Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS NOVEL ASLI INDONESIA

Nama : Gede Agus Guna Widya sawacana


No :30
Kelas : XII IPS 2

  Sinopsis
Novel kedua ini merupakan lanjutan dari novel pertama, jika di novel pertama bercertia
mengenai masa Milea bertemu Dilan dan proses Milea bisa menyukai dan dekat dengan Dilan.
Di novel kedua ini bercerita mengenai masa mereka berdua ketika sudah jadi pacar yang
dinyatakan dengan lisan dan tulisan bermaterai.
Milea pun kembali bercerita tentang kisah percintaannya dengan Dilan. Seperti orang yang baru
jadian pada umumnya, Milea mengalami masa yang indah di SMA sesudah resmi jadi pacar
Dilan. Ketika guyuran hujan menerpa, Dilan menggunakan motor CB dengan Milea di
belakangnya. Milea dengan erat memeluk Dilan. Mereka berdua jalan-jalan menyusuri Jl. Buah
Batu sembari ketawa riang, itu semua berkat Dilan yang selalu membuat hari-hari Milea bahagia.
Jawaban yang diberikan Dilan selalu saja membaut Milea tersenyum, Dilan pun termasuk orang
yang cerdas dan pintar di kelasnya, buktinya dia selalu mendapatkan ranking satu atau dua.
Meski Milea merasa khawatir dengan Dilan yang bergabung dengan geng motor, karena Melia
takut terjadi hal yang buruk menimpa Dilan karena geng motor.
Ketika itu, sekolah tidak ada kegiatan belajar mengajar sebab para guru sedang melakukan rapat
untuk mempersiapkan pembagian rapor. Milea merasa tidak enak dengan kejadian Dilan
berkelahi dengan Anhar sebab membela dirinya. Milea merasa takut dan cemas jika nantinya
Dilan dikeluarkan dari sekolah. Tiba-tiba, datang Piyan memberitahu Milea bahwa Dilan
berkelahi di warungnya Bi Eem.
Milea pun panik mendengar berita itu dan langsung menuju ke tempat Dilan berada. Ketika
Milea bertanya berkelahi dengan siapa, Dilan malah menjawab “Agen CIA”. Mendengar
jawaban dari Dilan yang seperti itu membuat Milea kesal dan khawatir, apabila terjadi sesuatu
lagi dengan kekasihnya itu. Seperti biasanya, Dilan selalu tenang dalam menghadapi
permasalahan. Malahan Dilan sempat-sempatnya bercanda ketika Milea merasa panik. Hal itu
sengaja Dilan lakukan supaya meredamkan hati Milea.
Sampai pada suatu malam, Milea ditelpon Piyan, bahwa Dilan sudah tahu orang yang
mengeroyok yang disebut Dilan agen CIA tempo hari. Ternyata orang yang mengeroyoknya di
warung Bi Eemi adalah kakaknya Anhar. Dilan pun berencana untuk membalas, dia memanggil
teman-temannya untuk balas dendam.
Ketika itu Milea yang ingin menyusul untuk menggagalkan rencananya Dilan bingung karena
tidak ada kendaraan, untungnya Yugo anaknya Tante Anis yang baru pindahan dari luar negeri
sedang berada di rumah Milea. Milea pun berpura-pura mengajak Yugo untuk jalan-jalan. Pada
akhirnya, Milea bertemu denga Dilan. Dia membujuk Dilan supaya membatalkan rencana balas
dendamnya dengan ancaman apabila tetap bersikeras balas dendam akan memutuskan hubungan
mereka.
Mereka sering berdebat tentang masalah geng motor, Dilan tidak pernah merasa kapok walaupun
dia sempat dimasukkan ke penjara 1 minggu dan diusir oleh ayahnya sebab penyerangan antara
geng motor.
Perasaan Milea yang takut dengan keselamatan kekasihnya itu sangat besar, sampai-sampai kata
putus keluar dari Milea lalu disusul dengan tamparan darinya. Dilan tidak saja tidak mengerti,
kesedihan melanda hati Milea, sebab Dilan tidak suka jika dikekang, dari peristiwa itu Dilan
menjauh dari Milea. Sampai dengan selesai, Milea kembali ke Jakarta dan kuliah di sana.
Sedangkan Dilan kuliah di universitas ternama di bandung. Jarak antar keduanya saling menjauh,
tapi suasana hati Milea masih sama, hanya kepada Dilan. Makin lama Dila menghilang, Milea
berusaha untuk selalu menghubungi Dilan, akan tetapi keluarga Dilan sudah pindah rumah.
Milea pun kehilangan jejak Dilan.
Sampai akhirnya, Milea bertemu Herdi yag merupakan kaka tingakat dari tempat dia kuliah.
Herdi mulai mengisi keseharian Milea, sampai mereka menuju ke pernikahan, Milea selalu
mencintai Dilan, tapi Dilan sudah memiliki kekasih baru.
Itulah kisah rindu Milea dalam Novel Dilan dengan judul “Dia adalah Dilanku tahun 1991”.
UNSUR INTRINSIK
Tema : Percintaan
Sudut pandang : Orang pertama pelaku utama
Alur : Campur
Latar (setting)
a.      Latar Tempat
1)      “ Hari itu, aku janji menjemput Mas Herdi, untuk pergi bersama-sama ke acara ulang tahun
anaknya Pak Samsu, bosnya Mas Herdi di daerah Jalan Bangau VI, Jakarta. ”
2)      “Ketika motor berhenti di depan gerbang sekolah, aku langsung turun, dan memberikan
uang seribu ke Dilan yang masih duduk di motornya. Itu adalah uang yang sudah aku siapkan
sebelum sampai.”
3)      “Di kelas, sebelum pelajaran dimulai, aku ngobrol sebentar dengan Rani dan Wati, soal
kejadian Dilan berantem dengan Anhar dan resiko yang akan didapat oleh Dilan berupa
pemecatan. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Aku cuma bisa bingung!”
4)      “Di kamar tidur, aku merasa tak berdaya, gelisah dan bingung. Aku begitu Ielah namun
benar-benar tak bisa tidur. Sebagian dan diniku bergolak dalam kecemasan dan ketakutan.
Pikiranku sepenuhnya dipenuhi oleh banyak pertanyaan dan gelis.ah. “
5)      “Kami menyusuri Jalan Mutiara, terus ke JaPan Buah Batu, keialan Karapitan, keialan
Sumbawa, keialan Aceh, terus ke Jalan Merdeka tempat di mana BIP itu berada.”

c.       Latar Waktu
1)      “ Waktu itu, tanggal 22 Desember 1990, sekitar pukul tiga sore, aku dan Dilan berdua naik
motor menyusuri Jalan Buah Batu untuk mengantar aku pulang. ”
2)      “ Itu sudah Sabtu sore, tanggal 7 Juni 1997. ”
3)      “Setelah mengantar aku pulang, hujan belum sepenuhnya reda. Aku langsung ingin segera
bertemu lagi dengan Dilan, sedetik sehabis dia pamit!Sehingga keputusan sekolah yang akan
memecat Dilan, pastinya langsung memberi efek mendalam dan begitu sangat kupikirkan!
Dengan kata lain, malam itu, aku merasa gelisah!”
4)      “Kira-kira pukul delapan, aku telepon Dilan, entah untuk apa, tetapi itu yang kulakukan. Bi
Diah yang ngangkat.”
5)      “Hari Sabtunya,pagipagi,orang-orang di rumah pada sibuk dengan kegiatannya masing-
masing.”
6)      “Menjelang magrib, kami pulang, yang nyetir mobil adalah ayahku karena Bang Fariz
pulang ke kosannya dengan memakai motornya.“
7)      “Hari Kamis, tanggal 27 Desember 1990, acara Porseni di sekolahku dimulai. Porseni
adalah akronim dan Pekan Olahraga dan Kesenian. Berbagai kegiatan olahraga dan kesenian
diselengganakan dalam bentuk acara perlombaan.”
8)      “Kamis, tanggal 3 Januari 1991, sekolah mulal masuk lagi, tapi belum ada kegiatan
belajar.”
9)      “Hari itu, Rabu, tanggal 13 Februari 1991, Pak Dedi mengajar di kelasku.”
d.      Latar Suasana
1)      Bahagia
“ Rasanya, jalan itu, Jalan Buah Batu itu, bukan lagi milik Pemkot, bukan lagi milik Bapak
Ateng Wahyudi (Wali Kota Bandung waktu itu), melainkan milik aku dan Dilan. Sebagai
keindahan yang nyata bahwa Dinas Bina Marga telah sengaja membuat jalan itu memang khusus
untuk kami. Khusus untuk merayakan hari resmi kami mulai berpacaran pada hari itu. ”
(2016:28-29)
2)      Senang
Berasa sangat dingin, tetapi pada kenyataannya, menyenangkan! Berdua dengan Dilan, bersama
cinta yang dapat dirasakan tanpa perlu banyak penjelasan!
3)      Romantis
Itulah harinya, hari yang kuingat, sebagai hari yang menyenangkan bagiku, berdua di atas motor
dalam guyuran hujan akhir Desember, pada tahun 1990, di Bandung.
4)      Bimbang
Saat itu, sebenarnya aku ingin membahas soal serius, yaitu soal kemungkinan Dilan akan dipecat
oleh sekolah. Tapi aku tidak ingin merusak suasana, dan sepertinya dia juga tidak ingin
membicarakan soal itu.
5)      Bingung
Aku betul-betul masih bingung dan sangat emosional saat itu. Kutepis tangannya untuk
meyakinkan dia bahwa bukan saatnya untuk bercanda. (2016: 84)
6)      Semangat
Piyan menceritakannya dengan penuh semangat(2016:58)
7)      Kesepian
Pukul delapan malam. aku bangun. Bumi rasanya sepi sekali. Entah bagaimana, aku selalu
merasa kesepian, setiap saat aku sedang rindu ke Dilan. Aku selalu merasa ingin ada dirinya,
setiap kali dia tak ada. Aku akan merasa sunyi, setiap aku tidak mendengar kabar Dilan.
(2016:139)
8)      Tertekan
Saat itu, aku betul-betul merasa tertekan dan bin gung. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan
bers amaan dengan aku juga tidak bisa membiarkan Dilan melakukan balas dendam. (2016:142)

Tokoh dan penokohan


a.       Milea  
1)      Setia
2)      Khawatiran
“Sebab, aku sudah berulang kali bilang ke Dilan bahwa aku cemas, bahwa aku risau karena takut
ada hal-hal buruk yang akan menimpanya kalau dia berantem. Dan, malam Itu, dia malah mau
berantem .”
3)      Emosian
“Ikuti mauku!”
Dilan diam, memandangku.
“Ikuti mauku, jangan nyerang! Atau, kita putus!!!” kataku.

b.      Dilan
1)      Humoris
“Malahan, kalau kamu ninggalin aku, aku gak bisa apa-apa,” kata Dilan.
Aku diam.
“Bisaku cuma mencintaimu,” katanya tersenyum.
2)      Romantis
“Ngapain bawa banyak orang?TM kutanya.
 “Mau ngerayain kita jadian” jawab Dilan.
3)      Pintar
“Dilan pun termasuk orang yang cerdas dan pintar di kelasnya, buktinya dia selalu mendapatkan
ranking satu atau dua.”
c.       Ibunya Milea
1)      Penuh Kasih Sayang
 “Aku jelaskan semuanya ke Ibu, sampai detail. Ke mudian Ibu memelukku dan membiarkan aku
terus menangis.”
d.      Ayahnya Milea
1)      Menghargai orang lain
“Lia ngantuk, Yah” jawabku. 
“Ngobrol, Iah, dulu.” 
Aku menebak Ayah merasa tidak enak ke Yugo kalau aku tinggal tidur.
2)      Perhatian
“Kusandarkan kepalaku di bahunya, seolah berusaha mencari rasa nyaman. Kemudian, Ayah
merangkulkan tangannya seolah mengerti apa yang sedang kupikirkan. “
e.       Bundanya Dilan
1)      Pengertian kepada Milea
“Silakan nangis dulu, Nak,”  kata Bunda. “Jangon dipendem.” 
Tangisanku malah makin menjadi. 
“Ibumu ada?” tanya Bunda kemudian. 
Aku diam. Kudengar Bunda mendesah bagai sedang melepaskan rasa gundah karena ikut
merasakan kesedih aku dan juga bingung.
2)      Humoris
“Nanti, Dilan sekolah di mana?” kutanya Bunda. 
“Aaah .... Banyak sekolah jawab Bunda. “Gak usah risau” 
Aku diam. 
“Kalau perlu di Antartika” kata Bunda. Pasti dia bercanda. (2016:211)
f.       Ayahnya Dilan
1)      Tegas
 Dilan akan baik-baik saja. Polisi tahu kalau Dilan itu anak Letnan ical, jadi mereka cuma mau
ngasih tahu saja dan jika perlu Dilan akan segera dibebaskan. Tapi, ayah Dilan melarang. Dia
minta Dilan ditahan kalau perlu sampal seminggu. Itu, katanya, biar jadi pelajaran buat Dilan
sehingga dia jadi jera. (2016:181)
2)      Humoris
“Nanti, saya ajak ayahmu panco,” kata ayahnya Dilan sambil ketawa. “Saya harus menang.”
“Kenapa?” kutanya sambil senyum.
“Biar anaknya bolehdinikahi anak saya.”
“Hahaha.” (2016:219)
g.      Beni : Ikhlas Milea punya pacar baru
h.      Wati
1)      Pengertian akan semua kondisi Milea
“Kami duduk bertiga di ruang tamu. Kupeluk Wati untuk nangis. Wati mengelus rambutku
dengan lembut, beru saha membuat aku tenang. “
i.        Bang Adi : Membosankan
j.        Piyan
Bijak
Dipikir-pikir, bener juga apa yang pernah dikatakan oleh Piyan. Mungkin, semuanya adalah hal
buruk, tetapi kita masih bisa bersyukur bahwa Dilan masih ada, walau sekarang di penjara, tetapi
kita masih bisa bertemu den gannya. Itu lebih baik daripada Dilan masuk rumah sakit dan tidak
tertolong.
k.      Yugo
1)      Merendahkan orang lain
“Kenapa?” 
“Kampungan.” 
“Kenapa gitu kutanya. 
“Ada pepatah: You are what you soy. Bicaranya tidak intelektua .”
2)      Terlalu percaya diri
“Tante Anis juga bilang, katanya apa yang dilakukan oleh Yugo adalah karena Yugo
beranggapan bahwa ha sudah menjadi pacarnya. Katanya, hal itu dimulai sejak Tante Anis
menjodoh-jodohkan Yugo dengan ha di rum ahnya. “
l.        Akew
1)      Peduli
“Sesampainya di sana, aku melihat sudah ada sekitar empat orang di warung Bi Eem, termasuk
Akew, yang sedang berusaha mengobati luka pada wajah Dilan. “
m.    Ibu Rini : Sayang kepada Dilan
n.      Ibunya Anhar
1)      Plin plan
“Terus, kakaknya Anhar mukulin Dilan? Itu gimana?” kata Bunda lagi. “Ibu lapor polisi gak?” 
“Namanya juga anak muda, Bu,” jawab Ibunya Anhar. 
“Aaah. Kenapa pas bagian anak Ibu, Ibu minta di maklum?”
o.      Ibu Retna : Baik telah menyampaikan surat yang dikirim Dilan
p.      Mas Hardi : Baik

Amanat
a.       Jangan mengambil keputusan saat emosi jika tidak ingin ada penyesalan pada akhirnya.
b.      Jika memang sudah cinta,jangan terlalu mengekangnya.
c.       Jangan jadikan hubungan sebagai ancaman ketika sedang ada masalah.

UNSUR EKSTRINSIK
BIOGRAFI PENGARANG

Pidi Baiq (lahir di Bandung, Jawa Barat, 8 Juli 1972; umur 46 tahun)


adalah seniman multitalenta asal Indonesia. Dia
adalah penulis novel dan buku, dosen, ilustrator, komikus, musisi dan pencipta lagu serta dosen
di salah satu Universitas terkenal di indonesia yaitu ITB (institut teknologi bandung) . Namanya
mulai dikenal melalui grup band The Panas Dalam yang didirikan tahun 1995. Pidi Baiq semakin
dikenal para pecinta karya sastra khususnya bergenre humor melalui karyanya berjudul Dilan:
Dia adalah Dilanku tahun 1990 terbit tahun 2014, Dilan Bagian Kedua: Dia adalah Dilanku
Tahun 1991 terbit tahun 2015 dan Milea: Suara dari Dilan terbit tahun 2016.[1] Selain ketiga
karya di atas, Pidi Baiq juga memiliki karya-karya novel yang lain seperti:

 Drunken Monster: Kumpulan Kisah Tidak Teladan terbit tahun 2008.


 Drunken Molen: Kumpulnya Kisah Tidak Teladan terbit tahun 2008.
 Drunken Mama: Keluarga Besar Kisah-kisah Non Teladan terbit tahun 2009.
 Drunken Marmut: Ikatan Perkumpulan Cerita Teladan terbit tahun 2009.
 Al-Asbun Manfaatulngawur terbit tahun 2010.
 At-Twitter: Google Menjawab Semuanya Pidi Baiq Menjawab Semaunya terbit tahun
2012.
Dongeng Sebelum Bangun terbit tahun 2012.

dibawah ini adalah beberapa quotes milik pidi baiq yang bikin kocak :

 Ini bumi, tempat yang luas penuh kenangan. Ada sedih, ada senang, duka, suka, ketika
bisa semuanya 
dirasakan, hati brfungsi dengan baik 

 Sakit hati sebetulnya adalah potensi kreativitas, setidaknya dengan itu kau bisa membuat
puisi 

 Bahkan seorang pemabuk adalah guru bagiku, ketika dia teler dan nyungsep di comberan,
dia mengajarkan aku untuk jangan jadi pemabuk 

 Silakan semua orang membenciku, aku masih punya diriku yang akan mncintaiku.
Silakan diriku membenciku, aku tatap tenang, karena itu tak mungkin 

 Murid yg nyontek mungkin disebabkan oleh karena mereka merasa dirinya bukan mesin
yang bisa hafal semua

Pidi Baiq juga penulis naskah film Baracas. Pada tahun 2017 Pidi Baiq menerima penghargaan
dari IKAPI Award kategori Writer of The Year

 Nilai-nilai

Kita dapat mengambil pelajaran bahwa bagaimanapun hidup yang kita jalani, kita harus
senantiasa bersyukur. Kita dapat mengetahui arti perjuangan hidup dalam kemiskinan yang
membelit cita-cita yang tingggi. Pada dasarnya kemiskinan tidak berkorelasi/berinteraksi
langsung dengan kebodohan atau kegeniusan. Banyak sekali pelajaran yang dapat kita teladani
dari novel tersebut seperti keagamaan, moral, cinta pertama yang indah, ketegaran hidup, bahkan
makna sebuah takdir yang tidak bisa kita tebak. Selain itu kita dapat mencontoh tokoh-tokoh
yang dapat diteladani seperti tokoh-tokoh manusia sederhana, jujur, tulus, gigih, penuh dedikasi,
ulet, sabar, tawakal, takwa, dan sebagainya.
– Nilai Pendidikan        : Novel ini mengajarkan kita untuk menghargai setiap karya orang lain.
Seperti yang Dilan katakan, tak ada karya yang jelek, selama karya itu bukan hasil plagiat.
– Nilai Moral                 : Walaupun Dilan adalah anak yang sering berkelahi, bahkan sering di
skors dari sekolah, namun Dilan digambarkan sebagai seorang yang menghormati orang tua, dia
sangat menghormati bi Eem, mak Asih, bahkan wali kelas yang sering menegurnya saat dia
salah.
– Nilai Sosial                  : Kelompok geng motor memiliki kesan yang buruk dalam pikiran
masyarakat, tapi Dilan pada kenyataannya sangat disenangi banyak orang dan mempunyai
banyak teman. Semua itu karena Dilan dikenal sebagai orang yang setia kawan dan Sopan pada
orang tua.

Struktur Kebahasaan
1.      Metonimia
a.       “Kemana-mana selalu memakai motor CB Gelatik yang sudah ia modif”
b.      “Gak lama dari itu, Wati dan Piyan dating menggunakan sepeda motor Honda Super Cup.”
c.       “Isinya adalah beberapa makanan ringan dan dua botol minuman coca-cola.”
d.      “Lalu,aku kesana dan kudapati Yugo sedang mengobrol sama ayah membahas mobil
Katanya Yugo. “
e.       ““Mau?” katanya ke Wati dan Piyan menawarkan permen karet Yosan dan permen Jagoan
Neon yang dulu sangat popular.”
f.       “Tiba-tiba,ibu masuk,dia membawa beberapa roti yang sudah diracik dengan coklat dan
dimasukkan ke dalam Tupperware.”
g.      “Bunda akhirnya memang datang menggunakan mobil Nissan Patrolnya.”
2.      Retorik
a.       “Karena kalau benar bagimu kata-kata itu tidak penting,lalu mengapa engkau sakit hati
ketika mendapat kata-kata makian?”
b.      “Kalau kuingat lagi kejadian di depan Trina malam itu, sampai sekarang aku masih suka
bertanya-tanya. Kenapa, sih, dulu aku sampai segitunya ke Dilan? Kenapa, sih, dulu harus
marah-marah ke Dilan? Kenapa, slh, dulu harus pake ngancam-ngancam putus segala?Tidak
bisakah aku bicara secara baik-baik kepadanya? “
c.       “Siapakah rombongan motor yang awal tadi? Apakah rombongan motor kedua masih
rombongan yang itu juga? Atau, itu rombongan motor yang lain? “
3.      Asosiasi
a.       “Gausah disuruh” kataku berseru bagai bisa menembus suara hujan.
b.      “Suaraku seperti mampu menembus deras hujan.”
c.       “Aku seperti sedang membawa dunia di punggungku di dalam ketakutan,di dalam
kecemasan,di dalam kemarahan.”
d.       “Semua benda yang ada di rumah bagai kaku membisu seolah-olah hanya aku,Dilan dan si
Bibi yang hidup di dunia.”
4.      Personifikasi
a.        “Saat kupandang juga dirinya,kenangan masalalu mulai membayangiku.”
b.      “Aku menangis seluruh dunia terdengar seperti mendengung.”
c.       “Ini sedang berpacu dengan waktu,jangan sampai telat karena pukul 21.01 aku harus
segera naik ke kasur kalau mau tidur bareng Dilan.
d.      “Suara deru motor merobek kesunyian.“
e.       “Semua pikiran dan perasaan mengenai soal itu betul-betul berkumpul memenuhi
kepalaku.”
5.      Sinestesia
a.       “Itu pacarmu?” tanya Beni tersenyum kecut, ketika dia sudah duduk di dalam mobil yang
sudah slap mau pergi.
b.      “Kata-katanya selalu akan bisa membuat perasaanku melambung.”
c.       “Pikiranku sepenuhnya melayang ke Dilan.”
d.      “Bumi rasanya sunyi,tetapi menekanku!.”
e.       “Betapapun hal itu akan membuat aku merasa sunyi dan hanyut oleh rindu ke Dilan,tetapi
itu lebih menyenangkan bagiku!”
6.      Anafora
a.       “Kamu bukan penguasa dunia ,bukan pemilik kebenaran ,jadi Dilan juga berhak untuk
tidak menerima pendapatmu sama sebagaimana halnya kamu juga punya hak tidak menerima
pendapatnya karena Dilan juga bukan Pemilik Kebenaran”
7.      Hiperbola
a.       “Pokoknya, Dilan sudah menyalakan api dan sihir di dalam diriku untuk percaya pada
adanya cinta sejati.”
b.      “Bagaimana kemudian Dilan bisa mendekor ulang dan mengubah warna hidupku.”
c.       “Aku akan berusaha menceritakannya dengan jujur,dan dengan keadaan diriku yang kini
sudah menjadi sarang rindu.”
d.      “Sebagian dari diriku bergolak dalam kecemasan dan ketakutan.”
e.       “Dia pasti bisa melihat aku menajamkan tatapan mataku.”
f.       “Hati Kang Adi harusnya langsung merasa tercabik oleh sebetan pedang yang tak Nampak!
Maksudku kalau hati Kang Adi tidak terbuat dari baja.”
8.      Antitesis
a.       “Perasaanku,terasa lebih deras dari hujan dan melambung lebih ringan dibanding udara.”

Anda mungkin juga menyukai