Anda di halaman 1dari 25

LP DAN SP

RESIKO BUNUH DIRI

Oleh :
IDWAN NURYANTO

2011040052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2020
1. DEFINISI
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menular langsung
melalui droplet orang yang telah terinfeksi kuman/basil tuberkulosis. (WHO, 2014 dalam
Najmah, 2016).   
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan Mycobacterium
tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri
ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan dan luka terbuka
pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang
terinfeksi bakteri tersebut. (Sylvia A.price dalam Amin & Hardhi, 2015)
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
basil Mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernapasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkulosis masuk ke dalam
jaringan paru melaluiairbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal
sebagai focus primer dari ghon. (Hood Alsagaff, 1995 dalam Andra & Yessie, 2013)
2. ETIOLOGI
Penyebabnya adalah mycobacterium tuberculosis sejenis kuman berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Sifat kuman:
a) Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam basa (asam alkohol) disebut bakteri tahan asam
(BTA).
b) Kuman tahan terhadap gangguan kimia dan fisis
c) Kuman dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin.
d) Kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma
makrofag karena makrofag banyak mengandung lipid.
Kuman bersifat aerob, kuman lebih menyukai jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. (Nixson Manurung, 2016)
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosa. Basil ini tidak berspora
sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua
macam Mycobacteria Tuberculosis yaitu tipe Human dan tipe Bovin. Basil
tipe Human bisa berada dibercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita
TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya. (Wim de Jong dalam
Amin & Hardhi, 2015)
Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan
menyebar kenodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat
menyebabkan TB pada orang lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-
tahun. (Patrick Davey dalam Amin & Hardhi, 2015)
Agen infeksius utama, mycobacterium culosis adalah batang aerobik tahan asam yang
tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. (Andra & Yessie,
2013)
Mary DiGiulio, dkk (2014) menjelaskan tentang etiologi tuberkulosis adalah sebagai
berikut:
Penyakit infeksi yang menyebar dengan rute naik di udara. Infeksi disebabkan oleh
penghisapan air liur yang berisi bakteri tuberkulosis. Seorang yang terkena infeksi dapat
menyebarkan partikel kecil malalui batuk, bersin, atau berbicara. Berhubungan dekat
dengan mereka yang terinfeksi meningkatkan kesempatan untuk transmisi. Begitu
terhisap, organisme secara khas diam di dalam paru-paru, tetapi dapat menginfeksi organ
tubuh lainnya. Organisme mempunyai kapsul sebelah luar.
 TB primer terjadi ketika pasien pada awalanya terkena infeksi mycobacterium.
Setelah dihirup ke dalam paru-paru, organisme penyebab suatu reaksi dilokalisir.
Ketika makrofag dan T-Lymphocytes berusaha mengisolasikan memusnahkan 
mycobacterium di dalam paru-paru, kerusakan juga disebabkan jaringan paru-paru.
Lukagranulomatous yang berkembang berisi mycobacterium, makrofag, dan sel lain.
Perubahan necrotic terjadi di dalam luka ini. Granuloma berkembang sepanjang getah
bening sepanjang waktu yang sama. Area ini menciptakan kompleks Ghon yang
merupakan kombinasi dari area yang pada awalnya terkena infeksi basil yang naik di
udara yang disebut fokus Ghon dan luka geta bening. Mayoritas orang dengan infeksi
baru  dan sistem imun yang baik akan menderita infeksi laten. Penyakit tidak aktif pada
kondisi seperti ini dan tidak akan ditularkan. Pada pasien dengan respon inum kurang baik,
tuberkulosis akan progresif, kerusakan jaringan paru-paru terus berlangsung, dan area lain
paru-paru juga akan terkena.
 Pada TB sekunder, penyakit diaktifkan pada tahap kemudian. Pasien mungkin
terinfeksi kembali dari air liur, atau dari luka utama sebelumnya. Karena pasien telah
sebelumnya terinfeksi TB, respon imun akan dengan cepat membatasi infeksi. Area
berongga ini terjadi ketika seseorang kontak dengan seseorang yang dicurigai atau
dinyatakan menderita TB. Pasien ini tidak mempunyai tes kulit positif, gejala atau tanda
penyakit, atau perubahan-perubahan sinar x pada dada. Mereka bisa jadi atau bisa juga
tidak mengidap tuberculin positif, namun tidak ada gejala penyakit. Rontgen dada
mungkin menunjukkan granuloma atau klasifikasi.
3. TANDA DAN GEJALA
a. Batuk. Pada tahap selanjutnya, batuk bisa menghasilkan dahak berwarna abu-abu atau
kuning yang bisa bercampur dengan darah
b. Perhatikan penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan.
c. Kelelahan
d. Demam
e. Berkeringat di malam hari adalah salah satu cara tubuh melindungi darpenyakit.
Berkeringat di malam hari dapat dimulai dengan demam dan akhirnya menyebabkan
keringat berlimpah diikuti oleh menggigil.
f. Panas dingin
g. Kehilangan nafsu makan
h. Amati urine yang berubah warna (kemerahan) atau urine keruh. Ini merupakan gejala
yang muncul pada tahap selanjutnya
4. PATOFISIOLOGI
Andra dan Yessie (2013) menjelaskan tentang patofisiologi dari penyakit TB adalah
sebagai berikut:
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhilasi sebagai suatu
unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar cenderung
tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam
ruang alveolus (biasanya dibagian bawah lobus atas atau dibagian atas lobus bawah) basil
tuberkulosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut.
Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti olehmakrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler
ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan kerusakan jaringan paru atau
proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak didalam sel.
Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk seltuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20
hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju,
lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi dan sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblasmenimbulkan
respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang
akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe
regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami
perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan
bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkularyang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini
dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring,
telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan
perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas.
Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan denganbronkus dengan menjadi tempat peradagan aktif. Penyakit dapat
menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang
lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmoner).
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan
tuberkulosis milier. Ini terjadi bila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga
banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke dalam sistem vaskuler
ke organ-organ tubuh.
5. PATHWAY

SKEMA PATOFISIOLOGI PENYAKIT TBC PARU DIKAITKAN DENGAN MUNCULNYA MASALAH KEPERAWATAN
Mikobacterium Alveolus Jaringan granulomas
Respons Inflamasi
(Fagosit oleh
Neutropil,Makrofag. Masa Fibrosa (bag
Limfosit melisiskan) sentral = Tuberkel Kalsifikasi Skar kolagenosa
ghon)

TBC Aktif Sistem imun


Dormant
menurun

Risiko tinggi
Pembentukan Respos Efek GI trak Pecahnya Penyebaran
kerusakan pertukaran
sputum Inflamasi tuberkel Limfohemat
gas
Risiko ghon ogen
Produksi Mediator Anoreksia
Zat pirogen
Penularan Batuk nyeri meningkat Hemoptisis
dalam darah
Asupan
Nosiseptor
Kurang nutrisi tak
terangsang Hipotalamus Kegawatan
pengetahuan Bersihan jalan adekuat
terangsang
napas tak
Pola nafas efektif Nyeri dada Cadangan energi
Demam Penurunan BB
tidak efektif Sub Febris menurun
Risiko tinggi terhadap
infeksi penularan Nyeri akut Kelemahaan Perubahan Nutrisi
Kurang dari
Kebutuhan
Sumber : Brunner & Suddarth, (1996), Buku Ajar Keperawatan Intoleransi Aktifitas
Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer, dkk dalam Amin dan Hardhi (2015), pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada klien dengan Tuberculosis paru, yaitu:
a) Laboratorium darah rutin
LED normal/meningkat, limfositosis
b) Pemeriksaan sputum BTA
Untuk memastikan diagnostik TB paru, namun pemeriksaan ini tidak spesifik karena
hanya 30-70% pasien yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
c) Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgH spesifik terhadap basil TB.
d) Tes Mantoux Tuberkulin
Merupakan uji serologi Imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
e) Tekhnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu
mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
f) Becton Dickinson diagnostik instrument Sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh mykobakterium tuberculosis.
g) MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomanan yang direkatkan pada suatu alat
berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai memakai
warna sisir akan berubah.
h) Pemeriksaan radiologi
Rontgen thorax PA dan lateral, gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB,
yaitu:
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atau segment apikal lobus bawah.
2) Bayangan berwarna ( patchy ) atau bercak ( nodular)
3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda
4) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
5) Adanya klasifikasi
6) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
7) Bayangan milier
Sedangkan menurut Arif Muttaqin (2013) pemeriksaan diagnostik pada TB paru adalah
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum
ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan
kelainan pada paru. Bila pemeriksaan Rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada
gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali lokasi di lobus bawah dan biasanya
ada disekitar hilus. Kerakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis
opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas.
b. Pemeriksaan CT Scan
Dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukkan
dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita parenkimal, klasifikasi
nodul, dan adenopati, perubahan kelengkungan berkas bronkhovaskuler,
bronkhiektasis, dan emfisema perisikatriksial.
c. Radiologis TB Paru Milier
TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB
paru milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB
milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta
mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum
penggunaan OAT.
Pada beberapa klien, didapatkan bentuk berupa granul-granul halus atau nodul-
nodul sangat kecil yang menyebar secara difus dikedua lapangan paru. Pada saat lesi
mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung banyaknya dan
masing-masing berupa garis-garis tajam. 
d. Pemeriksaan Laboratorium
Bahan pemeriksaan untuk isolasi mycobacterium tuberculosis berupa:
1) Sputum
Sebaiknya sputum diambil pada pagi hari dan yang pertama keluar. Jika sulit
didapatkan maka sputum dikumpulkan dalam 24 jam.
2) Urine
Urine yang diambil adalah urine pertama di pagi hari atau urine yang
dikumpulkan selama 12-24 jam.
3) Cairan kumbah lambung
Umumnya bahan pemeriksaan ini digunakan  jika anak-anak atau klien tidak
dapat mengeluarkan sputum. Diambil pada pagi hari sebelum sarapan.
4) Bahan-bahan lain
Misalnya pus, cairan serebrospinal (sum-sum tulang belakang), cairan pleura,
jaringan tubuh, feses, dan swab tenggorok.
7. PENATALAKSANAAN
a) Pengobatan

Andra dan Yessie (2013) menjelaskan tentang cara pengobatan penyakit

tuberkulosis adalah sebagai berikut:

Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain untuk mengobati juga

mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta

memutuskan mata rantai penularan.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan

fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan

obat tambahan. Jenis obat utama yang sesuai dengan rekomendasi WHO

adalah Rifampisan, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat

tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide, Amoksisilin + asam klavulanat,

derivat Rifampisin/INH, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. 1 Obat Anti TB serta cara kerja potensi dan dosisnya

Rekomendasi dosis
(mg/kg BB)
Obat Anti TB
Aksi Potensi
Esensial Perminggu
Per hari
3x 2x

Isoniazid Bakterisidal Tinggi 5 10 15


Rifamphisin Bakterisidal Tinggi 10 10 10
Pirasinamid Bakterisidal Rendah 25 35 50
Streptomisin Bakterisidal Rendah 15 15 15
Etambutol Bakteriostatik rendah 15 30 45
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu

bedasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan

bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Disamping itu

perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly

Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oeh WHO yang

terdiri dari lima komponen yaitu:

1) Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam

penanggulangan TB.

2) Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang

pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat

dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.

3) Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung

oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana

penderita harus minum obat setiap hari.

4) Kesinambungan ketersediaan padua OAT jangka pendek yang cukup

5) Pencatatan dan pelaporan yang baku.

b) Pencegahan

Menurut Najmah (2016) berikut ini merupakan pencegahan primer, sekunder, dan

tersier tuberkulosis.

1) Pencegahan primer

a. Tersedia sarana-saran kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau suspect

gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita,

kontak, suspect, perawatan.

b. Petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang

antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.


c. Pencegahan pada penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu

batuk dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.

d. Pecegahan infeksi dengan cuci tangan dan praktek menjaga kebersihan rumah

harus dipertahankan sebagai kegiatan rutin. Dekontaminasi udara dengan cara

ventilasi yang baik dengan bisa ditambahkan dengan sinar UV.

e. Imunisasi orang-orang kontak

Tindakan pencegahan bagi orang-orang sangat dekat (keluarga, perawat, dokter,

petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasi dengan vaksin BCG dan

tindak lanjut bagi positif yang tertular.

f. Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang mempertinggi risiko

terjadinya infeksi misalnya kepadatan hunian.

g. Lakukan eliminasi terhadap ternak sapi yang menderita TB bovinum dengan

cara menyembelih sapi-sapi yang tes tuberkulinnya positif, susu di pasteurasi

sebelum dikonsumsi.

h. Lakukan upaya pencegahan terjadinya silikosis pada pekerja pabrik dan

tambang.

2) Pencegahan Sekunder

a. Pengobatan Preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit

inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.

b. Isolasi pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan khusus

TBC. Pengobatan mondok di rumah sakit hanya bagi penderita yang kategori

berat yang memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena

alasan-alasan sosial ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan

jalan.

c. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TB paru.


d. Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok beresiko tinggi,

seperti para emigrant, orang-orang kontak dengan penderita, petugas di rumah

sakit, petugas/guru di sekolah, petugas foto rontgen.

e. Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil pemeriksaan

tuberculin test.

f. Pengobatan khusus

Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-obat kombinasi

yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur, waktu

yang lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat,

dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.

3) Pencegahan tersier

a. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara yang

tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen, dan sebagainya

b. Rehabilitasi

8. FOKUS PENGKAJIAN

Menurut Muttaqin (2008) fokus pengkajian pada Tuberculosis Paru berdasarkan sistem tubuh
manusia adalah :
a. B1 Breathing/ Sistem Pernafasan
1) Inspeksi : Sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas, dan menggunakan otot bantu
pernafasan.
2) Palpasi : Vokal fremitus meningkat
3) Perkusi : Bunyi resonan atau sonor
4) Auskultasi : Suara nafas ronkhi
b. B2 Blood/ Sistem Kardiovaskuler
1) Inspeksi : Adanya parut dan kelemahan fisik
2) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah
3) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada Tuberculosis Paru dengan efusi
pleura masifmendorong ke sisi sehat
4) Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal
c. B3 Brain/ Sistem persarafan Kesadaran biasanya composmentis, adanya sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak wajah
meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat. Pada mata didapatkan
konjungtiva anemis pada 22 Tuberculosis Paru dengan Hemoptoe masif dan kronis, dan
sklera ikterik pada Tuberculosis Paru dengan gangguan fungsi hati.
d. B4 Bladder/ Sistem perkemihan Pengukuran volume output urine berhubungan dengan
intake cairan. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat
dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai eksresi karena meminum
OAT terutama Rifampisin.
e. B5 Bowel/ Sistem pencernaan & Eliminasi Klien biasanya mengalami mual, muntah,
penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
f. B6 Bone/ Sistem integumen Gejala yang muncul antara lain yaitu kelemahan, kelelahan,
insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur. Pengkajian Keperawatan
Pada Kebutuhan Oksigenasi menurut Hidayat, A (2009) yaitu :
1) Riwayat Keperawatan Pengkajian riwayat keperawatan pada kebutuhan oksigen
meliputi : Ada atau tidaknya riwayat gangguan pernafasan seperti sinusitis, kondisi
akibat polip, hipertropi tulang hidung, tumor, influenza, dan keadaan lain yang
menyebabkan gangguan pernafasan. Hal – hal yang harus diperhatikan yaitu keadaan
infeksi kronis dari hidung, nyeri pada sinus, otitis media, nyeri tenggorokan, suhu tubuh
meningkat hingga 38,5 derajat celsius, nyeri kepala, lemah, dan adanya edema. 23
2) Pola Batuk dan Produksi Sputum Dengan menilai apakah batuk termasuk batuk kering,
keras dan kuat, berat. Kemudian apakah pasien mengalami sakit tenggorokan saat batuk
dan apakah pasien sedang merokok. Kemudian pengkajian terhadap lingkungan apakah
berdebu, penuh asap, dan adanya penyebab alergi. Kemudian pengkajian sputum
dilakukan dengan memeriksa warna, kejernihan, dan apakah bercampur darah dari
sputum yang dikeluarkan oleh pasien.
3) Nyeri Dada Untuk mengetahui bagian yang sakit, luas, intensitas, faktor yang
menyebabkan rasa sakit, perubahan nyeri dada apabila posisi pasien berubah, serta
apakah ada kelainan saat inspirasi dan ekspirasi.
4) Pengkajian Fisik
a) Inspeksi : Apakah nafas spontan melalui nasal, oral dan selang endotrakeal atau
tracheostomi, serta kebersihan dan adanya sekret, perdarahan, edema, dan obstruksi
mekanik. Kemudian menghitung frekuensi pernafasan dan apakah pernafasan
bradipnea, takhipnea. Apakah sifat pernafasan abdominal dan torakal, kemudian
irama pernafasan apakah ada perbandingan antara inspirasi dan ekspirasi, pernafasan
teratur atau tidak dan pernafasan cheyne stokes.
b) Palpasi : adanya nyeri tekan, peradangan setempat, pleuritis, adanya edema, dan
benjolan pada dada. Gerakan dinding dada 24 apakah simetris atau tidak, jika ada
kelainan paru adanya getaran suara atau fremitus vokal yang jelas mengeras atau
melemah.
c) Perkusi : untuk menilai suara perkusi paru normal (sonor) atau tidak normal (redup).
d) Auskultasi : untuk menilai adanya suara nafas seperti bunyi nafas vesikuler dan
bunyi nafas bronkhial. Bunyi nafas tambahan seperti bunyi ronkhi, suara wheezing
dan sebagainya
9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif
2. Gangguan Pertukaran gas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Hipertermia
10. RENCANA TINDAKAN

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
(NOC) (NIC)
1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :
 Respiratory status : Ventilation Airway suction
Definisi : Ketidakmampuan untuk  Respiratory status : Airway patency  Pastikan kebutuhan oral / tracheal
membersihkan sekresi atau obstruksi  Aspiration Control suctioning
dari saluran pernafasan untuk   Auskultasi suara nafas sebelum dan
mempertahankan kebersihan jalan Kriteria Hasil : sesudah suctioning.
nafas. 
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan Informasikan pada klien dan keluarga
suara nafas yang bersih, tidak ada tentang suctioning
Batasan Karakteristik : sianosis dan dyspneu (mampu Minta klien nafas dalam sebelum suction
         Dispneu, Penurunan suara nafas mengeluarkan sputum, mampu bernafas dilakukan.
         Orthopneu dengan mudah, tidak ada pursed lips)  Berikan O2 dengan menggunakan nasal
         Cyanosis  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
         Kelainan suara nafas (rales, tidak merasa tercekik, irama nafas, Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
wheezing) frekuensi pernafasan dalam rentang tindakan
         Kesulitan berbicara normal, tidak ada suara nafas abnormal)  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
         Batuk, tidak efekotif atau tidak ada Mampu mengidentifikasikan dan dalam setelah kateter dikeluarkan dari
         Mata melebar mencegah factor yang dapat menghambat nasotrakeal
         Produksi sputum jalan nafas  Monitor status oksigen pasien
         Gelisah
         Perubahan frekuensi dan irama  Ajarkan keluarga bagaimana cara
nafas melakukan suksion
 Hentikan suksion dan berikan oksigen
Faktor-faktor yang berhubungan: apabila pasien menunjukkan bradikardi,
         Lingkungan : merokok, menghirup peningkatan saturasi O2, dll.
asap rokok, perokok pasif-POK,
infeksi Airway Management
         Fisiologis : disfungsi         Buka jalan nafas, guanakan teknik
neuromuskular, hiperplasia dinding chin lift atau jaw thrust bila perlu
bronkus, alergi jalan nafas, asma.         Posisikan pasien untuk
         Obstruksi jalan nafas : spasme jalan memaksimalkan ventilasi
nafas, sekresi tertahan, banyaknya         Identifikasi pasien perlunya
mukus, adanya jalan nafas buatan, pemasangan alat jalan nafas buatan
sekresi bronkus, adanya eksudat di         Pasang mayo bila perlu
alveolus, adanya benda asing di jalan         Lakukan fisioterapi dada jika perlu
nafas.         Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
        Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
        Lakukan suction pada mayo
        Berikan bronkodilator bila perlu
        Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
        Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
        Monitor respirasi dan status O2
2 Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :
 Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
Definisi : Kelebihan atau kekurangan  Respiratory Status : ventilation         Buka jalan nafas, guanakan teknik
dalam oksigenasi dan atau  Vital Sign Status chin lift atau jaw thrust bila perlu
pengeluaran karbondioksida di dalam Kriteria Hasil :         Posisikan pasien untuk
membran kapiler alveoli  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi memaksimalkan ventilasi
dan oksigenasi yang adekuat         Identifikasi pasien perlunya
Batasan karakteristik :  Memelihara kebersihan paru paru dan pemasangan alat jalan nafas buatan
è Gangguan penglihatan bebas dari tanda tanda distress pernafasan        Pasang mayo bila perlu
è Penurunan CO2  Mendemonstrasikan batuk efektif dan        Lakukan fisioterapi dada jika perlu
è Takikardi suara nafas yang bersih, tidak ada        Keluarkan sekret dengan batuk atau
è Hiperkapnia sianosis dan dyspneu (mampu suction
è Keletihan mengeluarkan sputum, mampu bernafas        Auskultasi suara nafas, catat adanya
è somnolen dengan mudah, tidak ada pursed lips) suara tambahan
è Iritabilitas  Tanda tanda vital dalam rentang normal         Lakukan suction pada mayo
è Hypoxia         Berika bronkodilator bial perlu
è kebingungan         Barikan pelembab udara
è Dyspnoe         Atur intake untuk cairan
è nasal faring mengoptimalkan keseimbangan.
è AGD Normal         Monitor respirasi dan status O2
è sianosis
è warna kulit abnormal (pucat, Respiratory Monitoring
kehitaman)         Monitor rata – rata, kedalaman, irama
è Hipoksemia dan usaha respirasi
è hiperkarbia
        Catat pergerakan dada,amati
è sakit kepala ketika bangun
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
èfrekuensi dan kedalaman nafas
retraksi otot supraclavicular dan
abnormal
intercostal
        Monitor suara nafas, seperti dengkur
Faktor faktor yang berhubungan :
è ketidakseimbangan perfusi ventilasi         Monitor pola nafas : bradipena,
è perubahan membran kapiler-alveolar takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
        Catat lokasi trakea
        Monitor kelelahan otot diagfragma
(gerakan paradoksis)
        Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
        Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
        auskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnya
3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : NIC :
kebutuhan tubuh  Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutrition Management
Kriteria Hasil :  Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup  Adanya peningkatan berat badan sesuai  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
untuk keperluan metabolisme tubuh. dengan tujuan menentukan jumlah kalori dan nutrisi
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi yang dibutuhkan pasien.
Batasan karakteristik : badan  Anjurkan pasien untuk meningkatkan
-    Berat badan 20 % atau lebih di  Mampu mengidentifikasi kebutuhan intake Fe
bawah ideal nutrisi  Anjurkan pasien untuk meningkatkan
-    Dilaporkan adanya intake makanan  Tidak ada tanda tanda malnutrisi protein dan vitamin C
yang kurang dari RDA (Recomended  Tidak terjadi penurunan berat badan yang Berikan substansi gula
Daily Allowance) berarti  Yakinkan diet yang dimakan mengandung
-    Membran mukosa dan konjungtiva tinggi serat untuk mencegah konstipasi
pucat
 Berikan makanan yang terpilih ( sudah
-    Kelemahan otot yang digunakan
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
untuk menelan/mengunyah
 Ajarkan pasien bagaimana membuat
-    Luka, inflamasi pada rongga mulut
catatan makanan harian.
-    Mudah merasa kenyang, sesaat
setelah mengunyah makanan  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
-    Dilaporkan atau fakta adanya kalori
kekurangan makanan  Berikan informasi tentang kebutuhan
-    Dilaporkan adanya perubahan nutrisi
sensasi rasa  Kaji kemampuan pasien untuk
-    Perasaan ketidakmampuan untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
mengunyah makanan
-    Miskonsepsi Nutrition Monitoring
-    Kehilangan BB dengan makanan  BB pasien dalam batas normal
cukup  Monitor adanya penurunan berat badan
-    Keengganan untuk makan  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
-    Kram pada abdomen biasa dilakukan
-    Tonus otot jelek  Monitor interaksi anak atau orangtua
-    Nyeri abdominal dengan atau tanpa selama makan
patologi  Monitor lingkungan selama makan
-    Kurang berminat terhadap makanan  Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak
-    Pembuluh darah kapiler mulai rapuh selama jam makan
-    Diare dan atau steatorrhea  Monitor kulit kering dan perubahan
-    Kehilangan rambut yang cukup pigmentasi
banyak (rontok)  Monitor turgor kulit
-    Suara usus hiperaktif  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
-    Kurangnya informasi, misinformasi mudah patah
 Monitor mual dan muntah
Faktor-faktor yang berhubungan :
 Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
Ketidakmampuan pemasukan atau
dan kadar Ht
mencerna makanan atau mengabsorpsi
 Monitor makanan kesukaan
zat-zat gizi berhubungan dengan
faktor biologis, psikologis atau  Monitor pertumbuhan dan perkembangan
ekonomi.  Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor kalori dan intake nuntrisi
 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
 Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
4 Hipertermia NOC : NIC :
Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik diatas Kriteria Hasil :   Monitor suhu sesering mungkin
rentang normal  Suhu tubuh dalam rentang normal   Monitor IWL
 Nadi dan RR dalam rentang normal   Monitor warna dan suhu kulit
Batasan Karakteristik:  Tidak ada perubahan warna kulit dan   Monitor tekanan darah, nadi dan RR
        kenaikan suhu tubuh diatas rentang tidak ada pusing, merasa nyaman   Monitor penurunan tingkat kesadaran
normal   Monitor WBC, Hb, dan Hct
        serangan atau konvulsi (kejang)   Monitor intake dan output
        kulit kemerahan   Berikan anti piretik
        pertambahan RR   Berikan pengobatan untuk mengatasi
        takikardi penyebab demam
        saat disentuh tangan terasa hangat   Selimuti pasien
  Lakukan tapid sponge
Faktor faktor yang berhubungan :   Berikan cairan intravena
          penyakit/ trauma   Kompres pasien pada lipat paha dan
          peningkatan metabolisme aksila
          aktivitas yang berlebih   Tingkatkan sirkulasi udara
          pengaruh medikasi/anastesi   Berikan pengobatan untuk mencegah
          ketidakmampuan/penurunan terjadinya menggigil
kemampuan untuk berkeringat
          terpapar dilingkungan panas
          dehidrasi Temperature regulation
          pakaian yang tidak tepat   Monitor suhu minimal tiap 2 jam
 Rencanakan monitoring suhu secara
kontinyu
  Monitor TD, nadi, dan RR
  Monitor warna dan suhu kulit
  Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
  Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
  Ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
  Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
  Beritahukan tentang indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan emergency
yang diperlukan
  Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
  Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
  Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
  Monitor kualitas dari nadi
  Monitor frekuensi dan irama pernapasan
  Monitor suara paru
  Monitor pola pernapasan abnormal
  Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
  Monitor sianosis perifer
  Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
  Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign
DAFTAR PUSTAKA

1. Amin, dan Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa      Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 3. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
2. Andra, dan Yessie. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Nuha Medika.
3. DiGiulio, Mary dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Rapha         Publishing.
4. Doenges, Marylinn E. dkk. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta:EGC.
5. Farandika, Reiza. 2014. Buku Pintar Anatomi Tubuh Manusia. Depok: Vicost
Publishing.
6. Manurung, Nixson. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory. Jakarta:
Trans Info Media.
7. Muttaqin, Arif. 2013. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
8. Najmah. 2016. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media.
9. Soedarto. 2013. Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.
10. Syaifuddin. 2014. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi
untuk Keperawatan Dan Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: EGC.
11. Tarwoto, dan Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Edisi 5. Jakarta: Salemba Me

Anda mungkin juga menyukai