Anda di halaman 1dari 14

Makalah Kesehatan Mental

Memahami Dimensi Kesehatan Mental dan Ketenangan Hidup


Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Kesehatan Mental
yang dibina oleh Muhammad Arif furqon, M. Psi, Psikolog

Disusun Oleh :
Itsna Mazro’atun Nadhifah (18410039)
Aulia Fitratul Hasanah (18410041)
Moh Zainur Rofiq Akbar (18410050)
kesehatan Mental Q

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya serta sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Memahami Dimensi Kesehatan Mental dan
Ketenangan Hidup dengan baik. Banyak pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian makalah ini dengan baik, maka dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada Muhammad Arif furqon, M. Psi, Psikolog selaku dosen
mata kuliah Kesehatan Mental. Serta teman-teman yang ikut serta dalam mmenyelesaikan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun guna dapat
menyempurakan kelengkapan makalah lainnya dimasa yang akan datang. Semoga makalah
ini dapat memberi manfaat dan mencapai kehidupan yang lebih baik juga dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Malang, 01 Maret 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia diciptakan terdiri dari tiga unsur yaitu jasmani sebagai wadah, rohani
sebagai suatu yang abstrak berupa nafsu, naluri dan roh sabagai nyawa yang mengisi
tubuh. manusia dalam menjalani kehidupan tentu yang dicari adalah kabahagiaan di
dunia dan di akhirat. Kebahagiaan di dunia didalamnya termasuk ketenangan jiwa,
jika jiwa ini tenang maka mental kita juga akan tenang dan bahagia.
Setiap manusia memiliki porsi bahagia sendiri-sendiri. Kebahagian ini
tergantung pada bagaimana ia memaknai hidup ini. Jika orientasi dari hidupnya
adalah kemewahan dunia, maka ia akan merasa bahagia dan tenang jika ia dapat
memenuhi keinginannya. namun, sejatinya kebahagiannya adalah jika mendapat ridlo
dari Tuhan yang Maha Esa. Kesadaran akan hal ini masih minim disadari oleh
manusia. Sebagai manusia yang beriman kepada Tuhan, mereka pasti dapat
merasakan ketenangan yang hakiki. Berbeda dengan manusia yang tidak mempunyai
Tuhan, mereka tidak percaya akan adanya ketenangan jika mempunyai tuhan. Oleh
sebab itu banyak orang-orang diluar negeri yang melakukan bunuh diri dikarenakan
tidak mempunyai tujuan hidup. Jika mereka mempunyai masalah tidak mempunyai
tempat untuk mengadukan masalahnya, tidak ada tempat untuk menenangkan hatinya.
Dengan tidak adanya ketenangan hati maka berakibat pada kesehatan mental.
Kesehatan mental tidak terbatas hanya pada aspek emosional, namun juga
pada diferensiasi dan kesatuan yang bberlaku pada bentuk intelektual individu.
Kesehatan mental dianggap wajar apabila kesatuan dari semua hal ini membuat
individu dapat menggunakan energinya sebaik mungkin dan membuatnya menjadi
manusia sesungguhnya. Pribadi dengan mental yang sehat adalah individu yang
menampilkan tingkah laku yang adekuat serta dapat diterima masyarakat umum dan
memiliki sikap hidup yang sesuai dengan norma dan pola yang ada pada kelompok
masyarakat, sehingga terdapat relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan.
Sedangkan pendapat Karl Menninger, individu bermental sehat adalah mereka yang
mempunyai kemampuan untuk menahan diri, menunjukkan kecerdasan, tenggang rasa
terhadap orang lain, serta hidup dengan bahagia.
Maka dari permasalahan diatas, penulis ingin memaparkan penjelasan tentang
kesehatan mental berikut dimensinya karena diharap penting dalam memberikan
informasi tentang kesehatan mental agar masyarakat dapat memahami dengan baik
tentang kesehatan mental. Kemudian penulis juga menjelaskan ketenangan jiwa
berikut dimensinya baik dalam perpsektif psikologi dan dalam perspektif islam
menurut Al-qu’an dan pendapat ulama. Selian itu penulis juga menyertakan contoh
kasus yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan letar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat dirumuskan
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Dimensi Kesehatan mental
2. Bagaimana Dimensi Ketenangan Jiwa
3. Bagaimana Contoh kasus dari kesehatan mental
C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah adalah


sebagai berikut:
1. Mengetahui Dimensi Kesehatan mental
2. Mengetahui Dimensi Ketenangan Jiwa
3. Mengetahui Contoh kasus dari kesehatan mental
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kesehatan Mental

Kesehatan mental menurut WHO (www.who.int ) ialah keadaan kesejahteraan fisik,


mental, dan sosial yang lengkap dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan. Hal
ini menunjukkan bahwa kesehatan mental lebih dari sekedar tidak memiliki gangguan
ataupun kecacatan mental. Kesehatan mental merupakan keadaan dimana individu sadar akan
kemampuan dirinya dan dapat mengatasi tekanan hidup yang normal, juga dapat produktif
bekerja dan mampu berkontribusi dalam komunitasnya. Kesehatan mental sangatlah penting
bagi kemampuan kolektif individu sebagai manusia untuk berpikir, menunjukkan emosi,
berinteraksi dengan manusia lainnya, mencari nafkah, serta menikmati kehidupan.

Sedangkan menurut Langgulung dalam Hamidah (2017), kesehatan mental tidak


terbatas hanya pada aspek emosional, namun juga pada diferensiasi dan kesatuan yang
bberlaku pada bentuk intelektual individu. Kesehatan mental dianggap wajar apabila kesatuan
dari semua hal ini membuat individu dapat menggunakan energinya sebaik mungkin dan
membuatnya menjadi manusia sesungguhnya.

Menurut Kartono dalam Dewi (2012), pribadi dengan mental yang sehat adalah
individu yang menampilkan tingkah laku yang adekuat serta dapat diterima masyarakat
umum dan memiliki sikap hidup yang sesuai dengan norma dan pola yang ada pada
kelompok masyarakat, sehingga terdapat relasi interpersonal dan intersosial yang
memuaskan. Sedangkan pendapat Karl Menninger, individu bermental sehat adalah mereka
yang mempunyai kemampuan untuk menahan diri, menunjukkan kecerdasan, tenggang rasa
terhadap orang lain, serta hidup dengan bahagia.

Menurut Lowethal dalam Dewi (2012), pada masa ini, individu dengan kesehatan
mental yang baik dapat didefinisikan ke daam dua sisi, baik secara negatif maupun positif.
Individu disebut sehat mental secara negatif apabila tidak memiliki gangguan mental,
sedangkan individu disebutsehat mental secara positif apabila terdapat karakteristik individu
sehat mental dalam dirinya. Karakteristik tersebut mengacu pada kondisi ataupun sifat positif
meliputi kesejahteraan psikologis (psychological well-being) yang positif, serta karakter yang
kuat dengan sifat-sifat baik atau kebajikan (virtues). Adapun kesejahteraan psikologis
memiliki enam dimensi, meliputi penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain,
kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. Kesejahteraan
psikologis ini sangat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, pendapatan, status sosial ekonomi,
pendidikan, status pernikahan, pengalaman dan interpretasinya, temperamen dan kepribadian.

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang kriteria manusia yang sehat secara
mental. Maslow dan Mittleman dalam Notosoedirjo & Latipun (dalam Budiarti, 2018)
menjelaskan mengenai prinsip-prinsip kesehatan mental dengan sebutan manifestation of
psychological health. Kondisi sehat mental sendiri disebut oleh Maslow sebagai self
actualization yang merupakan puncak kebutuhan dari teori hierarki Maslow itu sendiri.
Manifestasi dari mental yang sehat menurut Maslow dan Mittleman dicerminkan pada
sebelas dimensi kesehatan mental sebagai berikut.

1. Adequate feeling of security (rasa aman yang memadai).


Yaitu merasa aman dalam hubungannya dengan pekerjaan, sosial, maupun keluarga.
2. Adequate self evaluation (kemampuan menilai diri sendiri yang memadai)
a) Mempunyai harga diri yang sesuai dan merasakan adanya nilai yang
sebanding antara kondisi diri yang sebenarnya (potensi diri) dengan prestasi
yang dimilikinya.
b) Mempunyai perasaan berguna akan diri sendiri, yang masuk akal secara moral
dan tidak diganggu oleh perasaan bersalah yang berlebihan, serta mampu
mengenali berbagai hal yang secara sosial dan personal tidak bisa diterima
oleh kehendak umum yang selalu ada di sepanjang kehidupan bermasyarakat.
3. Adequate spontaneity and emotionality (memiliki spontanitas dan perasaan yang
memadai dengan orang lain).
Hal ini ditandai oleh kemampuan membentuk ikatan emosional secara kuat dan abadi,
seperti hubungan persahabatan dan cinta, serta mampu untuk mengekspresikan
ketidaksukaan ataupun ketidaksetujuan tanpa kehilangan kontrol, kemampuan
memahami dan membagi perasaan kepada orang lain, kemampuan menyenangi diri
sendiri dan tertawa. Ketika seseorang tidak senang terhadap suatu hal pada suatu saat,
maka dia harus memiliki alasan yang tepat mengapa dia tidak senang.
4. Efficient contact with reality (mempunyai kontak yang efisien dengan realitas)
Kontak ini sedikitnya mencakup tiga aspek yaitu dunia fisik, sosial, dan diri sendiri
atau internal, yang ditandai oleh hal sebagai berikut.
a) Tidak berfantasi, berkhayal, atau berangan-angan secara berlebihan
b) Mempunyai pandangan yang realistis dan luas terhadap dunia, yang disertai
dengan kemampuan menghadapi kesulitan hidup seharihari, misalnya sakit
dan kegagalan
c) Kemampuan untuk merubah diri sendiri jika situasi eksternal (lingkungan)
tidak dapat dimodifikasi (diubah) dan dapat bekerjasama tanpa merasa
tertekan (cooperation with the inevitable)
5. Adequate bodily desires and ability to gratify them (keinginan-keinginan jasmani
yang memadai dan kemampuan untuk memuaskannya).
Hal ini ditandai dengan.
a) Suatu sikap yang sehat terhadap fungsi jasmani, dalam arti menerima fungsi
jasmani tetapi bukan dikuasai oleh fungsi jasmani tersebut
b) Kemampuan memperoleh kenikmatan dan kebahagiaan dari dunia fisik dalam
kehidupan seperti makan, tidur, dan pulih kembali dari kelelahan
c) Kehidupan seksual yang wajar dan keinginan yang sehat untuk
memuaskannya tanpa rasa takut dan konflik
d) Kemampuan bekerja
e) Tidak adanya kebutuhan yang berlebihan untuk mengikuti berbagai aktivitas.
6. Adequate self knowledge (mempunyai kemampuan pengetahuan yang wajar).
Hal yang termasuk di dalamnya adalah sebagai berikut.
a) Memahami motif, keinginan, tujuan, ambisi, hambatan, kompetensi,
pembelaan, dan perasaan rendah diri
b) Dapat menilai kelebihan maupun kekurangan diri secara realistis
c) Mampu menilai diri secara jujur, termasuk jujur pada diri sendiri
d) Menerima diri sendiri apa adanya dan mengakui serta menerima sejumlah
hasrat atau pikiran meskipun beberapa diantara hasrat tersebut yang secara
sosial dan personal tidak dapat diterima.
7. Integration and consistency of personality (kepribadian yang utuh dan konsisten).
Hal ini bermakna bahwa individu
a) Memiliki perkembangan diri dan kepribadiannya, kepandaian, dan berminat
dalam beberapa aktivitas yang cukup baik.
b) Memiliki prinsip moral dan kata hati yang tidak terlalu berbeda dengan
pandangan kelompok
c) Mampu berkonsentrasi
d) Tidak mempunyai konflik-konflik besar dalam kepribadian dan tidak
dissosiasi terhadap kepribadiannya.
8. Adequate of life goal (memiliki tujuan hidup yang wajar).
Hal ini berarmakna bahwa individu memiliki hal sebagai berikut.
a) Memiliki tujuan hidup yang sesuai dengan dirinya sendiri dan dapat dicapai
b) Mempunyai usaha yang tekun dalam mencapai tujuan tersebut
c) Tujuan itu bersifat baik untuk diri sendiri dan masyarakat
9. Ability to learn from experience (kemampuan belajar dari pengalaman).
Yaitu kemampuan untuk belajar dari pengalaman hidupnya sendiri. Bertambahnya
pengetahuan, kemahiran dan keterampilan mengerjakan sesuatu berdasarkan hasil
pembelajaran dari pengalamannya. Selain itu, juga termasuk didalamnya kemampuan
untuk belajar secara spontan.
10. Ability to satisfy to requirements of the group (kemampuan memuaskan tuntutan
kelompok).
Dalam hal ini, individu haruslah dapat melakukan hal-hal berikut.
a) Dapat memenuhi tuntutan kelompok dan mampu menyesuaikan diri dengan
anggota kelompok yang lain tanpa harus kehilangan identitas pribadi dan diri
sendiri,
b) Dapat menerima norma-norma yang berlaku dalam kelompoknya
c) Mampu menghambat dorongan hasrat diri sendiri yang dilarang oleh
kelompoknya,
d) Mau berusaha untuk memenuhi tuntutan dan harapan kelompoknya: ambisi,
ketepatan, persahabatan, rasa tanggung jawab, dan kesetiaan
e) Berminat untuk melakukan aktivitas atau kegiatan yang disenangi oleh
kelompoknya.
11. Adequate emancipation from the group or culture (mempunyai emansipasi yang
memadai dari kelompok atau budaya)
Hal ini mencakup sebagai berikut.
a) Kemampuan untuk menilai sesuatu itu baik dan yang lain adalah buruk
berdasarkan penilaian diri sendiri tanpa terlalu dipengaruhi oleh
kebiasaankebiasaan dan budaya serta kelompok
b) Dalam beberapa hal bergantung pada pandangan kelompok
c) Tidak ada kebutuhan yang berlebihan untuk membujuk (menjilat), mendorong,
atau menyetujui kelompok
d) Mampu menghargai perbedaan budaya

B. Ketenangan Jiwa
1. Jiwa

Plato berpendapat bahwa jiwa manusia itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu
jiwa Rohaniah dan jiwa badaniah. Jiwa rohaniah tidak pernah akan mati dan berasal
dari dunia abadi sedangkan jiwa badan ia akan gugur bersama-sama dengan raga
manusia. Jiwa rohani yang berpangkal pada rasio dan logika manusia dan merupakan
bagian jiwa yang tertinggi sebab tidak pernah akan mati tugas bagian jiwa ini adalah
menemukan kebenaran abadi yang terletak dibalik kenyataan di dunia yaitu dengan
cara berpikir dengan rasio dan secara mengingat ide-ide yang benar dan yang berasal
dari dunia abadi itu.

Jiwa yang badaniah dibagi ke dalam dua bagian yaitu bagian jiwa yang disebut
kemauan dan bagian yang disebut nafsu perasaan. Kemauan adalah jiwa badaniah
yang berusaha untuk menaati rasio kecerdasan, sedangkan perasaan merupakan jiwa
badaniah yang senantiasa melawan ketentuan-ketentuan dari rasio kecerdasan
manusia. Dengan demikian maka jiwa manusia mempunyai tiga macam daya atau
kemampuan yaitu kecerdasan kemauan dan nafsu perasaan. Pandangan ini disebut
juga trikotomi dari jiwa manusia atau pemotongan ke dalam tiga kemampuan dari
jiwa manusia. Ketika kemampuan jiwa itu masing-masing mempunyai tempat di
dalam raga manusia itu kecerdasan di kepala, kemauan di dada, dan nafsu perasaan di
perut. Selain itu menurut Plato setiap kemampuan tersebut melahirkan kebajikan-
kebajikan yang khas yaitu kebajikan kecerdasan adalah budi kebajikan kamu adalah
keberanian dan kebajikan nafsu perasaan adalah kesederhanaan selanjutnya ketiga
macam kebijakan itu di hubungkan pula dengan kebajikan-kebajikan dari golongan-
golongan manusia tertentu.

Menurut wasty soemanto jiwa adalah kekuatan dalam diri yang menjadi
penggerak bagi jasad dan tingkah laku manusia, jiwa menumbuhkan sikap yang
mendorong tingkah laku.

2. Ketenangan

Ketenangan berasal dari kata tenang yang kemudian diberi imbauan ke-an.
Ketenangan secara etimologi berarti mantap tidak gusar, yaitu suasana jiwa yang
berada dalam keseimbangan sehingga menyebabkan seseorang tidak terburu-buru atau
gelisah. Dalam psikologi jiwa lebih dihubungkan dengan tingkah laku. Sehingga yang
diselidiki oleh para psikologi adalah perbuatan-perbuatan yang dipandang secara
gejala-gejala dalam jiwa. teori-teori baik psychoanalysis behavioral maupun humanis
memandang jiwa sebagai suatu yang berada di belakang tingkah laku.

3. Dimensi Ketenangan Jiwa

Ketenangan jiwa merupakan kesehatan jiwa kesehatan jiwa atau kesehatan


mental. Karena orang yang jiwanya tenang dan tentram berarti orang tersebut
mengalami keseimbangan di dalam fungsi-fungsi jiwanya sehingga dapat berpikir
positif, bijak dalam menyikapi masalah, mampu menyesuaikan diri dengan situasi
yang dihadapi serta mampu merasakan kebahagiaan hidup.

Dalam Islam jiwa disebut sebagai An- nafsu padahal sesungguhnya nafsu
berkaitan dengan derajat yang paling rendah dan yang paling tinggi. An-nafsu
memiliki dua arah yaitu menuju hawa nafsu dan menuju hakikat manusia atau diri
manusia. Nafsu sebagai diri manusia adalah sesuatu yang paling berharga karena
menyangkut nilai hidup manusia dari nafsu jiwa yang diberi Rahmat oleh Allah.

Dalam Islam jiwa yang tenang disebut dengan nafsul Muthmainnah. Dalam
Alquran Allah SWT menyebut nafsu dengan tiga sifat yaitu Mutmainnah, lawwamah
dan amarah bisuu’. Muthmainnah secara bahasa menurut profesor doktor JS badudu
dan profesor Sultan Muhammad Zaini kata muthmainnah diartikan sebagai bentuk
ketenangan lawan gelisah resah tidak berteriak, dan tidak ada keributan atau
kerusuhan. Menurut tafsir al-maraghi ketenangan jiwa setelah adanya goncangan.
maksudnya adalah ketetapan pada apa yang telah dipegang setelah menerima
guncangan akibat paksaan. Pengertian jiwa tenang adalah jiwa yang beriman dan
tidak digelitik rasa takut dan rasa duka hati. Muthmainnah bisa diartikan sebagai jiwa
yang ikhlas yang yakin yang beriman. Ibnu Abbas mengartikannya sebagai jiwa yang
beriman pembahasan mendefinisikan sebagai jiwa yang beriman dan yakin. Imam
Mujahidin mengartikannya sebagai jiwa yang ridho dengan ketetapan Allah yang tahu
bahwa sesuatu yang menjadi bagiannya pasti akan datang padanya. Jelaskan bahwa
jiwa yang Mutmainnah adalah jiwa yang di sinari oleh akal dan rasional.

Jiwa yang tenang itu tumbuh karena kemampuan menempatkan sesuatu


kepada tempat yang sewajarnya dan senantiasa meledaknya meletakkannya nya di
atas dasar iman. Dengan dasar iman maka manusia akan menerima segala sesuatu
yang dihadapinya, baik senang maupun susah baik menang maupun kalah dan lain
sebagainya dengan perasaan ridho. Ketika ia mendapat kebahagiaan ia tidak
melonjak-lonjak karena kegirangan sebaliknya dia ketika mengalami bencana dia
tidak berdukacita apalagi putus asa. Jiwa yang tenang senantiasa merasa ridho
menghadapi apapun keadaan, juga senantiasa mendapat keridhoan Ilahi sebagaimana
firman Allah dalam surat Al fajr ayat 27 dan 28.

             

  

Artinya: Wahai jiwa yang tenang (27) kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang ridho dan di ridloi-Nya (28) Maka masuklah ke dalam golongan hamba-
hamba_Ku (29) Dan masuklah ke dalam surga-Ku (30)

C. Contoh Kasus
Kita kadang megalami keresahan dalam hidup ini.perasaan resah itu muncul

akibat hal yang kita lakuakan sendiri atau karena pengaruh orang lain. Di sampingkita

harus berusaha mencari penyelesaian terhadap masalah tersebut kita juga bisa

mengatasinya dengan berdzikir. Hal ini sudah tidak diragukan lagi karena solusi ini

langsung di sampaikan Allsh dalam Al-Qur‟an. Rasulullah dan para sahabat ra telah

memberikan contoh yang baik dalam hal ini. Jadi, jika kitaingin mendapatkan

ketenangan dalam hidup ini hendaknya kita harus banyak berdzikir.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata, “ Tidak dipungkiri bahwa hati itu dapat

berkarat seperti berkaratnya besi dan perak. Alat yang dapat membersihkan hati yang

berkarat adalah dzikir.

Pengaruh Terapi Dzikir bagi Kesehatan Jiwa


Setiap orang menginginkan kebaikan untuk dirinya dan akan selalu berupaya

untuk menghindari keburukan yang akan menimpa mereka. Tetapi sayangnya mereka

tidak begitu sajamemperoleh kebaikan sebagaimana yang diharapkan, melainkan ia

harus berhadapan dengan berbagai tantangan dan rintangan. Di mana hal tersebut

merupakan bentuk ujian dan cobaan dari Allah SWT kepada hamba-Nya dengan

maksud untuk menguji kualitas iman dan takwa serta kualitas sabar yang dimiliki

seseorang. Firman Allah (QS. Al-Baqarah (2): 214)

‘’Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang

kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?

mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta

digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan

orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?"

Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat.’’


BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan mental menurut WHO (www.who.int ) ialah keadaan kesejahteraan
fisik, mental, dan sosial yang lengkap dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau
kelemahan. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan mental lebih dari sekedar tidak
memiliki gangguan ataupun kecacatan mental. Kesehatan mental merupakan keadaan
dimana individu sadar akan kemampuan dirinya dan dapat mengatasi tekanan hidup
yang normal, juga dapat produktif bekerja dan mampu berkontribusi dalam
komunitasnya. Kesehatan mental sangatlah penting bagi kemampuan kolektif individu
sebagai manusia untuk berpikir, menunjukkan emosi, berinteraksi dengan manusia
lainnya, mencari nafkah, serta menikmati kehidupan.
Kesehatan mental erat keitannya dengan ketenangan hidup. Jika seseorang
memiliki jiea yang tenang maka mental juga akan sehat. Dalam setiap agama pasti
memiliki tujuan agar penganutnya memilki kehidupan yang tenang didunia dan
kehidupan setelah kematian. meskipun dalam hal ini masing-masing agama memilki
caranya masing-masing.
B. Saran
Penulis sadar akan adanya kesalahan dalam meulis makalah ini. maka dari itu
kritik dan sarang yang membangun sangat diharapkan agar dapat memperbaiki pada
penulisan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Budiarti, dkk. (2018). Dimensi Kesehatan Pada Pengungsi Akibat Bencana. Jurnal Penelitian
& PPM, 5(1) : 23-30.

Dewi, K.S. (2012). Buku Ajar Kesehatan Mental. Semarang : UPT UNDIP Press Semarang

Gerungan. (2010). Psikologi Sosial. Bandung: Redaksi Refika Aditama.

Hamidah, I.N. (2017). “Kesehatan Mental Menurut Hasan Langgulung dan Implikasinya
Pada Pendidikan Agama Islam”. Skripsi. Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Salatiga.

Hikmah, A’rifatul. (2009). Sripsi: Konsep Jiwa yang tenang dalam Al-qur’an (Tafsir
Timatik). Hal. 15- 24.

Mental health: strengthening our response. 30 April 2018. https://www.who.int/news-


room/fact-sheets/detail/mental-health-strengthening-our-response, 04 Maret 2021.

Notosoedirdjo & Latipun. (2005). Kesehatan Mental, Konsep dan Penerapan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai