Anda di halaman 1dari 8

Berkala Fisika ISSN : 1410 - 9662

Vol. 11 , No.2, April 2008, hal 67-74

Estimasi Ketebalan Sedimen dan Kedalaman Diskontinuitas


Mohorovicic Daerah Jawa Timur dengan Analisis Power Spectrum
Data Anomlai Gravitasi
Rina Dwi Indriana
MIPA – FISIKA Universitas Diponegoro Semarang

Abstarct
Gravitation anomaly research had been done to predict the depth of sediment. The gravitation
research covered East Java from north coast to south coast, Indonesia. By using power
spectrum method the average of sediment depth could predicted. Power spectrum method
based on FFT theorem. A Short wavelength signal was correspond to narrow source and a
long waveleght signal corresponds with shallow source. The power spectrum result was two
discontinuities. The depth of narrow discontinuity is 2,7 km and 25,6 for the shallow
continuity. The shallow discontinuity predicted as Mohorovicic layer.
Keyword: power spectrum, gravitation anomaly, discontinuity

Intisari
Telah dilakukan kajian data anomali medan gravitasi dengan analisis power spectrum yang
bertujuan untuk memperkirakan ketebalan sedimen serta kedalaman rata-rata diskontinuitas
moho daerah Jawa Timur. Data anomali gravitasi di transformasikan ke dalam kawasan
frekuensi menggunakan transformasi Fourier. Sinyal yang berupa panjang gelombang
pendek (short wavelength signal) berasal dari sumber dangkal, sedangkan sinyal dengan
panjang gelombang yang lebih panjang (long wavelength signal) berasal dari sumber yang
lebih dalam. Hasil analisis power spectrum menunjukkan 2 diskontinuitas yang masing-
masing pada kedalaman rata-rata 2,7 km dan 25,6 km. Diskontinuitas dangkal berkaitan
dengan kedalaman batuan dasar cekungan sedimentasi Tersier, sedangkan diskontinuitas
yang lebih dalam merupakan diskontinuitas Mohorovicic.
Kata-kata kunci : Power spectrum, anomali gravitasi , diskontinuitas

Pendahuluan masing menghasilkan kedalaman


Pada penelitian ini dilakukan kajian diskontinuitas Mohorovicic sebesar 20,8
data anomali medan gravitasi Bouguer km dan 23,4 km. Berdasarkan penelitian
dengan analisis power spectrum yang seismik Ben-Avraham dan Emery pada
bertujuan untuk memperkirakan ketebalan tahun 1973 diskontinuitas mohorovivic
sedimen Tersier serta kedalaman rata-rata Jawa ada pada kedalaman kira-kira 23 km
diskontinuitas Moho daerah Jawa Timur.
Menurut penelitian serupa sebelumnya Dasar Teori
kedalaman bidang diskontinuitas dangkal Analisis spectrum adalah analisis
dan dalam untuk Jawa Timur ada pada harmonik yang digunakan untuk
kedalaman 3,1 km dan 20 km [1]; 2,5 km menganalisis fenomena osilator harmonik
dan 16,7 km [2]. Beberapa peneliti seperti di alam. Analisis ini bertujuan untuk
Yulianto dan Waluyo serta Brotopuspito mendapatkan distribusi spectrum dari
dkk,pada tahun 2007 telah melakukan fenomena osilator dan untuk menunjukkan
penelitian penjalaran gelombang seismik karakteristik statistiknya.
untuk menentukan kedalaman Pada analisis spectrum 1 dimensi
diskontinuitas mohorovicic di daerah data anomali medan gravitasi pada satu
Yogyakarta. Penelitian tersebut masing- penampang lintang (cross section)

67
Rina Dwi Indriana Estimasi Ketebalan Sedimen…

ditransformasikan ke dalam deret Fourier sedangkan anomali lokal dicirikan oleh


yaitu [1]: anomali berfrekuensi tinggi.
Hubungan dalam kawasan frekuensi
N
 nπxi nπxi  antara anomali medan gravitasi dengan
∆g ( xi ) = ∑ λ n  An cos + Bn sin  distribusi densitas di sepanjang bidang
n =0  L L 
batas yang terdapat kontras densitas [1]
(2.1) dapat dituliskan sebagai berikut:
dengan N adalah jumlah maksimum data
pada arah x, n adalah 0,1,2,3,…, An adalah
∆g (ω ) = 2πG∆ρ (ω )e −ωd (2.5)
koefisien suku cosinus, Bn adalah koefisien
suku sinus, L adalah setengah panjang
interval cuplikan, xi adalah interval cuplik dengan ∆g(ω) adalah frekuensi respon dari
dalam arah x, λn = ½ untuk n = 0, dan λn = anomali medan gravitasi, ∆ρ (ω ) adalah
1 untuk n > 0. frekuensi respon dari kontras densitas, d
Dengan metode kwadrat terkecil diperoleh: adalah kedalaman bidang batas dari
spheroid reference, dan ω adalah frekuensi
2 K  2k  sudut.
An = ∑ ∆g k ( xi )cos nπ  − 1 (2.2) Jika distribusi densitas acak dan
K k =0 K 
tidak ada hubungan dengan tiap nilai
gravitasi, frekuensi responnya dapat
2 K  2k  bernilai ∆ρ (ω ) = 1 , maka diperoleh:
Bn = ∑ ∆g k ( xi )sin nπ  − 1 (2.3)
K k =1 K 
dengan: −2ω d
En = Ce (2.6)
2L
K = = harga indeks maksimum dari
xi
dengan C adalah konstanta, ω = 2πk adalah
titik sampling ke arah x frekuensi sudut, k adalah bilangan
 2k  gelombang (cycle/meter), d adalah
xi =  −1 L
K  kedalaman bidang batas di bawah
k = indeks titik sampling pada arah x. reference spheroid.
Logaritma power spectrum En dapat Persamaan (2.6) dapat ditulis:
diperoleh dari persamaan (2.2) dan (2.3)
adalah: LogE = LogC − 2ω d (2.7)

(
LogEn = Log An2 + Bn2 ) Dua harga logaritma yang merupakan
Persamaan power spectrum untuk 1 selisih dari dua power spectrum pada
dimensi dapat ditulis sebagai berikut: persamaan (2.7), diperoleh:
(
En= An2 + Bn2 ) (2.4)
1 LogE1 − LogE2 1
d =− = tan φ (2.8)
Persamaan Kedalaman Bidang 4π k1 − k 2 4π
Diskontinuitas Rapat Massa
Anomali medan gravitasi merupakan dengan E1 dan E2 adalah power spectrum,
superposisi dari anomali medan gravitasi k1 dan k2 adalah bilangan gelombang, dan
regional dan anomali medan gravitasi lokal φ adalah sudut kemiringan garis kurva
(residual). Anomali medan gravitasi power spectrum. Persamaan (2.8)
regional yang menggambarkan kondisi menunjukkan bahwa kedalaman rata – rata
geologi umum daerah penelitian dicirikan dari bidang diskontinuitas adalah
oleh anomali berfrekuensi rendah,

68
Berkala Fisika ISSN : 1410 - 9662
Vol. 11 , No.2, April 2008, hal 67-74
sebanding dengan gradien kemiringan y=sl12(:,2);
kurva power spectrum. sp=input('spacing ? ');
Metode Penelitian xi=min(x):sp:max(x);
Pada peta anomali medan gravitasi yi=spline(x,y,xi);
Bouguer Jawa Timur dibuat beberapa plot(xi,yi,'ro')
lintasan sayatan penampang lintang data=yi;
(slicing) untuk mendapatkan profil anomali. n=length(y);
Data anomali pada satu lintasan D=fft(data);
selanjutnya ditransformasikan ke kawasan D(1)=0;
frekuensi dengan mempergunakan DFFT pwr=abs(D(1:round(n/2))).^2
1-D. Kemudian dengan menggunakan freq=(1:length(pwr))/(n/2)*1
program dalam Matlab dihitung nilai /(2*sp)
power spectrum dan bilangan gelombang. semilogy(freq,(pwr),'.');
Kemudian dibuat grafik hubungan antara hold
bilangan gelombang dengan power disp('lihat gambar ! ');
spectrum. Dari grafik akan diperoleh 2 %batas atas & bawah
gradien (kemiringan) yang mencerminkan diskontinuitas dalam
kedalaman 2 bidang diskontinuitas b=[3.8e-006 3.0e-005];
(ketidakselarasan). Kurva pada frekuensi k=[6.4e+6 17028 ];
rendah mencerminkan diskontinuitas %batas atas & bawah
dalam sedangkan kurva pada frekuensi diskontinuitas dangkal
tinggi mencerminkan diskontinuitas c=[2e-005 11.51e-5];
dangkal. l=[25240 2950];
Pengoperasian program Power [d,f]=polyfit(b,log((k).^2),
Spectrum diawali dengan memasukkan 1);
nama data masukan yang berupa data [e,g]=polyfit(c,log((l).^2),
posisi lintasan 1-D dan anomali medan 1);
depthdeep=(d(1)/(4*pi));
gravitasi dengan format text ke dalam
depthshallow=(e(1)/(4*pi));
listing program. Kemudian program
semilogy(b,(k),'r');
dijalankan (Run) lalu memasukkan nilai
semilogy(c,(l),'r');
spasi antar titik – titik lintasan. Program
ylabel('power spektrum')
akan menghitung nilai power spectrum dan
xlabel('cycle/meter')
bilangan gelombang dan memplotkan ke
dis1=['assumed deep depth :
dalam grafik hubungan antara bilangan
',num2str(depthdeep) '
gelombang dengan power spectrum.
meter.'];
Kemudian dilakukan pencocokan 2 garis dis2=['assumed shallow
yang mencerminkan 2 kemiringan. depth :
Program akan menghitung 2 nilai ',num2str(depthshallow) '
kedalaman diskontinuitas berdasarkan meter.'];
kemiringan 2 garis tersebut. disp(dis1)
disp(dis2)
Listing program power spectrum adalah
sebagai berikut: Hasil dan Pembahasan
function spektrum1d(data) Dengan membuat 12 lintasan pada
clf peta anomali gravitasi Jawa Timur
disp('jarak dalam meter ! (gambar 4.1) dilakukan analisis power
');
spectrum.
load('sl12.txt');
x=sl12(:,1);

69
Rina Dwi Indriana Estimasi Ketebalan Sedimen…

mGal
9300000
1 140
120

9250000 2 3 100
4 10
11 12 80
5 6 8 9
7
60
Lintang Selatan (UTM )

9200000 40
20
0
9150000 -20
-40
-60
9100000
-80
-100
-120
9050000
-140
-160
9000000 -180
500000 550000 600000 650000 700000 750000 800000 850000 900000

Bujur Timur (UTM)

Gambar 4.1 Peta kontur anomali medan gravitasi Bouguer Jawa Timur dengan lintasan-lintasan slicing untuk
analisis power spectrum

hasil analisis power spectrum adalah:

Gambar 4.2. Analisis power spectrum lintasan 2 Jawa Timur

70
Berkala Fisika ISSN : 1410 - 9662
Vol. 11 , No.2, April 2008, hal 67-74

Gambar 4.3. Analisis power spectrum lintasan 5 Jawa Timur

Gambar 4.4. Analisis power spectrum lintasan 8 Jawa Timur

71
Rina Dwi Indriana Estimasi Ketebalan Sedimen…

Gambar 4.5 Analisis power spectrum lintasan 9 Jawa Timur

Gambar 4.6 Analisis power spectrum lintasan 11 Jawa Timur

72
Berkala Fisika ISSN : 1410 - 9662
Vol. 11 , No.2, April 2008, hal 67-74
Tabel 4.1 Kedalaman rata-rata diskontinuitas dangkal dan dalam Jawa Timur

Kedalaman Diskontinuitas Kedalaman Diskontinuitas


No. Lintasan
Dangkal (km) Dalam (km)
Lintasan 1 2,5 23,4
Lintasan 2 3,9 24,5
Lintasan 3 1,7 23,0
Lintasan 4 2,0 24,2
Lintasan 5 1,5 24,2
Lintasan 6 2,6 30,7
Lintasan 7 2,3 23,3
Lintasan 8 2,1 27,3
Lintasan 9 2,6 19,9
Lintasan 10 3,7 37,4
Lintasan 11 5,3 34,8
Lintasan 12 2,4 14,9
Rata-rata 2,7 25,6

Dari tabel 4.1 nilai kedalaman bidang Jawa Timur yang diperoleh berdasarkan
diskontinuitas dangkal dan dalam rata-rata analisis power spectrum yang dilakukan
untuk Jawa Timur adalah 2,7 km dan 25,6 pada beberapa penelitian termasuk pada
km. Nilai bidang diskontinuitas dalam penelitian ini.
tersebut relatif konsisten terhadap
kedalaman moho berdasarkan survei Tabel 4.2 Kedalaman diskontinuitas di Jawa Timur
seismik yang dilakukan oleh Ben Avraham berdasarkan hasil analisis power spectrum pada
beberapa penelitian
dan Emery pada tahun 1973 dan Raitt
pada tahun 1967. Sedangkan untuk bidang Diskontinuitas Diskontinuitas
diskontinuitas dangkal kurang sesuai No. Penelitian
Dangkal (km) Dalam (km)
dengan ketebalan sedimen Tersier Jawa Untung
Timur karena ketebalan sedimen zona 1 dan Sato, 3,1 20,0
Kendeng mencapai 6 km. Hal ini 1978
kemungkinan disebabkan karena lapisan Widianto
2 dkk., 2,5 16,7
sedimen Tersier bagian bawah sudah 2008
mengalami kompaksi lebih lanjut sehingga
nilai rapat massa menyamai harga rapat Perbedaan hasil-hasil tersebut
massa batuan dasar Pratersier [2]. diperkirakan karena pengaruh perbedaan
Pada proses estimasi kedalaman data yang digunakan, perbedaan proses
diskontinuitas di atas diperoleh nilai digitasi, perbedaan posisi lintasan slicing,
kedalaman bidang diskontinuitas rata-rata serta jumlah lintasan slicing yang
mendekati nilai yang diperoleh dari hasil dianalisis. Pada penelitian yang dilakukan
penelitian sebelumnya. Di beberapa Untung dan Sato pada tahun 1978 dan
lintasan diperoleh nilai kedalaman Widianto pada tahun 2008, daerah Madura
diskontinuitas dalam yang lebih besar tidak dimasukkan dalam analisis,
tetapi secara umum kedalaman yang sedangkan dalam penelitian ini analisis
diperoleh masih sesuai dengan kedalaman memasukkan daerah Madura serta bagian
daerah busur kepulauan pada umumnya. barat pulau Bali.
Tabel 4.2 memperlihatkan perbandingan
hasil-hasil kedalaman diskontinuitas di

73
Rina Dwi Indriana Estimasi Ketebalan Sedimen…

Kesimpulan [5] Dampney, C.N.G., 1969, The


Hasil analisis power spectrum Equivalent Suorce Technique,
menunjukkan 2 diskontinuitas yang Geophysics. V.34, No.1, p.39-53.
masing-masing pada kedalaman rata-rata [6] Darman, H., Sidi H. F., 2000, An
2,7 km dan 25,6 km. Diskontinuitas Outline of The Geology of Indonesia,
dangkal berkaitan dengan kedalaman IAGI
batuan dasar cekungan sedimentasi Tersier, [7] Fitch, T.J., 1970, Earthquake
sedangkan diskontinuitas yang lebih dalam mechanism and island arc tectonics in
merupakan diskontinuitas Mohorovicic. Indonesia –Philippinne Region, Seism.
Soc. Amer. Bull.,v.60,p 565 – 591.
Daftar Pustaka [8] Katili, J.A.,1973, Volcanism and Plate
[1] Untung, M. , Sato, Y., 1978, Gravity Tectonics in Indonesian Island Arc,
and Geological Studies in Jawa, Tectonophys., v.26.,p 165 – 188.
Indonesia. Geological Survey of [9] Lilie, J. R., 1999, Whole Earth
Indonesia & Geological Survey of Geophysics : An Introductory textbook
Japan. for geologists and geophysicist, New
[2] Widianto, E.,2008, Penentuan Jersey, Prentice – Hall.
Konfigurasi Struktur Batuan Dasar [10] Magetsari, N. A.,-, Geologi Fisik,
dan Jenis Cekungan dengan Data Bandung, Penerbit ITB.
Gayaberat serta Implikasinya pada [11] Sharaf, F.E., 2005, Biostratigraphy
Target Eksplorasi Minyak dan Gas and strontium isotope dating of
Bumi di Pulau Jawa, Disertasi S-3 Oligocene – Miocene strata, East
ITB, Bandung. Java, Indonesia, Stratigraphy, vol, no.
[3] Blakely, R. J.,1995,Potential Theory 3.
in Gravity & Magnetic Aplications, [12] Telford, W. M., Geldart, L.P., Sheriff,
1stedition, New York,USA, R.E., Keys D.A., 1979. Applied
Cambridge University States. Geophysics 1st edition. Cambridge
[4] Budiman, I., Nasution, J., Sobari, University Press.
Simamora, W.H., 2000, Gravity [13] Telford, W. M., Geldart, L.P., Sheriff,
anomaly map of western part of R.E., Keys D.A., 1990. Applied
Indonesia, Bandung, Indonesia Geophysics 2st edition. Cambridge
Geological Research and University Press.
Development Center. [14] http://topex.ucsd.edu/cgi-
bin/get_data.cgi

74

Anda mungkin juga menyukai