HIPERTENSI
Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
TAHUN 2019/2020
ANALISIS JURNAL
JUDUL JURNAL: “HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DENGAN
KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PASIEN YANG
BEROBAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Prof. Dr. R. D. KANDOU
MANADO”
LATAR BELAKANG:
Umumnya penyakit hipertensi terjadi pada orang yang sudah berusia lebih
dari 40 tahun. Penyakit ini biasanya tidak menunjukkan gejala yang nyata dan
pada stadium awal belum menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatan
penderitanya (Gunawan, 2012). Hal ini serupa seperti yang dikemukakan oleh
Yogiantoro (2006), hipertensi tidak mempunyai gejala khusus sehingga sering
tidak disadari oleh penderitanya. Di dunia diperkirakan 7,5 juta kematian
disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Pada tahun 1980 jumlah orang dengan
hipertensi ditemukan sebanyak 600 juta dan mengalami peningkatan menjadi
hampir 1 milyar pada tahun 2008 (WHO, 2013). Hasil riset WHO pada tahun
2007 menetapkan hipertensi pada peringkat tiga sebagai faktor resiko penyebab
kematian dunia. Hipertensi telah menyebabkan 62% kasus stroke, 49% serangan
jantung setiap tahunnya (Corwin, 2007). Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil
riset kesehatan tahun 2007 diketahui bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia
sangat tinggi, yaitu rata-rata 3,17% dari total penduduk dewasa. Hal ini berarti
dari 3 orang dewasa, terdapat 1 orang yang menderita hipertensi (Riskesdas,
2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Riskesdas menemukan prevalensi
hipertensi di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 25,8%. Daerah Bangka Belitung
menjadi daerah dengan prevalensi hipertensi yang tertinggi yaitu sebesar 30,9%,
kemudian diikuti oleh Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%)
dan Jawa Barat (29,4%) (Riskesdas, 2013).
Tekanan darah tinggi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah
satunya adalah stres. Stres merupakan suatu respon nonspesifik dari tubuh
terhadap setiap tekanan atau tuntutan yang mungkin muncul, baik dari kondisi
yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan (Sadock & Sadock, 2003).
HASIL PENELITIAN:
Dari hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa faktor resiko dari PJK
dapat di bagi dua, yaitu yang pertama adalah faktor resiko yang dapat diubah yaitu
hipertensi, dislipidemia, merokok, obesitas, diabetes melitus, aktifitas fisik, stress,
dan yang kedua faktor resiko yang tidak dapat diubah yaitu umur, jenis kelamin
dan genetik. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama yang dapat
diubah. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa penderita hipertensi lebih
beresiko 5x menderita PJK di banding dengan yang tidak hipertensi (Farahdika,
2015; Abdul, 2014). Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Dr. R. D. Kandou Manado,
merupakan rumah sakit terbesar di Sulawesi Utara. Rumah sakit ini merupakan
pusat rujukan pasien PJK. Hal ini didukung fasilitas kesehatan yang memadai
karena memiliki ruang instalasi Cardio-Vascular and Brain Center (CVBC).
Penelitian dari Nelwan (2017) menunjukkan bahwa jumlah pasien yang datang
berkunjung di instalasi.
Etiologi Hipertensi
1. Hipertensi Essensial
Jenis-Jenis Hipertensi
1) sakit kepala
2) mimisan
3) jantung berdebar-debar
5) sulit bernafas
6) mudah lelah
7) wajah memerah
8) telinga berdenging
9) vertigo
1) Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
Patofisiologi Hipertensi :
1. Curah jantung Peningkatan curah jantung dapat terjadi melalui 2 cara yaitu
peningkatan volume cairan (preload) dan rangsangan syaraf yang mempengaruhi
kontraktilitas jantung. Bila curah jantung meningkat tiba-tiba, misalnya
rangsangan syaraf adrenergik, barorefleks akan menyebabkan penurunan
resistensi vaskuler dan tekanan darah akan normal, namun pada orang tertentu,
kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak adekuat, ataupun kecenderungan
yang berlebihan akan terjadi vasokonstriksi perifer, menyebabkan hipertensi yang
temporer akan menjadi hipertensi dan sirkulasi hiperkinetik. Pada hipertensi yang
menetap, terjadi peningkatan resistensi perifer, sedangkan curah jantung normal
atau menurun (Kaplan N.M, 2010).
2) faktor genetik adanya defek transport natrim dan Ca terhadap sel membran.
Pola Makan: terlalu banyak garam (natrium) dalam makanan untuk jangka
waktu yang lama
1) Umur Hipertensi pada orang dewasa berkembang mulai umur 18 tahun ke atas.
Hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur, semakin tua usia
seseorang maka pengaturan metabolisme zat kapur (kalsium) terganggu. Hal ini
menyebabkan banyaknya zat kapur yang beredar bersama aliran darah. Akibatnya
darah menjadi lebih padat dan tekanan darah pun meningkat. Endapan kalsium di
dinding pembuluh darah menyebabkan penyempitan pembuluh darah
(arteriosklerosis). Aliran darah pun menjadi terganggu dan memacu peningkatan
tekanan darah (Dina T et al, 2013). Dalam penelitian yang dilakukan Sigalargi
(2006), menemukan insidensi hipertensi pada usia 41-55 sebesar 24,52% dan pada
usia lebih dari 55 tahun sebesar 65,68%. Penelitian Aris (2007) menyatakan
bahwa umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi.
Pertambahan usia menyebabkan elastisitas arteri berkurang dan jantung harus
memompa darah lebih kuat sehingga meningkatkan tekanan darah (Chobanian et
al, 2003).
1) Obesitas
2) Konsumsi Garam
3) Stres
4) Merokok
5) Konsumsi alkhohol
6) Kebiasaan minum kopi
7) Kebiasaan Olahraga
Pencegahan hipertensi
Haruslah diakui sangat sulit untuk mendeteksi dan mengobati
penderita hipertensi secara adekuat, harga obat-obat antihipertensi tidaklah
murah, obat-obat baru amat mahal, dan mempunyai banyak efek samping.
Untuk alas an inilah pengobatan hipertensi memang penting tetapi tidak
lengkap tanpa dilakukan tindakan pencegahan untuk menurunkan faktor
resiko penyakit kardiovaskuler akibat hipertensi. Pencegahan sebenarnya
merupakan bagian dari epngobatan hipertensi karena mampu memutus
mata rantai penatalaksanaan hipertensi dan komplikasinya. Pencegahan
hipertensi dilakukan melalui dua pendekatan :
i) intervensi untuk menurunkan tekanan darah di populasi dengan
tujuan menggeserdistribusi tekanan darah kea rah yang lebih
rendah. Penurunan TDS sebanyak 2 mmHg di populasi mampu
menurunkan kematian akibat stroke, PJK, dan sebabsebab lain
masing-masing sebesar 6%, 4% dan 3%. Penurunan TDS 3 mmHg
ternyata dapat menurunkan kematian masingmasing sebesar 8%,
5% dan 4%.
ii) strategi penurunan tekanan darah ditujukan pada mereka yang
mempunyai kecenderungan meningginya tekanan darah, kelompok
masyarakat ini termasuk mereka yang mengalami tekanan darah
normal dalam kisaran yang tinggi (TDS 130-139 mmHg atau TDD
85-89 mmHg), riwayat keluarga ada yang menderita hipertensi,
obsitas, tidak aktif secara fisik, atau banyak minum alcohol dan
garam. Berbagai cara yang terbukti mampu untuk mencegah
terjadinya hipertensi, yaitu pengendalian berat badan, pengurangan
asupan natrium kloride, aktifitas alcohol, pengendalian stress,
suplementasi fish oil dan serat The 5-year primary prevention of
hypertension meneliti berbagai faktor intervensi terdiri dari
pengurangan kalori, asupan natrium kloride dan alcohol serta
peningkatan aktifitas fisik. Hasil penelitian menunjukkan
penurunan berat badan sebesar 5,9 pounds berkaitan dengan
penurunan TDS dan TDD sebesar 1,3 mmHg dan 1,2 mmHg.
Penelitian yang mengikut sertakan sebanyak 47.000 individu
menunjukan perbedaan asupan sodium sebanyak 100 mmo1/hari
berhubungan dengan perbedaan TDS sebesar 5 mmHg pada usia
15-19 tahun dan 10 mmHg pada usia 60-69 tahun. Meningginya
TDS dan TDD, meningkatnya sirkulasi kadar kateholamin,
cortisol, vasopressin, endorphins, andaldosterone, dan penurunan
ekskresi sodium di urine merupakan respons dari rangsangan stress
yang akut. Intervensi pemnegdalian stress seperti relaksasi,
meditasi dan biofeedback mampu mencegah dan mengobati
hipertensi.
Etiologi Hipertensi 1. Hipertensi essensial Hipertensi essensial atau
idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologis yang
jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial.
Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor
genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan
terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap
vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang
termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok,
stress emosi, obesitas dan lain-lain (Nafrialdi, 2009). Pada
sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan
gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam
menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki
berat badan yang berlebih dan penelitian pada berbagai populasi
menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas)
memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi primer
(Guyton, 2008). 2. Hipertensi sekunder Meliputi 5-10% kasus
hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari penyakit komorbid
atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal
kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang
paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun
tidak, dapat menyebabkan 11 hipertensi atau memperberat
hipertensi dengan menaikkan tekanan darah (Oparil, 2003).
Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering berhubungan
dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner,
diabetes dan kelainan sistem saraf pusat (Sunardi, 2000).
HASIL ANALISA :
Saran
2. Bagi penderita hipertensi dapat lebih meningkatkan pola hidup sehat agar dapat
terhindar dari PJK.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/kesmas/article/view/23124/22819
http://eprints.ums.ac.id/39382/4/04.%20BAB%20I.pdf
https://lib.unnes.ac.id/20420/1/6411410092-S.pdf
file:///C:/Users/ASUS/Downloads/5188-Article%20Text-10661-1-10-
20150429.pdf