1) Any Nurhasanah
Mahasiswa Program Doktor Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan,Universitas Gadjah Mada,
Dosen Universitas Bandar Lampung
Email : any_nurhasanah@yahoo.com
2) Radianta Triatmadja
Profesor pada Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan,Universitas Gadjah Mada
Email : radiantatoo@yahoo.com
3) Nizam
Profesor pada Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan,Universitas Gadjah Mada
Email : nizam@ugm.ac.id
Intisari
Bencana tsunami dapat menimbulkan kerusakan infrastruktur, seperti pada
tsunami Aceh 2004, tsunami Pangandaran 2006, dan tsunami Samoa 2009.
Banyak usaha dilakukan untuk melindungi struktur akibat gempuran gelombang
tsunami, salah satunya adalah dengan membuat penghalang di depan struktur.
Bentuk penghalang di depan struktur mempengaruhi gaya gelombang yang
diterima bangunan di belakangnya. Hal ini diakibatkan oleh kecepatan aliran yang
mengenai bangunan di belakang pelindung berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk
menghitung besarnya gaya gelombang tsunami pada bangunan di belakang
berbagai bentuk penghalang.
Penelitian ini adalah penelitian simulasi model fisik yang dilakukan di
Laboratorium Hidraulika dan Hidrologi Pusat Studi Ilmu Teknik UGM. Saluran
gelombang tsunami berukuran 25 x 1.25 x 1.5 meter dilengkapi dengan
pembangkit gelombang tsunami berbasis dam break. Model bangunan berbentuk
kotak dan solid tanpa lubang, sedangkan bentuk penghalang berupa penghalang
dengan penampang berbentuk bujursangkar (sudut 0o dan 45o), lingkaran, dan
elips, dan setengah elips. Model bangunan diletakkan di tengah saluran dan
penghalang dipasang pada jarak 20 cm dari model bangunan. Pengukuran gaya
gelombang tsunami menggunakan strain gauge yang dipasang pada model,
sedangkan pengukuran tinggi gelombang tsunami menggunakan wave probe.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh bentuk bangunan
penghalang terhadap gaya gelombang tsunami. Reduksi gaya gelombang besar
pada model penghalang berpenampang bujursangkar yaitu sebesar 55,25%-
62,40% dan reduksi gaya gelombang terkecilpada model berpenghalang dengan
penampang elips yaitu sebesar 12,72%-15,96%. Nilai Cf bangunan berpenghalang
yang mendekati Cf* (tanpa penghalang) adalah bangunan berpenghalang
berpenampang elips (1.1x Cf*) dan yang tertinggi adalah bangunan
berpenghalang berpenampang bujursangkar 45o(2.4x Cf*)
PIT HATHI XXVII, Surabaya, 29 -1 Agustus 2010
1. Pendahuluan
Setengah kedalaman dari aliran tsunami terjadi pada saat permulaan serangan
gelombang tsunami.
Koji (2007), melakukan penelitian gaya gelombang pada sekelompok
bangunan dengan variasi jarak bangunan dari garis pantai. Posisi bangunan ada
yang diletakkan tegak lurus pantai dan ada yang membentuk sudut terhadap garis
pantai.
Fujima (2006) melakukan penelitian yang cukup komprehensif tentang gaya
gelombang pda bangunan. Gelombang tsunami dimodelkan dengan flume yang
panjangnya sekitar 11m. Walaupun panjang gelombang tsunami yang dihasilkan
jauh dari kenyataan, gaya gelombang yang pertama mengenai bangunan cukup
relevan dengan kondisi yang sebenarnya.
Penelitian di atas menunjukkan peneliti hanya meneliti gaya gelombang
tsunami pada struktur yang langsung diterjang gelombang tsunami, baik yang
berupa model bangunan maupun model bangunan pelindung seperti seawall.
Sebagian dari peneliti di atas menggunakan gelombang tsunami dalam bentuk
gelombang bor dan sebagian lagi menggunakan gelombang tsunami dalam bentuk
gelombang solitair.
Pada penelitian ini, gelombang tsunami yang digunakan adalah gelombang
tsunami berbentuk bor karena dibangkitkan melalui pembangkit gelombang
berbasis dam break. Gelombang tsunami yang dimodelkan merupakan gelombang
tsunami yang banyak dijumpai pada beberapa daerah di Indonesia. Gelombang
tsunami ini juga merupakan pendekatan gelombang tsunami yang terjadi pada
tunami Aceh 2004 dan pada tsunami pangandaran 2006. Gelombang tsunami yang
sudah mencapai daratan kebanyakan berupa bor, sehingga pendekatan dengan
menggunakan gelombang bor cocok dengan kenyataan.
Penelitian kali ini bertujuan untuk memperoleh besarnya gaya gelombang
tsunami pada struktur di belakang penghalang akibat bentuk penghalang yang
berbeda. Bentuk penghalang akan mempengaruhi besarnya gaya gelombang
tsunami yang diterima bangunan di belakanya. Besarnya gaya gelombang tsunami
yang diterima bangunan dapat digunakan untuk merencanakan bangunan
pelindung tsunami.
PIT HATHI XXVII, Surabaya, 29 -1 Agustus 2010
Kecepatan gelombang adalah jarak yang ditempuh puncak gelombang tiap satuan
waktu.
Sifat gelombang tsunami sebagai gelombang panjang maka kecepatan jalar
energi sama dengan kecepatan jalar gelombang. Akibat adanya proses shoaling,
tinggi gelombang cenderung tidak menurun bahkan mungkin bertambah. Hal
inilah yang menyebabkan gelombang tsunami tetap berbahaya ketika sampai di
pantai meskipun gelombangnya terjadi jauh di tengah laut. Semakin besar
kedalaman semakin besar kecepatan rambatnya. Efek shoaling mengakibatkan
gelombang tsunami yang menjalar dari laut dalam menuju laut dangkal
teramplifikasi. Fluk energi tsunami yang masuk ke suatu titik seimbang dengan
fluk energi yang keluar dari titik tersebut tanpa adanya kehilangan energi atau
adanya tambahan energi. Kecepatan transportasi energi di laut yang lebih dalam
lebih cepat daripada di laut yang dangkal. Oleh karena itu energi tsunami di laut
yang lebih dangkal lebih besar dari pada energi yang tsunami di laut yang lebih
dalam. Konsekuensinya, tinggi tsunami di laut yang lebih dangkal menjadi besar.
4. Metodologi Penelitian
Simulasi Model
dam break
system
Wave probe
Model penghalang
bangunan
dam break
system
Model Wave probe
bangunan penghalang
Arah gelombang
Dam break
system
Kalibrasi
Kalibrasi pada penelitian ini terdiri dari 2, yaitu kalibrasi strain gauge dan
kalibrasi wave probe. Kalibrasi strain gauge dilakukan dengan cara memberi
beban secara bertahap dan pencatatan dilakukan secara digital dengan
menggunakan sensor yang telah dihubungkan dengan data loger. Kalibrasi
terhadap wave probe dilakukan dengan menaikkan dan menurunkan probe pada
kedalaman tertentu. Wave probe dihubungkan dengan data loger dan pencatatan
dilakukan secara digital.
Strain gauge
Wave
probe
a) b)
Arah
gelombang
Hasil pengukuran gaya gelombang dan reduksi gaya gelombang akibat adanya
penghalang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Reduksi Gaya gelombang tsunami akibat penghalang.
Gaya gelombang Rata- Reduksi Gaya
MODEL PENGHALANG
60 70 80 rata (%)
Tanpa penghalang 99.85 127.42 166.81 131.36
o
Bujursangkar sudut 0 62.01 51.90 62.44 58.78 55.25
Bujursangkar sudut 45o 47.23 51.70 49.23 49.39 62.40
Lingkaran 20 59.45 58.05 59.76 59.09 55.02
Lingkaran 40 64.49 82.89 112.98 86.78 33.94
elips 1:2 95.88 116.68 131.39 114.65 12.72
elips 2:3 93.03 102.10 136.05 110.40 15.96
setengah elips 1-2 61.90 83.75 87.78 77.81 40.77
setengah elips 2-3 71.96 84.02 83.86 79.95 39.14
Gaya seret dihitung dengan menggunakan persamaan (1) pada saat terjadinya
gaya maksimum. Gaya ini terjadi pada saat front gelombang tsunami pertama kali
mengenai bangunan di belakang penghalang. Penghalang yang disimulasi adalah
penghalang berpenampang bujursangkar, lingkaran, elips dan setengah elips
(Gambar 8). Hasil perhitungan nilai Cf disajikan pada Tabel 2.
(a)
PIT HATHI XXVII, Surabaya, 29 -1 Agustus 2010
(b)
(c)
(d)
6. Kesimpulan
a. Koefisien gaya seret gelombang tsunami pada bangunan di belakang
penghalang sangat dipengaruhi oleh bentuk penghalang.
b. Reduksi gaya gelombang besar pada model penghalang berpenampang
bujursangkar yaitu sebesar 55,25%-62,40% dan reduksi gaya gelombang
terkecilpada model berpenghalang dengan penampang elips yaitu sebesar
12,72%-15,96%.
c. Nilai Cf bangunan berpenghalang yang mendekati Cf* (tanpa penghalang)
adalah bangunan berpenghalang berpenampang elips (1.1x Cf*) dan yang
tertinggi adalah bangunan berpenghalang berpenampang bujursangkar
45o(2.4x Cf*)
7. Pustaka
Dean.R.G., Dalrymple. R.A., (1984), Water Wave Mechanics for Engineers and
Scientists, Prentice-Hall Inc, New Jersey
Fujima K., 2006, Measurement of Wave Force Acting on Buildings, National Defense
Academy of Japan, Japan
Triatmadja R., Nizam, Nurhasanah A., 2009, Pengaruh Porositas Bangunan terhadap
Gaya Gelombang Tsunami, Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI XXVI,
Banjarmasin, 23-25 Oktober.