Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manajemen merupakan proses penatalaksanaan kegiatan organisasi melalui upaya orang


lain untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan manajemen keperawatan merupakan
pengalokasian aktifitas keperawatan yang dilaksanakan oleh para perawat dalam upaya
memberikan pelayanan keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

Dalam manajemen keperawatan langkah pertama yaitu harus membuat perencanaan.


Rencana yang telah kita susun sedemikian rupa tidak akan ada artinya jika tidak segera
dilaksanakan. Pelaksanaan rencana tadi dilakukan oleh satuan-satuan kerja yang merupakan
bagian dari organisasi. Mau tidak mau setelah dibuat suatu rencana, langkah selanjutnya
adalah pengorganisasian. Efektivitas dan efesiensi pelaksanaan kegiatan yang akan
dikerjakan dipengaruhi oleh bagaimana individu-individu yang ada di dalam satuan kerja
tadi bekerja secara maksimal sesuai tanggung jawab dan wewenangnya. Untuk itu,
pengorganisasian menjadi langkah penting setelah kegiatan perencanaan.

Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan tidak dapat bekerja sendiri, tetapi
harus bekerja sama dengan tim kesehatan lain untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang
dihadapi klien. Kerjasama tersebut harus ditata sehingga menghasilkan pelayanan kesehatan
yang berkualitas, penataan yang dimaksud adalah pengorganisasian segala sumber yang bisa
dimanfaatkan untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan.

Pengorganisasian adalah langkah kedua dalam manajemen yang sangat penting dilakukan
oleh setiap unit kerja / unit organisasi ( Subur, 1997 ). Pengorganisasian dalaam
keperawatan dimaksudkan untuk mengelompokkan aktifitas - aktifitas dengan sasaran untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penugasan masing - masing kelompok diberikan
kepada pimpinan yang diberi wewenang untuk mengawasi sekaligus melakukan koordinasi
dengan unit lain baik secara horizontal maupun vertikal.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian adalah proses pengelompokan orang, alat – alat, tugas – tugas,


kewenangan dan tanggung jawab yang seimbang dan sesuai dengan rencana operasional
sehingga suatu organisasi dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan ( Subur,1997 ).

Pengorganisasian adalah pengelompokkan aktivitas-aktivitas untuk mencapai tujuan


objektif, penugasan suatu kelompok manajer dengan otoritas pengawasan setiap kelompok,
dan menentukan cara pengoordinasian aktivitas yang tepat dengan unit lainnya, baik cara
vertical maupun horizontal yang bertanggung jawab mencapai tujuan organisasi
(Swansburg, 1993).

Pengorganisasian adalah proses pengelompokkan kegiatan terhadap tugas, wewenang,


tanggung jawab dan koordinasi kegiatan, baik vertical maupun horizontal yang dilakukan
oleh tenaga keperawatan untuk mencapai tujuan ditetapkan. Fungsi ini mencakup penetapan
tugas-tugas yang harus dilakukan, siapa yang harus melakukan, seperti apa tugas-tugas
dikelompokkan, siapa yang melaporkan ke siapa, dan di mana dan kapan keputusan harus
diambil oleh seorang perawat.

Pengorganisasian adalah keseluruhan pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas,


kewenangan dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang
dapat digerakkan sebagai suatu kegiatan kesatuan yang telah ditetapkan (Siagian,1983 dalam
Juniati).

Langkah-langkah pengorganisasian :

- Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf. Tujuan organisasi sudah di susun pada
saat fungsi perencanaan.
- Membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok untuk mencapai
tujuan.
- Menggolongkan kegiatan pokok kedalam satuan kegiatan yang praktis (elemen
kegiatan).
- Menetapkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh staf dan menyediakan fasilitas
pendukung yang diperoleh untuk melaksanakan tugasnya.
- Penugasan personal yang cakap yaitu memilih dan mendapatkan staf yang
dipandang mampu melaksanakan tugas.
- Mendelegasikan wewenang : dalam pembagian tugas harus diperhatikan adanya
keseimbangan antara wewenang dan tnggung jawab staf, untuk organisasi seperti
puskesmas yang mempunyai jumlah tenaga yang terbatas tetapi ruang lingkup kerja
dan kegiatannya cukup luas, prinsip kerjasama yang sifatnya integrative perlu
diterapkan karena prinsip kerja integrasi diharapkan semua kegiatan pokok
puskesmas dapat diselesaikan.
(A.A. Gde Muninjaya, Manajemen Kesehatan Edisi 2, EGC. Hal. 75).

B. Konsep Dasar

Dalam menganalisa pengaruh pola formal organisasional pada sifat dasar komunikasi antara
para pekerja, perlu untuk mengerti konsep sebagai berikut:

1. Peran

Peran diartikan sebagai suatu set perilaku dan sikap yang diharapkan dari seseorang oleh
mereka yang berinteraksi dengannya. Peran seseorang diartikan oleh harapan-harapan
orang lain, individu tersebut sangat bergantung pada harapan mereka bagi aspek identitas
pribadinya. Sepanjang hidupnya seseorang memegang serangkaian peran, yang berubah
dengan perubahan keadaan hidupnya. Sebagai pekerja sebuah departemen keperawatan,
perawat dapat memegang beberapa peran jabatan pada waktu yang sama. Kepala
perawat tertentu merupakan bawahan bagi atasannya, seorang supervisor bagi staf
perawatnya, rekan kerja kepala perawat lainnya dan mungkin kepala panitia atau
konsultan bagi para pekerja di divisi lain dalam organisasinya. Karena perbedaan sikap
dan perilaku diperlukan dalam pelaksanaan masing-masing peran, kepala perawat yang
telah diuraikan di atas harus sering "merubah seragam" selama hari kerjanya,
penyesuaian dan penyesuaian ulang ekspresi wajah, bahasa tubuh, nada suara dan bahasa
untuk memenuhi harapan pihak yang berkepentingan lainnya yang telah mengartikan
setiap peran.

2. Kekuasaan

Kekuasaan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar bersikap sesuai
dengan harapan seseorang. Karena kekuasaan tumbuh dari interaksi manusia, kekuasaan
tidak bersifat statis, tetapi terus menerus berubah. Perolehan kekuasaan oleh perawat
perorangan tampaknya memudahkan perolehan kekuasaan yang lebih besar dalam situasi
yang sama. Kemungkinan karena meningkatnya jumlah komunikasi dengan yang lain
atau perubahan dalam kualitas komunikasi tersebut. Begitu juga sebaliknya, kehilangan
kekuasaan seorang pekerja bisa mengubah hubungan timbal baliknya dengan yang lain
sehingga membuatnya terus menerus kehilangan kekuasaan seiring dengan waktu.
Kekuasaan terdiri dari beberapa jenis yaitu: kekuasaan memberikan penghargaan
(Reward power) adalah kesanggupan untuk memberikan penghargaan terhadap yang
lain, kekuasaan paksaan (Coercive power) adalah kesanggupan untuk menerapkan
hukuman kepada yang lain. Menejer perawat dapat menghukum seorang pegawai
melalui penurunan pangkat, skors, atau pemecatan. Kekuasaan referensi (Referent
power) adalah kemampuan mengilhami kebanggaan tertentu pada yang lain sehingga
mereka berharap untuk mengidentifikasikan diri mereka sendiri dengan obyek
kekaguman mereka. Kekuasaan ahli (Expert power) merupakan kemampuan untuk
meyakinkan yang lain supaya seseorang memiliki derajat pengetahuan dan keahlian
tinggi dalam area spesialisasi.

3. Status

Konsep status berhubungan erat dengan konsep kekuasaan. Status dapat diartikan
sebagai urutan penganugerahan suatu kelompok kepada seseorang yang sesuai dengan
penilaian mereka atas pekerjaan dan sumbangsihnya. Derajat status yang diberikan
kepada pekerjaan tertentu erat kaitannya dengan jarak dari hierarki organisasi tingkat
atas, jumlah keahlian yang diperlukan dalam melaksanakan tugas kerja tersebut, derajat
pelatihan khusus, atau pendidikan yang diperlukan bagi posisi tersebut, tingkat tanggung
jawab dan otonomi yang diharapkan dalam pelaksanaan kerja dan gaji yang didapat dari
jabatan tersebut. Status masing - masing perawat tergantung pada posisi dari departemen
kesehatan dalam tabel organisasi unit kerjanya. Status sebuah kelompok dikaitkan
dengan kemampuannya dalam mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan kelompok. Kebanyakan perawat percaya bahwa tujuan keperawatan
bagi perawatan klien dan kesembuhannya sama pentingnya dengan kesejahteraan klien
seperti juga dengantujuan pengobatan medis atau tujuan administrasi keuangannya.

4. Wewenang

Konsep wewenang secara berbelit-belit dihubungkan dengan konsep tanggung jawab.


Jabatan pada hierarki keperawatan puncak dihubungkan dengan lapisan atas dari
tanggung jawab dan wewenang. Jadi status yang tinggi dihubungkan dengan wewenang
yang memberi status pekerjaan tinggi bagaimanapun dapat diserahkan pada jabatan di
lapisan rendah struktur organisasi.

5. Kepusatan ( Centrality )

Konsep sentralisasi / kepusatan organisasi mengacu pada kenyataan bahwa beberapa


jabatan ditempatkan sedemikian rupa dalam struktur organisasi sehingga melibatkan si
pemegang jabatan ke dalam seringnya komunikasi dengan sejumlah besar pekerja
lainnya. Sebaliknya, jabatan lainnya ditempatkan sedemikian rupa sehingga terjadi
sedikit komunikasi di antara pemegang jabatan dengan yang lainnya. Dengan
menggunakan skema organisasi lembaga tersebut, adalah mungkin untuk menghitung
jumlah langkah atau pertukaran pembicaraan yang diperlukan guna menyampaikan
informasi kepada jabatan yang diberikan dari setiap posisi lain dalam jaringan kerja
tersebut. Jumlah langkah bagi orang atau jabatan tertentu disebut total jarak organisasi.
Penambahan jarak perseorangan bagi semua pegawai dalam organisasi dan membaginya
dengan jumlah pegawai akan menghasilkan jarak rata-rata organisasi (Average
organizational distance) bagi semua jabatan dalam struktur itu. Dengan membandingkan
total jarak organisasi seseorang dengan jarak rata-rata bagi seluruh struktur, seseorang
dapat menentukan setiap jarak relatif organisasi (Relative organizational distance)
pegawai. Para pegawai dengan jarak relatif organisasi yang terkecil adalah yang paling
pokok dalam struktur tersebut. Mereka lebih banyak menerima informasi yang
berhubungan dengan kerja di banding pekerja pokok. Terhadap pekerja yang
berpengetahuan, informasi adalah bahan mentah untuk produksi. Karena pekerja yang
lebih terpusat secara organisasi seharusnya lebih produktif dibanding pekerja yang
kurang terpusat.

6. Komunikasi ( Communication )

Semua pekerjaan dalam sebuah kelompok manusia dilakukan melalui dan karena
komunikasi antar pekerja. Komunikasi biasa diartikan sebagai pengiriman informasi dan
opini antar manusia. Diperlukan pendahuluan pesan oleh si pengirim dan persepsi pesan
yang sama oleh si penerima pesan. Kebanyakan ahli komunikasi percaya bahwa
penangkapan pesan tersebut merupakan aspek yang lebih kritis dari proses dan usaha
memperbaiki kualitas serta akurasi komunikasi sebaiknya dimulai dengan mengajari
manusia bagaimana mendengar secara bersungguh - sungguh dan kritis terhadap semua
aspek pesan yang dikirim. Adalah mungkin untuk melatih pengirim pesan agar
mengatur, mengulang, dan merangkum informasi sehingga memaksimalkan pengertian
oleh si penerima pesan. Pengirim pesan dapat diajari memperkuat isi verbal setiap pesan
dengan ekspresi yang sesuai dan gerak isyarat untuk menekankan konsep kunci serta
untuk mendapatkan masukan dari si penerima pesan sebagai tanda atas keefektifan
komunikasi.

C. Tujuan Pengorganisasian
a) Manfaat
1. Memetakan garis kewenangan pengambilan keputusan
2. Membantu pekerja memahami tugas mereka dan rekan kerja
3. Menunjukkan pada manajer dan personel baru bagaimana mereka menyesuaikan
diri dalam organisasi
4. Berperan dalam struktur organisasi yang baik
5. Menunjukkan garis komunikasi formal
b) Keterbatasan
1. Menunjukkan hanya hubungan formal
2. Tidak mengindikasikan derajat kewenangan
3. Dapat menunjukkan hal yang seharusnya terjadi atau dilakukan, bukan yang
terjadi sebenarnya
4. Mungkin terjadi kebingungan kewenangan dengan status

D. Prinsip Pengorganisasian
Untuk mencapai tujuan dalam pengorganisasian diperlukan prinsip-prinsip sebagai
berikut :

1. Prinsip rantai komando


Rantai komando menyatakan bahwa untuk memuaskan anggota, efektif secara ekonomis
dan berhasil dalam mencapai tujuan mereka, organisasi dibuat dengan hubungan
hierarkis dalam alur autoritas dari atas ke bawah. Prinsip ini mendukung struktur
mekanistis dengan autoritas sentral yang mensejajarkan autoritas dan tanggung jawab.
Komunikasi terjadi sepanjang rantai komando dan cenderung satu arah ke bawah. Pada
organisasi keperawatan modern, rantai komando ini adalah datar, dengan garis menejer
dan staf teknis serta administrasi yang mendukung stap perawat teknis.

2. Prinsip kesatuan komando


Kesatuan komando menyatakan bahwa seorang pekerja mempunyai satu penyelia dan
terdapat satu pimpinan dan satu rencana untuk kelompok aktifitas dengan obyektif yang
sama. Prinsip ini masih diikuti pada kebanyakan organisasi keperawatan tetapi masih
terus dimodifikasi dengan memunculkan teori organisasi. Keperawatan primer dan
manajemen kasus mendukung prinsip kesatuan komando ini, seperti juga praktek
bersama.
3. Prinsip rentang control
Rentang kontrol menyatakan bahwa individu harus menjadi penyelia suatu kelompok
bahwa ia dapat mengawasi secara efektif dalam hal jumlah, fungsi, dan geografi. Prinsip
asal ini telah menjadi elastis makin sangat terlatih pekerja makin kurang pengawasan
yang diperlukan. Pekerja dalam masa latihan memerlukan lebih banyak pengawasan
untuk mencegah terjadinya kesalahan. Bila digunakan tingkat yang berbeda dari pekerja
keperawatan, menejer perawat harus lebih banyak mengkoordinasikan.
4. Prinsip spesialisasi
Spesialisasi menyatakan bahwa setiap orang harus dapat menampilkan satu fungsi
kepemimpinan tunggal. Sehingga ada divisi tenaga kerja : suatu perbedaan di antara
berbagai tugas. Spesialisasi dianggap oleh kebanyakan orang menjadi cara terbaik untuk
menggunakan individu dan kelompok. Rantai komando menggabungkan kelompok
-kelompok dengan spesialitas yang menimbulkan fungsi departementalis.
5. Prinsip pembagian kerja
Merupakan perincian dan pengelompokan aktifitas yang semacam atau erat
hubungannya satu sama lain yang dilakukan oleh suatu bagian atau unit kerja tertentu.
Prinsip dasarnya adalah untuk mencapai efisiensi pelaksanaan kerja dimana orang
mengerjakan kegiatan tertentu sesuai dengan kemampuannya. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pembagian kerja adalah :
a. Setiap unit kerja mempunyai perincian tugas dan aktifitas yang akan dilakukan,
secara jelas dan tegas.
b. Setiap staf atau anggota organisasi harus memiliki perincian tugas, tanggung jawab
dan wewenang.
c. Beban tugas yang diberikan kepada staf atau unit organisasi harus sesuai dengan
kemampuan.
d. Variasi tugas yang diberikan hendaknya diusahakan yang sejenis atau erat
hubungannya satu sama yang lain.
e. Penempatan staf harus tepat dan sesuai.
f. Penambahan atau pengurangan tenaga harus berdasarkan beban kerja.
Dalam pembagian kerja ada beberapa dasar yang perlu diperhatikan yang dapat dipakai
sebagai pedoman :
a. Pembagian kerja atas dasar wilayah atau teritorial, misalnya koordinator perawatan
yang berada di lantai dua rumah sakit yang terdiri dari ruang penyakit dalam kelas
dua, ruang bedah umum kelas dua, dan sebagainya.
b. Pembagian kerja atas jenis barang atau jasa yang diproduksi. Misalnya koordinator
asuhan keperawatan ruang unit bedah, koordinator pendidikan keperawatan,
koordinator pengendalian mutu pelayanan keperawatan.
c. Pembagian kerja berdasarkan waktu / shift pagi, siang, dan malam.
d. Pembagian atas dasar konsumer yang dilayani, misalnya perawat yang khusus
merawat klien dengan penyakit kulit, THT, dan lain - lain.
6. Prinsip pendelegasian
Pendelegasian adalah pelimpahan wewenang atau kekuasaan. Kekuasaan merupakan hak
seseorang untuk mengambil tindakan yang perlu agar tugas dan fungsinya dapat
dilaksanakan dengan baik. Wewenang atau kekuasaan itu terdiri dari berbagai aspek
antara lain wewenang mengambil keputusan , menggunakan sumber daya, memerintah,
dan menggunakan batas waktu tertentu. Adapun manfaat pendelegasian adalah :
a. Pimpinan dapat melakukan tugas pokok saja.
b. Setiap staf atau perawat memiliki wewenang sesuai dengan tugasnya.
c. Meningkatkan kemampuan staf.
d. Kegiatan tetap berjalan walaupun pimpinan tidak ada.
e. Pelatihan dan kaderisasi untuk meningkatkan jenjang karir.
Dalam melakukan pendelegasian seorang pimpinan hendaknya memperhatikan
kemampuan orang yang diberi wewenang atau pendelegasian, memperhatikan pendapat
orang yang diberi wewenang, melakukan bimbingan, menggerakkan dan melakukan
pengontrolan.
Prinsip-prinsip organisasi yang telah disebutkan di atas adalah saling ketergantungan dan
dinamis bila digunakan oleh manajer perawat untuk menciptakan lingkungan yang
merangsang dalam praktek keperawatan klinis.

E. Jenis Struktur Organisasi

Pengorganisasian di ruang perawatan harus menyesuaikan dengan metode penugasan


yang diterapkan di ruangan perawatan. Berikut akan dijelaskan beberapa tipe organisasi
dilihat dari strukturnya.

1. Struktur Organisasi secara umum


Struktur Organisasi di ruangan menyesuaikan dengan metode penugasan yang
dijalankan di ruang perawatan. Akan tetapi, secara umum organisasi dibagi menjadi
tiga macam , antara lain sebagai berikut.
a. Organisasi Lini
Bentuk organisasi lini merupakan yang tertua di dunia. Organisasi lini
mencirikan bahwa pembagian tugas dan wewenang terdapat perbedaan yang
nyata antara satuan organisasi pimpinan dan satuan organisasi pelaksana. Peran
pimpinan sangat dominan, segala kendali ada di tangan pimpinan, dan dalam
melaksanakan kegiatan yang diutamakan adalah wewenang dan perintah.
Organisasi lini lebih cocok digunakan untuk organisasi dengan jumlah
karyawan sedikit, sarana dan prasarana yang terbatas, serta tujuan dan kegiatan
yang sederhana. Bentuk organisasi lini mempunyai keuntungan pengambilan
keputusan dapat dilaksanakan dengan cepat, kesatuan arah dan perintah lebih
terjamin serta koordinasi dan pengawasan lebih mudah. Sedangkan,
kelemahannya adalah keputusan sering kurang sempurna, dibutuhkan
pemimpin yang benar-benar dapat memegang kendali dan berwibawa, dan
unsur manusiawi seiring terabaikan. Berdasarkan penjelasan di atas, organisasi
lini sangat cocok diterapkan di ruang perawatan.

b. Organisasi Staf.
Organisasi staf merupakan pengembangan dari organisasi lini. Organisasi
staf dicirikan bahwa dalam pengorganisasian dikembangkan satuan organisasi
staf yang berperan sebagai pemantu pimpinan. Orang yang duduk dalam suatu
organisasi staf adalah individu ahli yang disesuaikan dengan kebutuhan
organisasi. Hal ini terjadi karena pimpinan organisasi menghadapi
permasalahan yang kompleks dan kesulitan untuk memecahkan permasalahan
yang ada sehingga dibutuhkan orang yang sanggup dan mampu membantu
pimpinan dalam memecahkan masalah organisasi.
Dalam organisasi staf, fungsi staf hanyalah sebagai pembantu.
Pengambilan keputusan tetap berada di tangan pimpinan. Keuntungan
organisasi staf adalah pengambilan dapat lebih baik. Kerugiannya adalah
pengambilan keputusan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan
organisasi lini.
c. Organisasi Lini dan Staf
Bentuk Operasi lini dan staf merupakan pengembangan dari organisasi
staf. Pada bentuk organisasi ini, staf tidak hanya diplot sebagai penasihat,
tetapi staf juga diberikan tanggung jawab untuk melaksanakan nasihat tersebut.
Organisasi ini staf diterapkan jika permasalah nasihat tersebut. Organisasi lini
staf diterapkan jika permasalahan organisasi sangat kompleks sehingga staf
tidak hanya diharapkan memberikan buah pikirannya, tetapi staf juga harus
membantu pelaksanaannya.
Keuntungan organisasi lini staf adalah pengambilan keputusan lebih baik
karena pengambilan keputusan telah dipikirkan oleh sejumlah orang, tanggung
jawab pimpinan berkurang karena pimpinan dapat lebih memusatkan
perhatiannya pada masalah yang lebih penting, serta pengembangan bakat dan
kemampuan dapat dilakukan sehingga mendorong tanggung jawab kerja yang
baik. Kelemahanyya adalah pengambilan keputusan memakan waktu yang
lebih lama lagi, dapat menimbulkan kebingungan pelaksana jika staf tidak
menegetahui batas-batas wewenangnya. Bagan organisasi lini staf dapat dilihat
dalam gambar berikut.

Seperti disampaikan pada kalimat di atas, struktur organisasi pelayanan keperawatan di


ruang rawat menyesuaikan dengan metode penugasan yang diterapkan.

F. Jenis Metode Penugasan

Prinsip pemilihan metode penugasan adalah : jumlah tenaga, kualifikasi staf dan
klasifikasi pasien. Adapun jenis-jenis metode penugasan yang berkembang saat ini adalah
sebagai berikut :
1. Metode Fungsional
Metode penugasan fungsional merupakan metode pemberian asuhan keperawatan yang
menekankan pada penyelesaian tugas dan prosedur (Sitorus, 2006). Prioritas utama
metode ini adalah pemenuhan kebutuhan fisik sehingga kurang memerhatikan kebutuhan
manusia secara holistic dan komprehensif.
Pada metode penugasan fungsional, seorang kepala ruang membawahi secara
langsung perawat-perawat pelaksana yang ada di ruang tersebut. Metode ini
menggambarkan bahwa satu-satunya pemegang kendali manajerial dan laporan klien
adalah kepala ruang, sedangkan perawat lainnya hanya sebagai perawat pelaksana
tindakan.
Peran perawat pada metode ini adalah melakukan tindakan sesuai dengan
spesifikasi/spesialisasi yang dimilikinya, setiap perawat mempunyai tugas dan tanggung
jawab untuk memberikan tindakan keperawatan sebanyak satu atau dua jenis tindakan.
Jenis tindakan lainnya diberikan oleh perawat yang lainnya. Berdasarkan struktur di atas,
trgambar dengan jelas bahwa ada pembagian tugas perawat, yaitu ada perawat yang
tugasnya hanya memberikan obat ada perawat yang tugasnya hanya merawat luka dan
lain-lain. Namun demikian, guna mengurangi beban tanggung jawab kepala ruang yang
besar, pihak rumah sakit dapat memodifikasi struktur tersebut dengan menempatkan
wakil kepala ruang untuk membantu tugas kepala ruang. Selain mengurangi beban kerja
kepala ruang, dengan adanya wakil kepala ruang, harapannya dapat meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pekerjaan.
Kelebihan dan kekurangan metode fungsional :

Kelebihan Kekurangan

1. Kepala ruang kurang waktu untuk dapat


1. Efisiensi, terutama
memberikan masukan kepada perawat-
untuk ruangan yang
perawatnya tentang bagaimana cara memberikan
mempunyai jumlah
asuhan keperawatan yang terbaik.
tenaga perawat
2. Setiap perawat tidak dapat memberikan asuhan
minimal/sedikit.
seara komprehensif.
2. Perawat mempunyai
3. Komunikasi antar-perawat sangat terbatas.
keahlian/spesialisasi
4. Prioritas hanya kebutuhan fisik sehingga tidak
tindakan tertentu
komprehensif.
5. Pemberian asuhan keperawatan terfragmentasi.
6. Kepuasan pasien sulit tercapai.
7. Kepuasan perawat selaku pemberi asuhan sulit
tercapai.

2. Metode Tim
Menurut Douglas (1992), metode tim adalah metode pemberian asuhan
keperawatan yang mencirikan bahwa sekelompok tenaga keperawatan yang memberikan
asuhan keperawatan dipimpin oleh seorang perawat profesional yang sering disebut
dengan “Ketua tim”. Selain itu, Sitorus (2006) juga menyampaikan bahwa dengan
metode penugasan tim, setiap anggota kelompok/tim mempunyai kesempatan untuk
berkontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga pada
perawat timbul motivasi dan rasa tanggung jawab yang tinggi.
Guna menunjang tercapainya asuhan keperawatan yang efektif dan efisien, tugas
pokok dan fungsi masing-masing, posisi harus jelas dan dipahami oleh masing-masing
personel perawat.
Seperti halnya metode penugasan yang lain, metode penugasan tim mempunyai
kelebihan dan kelemahan. Berikut adalah kelebihan dan kelemahan metode penugasan
tim.
Kelebihan Kekurangan
1. Pelayanan keperawatan yang 1. Kegiatan-kegiatan konferen
komprehensif memerlukan waktu yang cukup lama
2. Proses Keperawatan dapat sehingga kegiatan konferen tidak
diterapkan. akan dapat dilaksanakan jika dalam
3. Metode tim memungkinkan untuk kondisi sibuk.
dapat bekerja lebih efektif dan 2. Jika jumlah perawat sedikit,
efisien menyebabkan pre-conference dan
4. Metode tim memungkinkan untuk post-conference mungkin tidak dapat
dapat bekerja sama antar-tim dilaksanakan. Untuk kegiatan pre-
5. Metode tim memungkinkan conference dan post-conference,
tingginya kepuasan pasien terhadap setiap tim minimal terdiri dari dua
pelayanan keperawatan orang.
6. Metode tim meningkatkan motivasi
dan kepuasan perawat sebagai
pemberi pelayanan keperawatan

3. Metode Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama
24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari masuk sampai keluar rumah
sakit. Mendorong praktek kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat
perencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan
kuat dan terus menerus antara pasien dengan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Konsep dasar metode primer :
a. Ada tanggungjawab dan tanggunggugat
b. Ada otonomi
c. Ketertiban pasien dan keluarga

Kelebihan Kekurangan
1. Model praktek professional 1. Dibutuhkan perawat yang
2. Bersifat kontinuitas dan komprehensif benar-benar mempunyai
3. Perawat primer mendapatkan pengalaman, pengetahua,
akontabilitas yang tinggi terhadap sikap, dan kemampuan (skill)
hasil dan memungkinkan
pengembangan diri → kepuasan yang terlatih.
perawat 2. Biaya lebih besar
4. Klien/keluarga lebih mengenal siapa
yang merawatnya

4. Metode Kasus

Setiap pasien ditugaskan kepada semua perawat yang melayani seluruh


kebutuhannya pada saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk
setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama
pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu
perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk perawatan khusus
seperti : isolasi, intensive care.

Kelebihan Kekurangan
1. Perawat lebih memahami kasus 1. Belum dapatnya diidentifikasi
per kasus perawat penanggungjawab
2. Sistem evaluasi dari manajerial 2. Perlu tenaga yang cukup banyak dan
menjadi lebih mudah mempunyai kemampuan dasar yang
sama

Dari berbagai metode penugasan yang ada, setiap ruangan/unit perawatan dapat
mempertimbangkan kemungkinan penerapan dari salah satu metode di atas berdasarkan
prinsip pemilihan penugasan yang tepat, efektif, dan efisien.
Namun dalam mengembangkan metode penugasan Tim, maka perlu diperhatikan hal-hal
berikut di bawah ini. Tanggung Jawab Kepala Ruangan (Karu), Ketua Tim (Katim) dan
Anggota Tim Secara umum, masing-masing kepala ruangan, ketua tim dan anggota tim
memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda, antara lain :
1) Tanggung Jawab Karu :
a. Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
b. Membantu staf menetapkan sasaran dari ruangan
c. Memberi kesempatan katim untuk mengembangkan keterampilan
kepemimpinandan managemen
d. Mengorientasikan tenaga baru
e. Menjadi narasumber bagi tim
f. Mendorong kemampuan staf untuk menggunakan riset keperawatan
g. Menciptakan iklim komunikasi terbuka
2) Tanggung Jawab Katim :
a. Melakukan orientasi kepada pasien baru dan keluarga
b. Mengkaji setiap klien, menganalisa, menetapkan rencana keperawatan (renpra),
menerapkan tindakan keperawatan dan mengevaluasi renpra
c. Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis melalui komunikasi yang
konsisten
d. Membagi tugas anggota tim dan merencanakan kontinuitas asuhan
keperawatan melalui konfrens
e. Membimbing dan mengawasi pelaksanan asuhan keperawatan oleh anggota tim
f. Bertanggung jawab terhadap kepala ruangan
3) Tanggung Jawab Anggota Tim :
a. Melaksanakan perawatan sesuai renpra yang dibuat katim
b. Memberikan perawatan total/komprehensif pada sejumlah pasien
c. Bertanggung jawab atas keputusan keperawatan selama katim tidak ada di
tempat
d. Berkontribusi terhadap perawatan → observasi terus menerus → ikut ronde
keperawatan → berinterkasi dgn pasien & keluarga → berkontribusi dgn
katim/karu bila ada masalah
Penerapan Metode Tim :
1) Kepala ruangan membagi jumlah tim keperawatan berdasarkan klasifikasi pasien
2) Menilai tingkat ketergantungan pasien, melalui :
- Setiap pagi, karu bersama katim menilai langsung pada masing-masing tim
yang menjadi tanggung jawabnya,
- Setiap tim keperawatan (yang dinas malam) membuat klasifikasi pasien
kemudian diserahkan kepada karu/katim. Cara ini dapat lebih menghemat
waktu
3) Katim menghitung jumlah kebutuhan tenaga
4) Karu dan katim membagi pasien kepada perawat yang bertugas sesuai kemampuan
perawat (pengetahuan dan keterampilan) Serah terima antar shift oleh karu, katim
dan semua perawat pelaksana yang dapat dilakukan melalui konfrens, atau keliling
langsung ke pasien (sebelum dan selesai dinas). Materi yang diserah terimakan
yaitu laporan hasil pengkajian, permasalahan, implementasi dan evaluasi. Selain itu
perencanaan yang harus dilanjutkan oleh tim yang akan bertugas.
5) Selesai konfrens, seluruh anggota tim mulai melakukan asuhan keperawatan
langsung maupun tidak langsung

Selain pembuatan struktur organisasi, menurut keliat, dkk (2006) kegiatan lain fungsi
pengoorganisasian dalam ruang perawatan adalah sebagai berikut.
1) Pembuatan Daftar Dinas
Daftar dinas merupakan bagian penting dalam pengorganisasian yang berisi jadal
dinas (shift pagi, siang, malam), perawat yang libur, dan perawat yang cuti. Daftar
dinas ini biasanya dibuat untuk kurun waktu dinas selama satu bulan. Pembuat
daftar dinas adalah kepala ruang yang dbantu ketua tim/ perawat primer.
2) Pembuatan Daftar Alokasi Pasien
Daftar alokasi pasien dibuat guna mengetahui jumlah dan nama pasien, jumlah dan
nama pasien jenis penyakit, dokter, serta distribusi perawta terhadap pasien yang
terdapat di ruangan. Daftar pasien berisi nama pasien, dokter yang bertanggung
jawab, perawat dalam tim (jika menerapkan metode penugasan tim), perawat yang
dinas, dan perawat yang bertanggung jawab tiap shift.

G. Perbedaan Budaya dan Iklin Organisasi Keperawatan di Ruang Rawat dan


Puskesmas; Kewenangan Klinik Perawat
1. Budaya Organisasi
Menurut Edgar H. Schein dalam Umam (2010) berpendapat bahwa “budaya
adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh
kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal
dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik”. Oleh karena itu, budaya
diajarkan (diwariskan) kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat
memahami, memikirkan, dan merasakan terkait masalah-masalah tersebut.
Budaya organisasi mengacu pada norma prilaku, asumsi, dan keyakinan dari suatu
organisasi, sementara dalam iklim organisasi mengacu pada persepsi orang-orang dalam
organisasi yang merefleksikan norma-norma, asumsi-asumsi dan keyakinan (Owens,
1991). Sedangkan Sonhadji dalam Soetopo (2010) mengatakan bahwa budaya
organisasi adalah proses sosialisasi anggota organisasi untuk mengembangkan persepsi,
nilai dan keyakinan terhadap organisasi untuk mengembangkan persepsi, nilai, dan
keyakinan terhadap organisasi. Sementara Soetopo (2010) mengatakan bahwa budaya
organisasi berkenaan dengan keyakinan, asumsi, nilai, norma-norma prilaku, ideology,
sikap, kebiasaan dan harapan-harapan yang dimiliki oleh organisasi (dalam hal ini
termasuk organisasi universitas swasta).
Budaya organisasi pada dasarnya merupakan nilai dan norma yang dianut dan
dijalankan oleh organisasi terkait dengan lingkungan tempat organisasi tersebut
menjalankan kegiatannya. (Simamora, 2012).
Dari semua definisi tentang budaya organisasi diatas, secara umum dapat
ditetapkan bahwa budaya organisasi berkaitan dengan makna bersama, nilai, sikap dan
keyakinan. Dapat dikatakan bahwa jantung dari suatu organisasi adalah sikap,
keyakinan, kebiasaan dan harapan dari seluruh individu anggota organisasi mulai dari
manajemen puncak hingga manajemen yang paling rendah, sehingga tidak ada aktifitas
manajemen yang dapat melepaskan diri dari budaya.
Komponen-Komponen budaya organisasi Robbins dalam Soetopo (2010)
mengemukakan tujuh karakteristik budaya organisasi yaitu:
a. Otonomi individu yaitu kadar kebebasan, tanggung jawab dan kesempatan individu
untuk berinisiatif dalam organisasi
b. Struktur yaitu kadar peraturan dan ketetapan yang digunakan untuk mengontrol
prilaku pegawai
c. Dukungan yaitu kadar bantuan dan keramahan manajer kepada pegawai
d. Identitas yaitu kadar kenalnya anggota terhadap organisasinya secara keseluruhan,
terutama informasi kelompok kerja dan keahlian profesionalnya
e. Hadiah performansi yaitu kadar alokasi hadiah yang didasarkan pada criteria
performansi pegawai
f. Toleransi konflik yaitu kadar konflik dalam hubungan antar sejawat dan kemauan
untuk jujur dan terbuka terhadap perbedaan
g. Toleransi resiko yaitu kadar dorongan terhadap pegawai untuk agresif, inovatif dan
berani menanggung resiko.
Fungsi budaya organisasi Soetopo (2010) mengemukan bahwa fungsi budaya organisasi
bergayut dengan fungsi eksternal dan fungsi internal. Fungsi eksternal budaya
organisasi adalah melakukan adaptasi terhadap lingkungan diluar organisasi, sementara
fungsi internal berkaitan dengan integrasi berbagai sumber daya yang ada didalamnya
termasuk sumber daya manusia. Jadi secara eksternal budaya organisasi akan selalu
beradaptasi dengan budaya-budaya yang ada diluar organisasi, begitu seterusnya
sehingga budaya organisasi tetap akan selalu ada penyesuaian-penyesuaian. Lebih lanjut
Soetopo menjelaskan bahwa makin kuat budaya organisasi, makin tidak mudah
organisasi itu akan terpengaruh oleh budaya luar yang berkembang di lingkungannya.
Sementara kekentalan fungsi internal makin dirasakan menguat jika didalam organisasi
itu semakin berkembang norma-norma, peraturan, treadisi, adat istiadat organisasi yang
terus menerus dipupuk oleh para anggotanya sehingga berangsur-angsur budaya itu
akan menajdi semakin kuat.
2. Iklim Organisasi
Taguiri dan Litwin dalam Soetopo (2010) mengartikan iklim organisasi adalah
suatu kualitas lingkungan internal organisasi yang dialami oleh anggotanya,
mempengaruhi prilakunya dan dapat dideskripsikan dengan nilai-nilai karakteristik
organisasi.
Dalam kaitannya dengan iklim organisasi, Steers dalam Soetopo (2010)
menyatakan bahwa iklim organisasi dapat dilihat dari dua sisi pandang yaitu (1) iklim
organisasi dilihat dari persepsi para anggota terhadap organisasinya, (2) iklim organisasi
dilihat dari hubungan antara kegiatan-kegiatan organisasi dan perilaku manajemennya.
Klasifikasi iklim organisasi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Halpin (1971) yang menggunakan Organizational Climate Description Quesionare
(OCDC), terdapat enam klasifikasi iklim organiasi yaitu:
a. Open Climate yang menggambarkan tentang situasi dimana anggota organisasi
merasa senang untuk bekerja, saling kerjasama serta adanya keterbukaan.
b. Outonomous Climate yaitu situasi dimana adanya kebebasan, adanya peluang
kreatif, sehingga para anggota memiliki peluang untuk memuaskan kebutuhan-
kebutuhan mereka.
c. The Controlled Climate yang ditandai adanya penekanan atas prestasi dalam
mewujudkan kepuasan kebutuhan social, setiap orang bekerja keras serta kurangnya
hubungan antar sesama anggota.
d. The Familiar Climate yaitu adanya rasa kesejawatan tinggi antara pimpinan dan
anggota.
e. The Paternal Climate yang bercirikan adanya pengontrolan pimpinan terhadap
anggota.
f. The Closed Climate yang ditandai suatu situasi rendahnya kepuasan dan prestasi
tugas serta kebutuhan social para anggota, pimpinan sangat tertutup terhadap para
anggotanya.
Halpin sebagaimana dikutip Soetopo (2010) membagi komponen iklim organisasi
berdasarkan karakteristik kelompok sebagai berikut :
a. Disengagement atau ketidakikutsertaan, yaitu suatu kadar dimana staf atau bawahan
cenderung tidak terlibat dan tidak commite terhadap pencapaian tujuan organisasi.
b. Hindrance atau halangan, yaitu mengacu pada perasaan para staf bahwa pimpinan
membebani mereka dengan tugas yang memberatkan pekerjaan mereka.
c. Esprit atau semangat, yaitu mengacu pada semangat kerja karena terpenuhinya
kebutuhan social dan rasa punya prestasi dalam pekerjaan.
d. Intimacy atau keintiman, yaitu kadar kekohesifan antar staf dalam organisasi.
Sedangkan berdasarkan kategori prilaku pemimpin sebagai berikut :
a. Aloofness atau keberjarakan, yaitu menggambarkan kadar prilaku pemimpin yang
formal dan impersonal yang menunjukkan jarak social dengan staf.
b. Production Emphasis atau penekanan pada hasil yaitu mengacu pada prilaku
pemimpin agar staf bekerja keras, misalnya dengan pengawasan ketat, direktifdan
menuntut hasil maskimal.
c. Thrust atau rasa yakin, yaitu mengacu pada kadar prilaku pemimpin yang ditandai
kerja kerasnya agar dicontoh oleh staf.
d. Consideration atau perhatian, yaitu mengacu pada kadar prilaku pemimpin dengan
memperlakukan staf secara manusiawi sesuai dengan martabatnya (Owens, 1991;
Halpin, 1971)
3. Implementasi pengorganisasian keperawatan di ruang rawat dan puskesmas:
Kewenangan klinik perawat
a. Job Analyses
Sumberdaya manusia (SDM) perawat di ruang rawat terdiri dari kepala
ruangan, ketua tim (perawat primer) dan perawat pelaksana. Untuk
menempatkan/menugaskan seorang perawat sebagai kepala ruangan atau sebagai
ketua tim, atau sebagai perawat pelaksana diperlukan kriteria tertentu sebagai
standar. Kesalahan di dalam menempatkan perawat akan mempengaruhi kinerja
dan menurunkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Dengan
menempatkan/menugaskan seorang perawat sesuai dengan tingkat pendidikan dan
pengalaman kerjanya, serta sesuai dengan minatnya maka dengan sendirinya akan
memberikan motivasi kerja yang baik kepada perawat tersebut. Selanjutnya, visi
untuk memberikan pelayanan keperawatan profesional bisa terwujud.
a) Kriteria Kepala Ruangan
1) Sehat jasmani dan rohani. 
2) Perawat yang telah bekerja pada area keperawatan sejenis minimal 2
tahun.
3) Perawat yang telah bekerja di ruangan tersebut minimal 1 tahun. 
4) Pendidikan S1 Keperawatan Ners (jika ada), jika belum ada S1
Keperawatan boleh DIII Keperawatan. 
5) Pernah mengikuti pelatihan yang dibuktikan dengan sertifikat asli: a)
Pelatihan Asuhan Keperawatan; b) Pelatihan Standar Asuhan
Keperawatan; c) Pelatihan Manajemen Bangsal dan Manajemen Kasus
(Pelatihan Manajemen Keperawatan).
6) Mengajukan diri secara tertulis untuk menjadi calon kepala ruangan.
7) Melampirkan Program Kerja Tahunan.
8) Lulus tes presentasi Program Kerja Tahunan, yang dihadiri oleh
manajemen rumah sakit, komite keperawatan dan rekan-rekan perawat
di rumah sakit yang bersangkutan.
9) Lulus tes wawancara (diwawancarai oleh manajemen rumah sakit dan
komite keperawatan).
10) Lulus tes tertulis tentang manajemen keperawatan.
b) Kriteria Ketua Tim (Perawat Primer)
1) Sehat jasmani dan rohani.
2) Pendidikan minimal S1 Keperawatan Ners (jika ada), jika belum ada
boleh DIII Keperawatan.
3) Pengalaman kerja di area keperawatan sejenis minimal 1 tahun (untuk
DIII Keperawatan), minimal 6 bulan untuk S1 Keperawatan Ners.
4) Pernah mengikuti pelatihan Standar Asuhan Keperawatan (dibuktikan
dengan sertifikat asli).
5) Lulus tes wawancara.
Untuk menjadi ketua tim, seorang perawat harus menguasai dan
memahami konsep-konsep keperawatan. Tugas pokok seorang ketua tim
adalah menjamin terlaksananya asuhan keperawatan. Seorang ketua tim
harus melakukan pengkajian keperawatan, menegakkan diagnosa
keperawatan,  dan menyusun rencana keperawatan serta
mendokumentasikannya. Bersama dengan perawat pelaksana melakukan
evaluasi keperawatan. Seorang ketua tim harus menguasai Standar Asuhan
Keperawatan (SAK) dan Standar Operasional Prosedur (SOP) tindakan
keperawatan. Ketua tim memberikan bimbingan dan pembelajaran tentang
asuhan keperawatan kepada perawat pelaksana yang menjadi anggota
timnya.
c) Kriteria Perawat Pelaksana
1) Sehat jasmani dan rohani.
2) Pendidikan minimal DIII Keperawatan. 
3) Pengalaman kerja di area keperawatan sejenis minimal 6 bulan, jika
kurang dari 6 bulan maka harus diberikan bimbingan di ruangan
tersebut selama 6 bulan oleh Kepala Ruangan dan Ketua Tim.
4) Lulus tes wawancara.
Perawat pelaksana dituntut agar terampil melaksanakan tindakan
keperawatan sesuai dengan SOP yang ada. Untuk perawat yang baru (< 6
bulan), maka harus diberikan bimbingan dan pembelajaran oleh Ketua Tim
dan Kepala Ruangan. Jika ada sesuatu hal yang kurang dipahami atau
dimengerti, maka perawat pelaksana wajib bertanya kepada Ketua Tim.
Tugas utama perawat pelaksana adalah melaksanakan rencana tindakan
keperawatan yang telah disusun dan melakukan evaluasi keperawatan, serta
mendokumentasikannya.

H. Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Ketenagaan


Sumber Daya manusia merupakan salah satu unsur terpenting dalam sebuah
perusahaan. Perusahaan harus benar-benar memperhatikan masalah Sumber Daya Manusia
dengan sebaik-baiknya terutama bagaimana meningkatkan kinerja karyawannya. Perusahaan
perlu memperhatikan variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja karyawannya. Variabel-
variabel tersebut meliputi kompensasi, kepemimpinan, disiplin kerja, kemampuan kerja,
motivasi, kondisi kerja dan kerjasama. (Nurcahyo, 2011)
Ariani, 2009 dalam Skripsinya mengutip dari Gibson menyampaikan Model teori
kinerja dan melakukan analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan
kinerja individu, yaitu variabel individu, variabel psikologis, dan variabel organisasi.
Variabel individu dikelompokkan pada sub variabel kemampuan dan ketrampilan, latar
belakang dan demografis. Sub variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor
utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Sedangkan demografis memiliki
efek tidak langsung perilaku dan kinerja individu. Variabel psikologis terdiri atas sub
variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi
oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.
Variabel psikologis ini merupakan hal yang komplek dan sulit diukur. Variabel organisasi
memiliki efek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel ini
dogolongkan pada sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain
pekerjaan.
1. Variabel Individu
a. Jenis kelamin
Saat ini banyak sekali diperdebatkan mengenai apakah kinerja wanita sama dengan
kinerja pria ketika bekerja. Sementara studi-studi psikologis menemukan bahwa
wanita lebih bersedia untuk memenuhi wewenang dan pria lebih agresif. Pria lebih
besar kemungkinan dari wanita dalam memiliki pengharapan untuk sukses, tetai
perbedaan itu kecil adanya. (Ariani, 2009)
b. Umur
Hubungan umur dengan kinerja merupakan isu yang penting. Ada keyakinan bahwa
kinerja merosot dengan meningkatnya umur. Umur juga mempengaruhi
produktivitas, hal ini dapat di lihat dari keterampilan individu terutama kecepatan,
kecekatan, kekuatan dan koordinasi menurun dengan berjalannya waktu dan
kebiasaan pekerjaan yang berlarut-larut dan kurangnya rangsangan intelektual
semua menyambung pada berkurangnya produktivitas kemerosotan ketrampilan
fisik apapun yang disebabkan umur berdampak pada produktivitas. (Ariani, 2009)
c. Pendidikan
Dari penelitian yang dilakukan bahwa pendidikan mempengaruhi kinerja seseorang
dalam bekerja. (Ariani, 2009)
d. Masa Kerja
Pengalaman dikaitkan dengan lama kerja seseorang dalam bidangnya, tapi
pengalaman kerja tidak bisa dijadikan indikator yang menunjukkan kualitas kerja
seseorang. Masa kerja yang lebih lama umunya menjadikan pegawai lebih banyak
tahu dan mempunyai tindakan atau gagasan yang lebih baik dibandingkan dengan
pegawai yang baru bekerja/masa kerjanya belum lama. (Ariani, 2009)
e. Pelatihan
Pelatihan juga dapat merupakan cara untuk membekali tenaga kerja yang tidak
mempunyai pendidikan formal sesuai tugasnya, sehingga meningkatkan kualitas
pekerjaannya. Dengan pelatihan ini diharapkan agar seseorang lebih mudah
melaksanakan tugasnya. (Ariani, 2009)
2. Variabel Organisasi
a. Supervisi
Supervisi adalah suatu kegiatan pembinaan, bimbingan dan pengawasan oleh
pengelola program/proyek terhadap pelaksanaan di tingkat administrasi yang lebih
rendah, dalam rangka memantapkan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan. Tujuan dari supervisi adalah untuk meningkatkan
kinerja pegawai melalui suatu proses yang sistematis dengan peningkatan
pengetahuan, peningkatan keterampilan. (Ariani, 2009)
b. Imbalan
Setiap orang membutuhkan insentif baik sosial maupun finansial penghargaan,
karena penghargaan merupakan suatu kebutuhan. Penghargaan atas prestasi atau
jasa seseorang ditinjau dari segi kebutuhan merupakan salah satu kebutuhan
manusia yang menurut teori Maslow (1984) terletak pada urutan keempat yaitu
kebutuhan akan penghargaan diri dan penghargaan dari orang lain. (Ariani, 2009)
3. Variabel Psikologis
a. Motivasi
Motivasi kerja yang tinggi haruslah diciptakan dalam organisasi. Baik motivasi
materi maupun non materi. Dengan motivasi yang tinggi diharapkan dapat
meningkatkan kinerja karyawan. (Nurcahyo, 2011)
b. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi
melalui instrumen penilaian kinerja. (Ariani, 2009).
Penilaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui apakah pekerjaan yang telah
dilakukan sudah sesuai atau belum dengan uraian yang telah disusun sebelumnya.
Dengan begitu, seorang pimpinan dapat menjadikan uraian pekerjaan sebagai tolak
ukur. Penilaian kinerja mencakup faktor-faktor antara lain: (Ariani, 2009)
1) Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan menilik perilaku yang
ditentukan oleh sistem pekerjaan.
2) Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seorang personel
dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk personel
tersebut.
3) Pengembangan, yang bertujuan untuk memotivasi personel mengatasi
kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan
kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.
Penilaian kinerja pada dasarnya mempunyai dua tujuan utama yaitu :
1) Penilaian kemampuan personel
Merupakan tujuan yang mendasar dalam rangka penilaian personel secara
individual, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penilaian
efektivitas manajemen sumber daya manusia.
2) Pengembangan personel
Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembangan
personel seperti promosi, mutasi, rotasi, terminasi, dan penyesuaian
kompensasi. Secara spesifik penilaian kinerja bertujuan antara lain untuk :
- Mengenali sumber daya manusia yang perlu dilakukan pengembangan
- Menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi
- Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan
- Bahan perencanaan manajemen program sumber daya manusia masa
datang
- Memperoleh umpan balik atas hasil prestasi personel

Kinerja karyawan yang optimal dapat diharapkan baik apabila didukung berbagai
faktor seperti kompensasi yang diterima, kerjasama antar staf administrasi, disiplin kerja
yang tinggi, kepemimpinan yang baik, motivasi kerja yang tinggi, kondisi kerja yg baik
dan kemampuan kerja/administrasi memadai.
Dalam keperawatan sendiri variabel variabel inilah yang mempengaruhi
ketenagaan dalam suatu organisasi baik itu di Rumah Sakit atau Puskesmas ataupun dalam
bagian organisasi keperawatan di dalam ruangan rawat inap. Variabel variabel ini sangat
mempengaruhi kinerja seorang perawat. Diawali dari variabel individu yang mendasari dan
sangat mmpengaruhi kinerja seorang perawat. Perbedaan umur sampai jenis kelamin dan
pengalaman tentu akan sangat berpengaruh terhadap kinerja seorang perawat. Tentu
berdasarkan umur saja, jika seorang perawat telah mencapai umur yang lebih tua terjadi
penurunan kinerja akibat dari fisik yang makin menurun. Begitupun dengan Variabel
variabel lainnya.

I. Upaya Peningkatan Kualitas Ketenagaan yang Efektif Sesuai Standar


Akreditasi
Salah satu aspek penting dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalah tersedianya
Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga kesehatan. Pasal 11 pada Undang-Undang Republik
Indonesia, No. 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa tenaga kesehatan
salah satunya adalah tenaga keperawatan. Perawat di Indonesia banyak menghadapi banyak
tantangan. Salah satu tantangan tenaga kesehatan Indonesia khususnya perawat adalah
rendahnya kualitas, seperti tingkat pendidikan dan keahlian yang belum memadai. Adanya
kesenjangan kualitas dan kompetensi lulusan pendidikan tinggi yang tidak sejalan dengan
tuntutan kerja di mana tenaga kerja yang dihasilkan tidak siap pakai.
Kualitas perawat dianggap sebagai hal yang sangat vital karena hal ini berkenaan
langsung dengan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan untuk masyarakat, dan
tentunya untuk mendukung program-program kerja Kementerian Kesehatan RI dalam
pembangunan kesehatan Nasional. Pemerintah bersama-sama dengan organisasi profesi
keperawatan sudah melakukan upaya peningkatan kualitas perawat dengan melakukan uji
kompetensi dan juga sejumlah pelatihan-pelatihan. Namun hal tersebut di rasa belum
optimal karena jumlah perawat yang terus bertambah dan tidak terkendali. Pemerintah dalam
menjalankan UU No. 36 tentang Tenaga Kesehatan Tahun 2014 dirasa belum optimal
terutama memenuhi tanggung jawab dan wewenang dalam meningkatkan mutu tenaga
kesehatan, yang salah satunya adalah tenaga keperawatan.
Pada UU No. 36 tentang Tenaga Kesehatan Tahun 2014 telah diatur perencanaan,
pengadaan, pendayagunaan tenaga profesi, registrasi dan perizinan tenaga kesehatan, dan
penyelenggaraan profesi tenaga kesehatan dalam hal ini termasuk profesi keperawatan.
Namun terkait mengenai pengaturan institusi pendidikan keperawatan secara spesifik belum
dijelaskan, sehingga institusi pendidikan keperawatan berlomba-lomba menyelenggarakan
program pendidikan keperawatan dengan berbagai jenjang baik DIII, Sarjana, bahkan DIV
keperawatan. Di Indonesia, selama ini pengaturan mengenai pendirian dan penyelenggaraan
pendidikan keperawatan masih belum tegas dan jelas, sehingga banyak sekali berdiri
institusi pendidikan keperawatan yang kualitasnya masih diragukan.
Peningkatan kualitas dan kompetensi ini menjadi lebih penting saat dunia kesehatan
memasuki situasi global yang memungkinkan terjadi persaingan. Kualitas menjadi titik
penting bagi peningkatan layanan kesehatan kepada masyarakat.
Tanpa kualitas memadai sulit rasanya kita mengharapkan terjadi perubahan terhadap
indeks kesehatan masyarakat ini. Maka upaya untuk terus mencetak tenaga kesehatan yang
berkualitas, baik itu dokter, bidan, dan perawat harus menjadi prioritas utama.
Uji sertifikasi, uji kompetensi, pelatihan, magang, tugas lapangan dan lainnya bisa
menjadi alat ukur kualitas dan kompetensi tenaga kesehatan. Selain itu, pengakuan terhadap
profesi tenaga kesehatan seperti perawat misalnya akan menjamin kenyamanan dan kualitas
kerja dari SDM kesehatan tersebut.
Peningkatan kompetensi tenaga kesehatan juga harus menjadi perhatian tersendiri.
Kompetensi tenaga kesehatan perlu terus ditingkatkan melalui serangkaian kursus, pelatihan
studi banding dan sejenisnya sehingga mereka mampu melakukan tugas-tugas layanan
kesehatan secara memadai, aplikatif dan sistematis sesuai perkembangan teknologi dunia
kesehatan.
Jika kuantitas dan distribusi tenaga kesehatan yang berkualitas dan kompeten ini terus
dimonitoring secara intensif oleh Pemerintah, maka diyakini akan terjadi peningkatan
derajat pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pertumbuhan dan persebaran tenaga
kesehatan yang merata harus selalu disertai upaya peningkatan kualitas dan kompetensinya.
Mungkin dengan strategi ini harapan masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan
secara mudah, merata dan berkualitas dapat tercapai.

J. Cara Perhitungan Jumlah Tenaga Dalam Suatu Shift Alokasi dan Penjadwalan
Tenaga Keperawatan Setiap Shift
 Cara Perhitungan Jumlaha Tenaga Dalam Suatu Shift
1. Cara Rasio
Metode ini menggunakan jumlah tempat tidur sebagai denominator personal yang
diperlukan. Metode ini paling sering digunakan karena sederhana dan mudah. Metode
ini hanya mengetahui jumlah personal secara total tetapi tidak bisa mengetahui
produktivitas SDM rumah sakit dan kapan personal tersebut dibutuhka oleh setiap unit
atau bagian rumah sakit yang membutuhkan. Bisa digunakan bila kemampuan dan suber
daya untuk perencanaan personal terbatas, jenis, tipe dan volume pelayanan kesehatan
relatif stabil. Cara rasio yang umum digunakan adalah berdasarkan surat
keputusanmenkes R.I Nomor 262 tahun 1979 tentang ketenagaan rumah sakit, dengan
standar sebagai berikut :
Tipe RS TM/TT TPP/TT TPNP/TT TNM/TT
A&B 1/(4-7) (3-4)/2 1/3 1/1
C 1/9 1/1 1/5 3/4
D 1/15 1/2 1/6 2/3
Khusus Disesuaikan
Ket : TM = Tenaga Medis
TT = Tempat Tidur
TPP = Tenaga Para Medis Perawatan
TPNP = Tenaga Para Medis Non Perawatan
TNP = Tenaga Non Medis
Cara perhitungan ini masih ada yang menggunakan, namun banyak rumah sakit yang
lambat laun meninggalkan cara ini karena adanya beberapa alternatif perhitungan yang
lain yang lebih sesuai dengan kondisi rumah sakit dan profesional.
2. Cara Need
Metode ini dihitung berdasarkan kebutuhan menurut beban kerja. Untuk menghitung
kebutuhan tenaga, diperlukan gambaran tentang jenis pelayanan yang diberikan pasien
selama di rumah sakit. Kemudian dihitung standar waktu yang diperlukan agar
pelayanan berjalan dengan baik. Ada 2 metode pehitungan pada cara need ini, yaitu :
a) Hudgins
Perhitungan ini untuk menetapkan standar waktu pelayanan pasien rawat jalan,
yaitu dalam tabel berikut :
Kegiatan Lama waktu (menit) untuk pasien
Baru Lama
Pendaftaran 3 4
Pemeriksaan dokter 15 11
Pemeriksaan ansietas dokter 18 11
Penyuluhan 51 0
Laboratorium 5 7

Perhitungan menggunakan rumus :


(rata−rata jam perawatan perhari) x ( jumlah rata−rata pasien perhari)
( jumlah jam kerja perhari)
b) Douglas
Untuk pasien rawan inap standar waktu pelayanan sebagai berikut :
1) Perawatan minimal memerlukan waktu 1-2 jam/hari
2) Perawatan intermediet memerlukan waktu 3-4 jam/hari
3) Perawatan maksimal/total memerlukan waktu 5-6jam/hari
Douglas menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan
berdasarkan klasifikasi pasien, dimana masing-masing kategori mempunyai nilai
standar per shift, yaitu dalam tabel berikut :
Jumlah Klasifikasi Pasien
Minimal Parsial Total
pasien
P S M P S M P S M
1 0,17 0,14 0,10 0,27 0,15 0,07 0,36 0,30 0,20
2 0,34 0,28 0,20 0,54 0,30 0,14 0,72 0,60 0,40
Dst.
Rumus :
- Untuk jumlah perawat dinas :
Jumlah pasien× nilai standar klasifikasi pasien

Contoh soal :
Di rumah sakit Y terdapat 16 pasien dengan kategori sebgai berikut : 3 pasien
dengan perawatan minimal, 8 pasien dengan perawatan parsial dan 5 pasien dengan
perawatan total. Maka kebutuhan tenaga keperawatan adalah ...
Klasifikasi Jumlah Pagi Siang Malam
pasien pasien
Minimal 3 3x0,17=0,51 3x0,14=0,42 3x0,10=0,3
Parsial 8 8x0,27=2,16 8x0,15=1,2 8x0,07=0,8
Total 5 5x0,36=1,8 5x0,30=1,5 5x0,20=1
JUMLAH 16 4,47 3,12 2,1
Untuk perawat yang berdinas yang dibutuhkan yaitu 4,47 + 3,12 + 2,1 = 9,69 ≈ 10
orang.
3. Cara Demand
Cara demand adalah perhitungan tenaga menurut kegiatan yang memang nyata
dilakukan oleh perawat. Menurut Tutuko (1992) setiap pasien yang masuk ruang
gawat darurat dibutuhkan waktu sebagai berikut :
- Untuk gawat darurat = 86,31 menit
- Untuk kasus mendesak = 71,28 menit
- Untuk tidak mendesak = 33,09 menit
Hasil penelitian di rumah sakit Filipina, menghasilkan data sebagai berikut :
Jenis pelayanan Rata-rata jam perawatan/pasien/hari
Non bedah 3,4
Bedah 3,5
Campuran bedah dan non bedah 3,5
Post partum 3,0
Bayi baru lahir 2,5
Konversi kebutuhan tenaga adalah seperti perhitungan cara Need.
4. Cara Gillies
a. Rumus untuk kebutuhan tenaga keperawatan di satu unit perawatan adalah
sebagai berikut :
A × B ×C F
= =H
( C− D ) × E G
Keteranga :A = rata-rata jumlah perawatan/pasien/hari
B = rata-rata jumlah pasien/hari
C = jumlah hari/tahun
D = jumlah hari libur masing-masing perawat
E = jumlah jam kerja masing-masing perawat
F = jumlah jam perawatan yang dibutuhkan per tahun
G = jumlah jam perawatan yang diberikan per tahun
H = jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut
b. Jumlah tenaga yang bertugas setiap hari :
rata−rata jam perawatan perhari ×rata−rata jumlah jam perawatan perhari
jumlah jam kerja efektif perhari
c. Asumsi jumlah cuti hamil5% (usia subur) dari tenaga yang dibutuhkan maka
jumlah jam kerja yang hilang karena cuti hamil = 5% x jumlah jam kerja/hari.
Tambahan tenaga :
5 % × jumlah tenaga × jumlah jam kerja cuti hamil
jumlah jam kerja efektif per tahun
Catatan :
1) Jumlah hari tak kerja pertahun.
Hari minggu (52 hari) + cuti tahunan (12 hari) + hari besar (12 hari) +
cuti sakit/izin (10 hari) = 86 hari.
2) Jumlah hari kerja efektif pertahun.
Jumlah hari dalam 1 tahun – jumlah hari tak kerja = 365-86 = 279 hari
jumlah hari efektif
3)
minggu
279
=40 mingg u. Jumlah jam kerja perawat perminggu 40 jam
7
4) Cuti hamil 12 x 6 = 72 hari
5) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan di satu unit yang harus
ditambah 20% (untuk mengantisipasi kekurangan/cadangan)
6) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutukan per shift yaitu dengan
ketentuan proporsi dinas pagi 47%, siang 36% dan malam 17%.
Kombinasi jumlah tenaga menurut Abdelah dan Levienne 55% tenaga
profesional dan 45% tenaga non profesional.
Prinsip perhitungan rumus Gillies :
a. Perawatan langsung adalah perawatan yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan pasien baik fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Berdasarkan tingkat
ketergantungan pasien pada perawat dapat diklasifikasikan dalam 4 kelompok
dan waktu perawatan berdasarkan tingkat ketergantungannya, yaitu :
- Self care dibutuhkan 0,5 x 4 jam = 2 jam
- Partial care dibutuhkan 0,75 x 4 jam = 3 jam
- Total care dibutuhkan 1-1,5 x 4 jam = 4-6 jam
- Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam = 8 jam
b. Perawatan tak langsung meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana
perawatan, memasang/menyiapkan alat, konsultasi dengan anggota tim, menulis
dan membaca catatan kesehan, melaporkan kondisi pasien. dari hasil penelitian
RS Graha Detroit = 38 menit/pasien/hari, sedangkan menurut Wolfe dan Young
= 60 menit/pasien/hari dan penelitian di rumah sakit John Hopkins dibutuhkan
60 menit/pasien (Gilles, 1996).
c. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien meliputi aktivitas,
pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer dalam Gillies
(1996), wakti yang dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15
menit/pasien/hari.
5. Cara Swansburg (1999)
jumlah rata−rata psien perhari× jumlah perawat perpasien perhari
jam kerja perhari
Contoh : pada rumah sakit A, jumlah tempat tidur pada unit bedah 20 buah, rata-
rata pasien perhari 15 orang, jumlah jam perawatan 5 jam/pasien/hari dan jam kerja
7 jam/hari.
Cara menghitung :
15 x 5
Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah =10,71≈ 11 orang/hari
7
Jumlah shift dalam seminggu 11 x 7 = 77 shift
Bila jumlah perawat sama setiap hari dengan 6 hari kerja/minggu dan 7 jam/hari

77
maka jumlah perawat yang dibutuhkan =12,83 ≈ 13 orang
6
6. Cara Formulasi Nina
Nina (1990) menggunakan lima tahapan dalam menghitung kebutuhan tenaga.
Contoh perhitungan :
Hasil observasi terhadap RS A yang berkapasitas 300 tempat tidur, didapatkan
jumlah rata-rata klien yang dirawat (BOR) 60%, sedangkan rata-rata jam perawatan
adalah 4 jam perhari. Berdasarkan situasi tersebut maka dapat dihitung jumlah
kebutuhan tenaga perawat di ruang tersebut adalah sebagai berikut :
- Tahap I
Dihitung A = jumlah jam perawatan klien dalam 24 jam perklien. Dari
contoh diatas A = 4 jam/hari
- Tahap II
Dihitung B = jumlah rata-rata jam perawatan untuk seluruh klien dalam satu
hari.
B = A X 365 hari = 1200 X 356 = 1200
- Tahap III
Dihitung C = jumlah jam perawatan seluruh klien selama setahun.
C = B X 365 hari = 1200 X 365 = 438000 jam
- Tahap IV
Dihitung D = jumlah perkiraan realistis ja perawatan yang dibutuhkan
selama setahun.
D = C x BOR/80 = 438000 x 180/80 = 985500
(nilai 180 adalah BOR total dari 300 klien, dimana 60% x 300 = 180,
sedangakan 80 adalah nilai tetap untuk perkiraan realistis jam perawatan)
- Tahap V
Didapat E = jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan
E = 985500/1878 = 524,76 ≈ 525 orang
(angka 1878 didapat dari hari efektif pertahun (365 – 52 hari minggu = 313
hari) dan dikalikan dengan jam kerja efektif perhari (6jam))
7. Cara Hasil Lokakarya Keperawatan
Menurut hasil lokakarya keperawatan (Depkes RI 1989), rumusan yang dapat
digunakan untuk perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan adalah sebagai
berikut:
jam perawatan 24 jam ×7 (tempat tidur × BOR )
+25 %
Hari kerjaefektif × 40 jam
Prinsip perhitungan rumus ini adalah sama dengan rumus Gillies (1989), tetapi ada
penambahan pada rumus ini yaitu 25 % untuk penyesuaian (sedangkan angka 7
pada rumus tersebut adalah jumlah hari selama satu minggu).
 Penjadwalan Tenaga Keperawatan Setiap Shift
Penjadwalan adalah pengalokasian waktu yang tersedia untuk melaksanakan masing-
masing pekerjaan dalam rangka menyelesaikan suatu kegiatan hingga tercapai hasil yang
optimal dengan mempertimbangkan keterbatasan keterbatasan yang ada (Husen, 2008).
1. Penjadwalan putaran
Efektifnya, suatu bencana bagi penjadwalan putaran sebaiknya didasarkan pada
prinsip sebagai berikut
a. Perputaran penugasan personil sebaiknya menggambarkan keseimbangan
antara kebutuhan lembaga akan pekerja peliput dan kebutuhan pegawai akan
pekerja dan rekreasi yang seimbang.
b. Penugasan putaran sebaiknya membagikan hari kerj abaik atau jelek dan
jam kerja yang sama antara para pegawai.
c. Semua pegawai sebaiknya ditugaskan menurut puaran tersebut
d. Sekali jadwal putaran tersebut disusun penyimpangan perseorangan dari
jadwal bisa berkurang dan bisa diberikan setelah permintaan tertulus untuk
perubahan jadwal
e. Metode penjadwalan putaran diusahakan diumumkan dengan baik dan
diterapkan agar para pegawai tidak merasa jadwal tersebut sebagai
pengontrolan tersebut tidak sebagai pengontrolan berlebihan
2. Penjadwalan tenaga kerja dapat dikategorikan sebagai hal yang cukup penting
untuk diperhatikan karena memiliki karakteristik yang spesifik dan kompleks,
antara lain kebutuhan karyawan yang berfluktasi, tenaga kerja yang tidak bisa
disimpan, dan factor kenyamanan pelanggan. Secara umum penjadwalan
mempunyai manfaat manfaat sebagai berikut:
a. Memberikan pedoman terhadap pekerjaaan/kegiatan mengenai batas-batas
waktu untuk mulai dan akhir dari masing-masing tugas.
b. Memberikan alat bagi pihak manajemen untuk mengkoordinir secara
sistematis dan realistis dalam penentuan alokasi prioritas terhadap sumber
daya dan waktu.
c. Memberikan sarana untuk menilai kemajuan pekerjaan.
d. Menghindari pemakaian sumber daya yang berlebihan.
e. Memberikan kepastian waktu pelaksanaan pekerjaan.
3. Prinsip-prinsip penjadwalan yang efektif
- Penjadwalan siklus harus menunjukkan keseimbangan antara kebutuhan
institusi akan tenaga dan kebutuhan kerja dengan rekreasi karyawan
- Penjadwalan siklus harus mencakup hari kerja yang mengenakan dan yang
tidak mengenakan serta jam kerja yang adil antara karyawan
- Semua karyawan ditugaskan sesuai pola siklus
- Bila jadwal sudah dibuat, penyimpangan hanya dapat dilakukan melalui
surat permohonan
- Metode ini harus dikenal sebelum diterapkan dan jumlah tenaga serta
komposisi cukup untuk setiap unit dan shift
- Pola ini meningkatkan pelayanan keperawatan yang berkesinambungan dan
mengembangkan kerja tim

Anda mungkin juga menyukai