Estimasi Ketebalan Sedimen Dan Kedalaman Diskontinuitas Mohorovicic Daerah Jawa Timur Dengan Analisis Power Spectrum Data Anomlai Gravitasi
Estimasi Ketebalan Sedimen Dan Kedalaman Diskontinuitas Mohorovicic Daerah Jawa Timur Dengan Analisis Power Spectrum Data Anomlai Gravitasi
Abstarct
Gravitation anomaly research had been done to predict the depth of sediment. The gravitation
research covered East Java from north coast to south coast, Indonesia. By using power
spectrum method the average of sediment depth could predicted. Power spectrum method
based on FFT theorem. A Short wavelength signal was correspond to narrow source and a
long waveleght signal corresponds with shallow source. The power spectrum result was two
discontinuities. The depth of narrow discontinuity is 2,7 km and 25,6 for the shallow
continuity. The shallow discontinuity predicted as Mohorovicic layer.
Keyword: power spectrum, gravitation anomaly, discontinuity
Intisari
Telah dilakukan kajian data anomali medan gravitasi dengan analisis power spectrum yang
bertujuan untuk memperkirakan ketebalan sedimen serta kedalaman rata-rata diskontinuitas
moho daerah Jawa Timur. Data anomali gravitasi di transformasikan ke dalam kawasan
frekuensi menggunakan transformasi Fourier. Sinyal yang berupa panjang gelombang
pendek (short wavelength signal) berasal dari sumber dangkal, sedangkan sinyal dengan
panjang gelombang yang lebih panjang (long wavelength signal) berasal dari sumber yang
lebih dalam. Hasil analisis power spectrum menunjukkan 2 diskontinuitas yang masing-
masing pada kedalaman rata-rata 2,7 km dan 25,6 km. Diskontinuitas dangkal berkaitan
dengan kedalaman batuan dasar cekungan sedimentasi Tersier, sedangkan diskontinuitas
yang lebih dalam merupakan diskontinuitas Mohorovicic.
Kata-kata kunci : Power spectrum, anomali gravitasi , diskontinuitas
67
Rina Dwi Indriana Estimasi Ketebalan Sedimen…
(
LogEn = Log An2 + Bn2 ) Dua harga logaritma yang merupakan
Persamaan power spectrum untuk 1 selisih dari dua power spectrum pada
dimensi dapat ditulis sebagai berikut: persamaan (2.7), diperoleh:
(
En= An2 + Bn2 ) (2.4)
1 LogE1 − LogE2 1
d =− = tan φ (2.8)
Persamaan Kedalaman Bidang 4π k1 − k 2 4π
Diskontinuitas Rapat Massa
Anomali medan gravitasi merupakan dengan E1 dan E2 adalah power spectrum,
superposisi dari anomali medan gravitasi k1 dan k2 adalah bilangan gelombang, dan
regional dan anomali medan gravitasi lokal φ adalah sudut kemiringan garis kurva
(residual). Anomali medan gravitasi power spectrum. Persamaan (2.8)
regional yang menggambarkan kondisi menunjukkan bahwa kedalaman rata – rata
geologi umum daerah penelitian dicirikan dari bidang diskontinuitas adalah
oleh anomali berfrekuensi rendah,
68
Berkala Fisika ISSN : 1410 - 9662
Vol. 11 , No.2, April 2008, hal 67-74
sebanding dengan gradien kemiringan y=sl12(:,2);
kurva power spectrum. sp=input('spacing ? ');
Metode Penelitian xi=min(x):sp:max(x);
Pada peta anomali medan gravitasi yi=spline(x,y,xi);
Bouguer Jawa Timur dibuat beberapa plot(xi,yi,'ro')
lintasan sayatan penampang lintang data=yi;
(slicing) untuk mendapatkan profil anomali. n=length(y);
Data anomali pada satu lintasan D=fft(data);
selanjutnya ditransformasikan ke kawasan D(1)=0;
frekuensi dengan mempergunakan DFFT pwr=abs(D(1:round(n/2))).^2
1-D. Kemudian dengan menggunakan freq=(1:length(pwr))/(n/2)*1
program dalam Matlab dihitung nilai /(2*sp)
power spectrum dan bilangan gelombang. semilogy(freq,(pwr),'.');
Kemudian dibuat grafik hubungan antara hold
bilangan gelombang dengan power disp('lihat gambar ! ');
spectrum. Dari grafik akan diperoleh 2 %batas atas & bawah
gradien (kemiringan) yang mencerminkan diskontinuitas dalam
kedalaman 2 bidang diskontinuitas b=[3.8e-006 3.0e-005];
(ketidakselarasan). Kurva pada frekuensi k=[6.4e+6 17028 ];
rendah mencerminkan diskontinuitas %batas atas & bawah
dalam sedangkan kurva pada frekuensi diskontinuitas dangkal
tinggi mencerminkan diskontinuitas c=[2e-005 11.51e-5];
dangkal. l=[25240 2950];
Pengoperasian program Power [d,f]=polyfit(b,log((k).^2),
Spectrum diawali dengan memasukkan 1);
nama data masukan yang berupa data [e,g]=polyfit(c,log((l).^2),
posisi lintasan 1-D dan anomali medan 1);
depthdeep=(d(1)/(4*pi));
gravitasi dengan format text ke dalam
depthshallow=(e(1)/(4*pi));
listing program. Kemudian program
semilogy(b,(k),'r');
dijalankan (Run) lalu memasukkan nilai
semilogy(c,(l),'r');
spasi antar titik – titik lintasan. Program
ylabel('power spektrum')
akan menghitung nilai power spectrum dan
xlabel('cycle/meter')
bilangan gelombang dan memplotkan ke
dis1=['assumed deep depth :
dalam grafik hubungan antara bilangan
',num2str(depthdeep) '
gelombang dengan power spectrum.
meter.'];
Kemudian dilakukan pencocokan 2 garis dis2=['assumed shallow
yang mencerminkan 2 kemiringan. depth :
Program akan menghitung 2 nilai ',num2str(depthshallow) '
kedalaman diskontinuitas berdasarkan meter.'];
kemiringan 2 garis tersebut. disp(dis1)
disp(dis2)
Listing program power spectrum adalah
sebagai berikut: Hasil dan Pembahasan
function spektrum1d(data) Dengan membuat 12 lintasan pada
clf peta anomali gravitasi Jawa Timur
disp('jarak dalam meter ! (gambar 4.1) dilakukan analisis power
');
spectrum.
load('sl12.txt');
x=sl12(:,1);
69
Rina Dwi Indriana Estimasi Ketebalan Sedimen…
mGal
9300000
1 140
120
9250000 2 3 100
4 10
11 12 80
5 6 8 9
7
60
Lintang Selatan (UTM )
9200000 40
20
0
9150000 -20
-40
-60
9100000
-80
-100
-120
9050000
-140
-160
9000000 -180
500000 550000 600000 650000 700000 750000 800000 850000 900000
Gambar 4.1 Peta kontur anomali medan gravitasi Bouguer Jawa Timur dengan lintasan-lintasan slicing untuk
analisis power spectrum
70
Berkala Fisika ISSN : 1410 - 9662
Vol. 11 , No.2, April 2008, hal 67-74
71
Rina Dwi Indriana Estimasi Ketebalan Sedimen…
72
Berkala Fisika ISSN : 1410 - 9662
Vol. 11 , No.2, April 2008, hal 67-74
Tabel 4.1 Kedalaman rata-rata diskontinuitas dangkal dan dalam Jawa Timur
Dari tabel 4.1 nilai kedalaman bidang Jawa Timur yang diperoleh berdasarkan
diskontinuitas dangkal dan dalam rata-rata analisis power spectrum yang dilakukan
untuk Jawa Timur adalah 2,7 km dan 25,6 pada beberapa penelitian termasuk pada
km. Nilai bidang diskontinuitas dalam penelitian ini.
tersebut relatif konsisten terhadap
kedalaman moho berdasarkan survei Tabel 4.2 Kedalaman diskontinuitas di Jawa Timur
seismik yang dilakukan oleh Ben Avraham berdasarkan hasil analisis power spectrum pada
beberapa penelitian
dan Emery pada tahun 1973 dan Raitt
pada tahun 1967. Sedangkan untuk bidang Diskontinuitas Diskontinuitas
diskontinuitas dangkal kurang sesuai No. Penelitian
Dangkal (km) Dalam (km)
dengan ketebalan sedimen Tersier Jawa Untung
Timur karena ketebalan sedimen zona 1 dan Sato, 3,1 20,0
Kendeng mencapai 6 km. Hal ini 1978
kemungkinan disebabkan karena lapisan Widianto
2 dkk., 2,5 16,7
sedimen Tersier bagian bawah sudah 2008
mengalami kompaksi lebih lanjut sehingga
nilai rapat massa menyamai harga rapat Perbedaan hasil-hasil tersebut
massa batuan dasar Pratersier [2]. diperkirakan karena pengaruh perbedaan
Pada proses estimasi kedalaman data yang digunakan, perbedaan proses
diskontinuitas di atas diperoleh nilai digitasi, perbedaan posisi lintasan slicing,
kedalaman bidang diskontinuitas rata-rata serta jumlah lintasan slicing yang
mendekati nilai yang diperoleh dari hasil dianalisis. Pada penelitian yang dilakukan
penelitian sebelumnya. Di beberapa Untung dan Sato pada tahun 1978 dan
lintasan diperoleh nilai kedalaman Widianto pada tahun 2008, daerah Madura
diskontinuitas dalam yang lebih besar tidak dimasukkan dalam analisis,
tetapi secara umum kedalaman yang sedangkan dalam penelitian ini analisis
diperoleh masih sesuai dengan kedalaman memasukkan daerah Madura serta bagian
daerah busur kepulauan pada umumnya. barat pulau Bali.
Tabel 4.2 memperlihatkan perbandingan
hasil-hasil kedalaman diskontinuitas di
73
Rina Dwi Indriana Estimasi Ketebalan Sedimen…
74