Askep Berduka
Askep Berduka
A. LatarBelakang
B. TujuanPenulisan
1. TujuanUmum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Jiwa pada semester IV,
dan diharapkan bagi mahasiswa agar mampu memahami tentang gangguan atas kehilangan dan
duka cita dan dapat membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan kehilangan dan duka cita.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep dasar asuhan keperawatan kehilangan dan
berduka
C. Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini tim penulis menggunakan metode
deskriptif yaitu dengan mengumpulkan data-data yang diambil dari sumber buku perpustakaan dan
internet, diskusi kelompok, serta konsultasi dengan dosen pembimbing
D. sistematika Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan sistematika penulisan dalam 3 BAB yaitu :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teori yang terdiri dari konsep dasar teori dan konsep asuhan keperawatan pada
klien dengan kehilangan dan berduka.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Pengertian
a. Kehilangan
Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, Kehilangan adalah suatu keadaan Individu
berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian
atau keseluruhan.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang
kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya
kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
b. Berduka
Grieving adalah reaksi emosional dari kehilangan dan terjadi bersamaan dengan kehilangan baik
karena perpisahan, perceraian maupun kematian.Bereavement adalah keadaan berduka yang
ditunjukan selama individu melewati rekasi. Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan
terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas,
susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. Dukacita adalah proses
kompleks yang normal meliputi respon dan perilaku emosional, fisik, spritual, sosial, dan intelektual
yakni individu, keluarga, dan komunitas, memasukan kehilangan, yang aktual, adaptif, atau
dipersepsikan kedalam kehidupan sehari – hari mereka.
2. Proses Kehilangan
a. Stress internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memeberi makna positif –
melakukan kompensasi dengan kegiatan positif – perbaikan ( beradaptasi dan merasa nyaman ).
b. Stressor internal dan eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna – merasa
tidak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresika kedalam diri – muncul gejala sakit fisik
c. Stressor internal dan eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna – merasa
tidak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresikan keluar diri – kompensasi dengan perilaku
konstruktif – perbaikan ( beradaptasi dan merasa nyaman ).
d. Stressor internal dan eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna – merasa
tak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresikan ke luar individu – kompensasi dengan
perilaku detruktif – merasa bersalah – ketidakberdayaan.
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah pemberian makna (
personal meaning ) yang baik terhadap kehilangan ( Husnudzon ) dan ompensasi yang positif
( konstruktif )
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang
lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit
diterima.
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami
keletihan emosional (Rando:1984)
4. Tipe kehilangan
a. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang
mengalami kehilangan. Contoh : kehilangan anggota badan, uang, pekerjaan, anggota keluarga.
Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun tidak dapat dirasakan /
dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilangan masa remaja, lingkungan yang berharga.
c. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu memperlihatkan perilaku
kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada
keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal.
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang berpinda
tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang
terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng tersebut terhadap nilai yang
dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal mencakup
lingkungan yang telah dikenal Selama periode tertentu atau kepindahan secara permanen.
Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan diruma sakit.
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis. Orang
tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami
perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
e. Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut akan
meninggal.
1) Denial ( Mengingkari )
a) Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau menolak
kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu
terjadi”, ”itu tidak mungkin”.
b) Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari
informasi tambahan.
c) Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus berbuat apa.
2) Anger ( Marah )
a) Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan.
b) Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang
ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri.
c) Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan , dan
menuduh dokter dan perawat yang tidak becus.
d) Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah
tidur, tangan mengepal.
a) Fase ini merupakan fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
b) Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya
akan sering berdoa”.
c) Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai berikut sering
dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak saya”.
d) Cenderung menyelesaikan urusan yang bersifat pribadi, membuat surat warisan, mengunjungi
keluarga dsb.
a) Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu tidak bias di tolak.
b) Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mudah bicara,
kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang
menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga.
c) Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, susah tidur, letih, dorongan
libido menurun.
5) Acceptance (menerima)
b) Menerima kenyataan kehilangan, berpartisipasi aktif, klien merasa damai dan tenang, serta
menyiapkan dirinya menerima kematian.
c) Klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu focus pandang, kadang klien ingin
ditemani keluarga / perawat.
d) Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya betul-betul menyayangi
baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga”, atau “Sekarang saya telah siap untuk pergi
dengan tenang setelah saya tahu semuanya baik”.
1) Repudiation ( Penolakan )
2) Recognition ( Pengenalan )
1) Closed Awareness
Klien dan keluarga tidak menyadari akan kemunkinan dan tidak mengerti mengapa klien sakit dan
mereka merasa seolah-olah klien bias sembuh.
2) Mutual Pretence
Klien dan keluarga mengetahui bahwa prognosa penyakit klien adalah penyakit terminal, namun
berupaya untuk tidak menyinggung atau membicarakan hal tersebut secara terbuka.
3) Open Awarenes
Klien dan keluarga menyadari dan mengetahui akan adanya kematian dan merasa perlu untuk
mendiskusikannya
Dilihat dari perpektif agama hal-hal yang harus diperhatikan oleh individu untuk mengatasi
kehilangan yang dialaminya adalah sabar, berserah diri, menerima dan mengembalikannya pada
Allah SWT.
1 Gempa dan Tsunami di Aceh Rumah, orang yang berarti, pekerjaan, bagian tubuh.
3 Gempa di Yogjakarta Rumah, makna rumah yang lama, orang yang berarti,
bagian tubuh, pekerjaan.
B. Teori Askep pada Klien dengan Kehilangan dan Berduka
1. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien: apa yang dipikirkan,
dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku.
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui apa yang mereka pikir
dan rasakan adalah :
a. Faktor predisposisi
1) Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan
termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
2) Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang
mengalami gangguan fisik
3) Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat
depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan
yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
4) Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti
pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada
masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).
5) Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang
rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Kehilangan kasih sayang
secara nyata ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi;
1) Kehilangan kesehatan
6) Kehilangan kewarganegaraan
c. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial, Represi,
Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari
intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada
pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai
secara berlebihan dan tidak tepat.
d. Respon Spiritual
e. Respon Fisiologis
4) Tidak bertenaga
f. Respon Emosional
2) Kebencian
3) Merasa bersalah
4) Perasaan mati rasa
7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau benda yang hilang
g. Respon Kognitif
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah pembimbing.
h. Perilaku
4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang yang telah
meninggal.
5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin membuangnya
2. Analisa data
3) Konsentrasi menurun
b. Data objektif:
1) Menangis
2) Mengingkari kehilangan
3. Diagnosa keperawatan
a. Duka cita
4. Intervensi
a. Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya. Izinkan penyangkalan yang adaptif.
c. Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan masa lalu saat ini.
2) Dorong penjelasan
4) Gunakan refleksi
6) Berikan informasi
7) Nyatakan keraguan
8) Gunakan teknik menfokuskan
9) Berupaya menerjemahkan dalam bentuk perasaan atau menyatakan hal yang tersirat
5) Inventori diri secara periodik akan sikap dan masalah yang berhubungan dengan kehilangan
2) Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan
pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya
a) Fase Pengingkaran
v Dorong pasien untuk berbagi rasa, menunjukkan sikap menerima, ikhlas dan memberikan jawaban
yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian.
b)Fase marah
v Beri dukungan pada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa melawan
dengan kemarahan.
d)Fase depresi
e) Fase penerimaan
1) Beri dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta menjaga anak selama masa
berduka.
2) Gali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang salah.
3) Bantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku yang diperhatikan oleh
orang lain.
5. Evaluasi
d. Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat kehilangan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data-data yang diperoleh,
akhirnya dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang
bias terjadi pada orang-orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula
(keadaan yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada).Kehilangan bias meliputi kehilangan objek eksternal, lingkungan
yang dikenal, orang terdekat, aspekdiri, dan kehilangan hidup.
Pengkajian yang
dapat dilakukan yaitu dengan mengidentifikasi factor predisposisi dan factor presipitasi.
1. Genetic
2. Kesehatan Jasmani
3. Kesehatan Mental
5. Struktur Kepribadian
B. Saran
Setelah kami
membuat kesimpulan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan respon kehilangandan berduk
a (Loss and Grief), maka kami menganggap perlu adanya sumbang saran
untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
1. Dalam perencanaan tindakan, harus disesuaikan dengan kebutuhan klien pada saat itu.
2. Dalam perumusan diagnose keperawatan,
harus diprioritaskan sesuai dengan kebutuhan maslow ataupun kegawatan dari masalah.