Bab Ii

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 38

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Teori Locus of Control
a. Pengertian Lokus Kendali
Lokus kendali menurut Rotter (Hill) adalah suatu hal yang dipastikan
memberikan kontribusi terhadap kualitas kinerja seseorang, yaitu respon awal
sebagai dasar dari respon yang akan dilakukan selanjutnya. Lokus kendali
(LOC) adalah sikap seseorang dalam mengartikan sebab dari suatu peristiwa.
Seseorang dengan internal lokus kendali adalah mereka yang merasa
bertanggung jawab atas kejadian tertentu. Hasilnya adalah dampak langsung
dari tindakannya. Sedangkan, orang dengan external lokus kendali adalah
mereka yang sering menyalahkan (atau bersyukur) atas keberuntungan,
petaka, nasib, keadaan dirinya, atau kekuatan lain di luar kekuasaannya
(Brotosumarto, 2010).
Konsep tentang lokus kendali pertama kali dikemukakan oleh Rotter
seorang ahli teori pembelajaran sosial (Social Learning Theory). Lokus
kendali merupakan salah satu variabel kepribadian yang didefinisikan sebagai
keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny)
sendiri. Individu yang memiliki keyakinan bahwa nasib atau peristiwa dalam
kehidupannya berada di bawah kontrol dirinya dikatakan sebagai individu
yang memiliki internal lokus kendali. Sementara itu, individu yang memiliki
keyakinan bahwa lingkungan mempunyai kontrol terhadap nasib atau
peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya dikatakan sebagai individu yang
memiliki external lokus kendali. Kreitner & Kinichi mengatakan bahwa hasil
yang dicapai lokus kendali internal dianggap berasal dari aktivitas dirinya.
Sedangkan pada individu dengan lokus kendali eksternal menganggap bahwa
keberhasilan yang dicapai dikontrol oleh keadaan sekitarnya (Yayan, 2013).
Robbin (dikutip Ginintasasi, 2014) lokus kendali mengandung arti
seberapa jauh individu yakin commit to user menguasai nasib mereka sendiri.
bahwa mereka
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

Lokus kendali merupakan suatu konsep yang menunjuk pada keyakinan


individu mengenai peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Lokus kendali
menggambarkan seberapa jauh seseorang memandang hubungan antara
perbuatan yang dilakukan (action) dengan akibat/hasil (outcome). Lokus
kendali berhubungan dengan sikap kerja dan citra diri seseorang.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa lokus kendali
adalah sebuah keyakinan seseorang tentang keberadaan kontrol dirinya, dan
seberapa besar kontrol yang dimilikinya terhadap keberhasilan dan kegagalan
yang dialaminya serta situasi atau kejadian yang ada di dalam kehidupannya.
b. Dimensi Lokus Kendali
Zimbardo (1985 dalam Yayan, 2013) menyatakan bahwa dimensi
internal dan eksternal lokus kendali dari Rotter memfokuskan pada strategi
pencapaian tujuan tanpa memperhatikan asal tujuan tersebut. Bagi seseorang
yang mempunyai internal lokus kendali akan memandang dunia sebagai
sesuatu yang dapat diramalkan dan perilaku individu turut berperan di
dalamnya. Sebaliknya, individu yang mempunyai external lokus kendali akan
memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak dapat diramalkan. Demikian
juga dalam mencapai tujuan, perilaku individu tidak akan mempunyai peran
di dalamnya. Individu yang mempunyai external lokus kendali
diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya untuk bergantung
pada orang lain dan lebih banyak mencari dan memilih situasi yang
menguntungkan. Sementara itu, individu yang mempunyai internal lokus
kendali diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya pada diri
sendiri dan juga lebih menyenangi keahlian – keahlian dibanding hanya
situasi yang menguntungkan (Yayan, 2013).
Robbin (dalam Ginintasasi, 2014) membedakan orientasi lokus kendali
menjadi dua, yaitu lokus kendali internal dan lokus kendali eksternal.
Perbedaan dari kedua jenis lokus kendali tersebut adalah sebagai berikut:
1) Lokus kendali internal: cenderung menganggap bahwa keterampilan (skill),
kemampuan (ability), dan usaha (effort) lebih menentukan apa yang mereka
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

peroleh dalam hidup mereka, Mereka yang merasa tanggungjawab atas


kejadian-kejadian tertentu.
2) Lokus kendali eksternal: cenderung menganggap bahwa hidup mereka
terutama ditentukan oleh kekuatan dari luar diri mereka, seperti nasib,
takdir, keberuntungan, dan orang lain yang berkuasa, Mereka sering
menyalahkan (atau bersyukur) atas keberuntungan, petaka, nasib, keadaan
dirinya, atau kekuatan-kekuatan lain diluar kekuasaannya (Ginintasari,
2014).
Setiap aspek lokus kendali mempunyai karakteristik yang khas.
Perbedaan karateristik antara internal lokus kendali dengan external lokus
kendali menurut Crider 1983 yang dikutip oleh Yayan, 2013 sebagai berikut:
1) Lokus kendali internal memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) Suka bekerja keras, (2)
Memiliki inisiatif yang tinggi, (3) Selalu berusaha untuk menemukan
pemecahan masalah, (4) Selalu mencoba untuk berpikir seefektif mungkin,
(5) Selalu mempunyai persepsi usaha harus dilakukan jika ingin berhasil.
2) Lokus kendali eksternal memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) Kurang memiliki
inisiatif, (2) Mempunyai harapan ada sedikit korelasi antara usaha dan
kesuksesan, (3) Kurang suka berusaha, karena mereka percaya bahwa faktor
luarlah yang mengontrol, (4) Kurang mencari informasi untuk memecahkan
masalah.
Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa:
1) Pada individu yang memiliki lokus kendali internal ,faktor kemampuan
dan usaha terlihat dominan. Oleh karena itu, apabila individu dengan lokus
kendali internal mengalami kagagalan, maka mereka akan menyalahkan
dirinya sendiri karena kurangnya usaha yang dilakukan. Begitu pula
dengan keberhasilan, mereka akan merasa bangga atas hasil usahanya. Hal
ini akan membawa pengaruh terhadap tindakan selanjutnya pada masa
yang akan datang, yakni mereka yakin akan mencapai keberhasilan apabila
berusaha keras dengan segala kemampuannya.
2) Individu yang memiliki lokus kendali eksternal melihat keberhasilan dan
commit todan
kegagalan dari faktor kesukaran usernasib. Oleh karena itu, apabila
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

mengalami kegagalan, maka cenderung menyalahkan lingkungan sekitar


yang menjadi penyebabnya. Hal itu tentunya berpengaruh terhadap
tindakan di masa datang. Mereka merasa tidak mampu dan kurang usaha
sehingga tidak mempunyai harapan untuk memperbaiki kegagalan tersebut
(Yayan, 2013).
Kontinum dimensional lokus kendali bergerak dari derajat eksternal ke
internal, yaitu pemahaman lokus kendali eksternal mengarah pada keyakinan,
bahwa perilaku, hasil atau kejadian tertentu disebabkan oleh nasib,
keberuntungan serta ditentukan oleh kekuatan dari luar atau lainnya. Individu
yang mempunyai lokus kendali eksternal cenderung menyimpulkan bahwa
sesuatu yang terjadi pada dirinya karena adanya kekuatan dari luar dirinya,
sehingga individu tersebut tidak bertanggungjawab atas tindakan yang
dilakukannya. Menurut Gomez (1998 dalam Asberg & Renk, 2014) individu
tersebut cenderung untuk reaktif dan menolak situasi yang menekan dirinya,
sehingga individu tersebut cenderung untuk terikat dengan pola perilaku
maladaptif yang dapat mengarah pada kepuasan diri yang tidak mau dikaitkan
antara perilaku dan pencapaian hasil.
Pemahaman lokus kendali internal mengarah pada keyakinan bahwa ada
konsekuensi hasil atas perbuatan diri sendiri. Individu percaya bahwa hasil
baik yang diperoleh dan kegagalan yang diperoleh merupakan hasil dari
perilakunya sendiri, sehingga ia percaya bahwa yang mengontrol berhasil
tidaknya suatu tujuan adalah dirinya sendiri. Individu yang mempunyai lokus
kendali internal biasanya proaktif dan perilakunya cenderung adaptif
(Demellow & Imms, 1999 dalam Martin et al. 2005).
Lokus kendali pada hakikatnya dapat mempengaruhi individu dalam
mengamati dan berinteraksi dengan lingkungannya. Individu yang diminta
pendapatnya mengenai pencapaian hasil perilakunya akan menghubungakn
antara lokus kendali yang dimiliki dengan proses kognitif yang terjadi. Lokus
kendali berdasar pada apa yang diamati dan hal ini telah dimiliki selama masa
anak – anak dan cenderung berubah ke arah eksternal daripada internal
commit
selama masa remaja dan dewasa. to userlokus kendali selama masa remaja
Orientasi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

cenderung lebih internal daripada orang dewasa (Skinner, 2003). Secara lebih
lanjut (Skinner, 2003) melaporkan bahwa individu yang memiliki lokus
kendali internal lebih berhubungan dengan penalaran kognitif secara kongkrit.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa lokus kendali adalah
keyakinan seseorang mengenai sumber – sumber yang mengontrol kejadian –
kejadian di dalam hidupnya. Sumber itu dibagi Rotter ke dalam dua bagian,
yaitu internal, untuk mereka yang meyakini bahwa setiap kejadian adalah
berhubungan dengan tingkah lakunya, dan eksternal bagi mereka yang
meyakini bahwa kejadian – kejadian adalah disebabkan oleh faktor – faktor di
luar diri yang tidak dapat ia kuasai.
c. Karakteristik Lokus kendali
Lokus kendali internal diyakini mempunyai dua karakteristik pokok yaitu
motivasi prestasi tinggi dan independen. Lokus kendali internal lebih
cenderung pada pengertian prestasi dan mempunyai toleransi terhadap
penundaan hadiah serta cenderung merencanakan tujuan jangka panjang,
sementara lokus kendali eksternal kurang memberikan arti mengenai tujuan
kegagalan yang terjadi bagi individu yang memiliki kecenderungan lokus
kendali internal akan menyebabkan individu tersebut cenderung untuk
melakukan evaluasi atas kinerjanya dan tidak terlalu mengharapkan
keberhasilan, sedangkan individu yang memiliki kecenderungan lokus
kendali eksternal akan menaikkan harapannya. Berdasarkan atas uraian di
atas maka jelaslah bahwa lokus kendali adalah bagaimana individu meyakini
bahwa dirinya dapat mengontrol kejadian dalam hidupnya. Individu dapat
memiliki lokus kendali internal yang tinggi dikarenakan hasil dari
perilakunya dan tindakannya sendiri, mempunyai kontrol diri yang lebih baik
dan percaya bahwa usaha yang dilakukannya akan membuat dirinya berhasil,
sehingga individu tersebut cenderung untuk aktif mencari informasi dan
pengetahuan yang baru.
d. Uji Lokus Kendali
Skala Lokus Kendali Julian Rotter
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

Alat ukur penelitian adalah skala lokus kendali diadaptasi dari internal-
eksternal lokus kendali scale dari Rotter. Rotter (1966) menyusun uji lokus
kendali untuk menilai sejauh mana kepribadian seorang individu memiliki
keyakinan penguatan internal atau eksternal. Terry Pettijohn, penulis
Psychology: A Connec Text, telah mengembangkan tes berikut berdasarkan
ide asli Rotter. Ditunjukkan untuk setiap pernyataan apakah itu T (true) atau
F (false). Tidak ada jawaban benar atau salah. Survei ini akan memberikan
ide umum di mana kita bisa berdiri di atas dimensi lokus kendali.

Tabel 2.1 internal-eksternal lokus kendali Scale dari Rotter.

T F
No Pernyataan Lokus kendali (True)/ (False)
Benar / Salah
1 Saya biasanya mendapatkan apa yang
saya inginkan dalam hidup
2 Saya harus menyimpan informasi
tentang berita acara
3 Saya tidak pernah tahu di mana aku
berdiri dengan orang lain
4 Saya tidak benar-benar percaya pada
keberuntungan atau kebetulan

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

T F
2N
Pernyataan LoC (True)/ (False)
o
Benar / Salah
5 Saya berpikir bahwa saya bisa dengan
mudah memenangkan undian
6 Jika saya tidak berhasil pada tugas,
saya cenderung untuk menyerah
7 Saya biasanya meyakinkan orang lain
untuk melakukan hal-hal dengan cara
saya
8 Orang-orang membuat perbedaan
dalam mengendalikan kejahatan
9 Keberhasilan saya adalah sebagian
besar masalah kesempatan
10 Pernikahan sebagian besar merupakan
pertaruhan bagi kebanyakan orang
11 Orang-orang harus menjadi tuan nasib
mereka sendiri
12 Hal ini tidak penting bagi saya untuk
memilih
13 Hidup saya tampaknya seperti
serangkaian kejadian acak
14 Saya tidak pernah mencoba sesuatu
yang saya tidak yakin
15 Saya mendapatkan rasa hormat dan
penghargaan saya terima
16 Seseorang bisa menjadi kaya dengan
mengambil risiko
17 Pemimpin yang sukses ketika mereka
bekerja keras
18 Kegigihan dan kerja keras biasanya
membawa kesuksesan
19 Sulit untuk mengetahui siapa teman
sejati saya
20 Orang lain biasanya mengendalikan
hidup saya
Sumber : Helper & Hill, 2011
Keterangan :
a) Skor:
(1) Skor 5 point untuk setiap pertanyaan jika menunjukkan False di
pertanyaan: 2,3,5,6,9,10,12,13,14,16,19,20
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

(2) Skor 5 point untuk setiap pertanyaan jika Anda menunjukkan True
pada pertanyaan: 1,4,7,8,11,15,17,18
b) Hasil:
(1). 0-15 lokus kendali sangat kuat, (2). 20-35 lokus kendali Eksternal, (3).
40-60 keduanya lokus kendali eksternal dan internal, (4). 65-80 lokus
kendali Internal, (5). 85-100 lokus kendali sangat kuat (Helper & Hill,
2011).
Pengembangan alat ukur penelitian skala internal-eksternal lokus
kendali dari Rotter. dikembangan lagi oleh beberapa peneliti lain
sesuai bidangnya, sekitar 28 jenis skala telah dikembangan. Untuk
skala internal-eksternal lokus kendali bidang kesehatan
dikembangakan oleh Wallston, Wallston & DeVellis (1978) yang
biasa disebut skala multi dimensi kesehatan lokus kendali. The
Multidimensional Health Locus of Control Scale (MHLoC) dirancang
oleh Barbara Wallston, Kenneth Wallston dan Robert DeVellis. Skala
ini adalah 18 item yang laporan diri ukuran dimaksudkan untuk
digunakan dalam populasi umum untuk menilai keyakinan individu
tentang apa yang mempengaruhi kesehatan. Skala menilai tiga
dimensi cukup independen:
a) Kepercayaan internal (kesehatan saya dipengaruhi oleh pilihan
dan perilaku saya sendiri)
b) Kesempatan kepercayaan (kesehatan saya dipengaruhi secara
kebetulan atau nasib dan baik saya maupun dokter saya punya
banyak pengaruh di atasnya)
c) Kuatnya kepercayaan (kesehatan saya tergantung pada
kompetensi dokter saya, kesehatan saya tergantung pada perilaku
anggota keluarga, dll)
Skala multidimensi kesehatan lokus kendali tersebut mempunyai
ketentuan adalah sebagai berikut:
a) Pilihan Jawaban dari pertanyaan pada skali ini disesuaikan
commit
dengan menggunakan to user
skala linkert yang mengunakan 6 pilihan,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

artinya tidak ada nilai tengah (zero point) pada pada skala
penelitian ini. Hal ini dilandaskan dari pernyataan Edward (1957)
yang dikutip oleh Amaliah (2008) sebagai berikut:
“ If we wish to correlate scores on an attitude scale with scores
on other scales or with other measure of interest, this can also be
done without any reference to zero point on the favorable –
unfavorable continuum.”
"Jika kita ingin mengkorelasikan nilai pada skala sikap dengan
skor pada skala lain atau dengan menarik ukuran lainnya, dapat
dilakukan tanpa referensi untuk titik nol yang menguntungkan –
tidak menguntungkan kontinum”
b) Setiap item merupakan pernyataan keyakinan tentang kondisi
kesehatan dengan memilih jawaban yang antara mungkin setuju
atau tidak setuju. Di samping setiap pernyataan tersebut adalah
skala yang berkisar antara “Sangat Tidak Setuju (1) sampai
Sangat Setuju (6). Responden semakin setuju dengan pernyataan,
semakin tinggi nilainya dan semakin responden tidak setuju
dengan pernyataan, semakin rendah nilainya. Skala ini adalah
ukuran dari keyakinan, jelas tidak ada benar atau salah pada skala
ini. Pilihan jawaban sebanyak 6 tersebut adalah
1 = Sangat Tidak Setuju (STS)
2 = Cukup Tidak Setuju (CTS)
3 = Agak Tidak Setuju (ATS)
4 = Agak Setuju (AS)
5 = Cukup Setuju (CS)
6 = Sangat Setuju (SS)
c) Pilihan jawaban tersebut terbagi menjadi 2 jenis pernyataan
favorable – unfavorable continum. Bentuk pernyataan skala
Wallston, Wallston, & DeVellis ini terbagi menjadi 3 formulir
pernyataan, yang masing – masing pernyataan terdiri dari 18 soal
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

pernyataan lokus kendali Multidimensi Kesehatan (Wallston,


Wallston, & DeVellis (1978) dalam Helper & Hill, 2011)
Pengujian yang dilakukan berupa: a) Uji reliabilitas, b) uji validitas,
c) uji normalitas, d) uji multikolinearitas dari kombinasi-kombinasi
variabel. (Ginintasasi, 2014) Seseorang yang memiliki lokus kendali
yang tinggi dikatakan bahwa ia mampu melindungi bagian rawan dari
kondisi mental seseorang, yaitu: self-esteem (harga diri) dan
confidence (percaya diri) (Ginintasasi, 2014).
e. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lokus kendali
Berdasarkan beberapa hasil penelitian dapat disimpulkan faktor-faktor
yang mempengaruhi lokus kendali seseorang adalah:
1) Faktor Keluarga
Lingkungan keluarga tempat individu tumbuh dapat memberikan
pengaruh terhadap lokus kendali yang dimilikinya. Orangtua yang
mendidik anak, pada kenyataannya mewakili nilai dan sikap atas kelas
sosial mereka. Kelas sosial yang disebutkan di sini tidak hanya mengenai
status ekonomi, tetapi juga memiliki arti luas, termasuk tingkat
pendidikan, kebiasaan, pendapatan dan gaya hidup. Individu dalam kelas
sosial ekonomi tertentu mewakili bagian dari sebuah sistem nilai yang
mencakup gaya membesarkan anak, yang mengarah pada pembangunan
karakter kepribadian yang berbeda. Dalam lingkungan otokratis di mana
perilaku di bawah kontrol yang ketat, anak tumbuh sebagai pemalu, suka
bergantung (lokus kendali eksternal). Di sisi lain, ia mengamati anak
yang tumbuh dalam lingkungan yang demokratis, mengembangkan rasa
individualisme yang kuat menjadi mandiri, dominan, memiliki
keterampilan interaksi sosial, percaya diri dan rasa ingin tahu yang besar
(lokus kendali).
2) Faktor Motivasi
Kepuasan kerja, harga diri, peningkatan kualitas hidup (motivasi
internal) dan pekerjaan yang lebih baik, promosi jabatan, gaji yang lebih
commit to user
tinggi (motivasi eksternal) dapat mempengaruhi lokus kendali seseorang.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

Reward dan punishment (motivasi eksternal) juga berpengaruh terhadap


lokus kendali.
3) Faktor Pelatihan
Program pelatihan telah terbukti efektif mempengaruhi lokus kendali
individu sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan dalam
mengatasi hal yang memberikan efek buruk. Pelatihan adalah sebuah
pendekatan terapi untuk mengembalikan kendali atas hasil yang ingin
diperoleh. Pelatihan diketahui dapat mendorong lokus kendali internal
yang lebih tinggi, meningkatkan prestasi dan meningkatkan keputusan.

2. Teori Dukungan Keluarga


a. Pengertian dukungan keluarga
Dukungan adalah setiap kekuatan yang mengatur perilaku diarahkan untuk
memuaskan kebutuhan atau pencapaian tujuan (Hartanto, 2005). Dukungan
keluarga didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran,
bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang – orang yang
akrab dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan
hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada
tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh
dukungan secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran
atau kesan yang menyenangkan pada dirinya (Gottlieb, 1983 dalam Smet,
1994).
Dukungan keluarga adalah suatu proses hubungan antara keluarga dan
lingkungan sosialnya (Kane, 1988 dalam Friedman, 1998). Dukungan
keluarga adalah proses yang terjadi sepanjang hidup, dimana sumber dan
jenis dukungan keluarga berpengaruh terhadap tahap lingkaran kehidupan
keluarga. Menurut Stuart & Sundeen (1995), ada tiga dimensi interaksi dalam
dukungan keluarga yaitu timbal balik (kebiasaan dan frekuensi hubungan
timbal balik), nasihat/umpan balik (kuantitas/kualitas komunikasi) dan
keterlibatan emosional (meningkatkan intimasi dan kepercayaan) di dalam
hubungan sosial. commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

Menurut Friedman (1998) dukungan keluarga adalah “sikap, tindakan, dan


penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit.” Keluarga juga berfungsi
sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang
bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan bantuan jika
diperlukan.
Dukungan keluarga bukan sekedar memberikan bantuan, tetapi yang
penting adalah bagaimana persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan
itu. Dari beberapa pengertian oleh tokoh-tokoh diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa dukungan keluarga adalah dorongan berupa bantuan,
perhatian, penghargaan, atau kepedulian yang didapat dari satu kelompok
individu yang terkait oleh ikatan perkawinan atau darah secara khusus,
mencakup seorang ayah, ibu, dan anak atau dari suami/istri (keluarga inti).
b. Perlunya dukungan keluarga pada pasien Hipertensi
Dukungan yang diharapkan pasien setelah terdiagnosa hipertensi berasal
dari keluarga, pasangan, teman terdekat, sebagian pasien berkeinginan untuk
membagi kabar ini dengan seseorang yang dekat dengannya. Setelah memberi
tahu orang lain, beberapa pasien mendapatkan reaksi positif dan bermanfaat,
tetapi ada juga yang kecewa. Menurut penuturan beberapa pasien, harus
benar-benar yakin bahwa orang yang akan diberi tahu dapat dipercaya.
Hasil penelitian Ciambrone (2002), dalam studinya peneliti menekankan
pada pentingnya pemberian dukungan informal pada pasien yang menderita
penyakit kronik, penting sekali untuk memahami secara mendalam kebutuhan
dan dampak pada seseorang yang menderita hipertensi.
c. Sumber dukungan keluarga
Menurut Friedman (1998) dukungan keluarga mengacu kepada dukungan-
dukungan yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses
atau diadakan untuk keluarga (dukungan keluarga bisa atau tidak digunakan,
tetapi anggota keluarga memandang bahwa anak yang bersifat mendukung
selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan).
Dukungan keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal, seperti
dukungan dari suami/istri ataucommit to user
dukungan dari saudara kandung atau dukungan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

sosial keluarga eksternal. Dukungan keluarga eksternal berasal dari keluarga


besar. Dimana kini keluarga besar dapat memberikan dukungan sosial yang
penting bagi keluarga inti. Kebanyakan kaum dewasa hidup dalam komunitas
dimana mereka membuat satu kontrak/lebih dengan orang tua atau kerabat
dekat yang masih hidup (Friedman, 1998).
Sumber dukungan keluarga yaitu menurut Setiadi (2008) dapat
dikelompokkan dalam:
1) Pengelompokan secara tradisional
a) Nuclear Family (keluarga inti)
Adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang
diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
b) Extended Family (keluarga besar)
Adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih
mempunyai hubungan darah, seperti kakek, nenek, paman, bibi dsb.
2) Pengelompokan secara modern
Dipengaruhi oleh semakin berkembangnya peran individu dan
meningkatnya rasa individualisme.
d. Komponen dalam dukungan keluarga
Para ahli berpendapat bahwa dukungan keluarga dapat dibagi ke dalam
berbagai komponen yang berbeda-beda. Misalnya Weiss dalam Kuntjoro
(2012) mengemukakan adanya enam komponen dukungan sosial keluarga
yang disebut sebagai "The Social Provision Scale", dimana setiap komponen
dapat berdiri sendiri-sendiri, namun satu sama lain saling berhubungan.
Adapun komponen tersebut adalah:
1) Kerekatan emosional (emotional attachment)
Dukungan keluarga memungkinkan seseorang memperoleh kedekatan
emosional sehingga menimbulkan rasa aman. Orang yang menerima
dukungan sosial merasa tenteram, aman dan damai. Sumber dukungan
keluarga semacam ini yang paling sering dan umum adalah diperoleh
dari pasangan hidup, atau anggota keluarga/teman dekat/sanak keluarga
yang akrab dan memilikicommit to user
hubungan yang harmonis.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

2) Integrasi sosial (social integration)


Jenis dukungan sosial keluarga semacam ini memungkinkan seseorang
untuk memperoleh perasaan memiliki suatu kelompok yang
memungkinkannya untuk membagi minat, perhatian serta melakukan
kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama-sama. Sumber dukungan
semacam ini memungkinkan seseorang mendapatkan rasa aman, nyaman
serta merasa memiliki dan dimiliki dalam kelompok. Adanya kepedulian
masyarakat untuk mengorganisasi dan melakukan kegiatan bersama
tanpa ada pamrih akan banyak memberikan dukungan sosial. Mereka
merasa bahagia, ceria dan dapat mencurahkan segala ganjalan yang ada
pada dirinya untuk berceritera, atau mendengarkan ceramah ringan yang
sesuai dengan kebutuhan seseorang. Hal itu semua merupakan dukungan
yang sangat bermanfaat bagi seseorang.
3) Adanya Pengakuan (reanssurance of worth)
Pada dukungan jenis ini seseorang mendapat pengakuan atas
kemampuan dan keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang
lain atau lembaga. Sumber dukungan semacam ini dapat berasal dari
keluarga atau lembaga/instansi atau perusahaan/ organisasi.
4) Ketergantungan yang dapat diandalkan ( reliable reliance)
Dalam dukungan jenis ini, seseorang mendapat dukungan berupa
jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika
membutuhkan bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial jenis ini pada
umum berasal dari keluarga.
5) Bimbingan (guidance)
Dukungan jenis ini berupa adanya hubungan kerja atau pun hubungan
sosial yang memungkinkan seseorang mendapatkan informasi, saran
atau nasehat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi
permasalahan yang dihadapi. Jenis dukungan ini bersumber dari guru,
alim ulama, pamong dalam masyarakat, figur yang dituakan dan juga
orang tua.
commit
6) Kesempatan untuk mengasuh to user for nurturance)
(opportunity
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan


dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan ini memungkinkan
seseorang memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya
untuk memperoleh kesejahteraan. Menurut Weiss sumber dukungan
sosial ini adalah keturunan (anak) dan pasangan hidup (Kuntjoro, 2012).
Terkait dengan komponen dukungan keluarga, Cohen & McKay (1984)
dalam Niven (2002) membagi dukungan sosial ke dalam tiga tipe:
1) Dukungan nyata
Meskipun sebenarnya setiap orang dengan sumber-sumeber yang
tercukupi dapat memberi dukungan dalam bentuk uang atau perhatian,
dukungan nyata merupakan dukungan paling efektif bila dihargai oleh
penerima dengan tepat.
2) Dukungan pengharapan
Dukungan keluarga menyangga orang-orang untuk melawan stres dengan
membantu mereka mendefinisikan kembali situasi tersebut sebagai
ancaman.
3)Dukungan emosional
Dukungan emosional memainkan peran yang berarti dalam meningkatkan
pendapat yang rendah terhadap diri sendiri.
d. Manfaat dukungan keluarga
Dukungan keluarga sebagai informasi atau nasehat, verbal, nonverbal,
bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial didapat
melalui kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek
perilaku bagi pihak penerima (Gottlieb dalam Smet, 1994) sehingga dapat
melindungi seseorang atau bahkan sekelompok orang dari perilaku negatif
dan stress. Ritter (Smet, 1994) juga menyatakan bahwa dukungan sosial juga
mengacu pada bantuan emosional, instrumental dan finansial yang diperoleh
dari jaringan sosial seseorang.
e. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga
Sarafino (2006) menyatakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
seseorang menerima dukungancommit to user
atau tidak. Faktor tersebut diantaranya:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

1) Faktor dari penerima dukungan (recipient)


Seseorang tidak akan menerima dukungan dari orang lain jika ia tidak
suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain
tahu bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak
cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan
bantuan dari orang lain, atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan
tidak mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang lain
menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta
pertolongan.
2) Faktor dari pemberi dukungan (providers)
Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan kepada orang lain
ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain,
atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau
kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa
orang lain membutuhkan dukungan darinya.
f. Pengukuran dukungan keluarga
Menurut Sarason et al. (2000), ada tiga bentuk pengukuran dukungan
keluarga, yaitu :
1) Social embeddedness (dukungan sosial yang melekat)
Pada pengukuran dengan cara ini, dukungan yang diterima individu
diukur dari jumlah hubungan atau interaksi yang dijalin individu dengan
orang-orang disekitarnya. Individu yang memiliki hubungan yang lebih
banyak dinilai memiliki dukungan sosial yang besar. Dengan demikian,
bentuk pengukuran ini tidak memandang kualitas interaksi yang terjalin.
2) Enacted social support (dukungan sosial yang ditetapkan)
Ciri khas dari bentuk pengukuran ini adalah bahwa dukungan yang
diterima seseorang didasarkan pada frekuensi tingkah laku dukungan yang
diterima individu. Jadi konkretnya, berapa jumlah orang yang
mendukung, berapa banyak dukungan tersebut diberikan, menjadi
ukurannya. Seperti halnya bentuk pengukuran yang pertama, bentuk
pengukuran ini juga tidakcommit to dukungan
melihat user sosial dari sudut persepsi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

individu penerima dukungan.


3) Perceived Social Support (dukungan sosial yang dirasakan)
Procidano (1992) dalam Caskill & Lakey (1992) secara singkat
menyebutkan bahwa perceived support adalah evaluasi subjektif dari
kualitas dukungan yang diterima atau didapatkan. Bentuk pengukuran ini
didasarkan pada kualitas dukungan sosial yang diterima, sebagaimana
yang dipersepsikan individu penerima dukungan. Semakin kuat seseorang
merasakan dukungan, semakin kuat kualitas dukungan yang diterima.
Sehingga, dapat terjadi seseorang mempersepsikan dukungan yang
diterimanya kurang, padahal individu tersebut memiliki jaringan yang
banyak. Sebaliknya, individu bisa mempersepsikan dukungan yang
diterima lebih besar daripada yang sebenarnya diberikan oleh sumbernya.
Bentuk pengukuran dengan melihat enacted family support (pemberlakuan
dukungan keluarga) dan embedded family support (dukungan keluarga yang
sudah tertanam) memiliki keterbatasan. Individu yang dihadapkan pada
kesulitan hidup yang lebih besar tentu akan dilihat menerima dukungan sosial
yang lebih besar daripada individu dengan kesulitan yang relatif lebih kecil.
Mereka yang mampu menghadapi situasi yang sulit akan menjadi penerima
dukungan sosial yang lebih kecil. Hal tersebut tidak dapat mencerminkan
kecukupan kualitas dukungan yang diterima oleh tiap individu.
Berbeda dengan kedua pengukuran tersebut, pengukuran dengan
berdasarkan pada perceived family support (dukungan keluarga yang dirasa)
menganggap bahwa dukungan yang dirasakan individu memang benar-benar
ditemukan dalam diri mereka. Pengukuran dengan cara ini lebih mampu
mengindikasikan penyesuaian yang baik pada diri individu (Sarason et al.
2000). Penelitian Sarason (2000) menunjukkan bahwa perceived family
support (dukungan keluarga yang dirasa) cenderung memiliki hubungan yang
lebih kuat dengan pengukuran perbedaan individu dalam kelekatan,
kecemasan sosial, social desirability, rasa malu, dan kesepian. Penilaian
dukungan oleh individu penerima juga mempengaruhi. Sejalan dengan hal ini,
commit
Sarafino (2006) mengemukakan to user
bahwa efektivitas dukungan tergantung dari
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

penilaian individu. Dukungan akan menjadi efektif apabila dukungan tersebut


dinilai adekuat oleh individu penerima. Berdasarkan penjelasan tersebut,
dalam penelitian ini digunakan bentuk pengukuran dukungan sosial dengan
melihat penerimaan dukungan sosial oleh individu perceived social support
(dukungan sosial yang dirasakan).
Menurut Walgito dalam Maryam (2012), sikap merupakan faktor yang

ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku

tertentu. Sikap memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tidak dibawa sejak lahir

b. Berhubungan dengan objek sikap

c. Tertuju pada satu objek saja, tetapi juga pada sekumpulan objek

d. Berlangsung lama atau sebentar

e. Mengandung faktor perasaan dan motivasi

Sikap adalah suatu kecenderungan untuk menerima atau menolak

sesuatu berdasarkan pengalaman dan norma yg dimilikinya secara konsisten

atau sesuai, baik positif maupun negatif terhadap suatu objek. Dalam

pandangan ini, respon yang diberikan individu diperoleh dari proses belajar

terhadap berbagai atribut berkaitan dengan objek yang dapat mempengaruhi

hasil belajar sebagai salah satu dari evaluasi (Aiken dalam Ramdhani, 2008).

Dukungan keluarga terhadap bagian keluarga dalam menghadapi

keseharian sosial masyarakat sangat dibutuhkan, dikarenakan keluarga adalah

orang yang pertama dan utama

3. Teori Motivasi
a. Pengertian Motivasi commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

Motivasi adalah konsep yang menggambarkan baik kondisi ekstrinsik


yang merangsang perilaku tertentu dan respon instrinsik yang
menampakkan perilaku-perilaku manusia (Swanburg, 2000). Motivasi
merupakan keadaan internal organisme, baik manusia maupun hewan yang
mendorongnya untuk berbuat sesuatu (Syah, 2012).
Motivasi adalah kecenderungan yang timbul pada diri seseorang
secara sadar maupun tidak sadar melakukan tindakan dengan tujuan
tertentu atau usaha-usaha yang menyebabkan seseorang atau kelompok
orang tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendaki (Poerwodarminto, 2013).
Jadi motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan suatu
energi yang ada pada diri manusia. Sehingga akan berhubungan dengan
persoalaan gejala kejiwaan. Perasaan dan juga emosi untuk kemudian
bertindak dan melakukan sesuatu. Semua dorongan itu karena adanya
tujuan kebutuhan, keinginan.
b. Sumber Motivasi
Menurut Lestari (2015), sumber-sumber motivasi terbagi menjadi 3
yaitu:
1) Motivasi instrinsik
Motivasi instrinsik yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri individu
itu sendiri. Termasuk motivasi intrinsik adalah perasaan nyaman pada
ibu nifas ketika dia berada di rumah bersalin.
2) Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu,
misalnya saja dukungan verbal dan non verbal yang diberikan oleh
teman dekat atau keakraban sosial.
3) Motivasi terdesak
Motivasi terdesak yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit
dan munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

c. Komponen Motivasi
Asnawi (2011) mengembangkan suatu teori motivasi berdasarkan
jenis-jenis pilihan yang di buat orang untuk mencapai suatu tujuan, alih-
alih berdasarkan kebutuhan internal. Menurut Asnawi (2011), teori
harapan (expectancy) memiliki 3 asumsi pokok, yaitu:
1) Valence
Seberapa jauh yang orang inginkan terhadap hal-hal yang ditawarkan
terhadap dirinya. Misalnya dalam suatu organisasi berkaitan dengan
penghargaan, waktu kerja dan sebagainya. Valence mengacu pada
keinginan atau kemampuan untuk menarik atau menolak dan memiliki
sesuatu tertentu pada lingkungan.
2) Instrumentality
Bagaimana kemungkinan suatu hal yang potensial akan berimplikasi
terhadap sesuatu yang bernilai lain, misalnya kinerja yang baik yang
berimplikasi pada promosi. Instrumentality (sarana) didasarkan pada
hubungan yang dirasakan atau dua hasil.
3) Expectancy
Bagaimana kemungkinan seseorang menyakini bahwa apa yang telah
diusahakan itu akan membawa kepada kinerja yang baik.
Pace dan Faules (1998) dalam Sobur (2011) menyatakan
berdasarkan teori harapan ini, motivasi dapat dijelaskan dengan
mengkombinasikan ketiga elemen dasar tersebut. Orang akan termotifitasi
bila ia percaya bahwa: 1) perilaku tertentu, 2) hasil tersebut mempunyai
nilai positif baginya, dan 3) hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang
dilakukan seseorang. Jadi seseorang akan memilih, ketika ia melihat
alternatif – alternatif, tingkat kinerja yang memiliki kekuatan motivasional
tertinggi yang berkaitan dengannya.
d. Teori motivasi
Menurut Lestari (2015), beberapa teori yang berhubungan dengan
motivasi diantaranya:
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

1) Hirarki Kebutuhan Dasar Manusia


Teori tentang motivasi yang dikenal dengan teori hirarki kebutuhan
dasar manusia. Maslow menyebutkan bahwa faktor pendorong yang
menyebabkan seseorang bekerja adaah motivasi. Teori tentang hirarki
kebutuhan ini sangat banyak dipakai untuk membuat konseptualisasi
motivasi manusia. Maslow menyampaikan bahwa kebutuhan manusia
tersusun secara hirarki. Bila suatu kebutuhan telah dapat dicapai oleh
individu, maka kebutuhan yang lebih tinggi segerah menjadi kebutuhan
baru yang hams dicapai. Konsekuensinya untuk jangka panjang
individu tidak dapat dimotivasi hanya oleh penghargaan dan perasaan
sukses saja, yang lebih penting adalah memberi kepastian penjelasan
yang cukup dan jaminan keamanan kerja sebagai pekerja tetap (Lestari,
2015).
Keseluruhan teori motivasi yang dikembangkan oleh maslow
berintikan pendapat yang menguatkan kebutuhan manusia dapat
diklasifikasikan pada lima hirarki kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologi,
kebutuhan rasa aman, kebutuhan memiliki, kebutuhan penghargaan dan
kebutuhan aktualisasi diri (Lestari, 2015).
2) Teori hiegini — Motivasi dari Herzberg
Teori motivasi yang ditemukan oleh Herzberg tentang motivasi
yang mempertajam pengertian mengenai efektifitas dari situasi dalam
situasi kerja. Teori tersebut terkenal dengan teori Hygiene motivasi atau
teori dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Herzeberg
menyatakan apabila pekerja merasa puas dengan pekerjaannya,
kepuasan itu didasarkan pada faktor yang internal sebaliknya apabila
para pekerja tidak puas dengan pekerjaannya, ketidakpuasan itu
umunya dikaitkan dengan sifatnya eksternal, baiknya faktor internal
maupun faktor eksternal berpengaruh besar terhadap motivasi
seseorang. Faktor internal meliputi : prestasi, pekerjaan, penghargaan,
perkembangan, kemajuan dan tanggung jawab. Faktor eksternal
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

meliputi: status, rekan kerja, supervise, gaji, kondisi kerja, kebijakan


perusahaan dan keamanan kerja (Lestari, 2015).
3) Teori Harapan
Victor H. Vrom, dalam bukunya yang berjudul " Work and
Motivation" mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai "
Teori Harapan." Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat dari
suatu hasil yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang
bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarahkan kepada hasil yang
diinginkannya itu. Artinya apabila seseorang sangat menginginkan
sesuatu, dan jalan nampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang
bersangkutan akan berupaya mendapatkan. Dinyatakan dengan cara
yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang
menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu
cukup besar, yang bersangkutan akan sangat berdorong untuk
memperoleh hal yang diinginkan itu. Sebaliknya, jika harapan
memperoleh hal yang diinginkan itu tipis, motivasinyapun untuk
berupaya akan menjadi rendah (Lestari, 2015).
4) Teori tiga kebutuhan dari David McClecand
Teori motivasi yang dikemukakan oleh Cleland menyatakan bahwa
pemahaman tentang motivasi akan semakin mendalam apabila disadari
bahwa setiap orang mempunya 3 jenis kebutuhan, yaitu kebutuhan akan
berprestasi/usaha, kebutuhan akan kekuasaan/ kekuatan, dan kebutuhan
akan berafiliasi/ berhubungan (Lestari, 2015).
Kebutuhan akan berprestasi merupakan motivasi yang secara
kontras dapat dibedakan dengan kebutuhan lainnya. kebutuhan akan
kekuasaan merupakan dorongan yang muncul dalam diri seseorang
untuk duduk dalam posisi paling dominan atau pengatur didalam
kelompok (Lestari, 2015).
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

Kebutuhan akan berprestasi setiap orang ingin dipandang sebagai


orang yang berhasil dalam hidupnya, seorang yang besar adalah orang
yang berusaha berbuat sesuatu lebih baik dibandingkan orang lain.
kebutuhan akan kekuasaan, keinginan untuk mempunyai pengaruh
terhadap orang lain dengan siapa ia melakukan interaksi. Kebutuhan
akan berafiliasi merupakan kebutuhan nyata dari setiap manusia,
terlepas dari kedudukan, jabatan dan pekerjaan, kebutuhan ini tercermin
pada keinginan berada pada situasi yang bersahabat. dalam interaksi
seseorang dengan orang lain dalam organisasi (Lestari, 2015)
5) Teori penentuan tujuan
Kejelasan tujuan yang hendak dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugasnya akan menumbuhkan motivasi yang semakin
besar, semakin tinggi tingkat penerimaan para pelaksanaan kepantasan
dan kelayakan tujuan tertentu untuk dicapai, semakin tinggi pula
pencapain tujuan tersebut (Lestari, 2015).
6) Teori karakteristik pekerjaan
Teori karakteristik pekerjaan ini kemukakan oleh Richard
Hackman dan Greg yang mengatakan bahwa ada tiga kondisi yang
psikologi yang respon terhadap tugas tersebut : a) ketika menjalankan
tugas itu pekerja merasakan bahwa tugas itu sangat berarti, berharga
dan berguna b) pekerja merasa bertanggungjawab atas hasil dari
pekerjaan itu (Lestari, 2015).
e. Indikator Motivasi
Motivasi sebagai konstruksi hipotesis yang digunakan untuk
menjelaskan keinginan, arah, intensitas dan keajegan perilaku yang
diarahkan untuk mencapai tujuan atau dengan kata lain motivasi
merupakan kekuatan yang mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk
mencapai tujuan, untuk mengetahui tinggi rendahnya motivasi seseorang
commit to user
maka perlu diketahui indikator/parameter motivasi agar memudahkan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

dalam penilaian. Menurut Uno (2011), bahwa motivasi adalah dorongan


internal dan eksternal seseorang untuk mengadakan perubahan tingkah
laku, mempunyai indikator sebagai berikut:
1) Adanya hasrat dan keinginan untuk melakukan kegiatan
Seseorang termotivasi karena adanya hasrat dan keinginan untuk
melakukan kegiatan, misalnya hasrat/ ingin makan.
2) Adanya dorongan dan kebutuhan melakukan kegiatan
Seseorang termotivasi karena adanya dorongan dan kebutuhan,
misalnya kebutuhan rasa aman.
3) Adanya harapan dan cita-cita
Seseorang termotivasi karena adanya harapan dan cita-cita, misalnya
ingin berprestasi.
4) Penghargaan dan penghormatan atas diri.
Seseorang termotivasi karena adanya penghargaan dan penghormatan
atas diri, misalnya mendapat hadiah.
5) Adanya lingkungan yang baik
Seseorang termotivasi karena adanya lingkungan yang baik, misalnya
lingkungan yang nyaman dan menyenangkan, tidak membosankan.
6) Adanya kegiatan yang menarik
Seseorang termotivasi karena kegiatannya menarik, misalnya kegiatan
yang bisa membuat rileks.

4. Teori Hipertensi
a. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan
morbiditas di Indonesia, sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan
intervensi yang sangat umum dilakukan diberbagai tingkat fasilitas kesehatan.
Pedoman Praktis klinis ini disusun untuk memudahkan para tenaga
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

kesehatan di dalam menangani hipertensi terutama yang berkaitan dengan


kelainan jantung dan pembuluh darah (Perki, 2015).
b. Definisi dan Klasifikasi
Hampir semua consensus/ pedoman utama baik dari dalam walaupun
luar negeri, menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi bila
memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah
sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan
diagnosis hipertensi. Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada
seseorang merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi (Perki,
2015).
Tabel 2.2. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Sistolik Diastolik
Optimal < 120 Dan < 80
Normal 120 – 129 dan/ atau 80 – 84
Normal tinggi 130 – 139 dan/ atau 84 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 dan/ atau 90 – 99
Hipertensi derajat 2 160 – 179 dan/ atau 100 – 109
Hipertensi derajat 3 ≥ 180 dan/ atau ≥ 110

Hipertensi
≥ 140 Dan < 90
sistolik terisolasi
(Perki, 2015).
c. Penentuan Risiko Kardiovaskuler
1. Menggunakan perhitungan estimasi risiko kardiovaskular yang formal
(ESC 2013), untuk mengetahui prognosis.
2. Selalu mencari faktor risiko metabolic (diabetes, ganguan tiroid
dan lainnya) pada pasien dengan hipertensi dengan atau tanpa penyakit
jantung dan pembuluh darah

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

d. Diagnosis
Dalam menegakan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan
pemeriksaan yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau
tatalaksana yang akan diambil. Algoritme diagnosis ini diadaptasi dari
Canadian Hypertension Education Program. The Canadian Recommendation
for The Management of Hypertension 2014

HBPM : Home Blood Pressure Monitoring (Perki, 2015).


ABPM : Ambulatory Blood Pressure Monitoring

e. Tatalaksana Hipertensi
Non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan
tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam
menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita
hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi
pola hidup sehat merupakancommit to usertahap awal, yang harus dijalani
tatalaksana
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak


didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan
faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk
memulai terapi farmakologi (Perki, 2015).

Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak Guidelines adalah :
Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan
manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari
diabetes dan dislipidemia.
Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan
lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah.
Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada
makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya.
Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk
mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥
2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari
–60
menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan
tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk
berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk
berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas
rutin mereka di tempat kerjanya.
Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum
menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol
semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan
dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alkohol lebih dari 2
commit to user
gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau


menghentikan konsumsi alkohol sangat membantu dalam penurunan
tekanan darah.
Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti
berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok
merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan
pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.
Terapi Farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada
pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan
darah setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien
dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi
yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek
samping, yaitu :
Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat
mengurangi biaya
Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti
pada usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid
Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor
(ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi
farmakologi

Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai


guidelines memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme
tatalaksana hipertensi secara commit
umum, to
yang
user disadur dari A Statement by the
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

American Society of Hypertension and the International Society of


Hypertension2013; (Perki, 2015).

f. Faktor yang mempengaruhi Tekanan Darah


Menurut Kozier et al (2009), ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi tekanan darah, diantaranya adalah:

1) Umur
Bayi yang baru lahir memiliki tekanan sistolik rata-rata 73 mmHg. Tekanan
sistolik dan diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia hingga dewasa.
Pada orang lanjut usia, arterinya lebih keras dan kurang fleksibel terhadap
darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik. Tekanan
diastolik juga meningkat karena dinding pembuluh darah tidak lagi retraksi
commit to user
secara fleksibel pada penurunan tekanan darah.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

2) Jenis Kelamin
Perubahan hormonal yang sering terjadi pada wanita menyebabkan wanita
lebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini juga menyebabkan
risiko wanita untuk terkena penyakit jantung menjadi lebih tinggi.
3) Olahraga
Aktivitas fisik meningkatkan tekanan darah.
4) Obat-obatan
Banyak obat-obatan yang dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan
darah.
5) Ras
Pria Amerika Afrika berusia di atas 35 tahun memiliki tekanan darah yang
lebih tinggi daripada pria Amerika Eropa dengan usia yang sama.
6) Obesitas
Obesitas, baik pada masa anak-anak maupun dewasa merupakan faktor
predisposisi hipertensi.

5. Teori Lansia
a. Pengertian Lansia
Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang
dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagaimana
diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan
reproduksi dan melahirakan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang
akan kehilangan tugas dan fungsi ini dan memasuki selanjutnya yaitu usia
lanjut kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya tentu telah
siap menrima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya (Darmojo, 2004).
b. Proses Menua
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,
seperti kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut
memutih, gigi ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

memburuk, gerakan lambat, dan gerakan tubuh yang tidak proporsional


(Nugroho, 2008).
Constantides (1994) dalam Nugroho (2008) mengatakan bahwa proses
menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya, sehingga tidak dapat dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang
terus-menerus secara ilmiah dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama
cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya
daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar
tubuh.
c. Batasan Lanjut Usia
Kategori umur menurut Depkes RI (2009) adalah sebagai berikut:
1) Masa Balita = 0-5 tahun,
2) Masa Kanak-kanak = 5-11 tahun,
3) Masa Remaja Awal = 12-16 tahun,
4) Masa Remaja Akhi = 17-25 tahun,
5) Masa Dewasa Awal = 26-35 tahun,
6) Masa Dewasa Akhir = 36-45 tahun,
7) Masa Lansia Awal = 46-55 tahun
8) Masa Lansia Akhir = 56-65 tahun
9) Masa Manula = 65 – sampai atas
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Mubarak dan Iqbal (2006)
mengolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu:
Usia pertengahan (middle age) = 45-49 tahun,
Lanjut usia (elderly) = 60-74 tahun
Lanjut usia tua (old) = 75-90 tahun dan
Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun.
d. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Menurut Nugroho (2008), perubahan yang terjadi pada lansia adalah :
commit
1) Perubahan atau kemunduran to user
biologi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

a) Kulit menjadi tipis, kering, keriput dan tidak elastic lagi. Fungsi kulit
sebagai penyakit suhu tubuh lingkungan dan mencegah kuman-kuman
penyakit masuk.
b) Rambut mulai rontok, berwarna putih, kering dan tidak mengkilat.
c) Gigi mulai habis.
d) Penglihatan dan pendengaran berkurang.
e) Mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.
f) Keterampilan tubuh menghilang disana-sini terdapa timbunan lemak
terutama pada bagian pinggul dan perut.
g) Jumlah sel otot berkurang mengalami atrofi sementara jumlah jaringan
ikat bertambah, volume otot secara keseluruhan menyusut, fungsinya
menurun dan kekuatannya berkurang.
h) Pembuluh darah penting khususnya yang terletak dijantung dan otak
mengalami kekakuan lapisan intim menjadi kasr akibat merokok,
hipertensi, diabetes mellitus, kadar kolesterol tinggi dan lain-lain yang
memudahkan timbulnya pengumpulan darah dan thrombosis.
i) Tulang pada proses menua kadar kapur (kalsium) menurun akibatnya
tulang menjadi keropos dan mudah patah.
2) Perubahan atau kemunduran kemampuan kognitif
a) Mudah lupa karena ingatan tidak berfungsi dengan baik.
b) Ingatan kepada hal-hal dimasa muda lebih baik dari pada yang terjadi
pada masa tuanya yang pertama dilupakan adalah nama-nama
c) Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang atau tempat
juga mundur, erat hubungannya dengan daya ingatan yang sudah
mundur dan juga karena pandangan yang sudah menyempit
d) Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman skor yang dicapai
dalam test-test intelegentsi menjadi lebih rendah sehingga lansia tidak
mudah untuk menerima hal-hal yang baru.
3) Perubahan-perubahan psikososial
a) Pension, nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya selain itu
commit
identitas pension dikaitkan to user
dengan peranan dalam pekerjaan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

b) Merasakan atau sadar akan kematian.


c) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
bergerak yang lebih sempit.
d) Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan.
e) Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan keluarga.
f) Hilangnya kemampuan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.

B. Penelitian Relevan
Jurnal yang relevan dengan penelitian ini meliputi:
1. Kretchy et al. (2014) melakukan penelitian berjudul Locus of control and
anti-hypertensive medication adherence in Ghana. Meneliti tentang
ketidakpatuhan minum obat merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang utama di Ghana. Dengan hasil Locus of control (LoC) dapat
mempengaruhi meningkatkan kepatuhan pengobatan pada penderita
hipertensi.
2. Bonichini et al. (2009) melakukan penelitian berjudul Validation of the
Parent Health Locus of Control Scales in an Italian sample. Penelitian
tersebut menguji tentang sifat psikometrik dan peniruan dari De Vellis
(1993) Induk kesehatan Locus of Control (PHLOC) skala dalam sampel
Italia. Didapatkan hasil seorang individu dengan HLOC yang tinggi akan
memiliki kesehatan yang lebih baik karena individu cenderung mengambil
tindakan untuk meningkatkan kesehatannya.
3. Smith et al. (2013) melakukan penelitian berjudul Comparing the risk
associated with psychosocial work conditions and health behaviours on
incident hypertension over a nine-year period in Ontario, Canada.
Peneltian tersebut membandingkan resiko yang terkait dengan kondisi
kerja dan perilaku kesehatan psikososial pada insiden hipertensi yang
merupakan masalah kesehatan yang semakin penting di Kanada.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

Disimpulkan upaya pencegahan primer bermanfaat untuk mengurangi


insiden hipertensi dengan modifikasi perilaku kesehatan.
4. Darviri et al. (2016) melakukan penelitian berjudul “A HEALth Promotion
an STRESS Management Program (HEAL-STRESS study) for
prehypertensive and hypertensive patients: a quasi-experimental study in
Greece”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas
program promosi kesehatan 8 minggu untuk menurunkan tekanan darah
(BP) pada pasien prehypertensive dan hipertensi di masyarakat. Hasil
kelompok intervensi mengalami penurunan yang signifikan di kedua
tekanan darah sistolik dan diastolik serta kesehatan Locus of Control,
BMI, Stres, Kecemasan dan depresi dibandingkan dengan kontrol.
5. Scakacs et al. (2016) melakukan penelitian berjudul “Effectiveness of
Home Blood Pressure Monitoring Among low-Income Adults in Rural
Appalachia”. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas program
managemen hipertensi di klinik dalam pemantauan tekanan darah pasien
hipertensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program manajemen
hipertensi berdasarkan klinik yang terdiri dari pendidikan pasien,
dukungan keluarga, pengobatan dan rumah monitoring efektif dalam
menurunkan tekanan darah pasien.
6. Wraak et al. (2015) melakukan penelitian berjudul “Nurse-Ied
empowerment strategies for patients with hypertension: a questionnaire
survey”. Hipertensi adalah umum dan dapat menyebabkan serebrovaskular
dan kejadian kardiovaskular dan kematian. perawat kabupaten sering
menghadapi pasien yang membutuhkan pemantauan tekanan darah,
penasihat gaya hidup dan dukungan. Penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan efek dari nasihat dan dukungan dari perawat kabupaten
untuk penderita hipertensi. Hasil intervensi keperawatan melalui nasihat
dan dukungan keluarga dengan pemberdayaan meningkatkan kepatuhan
pasien.
7. Shen et al. (2016) melakukan penelitian berjudul “Family member-based
commit
supervision of patients with to user a cluster randomized trial in
hypertension:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

rural China”. Penelitian ini bertujuan untuk mengevauasi peran paket


pengawasan berbasis anggota keluarga dalam pengelolaan hipertensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengobatan dengan pengawasan
anggota keluarga memiliki efek positif pada kepatuhan pasien untuk
pemantauan tekanan darah dan pengobatan hipertensi.
8. Yang et al. (2016) melakukan penelitian berjudul “Prevalence, Awareness,
Treatment, Control and risk Factors Associated with Hypertension among
Adults in Southern China, 2013”. Tujuan penelitian untuk menyelidiki
prevalensi, kesadaran, pengobatan, pengendalian hipertensi dan faktor
terkait di Cina Selatan. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan
prevalensi hipertensi dan pra-hipertensi di Cina selatan, namun tingkat
kesadaran, pengobatan dan kontrol tetap relatif rendah, terutama pada
penduduk muda dan setengah baya, sehingga strategi inivatif termasuk
mengadopsi terapi anti hipertensi dan gaya hidup sehat harus tetap
diambil.
9. Fort et al. (2015) melakukan penelitian berjudul ”Impact evaluation of
healthy lifestyle intervention to reduce cardiovascular disease risk in
health centers in San jose, Costa Rica and Chiapas, Mexico”. Sebelum
intervensi gaya hidup sehat berdasarkan Salud para kurikulum Su Corazon
untuk latin di Amerika Serikat, dan sebuah studi percontohan di
Guatemala, menunjukkan perbaikan dalam pengetahuan pasien, perilaku
dan hasil klinis untuk orang dewasa dengan hipertensi. Penelitian
menyimpulkan intervensi pendidikan pasien untuk terlibat berpartisipasi,
dukungan keluarga dan masyarakat di puskesmas memiliki potensi untuk
meningkatkan tahap perubahan aktivasi dan juga dapat meningkatkan hasil
klinis.
10. Ferrara et al. (2012) melakukan penelitian berjudul “Lifestyle educational
program strongly increases compliance to nonpharmacologic intervention
in hypertensive patients: a 2-year follow-up study”. Penelitian ini
bertujuan untuk meneliti efektivitas program pendidikan gaya hidup, yang
commit tokelompok
diselenggarakan dalam pertemuan user kecil, dalam meningkatkan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

hasil dari intervensi nonfarmakologis. Hasil penelitian menunjukkan


bahwa meningkatnya pengetahuan pasien tentang penyakit akan
memperkuat motivasi mereka untuk melakukan pengobatan pada
kelompok intervensi perawatan pendidikan dibanding kelompok
perawatan biasa.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

C. Kerangka Teori

Tekanan Darah pada


Lansia

Obat-obatan Umur Olahraga Jenis Kelamin

Kepatuhan Pengobatan

Lokus Dukungan Motivasi


kendali keluarga

Hipertensi

Hipertensi terkontrol Hipertensi tidak terkontrol

Diagram 2.1. Kerangka Teori

: Berhubungan/ Mempengaruhi/Mengakibatkan/Menimbulkan

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

D. Kerangka Berpikir
Pada penelitian ini kerangka berfikirnya dapat digambarkan sebagai berikut :

Motivasi tentang hipertensi


pada lansia

Tekanan darah pasien


LOC tentang hipertensi hipertensi lansia
pada lansia

Faktor yang mempengaruhi


Dukungan keluarga tentang hipertensi pada lansia:
hipertensi pada lansia  Umur
 Jenis kelamin
 Olahraga

Keterangan :
______ = diteliti

Diagram 2.2 Kerangka Berfikir

E. Rumusan Hipotesis
1. Ada hubungan antara lokus kendali dan hipertensi pada lansia.
2. Ada hubungan antara dukungan keluarga dan hipertensi pada lansia.
3. Ada hubungan antara motivasi dan hipertensi pada lansia.
4. Ada hubungan antara lokus kendali, dukungan keluarga, motivasi dan
hipertensi pada lansia.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai