Laporan Pendahuluan Dan SP Jiwa
Laporan Pendahuluan Dan SP Jiwa
Oleh :
IDWAN NURYANTO
2011040052
2020
1. DEFINISI
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menular langsung
melalui droplet orang yang telah terinfeksi kuman/basil tuberkulosis. (WHO, 2014 dalam
Najmah, 2016).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan Mycobacterium
tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri
ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan dan luka terbuka
pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang
terinfeksi bakteri tersebut. (Sylvia A.price dalam Amin & Hardhi, 2015)
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
basil Mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernapasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkulosis masuk ke dalam
jaringan paru melaluiairbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal
sebagai focus primer dari ghon. (Hood Alsagaff, 1995 dalam Andra & Yessie, 2013)
2. ETIOLOGI
Penyebabnya adalah mycobacterium tuberculosis sejenis kuman berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Sifat kuman:
a) Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam basa (asam alkohol) disebut bakteri tahan asam
(BTA).
b) Kuman tahan terhadap gangguan kimia dan fisis
c) Kuman dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin.
d) Kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma
makrofag karena makrofag banyak mengandung lipid.
Kuman bersifat aerob, kuman lebih menyukai jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. (Nixson Manurung, 2016)
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosa. Basil ini tidak berspora
sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua
macam Mycobacteria Tuberculosis yaitu tipe Human dan tipe Bovin. Basil
tipe Human bisa berada dibercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita
TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya. (Wim de Jong dalam
Amin & Hardhi, 2015)
Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan
menyebar kenodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat
menyebabkan TB pada orang lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-
tahun. (Patrick Davey dalam Amin & Hardhi, 2015)
Agen infeksius utama, mycobacterium culosis adalah batang aerobik tahan asam yang
tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. (Andra & Yessie,
2013)
Mary DiGiulio, dkk (2014) menjelaskan tentang etiologi tuberkulosis adalah sebagai
berikut:
Penyakit infeksi yang menyebar dengan rute naik di udara. Infeksi disebabkan oleh
penghisapan air liur yang berisi bakteri tuberkulosis. Seorang yang terkena infeksi dapat
menyebarkan partikel kecil malalui batuk, bersin, atau berbicara. Berhubungan dekat
dengan mereka yang terinfeksi meningkatkan kesempatan untuk transmisi. Begitu
terhisap, organisme secara khas diam di dalam paru-paru, tetapi dapat menginfeksi organ
tubuh lainnya. Organisme mempunyai kapsul sebelah luar.
TB primer terjadi ketika pasien pada awalanya terkena infeksi mycobacterium.
Setelah dihirup ke dalam paru-paru, organisme penyebab suatu reaksi dilokalisir.
Ketika makrofag dan T-Lymphocytes berusaha mengisolasikan memusnahkan
mycobacterium di dalam paru-paru, kerusakan juga disebabkan jaringan paru-paru.
Lukagranulomatous yang berkembang berisi mycobacterium, makrofag, dan sel lain.
Perubahan necrotic terjadi di dalam luka ini. Granuloma berkembang sepanjang getah
bening sepanjang waktu yang sama. Area ini menciptakan kompleks Ghon yang
merupakan kombinasi dari area yang pada awalnya terkena infeksi basil yang naik di
udara yang disebut fokus Ghon dan luka geta bening. Mayoritas orang dengan infeksi
baru dan sistem imun yang baik akan menderita infeksi laten. Penyakit tidak aktif pada
kondisi seperti ini dan tidak akan ditularkan. Pada pasien dengan respon inum kurang baik,
tuberkulosis akan progresif, kerusakan jaringan paru-paru terus berlangsung, dan area lain
paru-paru juga akan terkena.
Pada TB sekunder, penyakit diaktifkan pada tahap kemudian. Pasien mungkin
terinfeksi kembali dari air liur, atau dari luka utama sebelumnya. Karena pasien telah
sebelumnya terinfeksi TB, respon imun akan dengan cepat membatasi infeksi. Area
berongga ini terjadi ketika seseorang kontak dengan seseorang yang dicurigai atau
dinyatakan menderita TB. Pasien ini tidak mempunyai tes kulit positif, gejala atau tanda
penyakit, atau perubahan-perubahan sinar x pada dada. Mereka bisa jadi atau bisa juga
tidak mengidap tuberculin positif, namun tidak ada gejala penyakit. Rontgen dada
mungkin menunjukkan granuloma atau klasifikasi.
3. TANDA DAN GEJALA
a. Batuk. Pada tahap selanjutnya, batuk bisa menghasilkan dahak berwarna abu-abu atau
kuning yang bisa bercampur dengan darah
b. Perhatikan penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan.
c. Kelelahan
d. Demam
e. Berkeringat di malam hari adalah salah satu cara tubuh melindungi darpenyakit.
Berkeringat di malam hari dapat dimulai dengan demam dan akhirnya menyebabkan
keringat berlimpah diikuti oleh menggigil.
f. Panas dingin
g. Kehilangan nafsu makan
h. Amati urine yang berubah warna (kemerahan) atau urine keruh. Ini merupakan gejala
yang muncul pada tahap selanjutnya
4. PATOFISIOLOGI
Andra dan Yessie (2013) menjelaskan tentang patofisiologi dari penyakit TB adalah
sebagai berikut:
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhilasi sebagai suatu
unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar cenderung
tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam
ruang alveolus (biasanya dibagian bawah lobus atas atau dibagian atas lobus bawah) basil
tuberkulosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut.
Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti olehmakrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler
ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan kerusakan jaringan paru atau
proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak didalam sel.
Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk seltuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20
hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju,
lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi dan sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblasmenimbulkan
respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang
akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe
regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami
perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan
bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkularyang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini
dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring,
telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan
perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas.
Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan denganbronkus dengan menjadi tempat peradagan aktif. Penyakit dapat
menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang
lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmoner).
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan
tuberkulosis milier. Ini terjadi bila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga
banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke dalam sistem vaskuler
ke organ-organ tubuh.
5. PATHWAY
SKEMA PATOFISIOLOGI PENYAKIT TBC PARU DIKAITKAN DENGAN MUNCULNYA MASALAH KEPERAWATAN
Mikobacterium Alveolus Jaringan granulomas
Respons Inflamasi
(Fagosit oleh
Neutropil,Makrofag. Masa Fibrosa (bag
Limfosit melisiskan) sentral = Tuberkel Kalsifikasi Skar kolagenosa
ghon)
Risiko tinggi
Pembentukan Respos Efek GI trak Pecahnya Penyebaran
kerusakan pertukaran
sputum Inflamasi tuberkel Limfohemat
gas
Risiko ghon ogen
Produksi Mediator Anoreksia
Zat pirogen
Penularan Batuk nyeri meningkat Hemoptisis
dalam darah
Asupan
Nosiseptor
Kurang nutrisi tak
terangsang Hipotalamus Kegawatan
pengetahuan Bersihan jalan adekuat
terangsang
napas tak
Pola nafas efektif Nyeri dada Cadangan energi
Demam Penurunan BB
tidak efektif Sub Febris menurun
Risiko tinggi terhadap
infeksi penularan Nyeri akut Kelemahaan Perubahan Nutrisi
Kurang dari
Kebutuhan
Sumber : Brunner & Suddarth, (1996), Buku Ajar Keperawatan Intoleransi Aktifitas
Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer, dkk dalam Amin dan Hardhi (2015), pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada klien dengan Tuberculosis paru, yaitu:
a) Laboratorium darah rutin
LED normal/meningkat, limfositosis
b) Pemeriksaan sputum BTA
Untuk memastikan diagnostik TB paru, namun pemeriksaan ini tidak spesifik karena
hanya 30-70% pasien yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
c) Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgH spesifik terhadap basil TB.
d) Tes Mantoux Tuberkulin
Merupakan uji serologi Imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
e) Tekhnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu
mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
f) Becton Dickinson diagnostik instrument Sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh mykobakterium tuberculosis.
g) MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomanan yang direkatkan pada suatu alat
berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai memakai
warna sisir akan berubah.
h) Pemeriksaan radiologi
Rontgen thorax PA dan lateral, gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB,
yaitu:
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atau segment apikal lobus bawah.
2) Bayangan berwarna ( patchy ) atau bercak ( nodular)
3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda
4) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
5) Adanya klasifikasi
6) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
7) Bayangan milier
Sedangkan menurut Arif Muttaqin (2013) pemeriksaan diagnostik pada TB paru adalah
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum
ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan
kelainan pada paru. Bila pemeriksaan Rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada
gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali lokasi di lobus bawah dan biasanya
ada disekitar hilus. Kerakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis
opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas.
b. Pemeriksaan CT Scan
Dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukkan
dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita parenkimal, klasifikasi
nodul, dan adenopati, perubahan kelengkungan berkas bronkhovaskuler,
bronkhiektasis, dan emfisema perisikatriksial.
c. Radiologis TB Paru Milier
TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB
paru milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB
milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta
mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum
penggunaan OAT.
Pada beberapa klien, didapatkan bentuk berupa granul-granul halus atau nodul-
nodul sangat kecil yang menyebar secara difus dikedua lapangan paru. Pada saat lesi
mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung banyaknya dan
masing-masing berupa garis-garis tajam.
d. Pemeriksaan Laboratorium
Bahan pemeriksaan untuk isolasi mycobacterium tuberculosis berupa:
1) Sputum
Sebaiknya sputum diambil pada pagi hari dan yang pertama keluar. Jika sulit
didapatkan maka sputum dikumpulkan dalam 24 jam.
2) Urine
Urine yang diambil adalah urine pertama di pagi hari atau urine yang
dikumpulkan selama 12-24 jam.
3) Cairan kumbah lambung
Umumnya bahan pemeriksaan ini digunakan jika anak-anak atau klien tidak
dapat mengeluarkan sputum. Diambil pada pagi hari sebelum sarapan.
4) Bahan-bahan lain
Misalnya pus, cairan serebrospinal (sum-sum tulang belakang), cairan pleura,
jaringan tubuh, feses, dan swab tenggorok.
7. PENATALAKSANAAN
a) Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang sesuai dengan rekomendasi WHO
Rekomendasi dosis
(mg/kg BB)
Obat Anti TB
Aksi Potensi
Esensial Perminggu
Per hari
3x 2x
penanggulangan TB.
oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana
b) Pencegahan
Menurut Najmah (2016) berikut ini merupakan pencegahan primer, sekunder, dan
tersier tuberkulosis.
1) Pencegahan primer
d. Pecegahan infeksi dengan cuci tangan dan praktek menjaga kebersihan rumah
petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasi dengan vaksin BCG dan
sebelum dikonsumsi.
tambang.
2) Pencegahan Sekunder
TBC. Pengobatan mondok di rumah sakit hanya bagi penderita yang kategori
jalan.
e. Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil pemeriksaan
tuberculin test.
f. Pengobatan khusus
Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-obat kombinasi
yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur, waktu
3) Pencegahan tersier
a. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara yang
b. Rehabilitasi
8. FOKUS PENGKAJIAN
Menurut Muttaqin (2008) fokus pengkajian pada Tuberculosis Paru berdasarkan sistem tubuh
manusia adalah :
a. B1 Breathing/ Sistem Pernafasan
1) Inspeksi : Sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas, dan menggunakan otot bantu
pernafasan.
2) Palpasi : Vokal fremitus meningkat
3) Perkusi : Bunyi resonan atau sonor
4) Auskultasi : Suara nafas ronkhi
b. B2 Blood/ Sistem Kardiovaskuler
1) Inspeksi : Adanya parut dan kelemahan fisik
2) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah
3) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada Tuberculosis Paru dengan efusi
pleura masifmendorong ke sisi sehat
4) Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal
c. B3 Brain/ Sistem persarafan Kesadaran biasanya composmentis, adanya sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak wajah
meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat. Pada mata didapatkan
konjungtiva anemis pada 22 Tuberculosis Paru dengan Hemoptoe masif dan kronis, dan
sklera ikterik pada Tuberculosis Paru dengan gangguan fungsi hati.
d. B4 Bladder/ Sistem perkemihan Pengukuran volume output urine berhubungan dengan
intake cairan. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat
dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai eksresi karena meminum
OAT terutama Rifampisin.
e. B5 Bowel/ Sistem pencernaan & Eliminasi Klien biasanya mengalami mual, muntah,
penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
f. B6 Bone/ Sistem integumen Gejala yang muncul antara lain yaitu kelemahan, kelelahan,
insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur. Pengkajian Keperawatan
Pada Kebutuhan Oksigenasi menurut Hidayat, A (2009) yaitu :
1) Riwayat Keperawatan Pengkajian riwayat keperawatan pada kebutuhan oksigen
meliputi : Ada atau tidaknya riwayat gangguan pernafasan seperti sinusitis, kondisi
akibat polip, hipertropi tulang hidung, tumor, influenza, dan keadaan lain yang
menyebabkan gangguan pernafasan. Hal – hal yang harus diperhatikan yaitu keadaan
infeksi kronis dari hidung, nyeri pada sinus, otitis media, nyeri tenggorokan, suhu tubuh
meningkat hingga 38,5 derajat celsius, nyeri kepala, lemah, dan adanya edema. 23
2) Pola Batuk dan Produksi Sputum Dengan menilai apakah batuk termasuk batuk kering,
keras dan kuat, berat. Kemudian apakah pasien mengalami sakit tenggorokan saat batuk
dan apakah pasien sedang merokok. Kemudian pengkajian terhadap lingkungan apakah
berdebu, penuh asap, dan adanya penyebab alergi. Kemudian pengkajian sputum
dilakukan dengan memeriksa warna, kejernihan, dan apakah bercampur darah dari
sputum yang dikeluarkan oleh pasien.
3) Nyeri Dada Untuk mengetahui bagian yang sakit, luas, intensitas, faktor yang
menyebabkan rasa sakit, perubahan nyeri dada apabila posisi pasien berubah, serta
apakah ada kelainan saat inspirasi dan ekspirasi.
4) Pengkajian Fisik
a) Inspeksi : Apakah nafas spontan melalui nasal, oral dan selang endotrakeal atau
tracheostomi, serta kebersihan dan adanya sekret, perdarahan, edema, dan obstruksi
mekanik. Kemudian menghitung frekuensi pernafasan dan apakah pernafasan
bradipnea, takhipnea. Apakah sifat pernafasan abdominal dan torakal, kemudian
irama pernafasan apakah ada perbandingan antara inspirasi dan ekspirasi, pernafasan
teratur atau tidak dan pernafasan cheyne stokes.
b) Palpasi : adanya nyeri tekan, peradangan setempat, pleuritis, adanya edema, dan
benjolan pada dada. Gerakan dinding dada 24 apakah simetris atau tidak, jika ada
kelainan paru adanya getaran suara atau fremitus vokal yang jelas mengeras atau
melemah.
c) Perkusi : untuk menilai suara perkusi paru normal (sonor) atau tidak normal (redup).
d) Auskultasi : untuk menilai adanya suara nafas seperti bunyi nafas vesikuler dan
bunyi nafas bronkhial. Bunyi nafas tambahan seperti bunyi ronkhi, suara wheezing
dan sebagainya
9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif
2. Gangguan Pertukaran gas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Hipertermia
10. RENCANA TINDAKAN