Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KLINIS

“POST STROKE HEMIPARASE SINISTRA”

Disusun Oleh:

Kelompok Praktek Klinik RSJ Sambang Lihum

Anggota :

1. Muhammad Ridha Al Jinani (EFT10180104)


2. Nor Aini (EFT10180111)
3. Siti Aminah (EFT10180115)

PROGRAM STUDI DIII FISIOTERAPI

POLITEKNIK UNGGULAN KALIMANTAN

BANJARMASIN

2021
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

“POST STROKE HEMIPARASE SINISTRA”

DI RUMAH SAKIT JIWA SAMBANG LIHUM

(Tanggal 01 – 27 Maret 2021)

Telah disetujui oleh,

Clinical Teacher Clinical Instructor

Enny Fauziah, S.Fis., M.Erg Ramadiana, S.ST. Ft

NIK. 1120815020 NIP.198107032003122007


BAB I
ANATOMI

Secara garis besar sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat
dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla
spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari
SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh
lainnya (Noback, 2005).

Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal
dan 12 pasang saraf cranial. Saraf perifer terdiri dari neuron-
neuron yang menerima pesan-pesan neural sensorik (aferen) yang menuju ke
system saraf pusat, dan atau menerima pesan-pesan neural motorik ( eferen )
dari system saraf pusat. Saraf spinal menghantarkan pesan-pesan tersebut maka
saraf spinal dinamakan saraf campuran.
Sistem saraf somatic terdiri dari saraf campuran. Bagian aferen membawa
baik informasi sensorik yang disadari maupun informasi sensorik yang tidak
disadari. Sistem saraf otonom merupakan sistem saraf campuran. Serabut-
serabut aferen membawa masukan dari organ- organ visceral. Saraf
parasimpatis adalah menurunkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan,
dan meningkatkan pergerakan saluran cerna sesuai dengan kebutuhan
pencernaan dan pembuangan.
Secara garis besar sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat
dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla
spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi
dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan
bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005). Otak merupakan bagian utama dari
sistem saraf dengan komponen bagiannya adalah : 1) Cerebrum Cerebrum
merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer
kanan dan kiri serta tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus
(celah) dan girus.2 Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu: a) Lobus
Frontalis Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di
hermisfer kiri), pusat penghidit dan emosi. Bagian ini mengandung pusat
pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) dan
terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah
broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar,
perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004). b) Lobus
Temporalis Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura lateral dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat
verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam pembentukan dan
perkembangan emosi. c) Lobus Parietalis Lobus Parietalis merupakan daerah
pusat kesadaran sensorik di gyrus post sentralis (area sensorik primer) untuk
rasa raba dan pendengaran (White, 2008). d) Lobus Oksipitalis Lobus
oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan:
menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari nervus optikus dan
mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain dan memori (White,
2008).3 e) Lobus Limbik Lobus limbik untuk mengatur emosi manusia,
memori emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan autonom (White, 2008).
BAB II
FISIOLOGI

A. Otak
Otak adalah alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
computer dari semua alat tubuh. Bagia dari saraf sentral yang yang terletak
didalam rongga tengkorak (cranium) dibungkus oleh selaput otak yang kuat.
Otak terletak dalam rongga cranium berkembang dari sebuah tabung yang
mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.
a. Otak depan menjadi hemifer serebri, korpus striatum, thalamus, serta
hipotalamus.
b. Otak tengah, trigeminus, korpus callosum, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan serebellum.

B. Batang Otak
Batang otak terdiri atas :
1) Diensephalon, diensephalon merupakan bagian atas batang otak. yang
terdapat diantara serebelum dengan mesensefalon. Kumpulan dari sel saraf
yang terdapat di bagian depan lobus temporalis terdapat kapsul interna
dengan sudut menghadap kesamping.
2) Pons varoli barikum pantis yang menghubungkan mesensefalon dengan
pons varoli dan dengan serebelum, terletak didepan serebelum diantara otak
tengah dan medulla oblongata.
3) Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah
yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah
medulla oblongata merupakan persambungan medulla spinalis ke atas,
bagian atas medulla oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di
daerag tengah bagian ventral medulla oblongata.
C. Cerebellum
Otak kecil di bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan
dengan cerebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan
diatas medulla oblongata. Organ ini banyak menerima serabut aferen
sensoris, merupakan pusat koordinasi dan integrasi. Bentuknya oval, bagian
yang kecil pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar pada lateral
disebut hemisfer. Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui
pundunkulus serebri inferior. Permukaan luar serebelum berlipat-lipat
menyerupai serebellum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur.
Permukaan serebellum ini mengandung zat kelabu. Korteks serebellum
dibentuk oleh substansia grisia, terdiri dari tiga lapisan yaitu granular luar,
lapisan purkinye dan lapisan granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan
yang keluar dari serebrum harus melewati serebellum.
BAB III
BIOMEKANIK

Biomekanik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang aksi dari suatu gaya atau
tekanan (force) baik internal ataupun eksternal pada suatu benda hidup, dalam melihat
biomekanik terdapat banyak unsur yang perlu dipahami seperti force, kinetik, kinematik,
range of movement (ROM), dan lain-lain. (Kim et al., 2014).

1. Bahu

Menurut (Suharti et al., 2018), gerakan osteokinematic pada bahu dapat dijelaskan sebagai
berikut:

1) Fleksi dan Ekstensi

Gerakan fleksi yaitu pada bidang sagital dengan axis pusat caput humeri. Otot
penggerak utama adalah M. Deltoid anterior dan M. Supraspinatus dengan rentang 0˚-90˚,
untuk rentang 90˚-180˚ dibantu oleh M. Pectoralis mayor, M. Corachobracialis dan M.
Biceps brachii. Sedangkan untuk gerakan ekstensi yaitu gerakan pada bidang sagital yang
menjauhi bidang anatomis. Otot penggerak utama adalah M. Latissimus dorsi dan M. Teres
mayor. Sedangkan pada gerak hiperekstensi fungsi M. Teres mayor digantikan M. Deltoid
posterior.

2) Abduksi dan Adduksi

Gerakan abduksi merupakan gerakan menjauhi midline tubuh. Bergerak pada bidang
frontal. Otot penggerak utama pada gerakan abduksi yaitu M. Pectoralis mayor dan M.
Latissimus dorsi. Sedangkan gerakan adduksi merupakan gerakan lengan ke medial yang
mendekati midline tubuh. Otot penggerak utama dari gerakan adduksi yaitu M. Pectoralis
mayor, M. Latissimus dorsi dan M. Teres mayor.

3) Endorotasi dan Eksorotasi

Gerakan endorotasi dengan arah gerakan searah dengan axis longitudinal yang
mendekati midline tubuh. Otot penggerak utama dari gerakan endorotasi yaitu M.
Subscapularis, M. Pectoralis mayor, M. Teres mayor, M. Latissimus dorsi dan M. Deltoid
anterior. Sedangkan gerakan eksorotasi merupakan gerakan rotasi lengan searah axis
longitudinal yang menjauhi midline tubuh. Otot penggerak utama dari gerakan eksorotasi
yaitu M. Infraspinatus, M. Teres minor dan M. Deltoid posterior.

2. Lutut
Osteokinematika yang terjadi pada sendi lutut adalah gerakan fleksi dan
ekstensi pada bidang sagital dengan luas gerak sendi fleksi antara 120- 130 bila
posisi hip mencapai fleksi penuh, axis gerakan fleksi dan ekstensi terletak di atas
permukaan sendi lutut melewati condylus tulang femur, sedangkan axis gerakan rotasi
axisnya longitudinal pada daerah condylus medialis (Sulistya, 2014).
Arthrokinematik merupakan gerakan pada permukaan sendi, gerak
arthrokinematik dari lutut : fleksi dan ekstensi lutut terjadi gerakan rotasi. Pada akhir
ekstensi mengakibatkan tulang tibia ekternal rotasi disertai valgus dan pada akhir
fleksi tulang tibia internal rotasi (Colby et al., 2014).
3. Fase berjalan

Terdapat dua fase saat kaki berjalan yaitu fase berdiri dan fase berayun.
a. Fase berdiri (stance phase)
Merupakan bagian siklus dimana tungkai acuan berkontak dengan
lantai, terbagi menjadi fase initial contact, loading response, midstance, dan
terminal stance. Fase berdiri dimulai saat tumit menyentuh lantai (initial
contact), kemudian dilanjutkan dengan kaki yang menapak penuh ke lantai
(loading response). Midstance dimulai saat posisi foot-flat dan berakhir saat
terminal stance.
1. Initial Contact/Heel Strike
Initial contact adalah awal dari loading respon, yang merupakan periode
pertama dari stance phase. Initial contact sering disebut “heel strike”, karena
pada individu normal sering kali ada dampak berbeda antara tumit dan tanah,
yang dikenal sebagai “heel strike transient”. Nama lain untuk kejadian ini adalah
“heel contact, “footstrike” atau “foot contact”.
2. Loading Response (Foot Flat)
Fase loading response adalah periode double support antara fase initial
contact dan fase mid stance. Fase loading response terjadi pada persentase waktu
sekitar 7% dari gait cycle. Bagian atas tubuh selama loading response,
3. Midstance
Fase midstance adalah akhir dari periode double support dan awal dari
periode single support. Fase midstance terjadi pada periode persentase waktu
gait cycle pada 7%-32% dan mewakili 18% dari gait cycle. Hip mengalami
fleksi sebesar 25%. Bersamaan pada fase ini, terjadi perpindahan berat oleh kaki
pada periode stance (kaki kanan, warna grey), sedangkan kaki lainnya (kaki kiri,
warna biru) berada fase mid-swing.
4. Terminal Stance (Heel Off)
Fase terminal stance disebut juga heel rise atau heel off karena heel kaki
pada periode stance tidak mengenai landasan. Fase terminal stance pada saat
heel kaki kanan meninggi (mulai meninggalkan landasan) dan dilanjutkan
sampai dengan heel dari kaki kiri mulai mengenai landasan. Fase ini terjadi pada
periode waktu gait cycle 32%-50%, berat badan dipindahkan dan bertumpu ke
bagian bawah kaki depan (toe).
b. Fase berayun (swing phase)
Merupakan bagian siklus dimana tungkai acuan tidak menyentuh lantai.
Fase ini dimulai dengan tidak tersentuhnya kaki ke lantai dan berakhir saat tumit
menempel ke lantai (heel contact).
1. Pre-Swing (Toe-Off)
Fase pre-swing dimulai dengan fase initial contact (heel strike) oleh
kaki kiri dan kaki kanan berada posisi meninggalkan landasan untuk
melakukan periode mengayun (toe-off). Periode waktu pre-swing terjadi pada
persentase waktu gait cycle 50-57%, dan mulai terjadi pelepasan berat tubuh
oleh kaki yang bersangkutan.
2. Initial Swing (Acceleration)
Fase swing merupakan fase dimana kaki tidak berada di landasan atau
pada posisi berayun. Fase swing terdiri dari tiga fase yaitu initial swing, mid-
swing, dan terminal swing. Fase keenam merupakan fase initial swing, dimana
kaki mulai melakukan ayunan, persentase initial swing adalah 57%-77% dari
periode waktu gait cycle. Fase initial swing dimulai pada saat telapak kaki
kanan mulai diangkat dari posisi landasan (toe off), sedangkan kaki kiri berada
pada posisi midstance.
3. Mid-Swing
Fase mid-swing yang dimulai pada akhir initial swing dan dilanjutkan
sampai kaki kanan mengayun maju berada di depan anggota badan sebelum
mengenai landasan. Fase mid-swing terjadi pada periode waktu gait cycle
77%- 87%, dimana kaki kiri berada pada fase terminal stance. Pada fase ini
juga terjadi gerak perpanjangan tungkai kaki dalam persiapan melakukan fase
heel strike.
4. Terminal Swing (Decceleration)
Fase terminal swing merupakan akhir dari gait cycle, terjadi pada
periode waktu gait cycle 87%-100%. Fase terminal swing dimulai pada saat
akhir dari fase mid-swing, dimana tungkai kaki mengalami perpanjangan
maksimum dan berhenti pada saat heel telapak kaki kanan mulai mengenai
landasan. Pada periode ini, posisi kaki kanan berada kembali berada depan
anggota badan, seperti pada posisi awal gait cycle.
BAB IV
PATOLOGI

A. Definisi
Stroke adalah gangguan otak fokal akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena
perdarahan atau sumbatan dengan gejala atau tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang
dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian (Junaidi, 2011). Stroke
dibagi menjadi 2 yaitu Stroke hemoragic: stroke yang dikarenakan pecahnya pembuluh
darah sehingga aliran darah menjadi tidak normal dan darah yang keluar merembes
masuk ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya (Junaidi, 2011). Stroke non
hemoragic: hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal secara cepat yang berlangsung
kurang dari 24 jam dan diduga diakibatkan oleh mekanisme vascular emboli, trombosis,
atau hemodinamik (Ginsberg, 2008). Hemiparese adalah kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh yang menyebabkan hilangnya tenaga otot sehingga sukar melakukan gerakan
volunter Sugiarto, 2005).

B. Epidemiologi
Global

Setiap tahun, 15 juta orang di dunia menderita stroke. Dari 15 juta orang tersebut, 5 juta
orang meninggal, dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan permanen. Stroke jarang
ditemukan pada orang di bawah 40 tahun. 70% kasus stroke ditemukan di negara dengan
penghasilan rendah dan menengah, 87% kematian akibat stroke juga ditemukan pada
negara-negara tersebut. Sedangkan pada negara dengan penghasilan tinggi, insidensi
stroke telah berkurang sebanyak 42% dalam beberapa dekade terakhir.

Indonesia

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 oleh Kementrian Kesehatan RI, 7% atau
sebesar 1.236.825 orang menderita stroke. Jawa Barat merupakan provinsi dengan angka
kejadian stroke terbanyak di Indonesia, yaitu sebesar 238.001 orang, atau 7,4% dari
jumlah penduduknya. Selain itu, penderita ditemukan paling banyak pada kelompok umur
55-64 tahun. Laki-laki juga lebih banyak mengidap stroke di Indonesia dibandingkan
perempuan. Menurut Sample Registration System (SRS) Indonesia 2014, Stroke
merupakan penyakit yang paling banyak diderita, yaitu sebesar 21,1%.

C. Etiologi
Gangguan suplai darah ke otak merupakan penyebab terjadinya stroke. Stroke
mengakibatkan terjadinya kehilangan fungsi neurologis secara tiba - tiba, kemudian
muncul tanda dan gejala sesuai dengan daerah yang mengalami gangguan. Untuk
membatasi kerusakan otak dan mencegah stroke berulang maka proses pemulihan stroke
harus dioptimalkan (Schretzman, 2001). Gangguan suplai darah ini disebabkan oleh
adanya penyumbatan dan pecahnya pembuluh darah di otak.

Menurut (Junaidi, 2011) dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu:

1. Faktor risiko internal (yang tidak dapat dikontrol/diubah) seperti umur, ras, jenis kelamin,
dan riwayat keluarga.
2. Faktor risiko eksternal (yang dapat dikontrol/diubah) seperti hipertensi, stres, diabetes
mellitus, peminum alcohol, merokok, pola makan, kurang aktivitas fisik, obesitas.

D. Patofisiologi
Stroke non haemoragik akibat trombosis. Trombosis dapat terjadi akibat proses
penyempitan lumen pembuh darah (arterosklerosis) yang akan berpengaruh terbentukya
trombus. Trombus awalnya terjadi dari kepingan-kepingan darah (trombosit) yang
mengendap pada dinding pembuluh darah di tunika intima, dimana pada dindingnya
mengalami beberapa kelainan. Semakin banyak penggumpalan trombosit dan di dalam
cairan darah terjadi sejumlah perubahan yang akhirnya terbentuk trombus. Trombus yang
menyumbat secara total disebut trombus obstruksi. Akibat obstruksi pada pembuluh
darah arteri maka dapat mengakibatkan aliran darah menuju ke otak akan terhenti dan
bagian otak di sebelah distalnya akan mengalami kerusakan (Suyono, 2004).

E. Tanda dan Gejala


Gejala klinis stroke sangat tergantung kepada daerah otak yang terganggu aliran darahnya
dan fungsi daerah otak yang mengalami gangguan aliran darah tersebut. Manifestasi
klinik pada umumnya adalah kelumpuhan sebelah badan, gangguan perasaan sebelah
badan, bicara terganggu bisa tidak dapat berbicara atau tidak mengerti pembicaraan,
gangguan menelan, mulut mencong, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan
sampai kesadaran menurun, kemudian pasca stroke bisa terjadi antara lain epilepsi,
demensia atau pelupa dan depresi (Nasution, 2007).
BAB V
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

A. ANAMNESIS
1. Anamnesis Umum
Nama : Tn. L
Umur : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wirausaha
Hobby : Olahraga
Alamat : Jl. Kebun Karet, Loktabat Utara, Banjarbaru
Tanggal Pemeriksaan : 02 Maret 2021

2. Anamnesis Khusus
Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan tangan sebelah kiri masih terasa berat saat melakukan
aktivitas berat akibat post stroke hemiparase sinistra ± 2 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan tangan sebelah kirinya masih terasa berat saat melakukan
aktivitas berat sehingga mengganggu pekerjaan pasien dikarenakan pasien
sebelumnya didiagnosa stroke hemiparase sinistra ± 2 bulan yang lalu. Awalnya,
pada tanggal 5 Januari 2021 pasien merasa lemas setelah pulang bekerja tetapi
masih bisa ditoleransi, keesokan harinya ketika bangun tidur, tubuh bagian kiri
pasien langsung tidak bisa digerakkan sehingga di bawa ke RS Pelita Insani dan
dirawat selama 3 hari. Selanjutnya pasien rutin ke dokter saraf lalu di rujuk ke
fisioterapi pada tanggal 18 Februari 2021 dan sekarang pasien sudah ada kemajuan
dapat menggerakkan tubuh bagian kirinya karena rutin melakukan terapi.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami stroke hemiparase sinistra ± 2 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Penyerta
Pasien tidak memiliki keluhan

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit serupa.

Medika Mentosa
Pasien rutin ke dokter saraf dan bekam.

3. Anamnesis Sistem

Sistem Keterangan
Muskuloskeletal Terdapat spasme dan tenderness pada m. upper
trapezius
Nervorum Tidak ada keluhan
Kardiovaskuler Tidak ada keluhan
Respirasi Tidak ada keluhan
Integumentum Tidak ada keluhan
Gastrointestinal Tidak ada keluhan
Urinaria Tidak ada keluhan

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Antropometri
a. Tinggi Badan : 170 cm
b. Berat Badan : 70 kg
c. IMT : 24,22 (Normal)

2. Vital Sign
a. Tekanan Darah : 130/90 mmHg (Pre-hipertensi)
b. Denyut Nadi : 74 x/menit (Normal)
c. Frekuensi Nafas : 19 x/menit ( Normal)
d. Temperature : 36,3⁰C (Normal)

C. INSPEKSI
1. Inspeksi Statis
a. Ekspresi wajah pasien tidak terlihat seperti menahan nyeri
b. Mulut pasien masih terlihat asimetris
c. Bahu pasien asimetris

2. Inspeksi Dinamis
a. Bahu kiri pasien sedikit elevasi saat berjalan
b. Pasien berjalan sendiri tanpa bantuan

D. PALPASI
1. Suhu : Normal
2. Kontur Kulit : Normal
3. Spasme : Terdapat spasme pada m. upper trapezius
4. Tenderness : Terdapat tenderness pada m. upper trapezius & m.
deltoideus
5. Oedem : Tidak terdapat oedem

E. PEMERIKSAAN SPESIFIK
1. MMT
5 5
5 5
2. Pemeriksaan Koordinasi

Nilai Nilai
Tes Koordinasi
Kanan Kiri
Jari ke hidung Ya Ya
Jari pasien ke jari terapis ya Ya
Jari ke jari tangan yang lain ya Ya
Menyentuh hidung dengan jari tangan bergantian ya Ya
Gerak oposisi jari tangan Ya Ya
Menggenggam Ya ya
Pronasi-supinasi Ya Ya
Tepuk tangan Ya Ya
Tepuk kaki Ya Ya
Menunjuk Ya Ya
Menggambar lingkaran dengan tangan Ya Ya
Mempertahankan posisi anggota gerak atas Ya Tidak
Mempertahankan posisi anggota gerak bawah Ya Ya

3. VAS
a. Nyeri diam : 0 / 10
b. Nyeri gerak : 2 / 10
c. Nyeri tekan : 6 / 10
4. Indeks Katz

No Aktivitas Mandiri Tergantung

1 Mandi √
Mandiri
:
Bantuan hanya pada satu bagian mandi
( seperti punggung atau ekstremitas yang
tidak mampu ) atau mandi sendiri
sepenuhnya Tergantung :
Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh,
bantuan masuk dan keluar dari bak mandi,
serta tidak mandi sendiri
2 Berpakaia √
n
Mandiri :
Mengambil baju dari lemari, memakai
pakaian, melepaskan pakaian,
mengancingi/mengikat pakaian.
Tergantung :
Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya
sebagian

3 Ke Kamar √
Kecil Mandiri :
Masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian
membersihkan genetalia sendiri
Tergantung :
Menerima bantuan untuk masuk ke kamar
kecil dan menggunakan pispot

4 Berpinda √
h Mandiri
:
Berpindah ke dan dari tempat tidur untuk
duduk, bangkit dari kursi sendiri
Bergantung :
Bantuan dalam naik atau turun dari tempat
tidur atau kursi, tidak melakukan satu, atau
lebih perpindahan
5 Kontinen √
Mandiri :
BAK dan BAB seluruhnya dikontrol sendiri
Tergantung :
Inkontinensia parsial atau total; penggunaan
kateter,pispot, enema dan pembalut ( pampers
)
6 Makan √
Mandiri :
Mengambil makanan dari piring dan
menyuapinya sendiri
Bergantung :
Bantuan dalam hal mengambil makanan dari
piring dan menyuapinya, tidak makan sama
sekali, dan makan parenteral ( NGT )
Keterangan :
Beri tanda ( v ) pada point yang sesuai kondisi klien

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT-SCAN

G. DIAGNOSA FISIOTERAPI
Adanya tenderness, spasme dan gangguan fungsional lengan kiri e.c stroke hemiparase
sinistra ± 2 bulan yang lalu.
H. PROBLEMATIKA FISIOTERAPI
1. Impairment
a. Adanya spasme pada m. upper trapezius
b. Adanya tenderness pada m. upper trapezius
c. Mulut asimetris
2. Fungtional Limitation
Adanya keluhan dalam keseharian pasien seperti mengangkat barang dan aktivitas berat
menggunakan tangan kiri pasien
3. Disability
Pasien kesulitan menggunakan tangan kiri pasien saat melakukan pekerjaan dan hobby
pasien.

I. TUJUAN
1. Tujuan Jangka Pendek
a. Mengurangi spasme
b. Menghilangkan tenderness
c. Mulut simetris
2. Tujuan Jangka Panjang
Meningkatkan kemampuan aktivitas fungsional lengan kiri khusunya saat melakukan
pekerjaannya dan hobbynya.

J. INTERVENSI FISIOTERAPI
No Problem Modalitas Dosis
1. Spasme IR F : 1 x seminggu
I : 2 Hz
T : Tegak Lurus
T : 10 menit
2. Tenderness TENS F : 1 x seminggu
I : 20 Hz
T : Intermitten
T : 10 menit
3. Mulut asimetris Massage F : 1 x seminggu
I : Toleransi Pasien
T : Massage wajah
T : 5 menit
4. ADL Manual Terapi F : 1 x seminggu
I : 2 set, 10 pengulangan
T : Scapula
Mobilization
T : 5 menit
Terapi Latihan F : 1 x seminggu
I : 5 x repitisi
T : wall slide
T : 3 menit

K. EDUKASI DAN HOME PROGRAM


1. Edukasi
a. Untuk pasien diminta menghindari faktor yang memungkinkan berulangnya serangan
stroke.
b. Pasien juga disarankan untuk melanjutkan program fisioterapi secara teratur sesuai
dengan program yang terjadwal.
c. Keluarga diharap memberikan motivasi dan dukungan fasilitas lain agar pasien selalu
melakukan program latihan sesuai dengan yang diprogramkan oleh terapis.
2. Home Program
a. Pasien diminta untuk melakukan gerakan wall slide, yaitu tangan pasien digerakkan
ke dinding secara perlahan.
b. Pasien diminta latihan senyum di depan cermin.

L. EVALUASI
6 Maret 2021

No Problem Parameter Pre Post IP


1. Spasme Palpasi Ada Ada Menetap
2. Tenderness VAS 6/10 6/10 Menetap
3. ADL Indeks Katz Mandiri Mandiri Menetap
10 Maret 2021

No Problem Parameter Pre Post IP


1. Spasme Palpasi Ada Ada Menetap
2. Tenderness VAS 6/10 5/10 Berkurang
3. ADL Indeks Katz Mandiri Mandiri Menetap

13 Maret 2021

No Problem Parameter Pre Post IP


1. Spasme Palpasi Ada Ada Menetap
2. Tenderness VAS 5/10 4/10 Berkurang
3. ADL Indeks Katz Mandiri Mandiri Menetap
DAFTAR PUSTAKA
Whittle, M. W. 2007. Gait analysis: An introduction, 4th ed. UK: Butterworth Heinemann
Elsevier.

Noback, C. R. (2005) The Human Nervous System:Structure and Function. Humana


Press.Peterson, P.E., Blankenship, T.N., Wilson,D.B. and Hendricks, A.G. 2004
Analysis ofhindbrain neural crest migration in the long-tailed monkey (Macaca
fascicularis). Anat.Embryol. 194: 235-246

Purves, W.K., D. Savada, G.H. Orians, & H.C. Heller. 2004. Life: The science of
Biology. 7th ed. Sunderland. Sinauer Associates, Inc. & W.H. Freeman and
Company

Barker C & Feigin, (2006). Emerging evidence of the association between cognitive deficits and
arm motor recovery after stroke: a meta-analysis. Restorative neurology and
neuroscience, 33(3), 389-403.

Junaidi, I. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Penerbit Andi, Yogyakarta

Schretzman, Diane RN, CS, CNRN, MSN Acute ischemic stroke, Dimensions of Critical Care
Nursing: March 2001 - Volume 20 - Issue 2 - p 14-21

Junaidi, Iskandar, 2006; Stroke A-Z, PT Buana Ilmu Popular, Jakarta.

Ginsberg, Lionel. 2008. Lecture notes: Neurologi. Jakarta: Erlangga

Suyono, S. (2004). Patofisiologi Diabetes Mellitus Editor: Soegondo, dkk., Diabetes Mellitus
Penatalaksanaan Terpadu, Cetakan ke-5.

Sugiarto A, 2005. Penilaian Keseimbangan Dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari Pada Lansia
di Panti Werdha Pelkris Elim Semarang Dengan Menggunakan Berg Balance Scale dan
Indeks Barthel. Semarang: UNDIP.

Anda mungkin juga menyukai