Disusun Oleh :
Itsna Mazro’atun Nadhifah (18410039)
Aulia Fitratul Hasanah (18410041)
Moh Zainur Rofiq Akbar (18410050)
kesehatan Mental Q
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya serta sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Memahami Dimensi Kesehatan Mental dan
Ketenangan Hidup dengan baik. Banyak pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian makalah ini dengan baik, maka dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada Muhammad Arif furqon, M. Psi, Psikolog selaku dosen
mata kuliah Kesehatan Mental. Serta teman-teman yang ikut serta dalam mmenyelesaikan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun guna dapat
menyempurakan kelengkapan makalah lainnya dimasa yang akan datang. Semoga makalah
ini dapat memberi manfaat dan mencapai kehidupan yang lebih baik juga dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan terdiri dari tiga unsur yaitu jasmani sebagai wadah, rohani
sebagai suatu yang abstrak berupa nafsu, naluri dan roh sabagai nyawa yang mengisi
tubuh. manusia dalam menjalani kehidupan tentu yang dicari adalah kabahagiaan di
dunia dan di akhirat. Kebahagiaan di dunia didalamnya termasuk ketenangan jiwa,
jika jiwa ini tenang maka mental kita juga akan tenang dan bahagia.
Setiap manusia memiliki porsi bahagia sendiri-sendiri. Kebahagian ini
tergantung pada bagaimana ia memaknai hidup ini. Jika orientasi dari hidupnya
adalah kemewahan dunia, maka ia akan merasa bahagia dan tenang jika ia dapat
memenuhi keinginannya. namun, sejatinya kebahagiannya adalah jika mendapat ridlo
dari Tuhan yang Maha Esa. Kesadaran akan hal ini masih minim disadari oleh
manusia. Sebagai manusia yang beriman kepada Tuhan, mereka pasti dapat
merasakan ketenangan yang hakiki. Berbeda dengan manusia yang tidak mempunyai
Tuhan, mereka tidak percaya akan adanya ketenangan jika mempunyai tuhan. Oleh
sebab itu banyak orang-orang diluar negeri yang melakukan bunuh diri dikarenakan
tidak mempunyai tujuan hidup. Jika mereka mempunyai masalah tidak mempunyai
tempat untuk mengadukan masalahnya, tidak ada tempat untuk menenangkan hatinya.
Dengan tidak adanya ketenangan hati maka berakibat pada kesehatan mental.
Kesehatan mental tidak terbatas hanya pada aspek emosional, namun juga
pada diferensiasi dan kesatuan yang bberlaku pada bentuk intelektual individu.
Kesehatan mental dianggap wajar apabila kesatuan dari semua hal ini membuat
individu dapat menggunakan energinya sebaik mungkin dan membuatnya menjadi
manusia sesungguhnya. Pribadi dengan mental yang sehat adalah individu yang
menampilkan tingkah laku yang adekuat serta dapat diterima masyarakat umum dan
memiliki sikap hidup yang sesuai dengan norma dan pola yang ada pada kelompok
masyarakat, sehingga terdapat relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan.
Sedangkan pendapat Karl Menninger, individu bermental sehat adalah mereka yang
mempunyai kemampuan untuk menahan diri, menunjukkan kecerdasan, tenggang rasa
terhadap orang lain, serta hidup dengan bahagia.
Maka dari permasalahan diatas, penulis ingin memaparkan penjelasan tentang
kesehatan mental berikut dimensinya karena diharap penting dalam memberikan
informasi tentang kesehatan mental agar masyarakat dapat memahami dengan baik
tentang kesehatan mental. Kemudian penulis juga menjelaskan ketenangan jiwa
berikut dimensinya baik dalam perpsektif psikologi dan dalam perspektif islam
menurut Al-qu’an dan pendapat ulama. Selian itu penulis juga menyertakan contoh
kasus yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan letar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat dirumuskan
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Dimensi Kesehatan mental
2. Bagaimana Dimensi Ketenangan Jiwa
3. Bagaimana Contoh kasus dari kesehatan mental
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Kesehatan Mental
Menurut Kartono dalam Dewi (2012), pribadi dengan mental yang sehat adalah
individu yang menampilkan tingkah laku yang adekuat serta dapat diterima masyarakat
umum dan memiliki sikap hidup yang sesuai dengan norma dan pola yang ada pada
kelompok masyarakat, sehingga terdapat relasi interpersonal dan intersosial yang
memuaskan. Sedangkan pendapat Karl Menninger, individu bermental sehat adalah mereka
yang mempunyai kemampuan untuk menahan diri, menunjukkan kecerdasan, tenggang rasa
terhadap orang lain, serta hidup dengan bahagia.
Menurut Lowethal dalam Dewi (2012), pada masa ini, individu dengan kesehatan
mental yang baik dapat didefinisikan ke daam dua sisi, baik secara negatif maupun positif.
Individu disebut sehat mental secara negatif apabila tidak memiliki gangguan mental,
sedangkan individu disebutsehat mental secara positif apabila terdapat karakteristik individu
sehat mental dalam dirinya. Karakteristik tersebut mengacu pada kondisi ataupun sifat positif
meliputi kesejahteraan psikologis (psychological well-being) yang positif, serta karakter yang
kuat dengan sifat-sifat baik atau kebajikan (virtues). Adapun kesejahteraan psikologis
memiliki enam dimensi, meliputi penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain,
kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. Kesejahteraan
psikologis ini sangat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, pendapatan, status sosial ekonomi,
pendidikan, status pernikahan, pengalaman dan interpretasinya, temperamen dan kepribadian.
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang kriteria manusia yang sehat secara
mental. Maslow dan Mittleman dalam Notosoedirjo & Latipun (dalam Budiarti, 2018)
menjelaskan mengenai prinsip-prinsip kesehatan mental dengan sebutan manifestation of
psychological health. Kondisi sehat mental sendiri disebut oleh Maslow sebagai self
actualization yang merupakan puncak kebutuhan dari teori hierarki Maslow itu sendiri.
Manifestasi dari mental yang sehat menurut Maslow dan Mittleman dicerminkan pada
sebelas dimensi kesehatan mental sebagai berikut.
B. Ketenangan Jiwa
1. Jiwa
Plato berpendapat bahwa jiwa manusia itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu
jiwa Rohaniah dan jiwa badaniah. Jiwa rohaniah tidak pernah akan mati dan berasal
dari dunia abadi sedangkan jiwa badan ia akan gugur bersama-sama dengan raga
manusia. Jiwa rohani yang berpangkal pada rasio dan logika manusia dan merupakan
bagian jiwa yang tertinggi sebab tidak pernah akan mati tugas bagian jiwa ini adalah
menemukan kebenaran abadi yang terletak dibalik kenyataan di dunia yaitu dengan
cara berpikir dengan rasio dan secara mengingat ide-ide yang benar dan yang berasal
dari dunia abadi itu.
Jiwa yang badaniah dibagi ke dalam dua bagian yaitu bagian jiwa yang disebut
kemauan dan bagian yang disebut nafsu perasaan. Kemauan adalah jiwa badaniah
yang berusaha untuk menaati rasio kecerdasan, sedangkan perasaan merupakan jiwa
badaniah yang senantiasa melawan ketentuan-ketentuan dari rasio kecerdasan
manusia. Dengan demikian maka jiwa manusia mempunyai tiga macam daya atau
kemampuan yaitu kecerdasan kemauan dan nafsu perasaan. Pandangan ini disebut
juga trikotomi dari jiwa manusia atau pemotongan ke dalam tiga kemampuan dari
jiwa manusia. Ketika kemampuan jiwa itu masing-masing mempunyai tempat di
dalam raga manusia itu kecerdasan di kepala, kemauan di dada, dan nafsu perasaan di
perut. Selain itu menurut Plato setiap kemampuan tersebut melahirkan kebajikan-
kebajikan yang khas yaitu kebajikan kecerdasan adalah budi kebajikan kamu adalah
keberanian dan kebajikan nafsu perasaan adalah kesederhanaan selanjutnya ketiga
macam kebijakan itu di hubungkan pula dengan kebajikan-kebajikan dari golongan-
golongan manusia tertentu.
Menurut wasty soemanto jiwa adalah kekuatan dalam diri yang menjadi
penggerak bagi jasad dan tingkah laku manusia, jiwa menumbuhkan sikap yang
mendorong tingkah laku.
2. Ketenangan
Ketenangan berasal dari kata tenang yang kemudian diberi imbauan ke-an.
Ketenangan secara etimologi berarti mantap tidak gusar, yaitu suasana jiwa yang
berada dalam keseimbangan sehingga menyebabkan seseorang tidak terburu-buru atau
gelisah. Dalam psikologi jiwa lebih dihubungkan dengan tingkah laku. Sehingga yang
diselidiki oleh para psikologi adalah perbuatan-perbuatan yang dipandang secara
gejala-gejala dalam jiwa. teori-teori baik psychoanalysis behavioral maupun humanis
memandang jiwa sebagai suatu yang berada di belakang tingkah laku.
Dalam Islam jiwa disebut sebagai An- nafsu padahal sesungguhnya nafsu
berkaitan dengan derajat yang paling rendah dan yang paling tinggi. An-nafsu
memiliki dua arah yaitu menuju hawa nafsu dan menuju hakikat manusia atau diri
manusia. Nafsu sebagai diri manusia adalah sesuatu yang paling berharga karena
menyangkut nilai hidup manusia dari nafsu jiwa yang diberi Rahmat oleh Allah.
Dalam Islam jiwa yang tenang disebut dengan nafsul Muthmainnah. Dalam
Alquran Allah SWT menyebut nafsu dengan tiga sifat yaitu Mutmainnah, lawwamah
dan amarah bisuu’. Muthmainnah secara bahasa menurut profesor doktor JS badudu
dan profesor Sultan Muhammad Zaini kata muthmainnah diartikan sebagai bentuk
ketenangan lawan gelisah resah tidak berteriak, dan tidak ada keributan atau
kerusuhan. Menurut tafsir al-maraghi ketenangan jiwa setelah adanya goncangan.
maksudnya adalah ketetapan pada apa yang telah dipegang setelah menerima
guncangan akibat paksaan. Pengertian jiwa tenang adalah jiwa yang beriman dan
tidak digelitik rasa takut dan rasa duka hati. Muthmainnah bisa diartikan sebagai jiwa
yang ikhlas yang yakin yang beriman. Ibnu Abbas mengartikannya sebagai jiwa yang
beriman pembahasan mendefinisikan sebagai jiwa yang beriman dan yakin. Imam
Mujahidin mengartikannya sebagai jiwa yang ridho dengan ketetapan Allah yang tahu
bahwa sesuatu yang menjadi bagiannya pasti akan datang padanya. Jelaskan bahwa
jiwa yang Mutmainnah adalah jiwa yang di sinari oleh akal dan rasional.
Artinya: Wahai jiwa yang tenang (27) kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang ridho dan di ridloi-Nya (28) Maka masuklah ke dalam golongan hamba-
hamba_Ku (29) Dan masuklah ke dalam surga-Ku (30)
C. Contoh Kasus
Kita kadang megalami keresahan dalam hidup ini.perasaan resah itu muncul
akibat hal yang kita lakuakan sendiri atau karena pengaruh orang lain. Di sampingkita
harus berusaha mencari penyelesaian terhadap masalah tersebut kita juga bisa
mengatasinya dengan berdzikir. Hal ini sudah tidak diragukan lagi karena solusi ini
langsung di sampaikan Allsh dalam Al-Qur‟an. Rasulullah dan para sahabat ra telah
memberikan contoh yang baik dalam hal ini. Jadi, jika kitaingin mendapatkan
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata, “ Tidak dipungkiri bahwa hati itu dapat
berkarat seperti berkaratnya besi dan perak. Alat yang dapat membersihkan hati yang
untuk menghindari keburukan yang akan menimpa mereka. Tetapi sayangnya mereka
harus berhadapan dengan berbagai tantangan dan rintangan. Di mana hal tersebut
merupakan bentuk ujian dan cobaan dari Allah SWT kepada hamba-Nya dengan
maksud untuk menguji kualitas iman dan takwa serta kualitas sabar yang dimiliki
‘’Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan mental menurut WHO (www.who.int ) ialah keadaan kesejahteraan
fisik, mental, dan sosial yang lengkap dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau
kelemahan. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan mental lebih dari sekedar tidak
memiliki gangguan ataupun kecacatan mental. Kesehatan mental merupakan keadaan
dimana individu sadar akan kemampuan dirinya dan dapat mengatasi tekanan hidup
yang normal, juga dapat produktif bekerja dan mampu berkontribusi dalam
komunitasnya. Kesehatan mental sangatlah penting bagi kemampuan kolektif individu
sebagai manusia untuk berpikir, menunjukkan emosi, berinteraksi dengan manusia
lainnya, mencari nafkah, serta menikmati kehidupan.
Kesehatan mental erat keitannya dengan ketenangan hidup. Jika seseorang
memiliki jiea yang tenang maka mental juga akan sehat. Dalam setiap agama pasti
memiliki tujuan agar penganutnya memilki kehidupan yang tenang didunia dan
kehidupan setelah kematian. meskipun dalam hal ini masing-masing agama memilki
caranya masing-masing.
B. Saran
Penulis sadar akan adanya kesalahan dalam meulis makalah ini. maka dari itu
kritik dan sarang yang membangun sangat diharapkan agar dapat memperbaiki pada
penulisan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarti, dkk. (2018). Dimensi Kesehatan Pada Pengungsi Akibat Bencana. Jurnal Penelitian
& PPM, 5(1) : 23-30.
Dewi, K.S. (2012). Buku Ajar Kesehatan Mental. Semarang : UPT UNDIP Press Semarang
Hamidah, I.N. (2017). “Kesehatan Mental Menurut Hasan Langgulung dan Implikasinya
Pada Pendidikan Agama Islam”. Skripsi. Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Salatiga.
Hikmah, A’rifatul. (2009). Sripsi: Konsep Jiwa yang tenang dalam Al-qur’an (Tafsir
Timatik). Hal. 15- 24.
Notosoedirdjo & Latipun. (2005). Kesehatan Mental, Konsep dan Penerapan. Jakarta: EGC