Anda di halaman 1dari 12

PIT HATHI XXVII, Surabaya, 29 -1 Agustus 2010

GAYA GELOMBANG TSUNAMI


PADA BANGUNAN BERPENGHALANG

1) Any Nurhasanah
Mahasiswa Program Doktor Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan,Universitas Gadjah Mada,
Dosen Universitas Bandar Lampung
Email : any_nurhasanah@yahoo.com

2) Radianta Triatmadja
Profesor pada Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan,Universitas Gadjah Mada
Email : radiantatoo@yahoo.com

3) Nizam
Profesor pada Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan,Universitas Gadjah Mada
Email : nizam@ugm.ac.id

Intisari
Bencana tsunami dapat menimbulkan kerusakan infrastruktur, seperti pada
tsunami Aceh 2004, tsunami Pangandaran 2006, dan tsunami Samoa 2009.
Banyak usaha dilakukan untuk melindungi struktur akibat gempuran gelombang
tsunami, salah satunya adalah dengan membuat penghalang di depan struktur.
Bentuk penghalang di depan struktur mempengaruhi gaya gelombang yang
diterima bangunan di belakangnya. Hal ini diakibatkan oleh kecepatan aliran yang
mengenai bangunan di belakang pelindung berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk
menghitung besarnya gaya gelombang tsunami pada bangunan di belakang
berbagai bentuk penghalang.
Penelitian ini adalah penelitian simulasi model fisik yang dilakukan di
Laboratorium Hidraulika dan Hidrologi Pusat Studi Ilmu Teknik UGM. Saluran
gelombang tsunami berukuran 25 x 1.25 x 1.5 meter dilengkapi dengan
pembangkit gelombang tsunami berbasis dam break. Model bangunan berbentuk
kotak dan solid tanpa lubang, sedangkan bentuk penghalang berupa penghalang
dengan penampang berbentuk bujursangkar (sudut 0o dan 45o), lingkaran, dan
elips, dan setengah elips. Model bangunan diletakkan di tengah saluran dan
penghalang dipasang pada jarak 20 cm dari model bangunan. Pengukuran gaya
gelombang tsunami menggunakan strain gauge yang dipasang pada model,
sedangkan pengukuran tinggi gelombang tsunami menggunakan wave probe.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh bentuk bangunan
penghalang terhadap gaya gelombang tsunami. Reduksi gaya gelombang besar
pada model penghalang berpenampang bujursangkar yaitu sebesar 55,25%-
62,40% dan reduksi gaya gelombang terkecilpada model berpenghalang dengan
penampang elips yaitu sebesar 12,72%-15,96%. Nilai Cf bangunan berpenghalang
yang mendekati Cf* (tanpa penghalang) adalah bangunan berpenghalang
berpenampang elips (1.1x Cf*) dan yang tertinggi adalah bangunan
berpenghalang berpenampang bujursangkar 45o(2.4x Cf*)
PIT HATHI XXVII, Surabaya, 29 -1 Agustus 2010

Kata kunci: tsunami, gaya gelombang, penghalang, Cf

1. Pendahuluan

Bencana tsunami tidak mungkin dicegah dan dihindari karena merupakan


bencana alam yang sulit diperkirakan kapan terjadinya serta terlalu besar untuk
dihentikan. Dalam 10 tahun terakhir ini saja telah terjadi beberapa kali bencana
tsunami, yaitu tsunami Chile 2010, tsunami Samoa 2009, tsunami pangandaran
2006, dan tsunami Aceh 2004. Sepanjang tahun 2010 (sampai Juni 2010),
beberapa kejadian gempa berpotensi terjadi tsunami, misalnya gempa Biak (16
Juni 2010), beberapa gempa di Aceh (7 April, 9 Mei, dan 13 Juni 2010), dan
gempa Papua Barat (14 Januari 2010).
Bencana tsunami dapat menimbulkan kerusakan infrastruktur. Banyak usaha
dilakukan untuk melindungi struktur akibat gempuran gelombang tsunami seperti
membangun tembok laut (sea wall) atau pemecah gelombang (break water),
selain itu bangunan yang berada di kawasan pesisir juga dapat berfungsi sebagai
penahan gelombang tsunami. Pada tsunami Pangandaran 2006, kerusakan
infrastruktur yang terjadi lebih ringan dibandingkan kerusakan pada tsunami Aceh
2004. Hal ini disebabkan kerena banyak bangunan bertingkat dengan struktur
yang relatif kuat sehingga mampu meredam gelombang tsunami dan melindungi
struktur yang ada di belakangnya.
Penelitian yang banyak dilakukan saat ini merupakan penelitian tentang gaya
gelombang tsunami pada struktur pelindungnya bukan penelitian gaya gelombang
pada bangunan yang berada di belakang struktur pelindung. Penghalang yang
berada di depan bangunan akan mempengaruhi besarnya gaya gelombang yang
diterima bangunan di belakangnya. Penghalang akan menahan laju gelombang
tsunami sehingga terdapat perubahan pola aliran dan juga perubahan kecepatan
aliran. Bentuk penghalang yang berbeda akan berpengaruh terhadap pola aliran
yang dibentuk, kecepatannya juga berubah, sehingga gaya gelombang yang
diterima pada bangunan di belakang penghalang akan berbeda. Pada penelitian ini
bentuk penghalang dibuat beberapa macam, yaitu penampang lingkaran,
bujursangkar dengan sudut 0o dan 45o, elips, dan setengah elips.
PIT HATHI XXVII, Surabaya, 29 -1 Agustus 2010

Gelombang yang menabrak penghalang akan tertahan di depan penghalang


sedangkan pada bagian yang tidak tertahan akan terus mengalir di samping kiri
kanan penghalang. Sebagian air terus melaju dan sebagian lagi mengalir ke arah
bangungan yang terletak dibelakang penghalang. Air mengisi bagian belakang
penghalang dan akhirnya menabrak bangunan, saat itulah gaya gelombang diukur.
Penelitian ini membahas pengaruh bentuk penghalang terhadap gaya gelombang
tsunami pada bangunan di belakang struktur.

2. Tujuan dan Arah Penelitian

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan gaya gelombang tsunami telah


dilakukan oleh beberapa peneliti, berikut beberapa contoh penelitian terkait.
Triatmadja, dkk (2009) meneliti pengaruh porositas terhadap gaya gelombang
tsunami. Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh porositas bangunan (0%,
20%, 40%, dan 60%) terhadap gaya gelombang tsunami. Makin besar porositas,
maka penurunan besarnya gaya gelombang tsunami makin kecil.
Lukkunaprasit, dkk (2009) juga meneliti gaya gelombang pada bangunan
berlubang 25% dan 50%. Pada penelitian ini reduksi gaya akibat adanya lubang
pada bangunan sebesar 15%-30%.
Arnason, dkk (2009) meneliti pengaruh gelombang bore pada struktur.
Penelitian ini mengukur gaya yang terjadi pada kolom berpenampang
bujursangkar, lingkaran, dan bujursangkar dengan sudut 45o. Hasil yang
diperoleh, nilai koefisien hambatan (CR) pada kolom silinder antara 1-2, CR pada
kolom berpenampang bujursangkar dengan sudut 45o berkisar 2 dan CR pada
kolom berpenampang bujursangkar 2-3.
Osnack, dkk (2009) meneliti efektifitas sea wall kecil dalam mereduksi gaya
gelombang tsunami. Pada penelitan ini reduksi gaya gelombang tsunami berkisar
23%-84% untuk tinggi gelombang yang meningkat sampai 4 kali dari tinggi sea
wall.
Pradono (2008), meneliti tentang keamanan struktur dalam menahan
gelombang tsunami. Pada penelitian ini menunjukkan gaya maksimum yang
terjadi ketika kedalaman aliran tsunami sekitar setengah kedalaman maksimum.
PIT HATHI XXVII, Surabaya, 29 -1 Agustus 2010

Setengah kedalaman dari aliran tsunami terjadi pada saat permulaan serangan
gelombang tsunami.
Koji (2007), melakukan penelitian gaya gelombang pada sekelompok
bangunan dengan variasi jarak bangunan dari garis pantai. Posisi bangunan ada
yang diletakkan tegak lurus pantai dan ada yang membentuk sudut terhadap garis
pantai.
Fujima (2006) melakukan penelitian yang cukup komprehensif tentang gaya
gelombang pda bangunan. Gelombang tsunami dimodelkan dengan flume yang
panjangnya sekitar 11m. Walaupun panjang gelombang tsunami yang dihasilkan
jauh dari kenyataan, gaya gelombang yang pertama mengenai bangunan cukup
relevan dengan kondisi yang sebenarnya.
Penelitian di atas menunjukkan peneliti hanya meneliti gaya gelombang
tsunami pada struktur yang langsung diterjang gelombang tsunami, baik yang
berupa model bangunan maupun model bangunan pelindung seperti seawall.
Sebagian dari peneliti di atas menggunakan gelombang tsunami dalam bentuk
gelombang bor dan sebagian lagi menggunakan gelombang tsunami dalam bentuk
gelombang solitair.
Pada penelitian ini, gelombang tsunami yang digunakan adalah gelombang
tsunami berbentuk bor karena dibangkitkan melalui pembangkit gelombang
berbasis dam break. Gelombang tsunami yang dimodelkan merupakan gelombang
tsunami yang banyak dijumpai pada beberapa daerah di Indonesia. Gelombang
tsunami ini juga merupakan pendekatan gelombang tsunami yang terjadi pada
tunami Aceh 2004 dan pada tsunami pangandaran 2006. Gelombang tsunami yang
sudah mencapai daratan kebanyakan berupa bor, sehingga pendekatan dengan
menggunakan gelombang bor cocok dengan kenyataan.
Penelitian kali ini bertujuan untuk memperoleh besarnya gaya gelombang
tsunami pada struktur di belakang penghalang akibat bentuk penghalang yang
berbeda. Bentuk penghalang akan mempengaruhi besarnya gaya gelombang
tsunami yang diterima bangunan di belakanya. Besarnya gaya gelombang tsunami
yang diterima bangunan dapat digunakan untuk merencanakan bangunan
pelindung tsunami.
PIT HATHI XXVII, Surabaya, 29 -1 Agustus 2010

3. Karakteristik Gelombang Tsunami

Gelombang tsunami merupakan gelombang panjang. Gelombang panjang


adalah gelombang air yang panjang gelombangnya melebihi 20 kali kedalaman
yang dilewatinya. Gelombang panjang juga seringkali disebut sebagai gelombang
air dangkal, kh < /10. Gelombang panjang menjalar dengan kecepatan C  gh

Kecepatan gelombang adalah jarak yang ditempuh puncak gelombang tiap satuan
waktu.
Sifat gelombang tsunami sebagai gelombang panjang maka kecepatan jalar
energi sama dengan kecepatan jalar gelombang. Akibat adanya proses shoaling,
tinggi gelombang cenderung tidak menurun bahkan mungkin bertambah. Hal
inilah yang menyebabkan gelombang tsunami tetap berbahaya ketika sampai di
pantai meskipun gelombangnya terjadi jauh di tengah laut. Semakin besar
kedalaman semakin besar kecepatan rambatnya. Efek shoaling mengakibatkan
gelombang tsunami yang menjalar dari laut dalam menuju laut dangkal
teramplifikasi. Fluk energi tsunami yang masuk ke suatu titik seimbang dengan
fluk energi yang keluar dari titik tersebut tanpa adanya kehilangan energi atau
adanya tambahan energi. Kecepatan transportasi energi di laut yang lebih dalam
lebih cepat daripada di laut yang dangkal. Oleh karena itu energi tsunami di laut
yang lebih dangkal lebih besar dari pada energi yang tsunami di laut yang lebih
dalam. Konsekuensinya, tinggi tsunami di laut yang lebih dangkal menjadi besar.

Gaya Gelombang Tsunami pada Bangunan di Belakang Penghalang

Gaya gelombang tsunami pada bangunan dibelakang penghalang dihitung


misalnya dengan menggunakan Persamaan (1).
1 (1)
F  C f  A u2
2
Dimana F adalah gaya gelombang dibelakang penghalang, A merupakan luasan
bidang terkena gelombang,  adalah masa jenis air, u adalah kecepatan aliran, dan
Cf adalah koefisien gaya gelombang.
PIT HATHI XXVII, Surabaya, 29 -1 Agustus 2010

Pada bangunan berpenghalang arah aliran tidak tegak lurus terhadap


bangunan. Aliran membentuk sudut tertentu akibat adanya pengaruh penghalang
di depan bangunan. Hal ini mengakibatkan kecepatan gelombang yang menabrak
bangunan berubah sehingga gaya gelombang pada bangunan berpenghalang
berbeda dengan gaya gelombang pada bangunan tanpa penghalang.
Gaya gelombang yang diterima oleh bangunan di belakang penghalang juga
akan tereduksi. Demikian juga dengan kecepatan awal gelombang akan tereduksi
sebelum menghantam penghalang. Jarak antara penghalang dengan bangunan juga
akan mempengaruhi gaya yang diterima bangunan di belakang penghalang. Jika
penghalang letaknya jauh terhadap bangunan, maka pengaruh penghalang hampir
tidak ada.

4. Metodologi Penelitian

Simulasi Model

Penelitian ini adalah penelitian simulasi model fisik yang dilakukan di


Laboratorium Hidraulika dan Hidrologi Pusat Studi Ilmu Teknik UGM. Saluran
gelombang tsunami berukuran 25 x 1.25 x 1.5 meter dilengkapi dengan
pembangkit gelombang tsunami berbasis dam break. Model bangunan berbentuk
kotak dan solid tanpa lubang, sedangkan bentuk penghalang berupa penghalang
berpenampang bujur sangkar (dengan variasi sudut 0o, dan 45o), lingkaran, elips,
dan setengah elips dengan tinggi tiga kali model bangunan. Model bangunan
diletakkan di tengah saluran dan penghalang dipasang pada jarak tertentu dari
model bangunan. Pengukuran gaya gelombang tsunami menggunakan strain
gauge yang dipasang pada model yang dihubungkan dengan komputer melalui
data logger dan amplifier. Pengukuran tinggi gelombang tsunami menggunakan
wave probe yang diletakkan di depan penghalang dan di depan model bangunan.
PIT HATHI XXVII, Surabaya, 29 -1 Agustus 2010

dam break
system
Wave probe
Model penghalang
bangunan

dam break
system
Model Wave probe
bangunan penghalang

Arah gelombang

Gambar 1. Mekanisme pembangkitan gelombang tsunami

Dam break
system

Quick relies mecanism

Gambar 2. Saluran pembangkitan gelombang tsunami

Model dibuat dengan kesebangunan geometrik dengan skala 1:20. Model


bangunan berupa bangunan solid berbentuk kubus dengan ukuran 20x20x20 cm.
Model penghalang terdiri dari penghalang dengan penampang bujursangkar
20x20cm, lingkaran (diameter 20 dan 40 cm), elips (20:30 dan 20:40), dan
setengah elips (20:30 dan 20:40) yang memiliki tinggi 3 kali tinggi model
bangunan (60cm). Simulasi tinggi gelombang ada 3 variasi, dan jarak bangunan
ke penghalang 20 cm.
PIT HATHI XXVII, Surabaya, 29 -1 Agustus 2010

Kalibrasi
Kalibrasi pada penelitian ini terdiri dari 2, yaitu kalibrasi strain gauge dan
kalibrasi wave probe. Kalibrasi strain gauge dilakukan dengan cara memberi
beban secara bertahap dan pencatatan dilakukan secara digital dengan
menggunakan sensor yang telah dihubungkan dengan data loger. Kalibrasi
terhadap wave probe dilakukan dengan menaikkan dan menurunkan probe pada
kedalaman tertentu. Wave probe dihubungkan dengan data loger dan pencatatan
dilakukan secara digital.

Strain gauge

Wave
probe

Gambar 3. Strain gauge dan wave probe

5. Hasil dan Pembahasan

Bentuk Gelombang Tsunami


Bentuk gelombang tsunami yang dihasilkan dengan metoda pembangkit
gelombang sistem dam break menghasilkan gelombang bor yang mirip dengan
gelombang tsunami (Gambar 4).

Gambar 4. Gelombang tsunami di dalam saluran


PIT HATHI XXVII, Surabaya, 29 -1 Agustus 2010

Bentuk gelombang berpengaruh terhadap gaya yang bekerja pada bangunan.


Gambar 5 menunjukkan tipikal bentuk gelombang tsunami yang dihasilkan oleh
metoda yang digunakan. Bagian paling depan gelombang yang digunakan untuk
menghitung besarnya gaya yang besar pada bangunan.

Gambar 5. Tipikal front gelombang tsunami pada h = 80 cm

Gaya Gelombang Tsunami pada Bangunan berpenghalang


Bangunan penghalang akan mereduksi gaya gelombang tsunami yang diterima
bangunan di belakangnya. Hal ini disebabkan karena ada proses difraksi dan
refleksi di depan penghalang, sehingga ada sebagian gaya gelombang teredam.
Saat gelombang menabrak penghalang, aliran akan dibelokkan ke kiri dan ke
kanan (Gambar 6a), kemudian gelombang tertahan di depan penghalang dan
terjadi refeleksi, sebagian air tetap mengalir di sebelah kiri dan kanan penghalang.
Aliran mengisi kekosongan ruang di antara penghalang dan bangunan, dan
menggempur bangunan yang berada di belakang penghalang Gambar 6b).

a) b)
Arah
gelombang

Gambar 6. Pola aliran saat gelombang menabrak penghalang a) aliran didepan


penghalang dibelokkan b) aliran mengenai bangunan dibelakangnya
PIT HATHI XXVII, Surabaya, 29 -1 Agustus 2010

Hasil pengukuran gaya gelombang dan reduksi gaya gelombang akibat adanya
penghalang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Reduksi Gaya gelombang tsunami akibat penghalang.
Gaya gelombang Rata- Reduksi Gaya
MODEL PENGHALANG
60 70 80 rata (%)
Tanpa penghalang 99.85 127.42 166.81 131.36
o
Bujursangkar sudut 0 62.01 51.90 62.44 58.78 55.25
Bujursangkar sudut 45o 47.23 51.70 49.23 49.39 62.40
Lingkaran 20 59.45 58.05 59.76 59.09 55.02
Lingkaran 40 64.49 82.89 112.98 86.78 33.94
elips 1:2 95.88 116.68 131.39 114.65 12.72
elips 2:3 93.03 102.10 136.05 110.40 15.96
setengah elips 1-2 61.90 83.75 87.78 77.81 40.77
setengah elips 2-3 71.96 84.02 83.86 79.95 39.14

Reduksi gaya gelombang tsunami akibat adanya penghalang cukup


bervariasi. Pada penghalang berpenampang bujursangkar reduksi gaya gelombang
tsunami berkisar 55,25%-62,40%. Pada penghalang berpenampang lingkaran,
reduksi gaya gelombang tsunami 33,94%-55,02%. Pada penghalang elips reduksi
gaya gelombang tsunami 12,72%-15,96%,dan pada penghalang setengah elips
reduksi gaya gelombang tsunami berkisar 29,14% -40.77%.

Koefisien Gaya Gelombang Tsunami (Cf) pada Bangunan Berpenghalang

Gaya seret dihitung dengan menggunakan persamaan (1) pada saat terjadinya
gaya maksimum. Gaya ini terjadi pada saat front gelombang tsunami pertama kali
mengenai bangunan di belakang penghalang. Penghalang yang disimulasi adalah
penghalang berpenampang bujursangkar, lingkaran, elips dan setengah elips
(Gambar 8). Hasil perhitungan nilai Cf disajikan pada Tabel 2.

(a)
PIT HATHI XXVII, Surabaya, 29 -1 Agustus 2010

(b)

(c)

(d)

Gambar 7. Model bangunan dengan berbagai berpenghalang saat terhantam


gelombang tsunami. a) penampang lingkaran, b) penampang elips, c) penampang
setengah elips, d) penampang bujur sangkar sudut 45o

Tabel 2. Nilai Cf pada bangunan bepenghalang


Cf Rata-
MODEL PENGHALANG Cf*/Cf
60 70 80 rata
Tanpa penghalang 0.631 0.666 0.715 0.671
sudut 0 0.416 0.288 0.293 0.333 2.0
sudut 45 0.274 0.320 0.233 0.276 2.4
Lingkaran 20 0.386 0.312 0.271 0.323 2.1
Lingkaran 40 0.465 0.494 0.569 0.510 1.3
elips 1:2 0.615 0.620 0.590 0.608 1.1
elips 2:3 0.600 0.545 0.614 0.586 1.1
setengah elips 1-2 0.394 0.441 0.391 0.409 1.6
setengah elips 2-3 0.459 0.444 0.374 0.426 1.6
Cf* adalan nilai Cf tanpa penghalang

Dari hasil perhitungan, rata-rata nilai Cf pada bangunan solid tanpa


penghalang adalah 0.671. Nilai Cf pada bangunan berpenghalang yang mendekati
PIT HATHI XXVII, Surabaya, 29 -1 Agustus 2010

nilai Cf pada bangunan tanpa penghalang adalah pada penghalang berpenampang


elips (1.1x Cf tanpa penghalang). Hal ini disebabkan penghalang berbentuk elips
mengarahkan aliran langsung tanpa ada yang menyebar. Sedangkan nilai Cf yang
paling jauh adalah nilai Cf pada penghalang berpenampang bujursangkar 45o
(2.4x Cf tanpa peghalang). Hal ini disebabkan karena aliran mengarah ke kiri dan
kanan akibat penampang sudut 45o, dan air yang mengalir ke bangunan lebih
sedikit. Hal ini juga yang mengakibatkan gaya yang di reduksi paling besar
(62.4%)

6. Kesimpulan
a. Koefisien gaya seret gelombang tsunami pada bangunan di belakang
penghalang sangat dipengaruhi oleh bentuk penghalang.
b. Reduksi gaya gelombang besar pada model penghalang berpenampang
bujursangkar yaitu sebesar 55,25%-62,40% dan reduksi gaya gelombang
terkecilpada model berpenghalang dengan penampang elips yaitu sebesar
12,72%-15,96%.
c. Nilai Cf bangunan berpenghalang yang mendekati Cf* (tanpa penghalang)
adalah bangunan berpenghalang berpenampang elips (1.1x Cf*) dan yang
tertinggi adalah bangunan berpenghalang berpenampang bujursangkar
45o(2.4x Cf*)

7. Pustaka

Dean.R.G., Dalrymple. R.A., (1984), Water Wave Mechanics for Engineers and
Scientists, Prentice-Hall Inc, New Jersey

Fujima. K, Achmad.F, Shigihara. Y, and Mizutani.N., (2009), Estimation of Tsunami


Force Acting on Rectangular Structures, Journal of Disaster Research Vol.4, No.6

Fujima K., 2006, Measurement of Wave Force Acting on Buildings, National Defense
Academy of Japan, Japan

Triatmadja R., Nizam, Nurhasanah A., 2009, Pengaruh Porositas Bangunan terhadap
Gaya Gelombang Tsunami, Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI XXVI,
Banjarmasin, 23-25 Oktober.

Anda mungkin juga menyukai