. Sedangkan menurut[CITATION
Nur121 \t \l 1057 ] selama ini proses pembelajaran mata pelajaran
matematika masih secara konvensional yaitu dalam proses belajarnya masih
secara verbalistik dan latihan. Pembelajaran seperti ini sulit menghasilkan
siswa yang sanggup bertindak atas pemikiran logis, rasional kritis, cermat dan
jujur, artinya siswa tidak bisa mengekspresikan pemahamannya karena siswa
terbiasa menerima pelajaran sehingga siswa kurang aktif dalam proses belajar
mengajar.
Hal itu berdampak pada kondisi peserta didik yang jenuh terhadap
pelajaran dan tidak fokus pada pembelajaran melainkan bermain dengan
teman sebangku. Hal yang paling penting adalah kesulitan peserta didik
dalam memahami materi pelajaran yang di sampaikan oleh guru terbukti pada
saat peserta didik di minta maju untuk mengerjakan contoh soal, mereka
masih kesulitan dalam mengerjakan soal itu dan juga terlihat ketika peserta
didik mengerjakan soal evaluasi, terlihat bahwa peserta didik kurang mampu
mengerjakan soal, oleh karena itu peneliti tertarik untuk penelitian yang
mencobakan alat peraga untuk membantu peserta didik memahami materi
pelajaran yang di sampaikan guru.karena pembelajaran matematika pada
hakikatnya mengkaji benda abstrak. Jadi disinilah peran seorang guru harus
pandai mengurangi keabstrakan dan menggantinya dengan sajian materi yang
lebih konkret. Pada dasarnya pemikiran anak-anak usia sekolah dasar
terutama siswa kelas rendah disebut pemikiran operasional konket yang
3
B. Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan Latar belakang di atas maka di dapat bebrapa masalah nya
yaitu :
a. Penggunaan alat peraga di sekolah belum membudaya.
b. Dalam penyajian materi khususnya Matematika guru kurang
memberikan motivasi kepada peserta didik nya.
5
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penerapan metode Student Teams Achievement
Division (STAD) berbantuan alat peraga cangplung pada materi perkalian
di kelas 3 SDN 2 Ciwaringin.
2. Untuk mengetahui hasil belajar matematika materi perkalian di kelas 3
SDN 2 Ciwaringin.
3. Untuk mengetahui seberapa efektivkah pengunaan metode Student Teams
Achievement Division (STAD) berbantuan alat peraga cangplung terhadap
hasil belajar matematika siswa materi perkalian di kelas 3 SDN 2
Ciwaringin.
6
D. Manfaat Penelitian
` Manfaat yang di harapkan dari pelaksanaan penelitian ini dapat di
kemukakan sebagai berikut :
1. Bagi peneliti
a. Menambah penegetahuan tentang bagaiamana cara mengajar yang baik
dan benar nantinya dalam menggunakan alat peraga dan metode yang
tepat.
b. Menambah pengetahuan tentang bagaimana mengkondisikan peserta
didik agar dapat ikut serta dalam proses pembelajaran.
2. Bagi Peserta Didik
a. Memberikan kesempatan yang leluasa pada peserta didik utnuk terlibat
aktif dalam proses belajar.
b. Memberikan pengalaman yang berkesan terhadap peaserta didik.
c. Lebih semangat dalam belajar.
3. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai pedoman dan bahan
pertimbangan dalam mencari metode dan alat peraga dalam pembelajaran
untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif dan efektif dalam proses
belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan terutama
pada pembelajaran Matematika.
a. Bagi Sekolah
Bila dalam penelitian ini ada efektivitas yang positif terhadap hasil
belajar peserta didik terutama dalam bidang pelajaran matematika,
maka sekolah lebih baik menerapkan penggunaan metode pembelajaran
dan alat peraga dalam pembelajaran sehingga mampu menjadikan
peserta didik yang berprestasi dan hasil belajar siswa meningkat yang
pada akhirnya mencapai hasil yang maksimal.
7