KLIPING
KLIPING
KELAS Xl B FARMASI 1
Peningkatan jumlah manusia yang berpindah tempat dari satu negara ke negara lain pada era
globalisasi ini semakin tak terbantahkan. Mereka pergi dengan berbagai alasan, ada yang ke
negara lain semata untuk liburan, mencari ilmu, mungkin juga untuk mencari bekerja atau bisa
juga untuk urusan bisnis.
Namun demikian, nyatanya pergi ke negara lain itu tak selalu berjalan lurus. Tidak jarang juga
orang yang bepergian menghadapi berbagai masalah hukum, misalnya masuk secara ilegal,
hilang paspor, bahkan melakukan kejahatan seperti pembunuhan maupun pemerkosaan.
Salah satu topik yang sedang menjadi buah bibir sebagian besar masyarakat dunia khususnya
Indonesia dan Inggris adalah kasus Reynhard Sinaga. Reynhard adalah seorang warga negara
Indonesia (WNI) yang dijatuhi hukuman seumur hidup karena telah terbukti memperkosa lebih
dari 150 orang.
Perwakilan konsuler bertanggung jawab memberikan pelayanan publik terkait aspek-aspek non-
politis, misalnya urusan hukum warga di luar negeri.
Salah satu kewajiban pemerintah Indonesia adalah melindungi warga negara yang sedang
menghadapi masalah hukum di negara orang. Tapi apa saja bantuan hukum yang bisa diberikan?
Tulisan ini berusaha menjelaskannya.
Bantuan Hukum di Luar Negeri
Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi WNI yang ada di luar negeri.
Hal ini sudah ditegaskan dalam Pasal 19(b) Undang-Undang (UU) No. 37 Tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri.
Dalam pemberian bantuan hukum, konvensi tersebut mewajibkan negara untuk mewakili atau
menunjuk pengacara yang tepat untuk warganya dalam menghadapi persidangan dengan tujuan
agar mereka memperoleh perlakuan yang adil dan hak-haknya juga dilindungi.
Namun, sebelum memberikan pendampingan kepada warga negara yang terkena masalah
hukum, negara asal berhak mendapat pemberitahuan dari pemerintah negara setempat.
Namun, beberapa negara sering juga tidak memberi tahu negara terdakwa/terpidana. Misalnya
Amerika Serikat di dalam kasus Karl dan Walter La Grand , dua bersaudara asal Jerman yang
melakukan perampokan bersenjata dan dijatuhi hukuman mati dengan dakwaan terorisme pada
1999. Ada juga kasus Tuti Tursilawati, seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dieksekusi
mati pada 2018 karena membunuh ayah majikannya di Arab Saudi.
Jalur diplomasi
Di luar proses hukum yang berjalan, setiap negara juga berhak menggunakan jalur diplomasi
untuk menyelesaikan kasus hukum.
Perlu diingat, negara lain tidak bisa mengintervensi proses persidangan yang sedang berjalan di
sebuah negara karena bagaimana pun juga supremasi hukum negara tersebut harus dihormati.
Salah satu mekanisme jalur diplomasi yang dapat digunakan adalah mekanisme konsultasi
konsuler dengan negara di mana warganya menjalani proses hukum.
Hal ini baru saja dilakukan pemerintah Indonesia pada kasus Sutini, seorang narapidana
perempuan asal Indonesia yang tengah menjalani hukuman 25 tahun karena kasus narkotik di
Iran.
Dalam sebuah pertemuan di Yogyakarta Agustus tahun lalu, pemerintah Indonesia meminta
pemerintah Iran untuk memberikan pengampunan kepada Sutini dengan memberikan
pembebasan bersyarat.
Jalur diplomasi ini sifatnya dinamis. Apa pun bisa saja terjadi dengan syarat para pihak memang
sama-sama berkendak untuk bersepakat.
Dari jalur diplomasi, putusan seumur hidup yang diberikan kepada Reynhard masih menyisahkan
ruang untuk dikurangi. Namun, memang hal ini tidak mudah karena tergantung pemerintah
Inggris memandang kasus Reynhard ini di negaranya. Hal lainnya bergantung pada negosiasi
antara pemerintah Inggris dan Indonesia.
Pemerintah Indonesia sejauh ini telah berhasil membebaskan 443 WNI dari ancaman hukuman
mati dalam rentang waktu 2014 hingga 2018.
Menggunakan jalur diplomasi merupakan salah satu langkah yang efektif untuk memberikan
perlindungan kepada WNI yang terkena hukuman. Nasib Reynhard pada akhirnya akan
ditentukan berdasarkan kualitas dari hubungan diplomatik Indonesia dan Inggris.