Anda di halaman 1dari 15

KEPRIBADIAN SEHAT DAN GANGGUAN MENTAL

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Kesehatan Mental

Dosen Pengampu: Muhammad Arif Furqon, M.Psi

Disusun Oleh:

Hendrik Nur Cahyani (18410055)

Radha Amalia M. (18410072)

Risa Nandriani (18410076)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UINIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha-Esa atas segala rahmat dan karunianya penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kepribadian Sehat dan Gangguan Mental”
dengan tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Kesehatan Mental. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan setiap
orang yang membacanya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Muhammad Arif Furqon, selaku
pembimbing yang telah memberikan tugas yang bermanfaat ini. Tidak lupa juga ucapan
terima kasih kami berikan kepada teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.

Penulis menyadari dalam penyelesaian makalah ini masih mengalami banyak kesalahan.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, guna memperbaiki
makalah ini.

Malang, 11 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan......................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
1. Kepribadian Sehat....................................................................................................
2. Kesehatan Mental....................................................................................................
3. Sakit Jiwa.................................................................................................................
4. Studi Kasus..............................................................................................................
BAB III PENUTUP...........................................................................................................
A. Kesimpulan..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kepribadian adalah kata yang begitu umum dipakai di dunia Psikologi, kepribadian
seseorang bisa dinilai dari kemampuannya memperoleh reaksi-reaksi dari berbagai orang
dalam berbagai keadaan. Untuk definisi kepribadian hampir bisa dikatakan tidak ada suatu
kesepakatan definisi dari keseluruhan pandangan yang pernah dilontarkan. Menurut allport
(1937) ia menemukan bahwa ada hampir 50 definisi berbeda yang digolongkannya
kedalam sejumlah kategori. Allport sendiri memandang “kepribadian merupakan apa
orang itu sesungguhnya”. Sehat merupakan bagian dari harta manusia yang tak ternilai
harganya. Sehat merupakan anugerah dari Sang Maha Pencipta untuk makhluk hidup
melakukan perbuatan mulia sehingga sehat dapat di pandang indah untuk selalu disandang
oleh individu yang sadar akan hal tersebut.
Sedangkan gangguan jiwa merupakan suatu masalah kesehatan yang masih
sangatpenting untuk diperhatikan, hal itu dikarenakan penderita tidak mempunyai
kemampuan untuk menilai realitas yang buruk. Gejala dan tanda yang ditunjukkan oleh
penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif, gangguan proses pikir, gangguan
kesadaran, gangguan emosi, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh ( Nasir, 2011).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi kepribadian sehat?
2. Bagaimana definisi kesehatan mental?
3. Bagaimana definisi gangguan kejiwaan?
4. Bagaimana studi kasus dari gangguan kejiwaan?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi kepribadian sehat.
2. Mengetahui definisi kesehatan mental.
3. Mengetahui definisi gangguan kejiwaan.
4. Mengetahui studi kasus dari gangguan kejiwaan.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Kepribadian dan Kepribadian Sehat


a. Definisi Kepribadian Sehat
Kepribadian dipahami sebagai pola-pola yang jelas dari perilaku, pikiran, dan
perasaan yang menjadi karakteristik individu dalam penyesuaiannya untuk memenuhi
tuntutan kehidupan (Rathus dan Nevid, 2002). Sedangkan menurut Hahn dan Payne
(2003), Kepribadian Sehat (psychological wellness) merupakan keadaan individu yang
mengarah pada perkembangan yang adekuat dan kemampuan mental yang memiliki
kesesuaian fungsi, sehingga individu mampu mengembangkan kemampuan-
kemampuan mentalnya secara lebih baik.
Erich Fromm menjelaskan bahwa manusia yang berkepribadian sehat adalah
manusia yang produktif (berkarakter produktif), yaitu mereka yang mampu
mengembangkan potensi, memiliki cinta kasih, imaginasi, serta kesadaran diri yang
baik. Sedangkan menurut Allport, individu berkepribadian sehat diistilahkan dengan
mature personality, yang memiliki kemampuan mengembangkan dirinya, memiliki
hubungan interpersonal yang baik, realistis, memiliki filosofi hidup, serta bersikap
berani dan objektif terhadap diri sendiri. Istilah lain dari kepribadian sehat adalah self-
actualize person (Maslow), serta oleh Victor Frankl disebut sebagai The meaning of
people.
b. Ciri-ciri Kepribadian Sehat :
1) Dapat terbebas dari gangguan psikologis dan gangguan mental berat.
2) Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tanpa kehilangan identitas
3) Mampu mengembangkan potensi dan bakat
4) Memiliki keimanan pada Tuhan dan berupaya untuk hidup sesuai ajaran-ajaran
agama yang dianutnya.
c. Konsep-konsep dalam Kepribadian
Sehat Kepribadian sehat merupakan proses yang berlangsung terus-menerus dalam
kehidupan manusia, sehingga kualitasnya dapat menurun atau naik. Hal inilah yang
akan mempengaruhi kondisi kesehatan mental individu tersebut. Berbagai pendekatan
dalam Psikologi juga membahas konsep-konsep kepribadian sehat, antara lain:
1) Teori Psikodinamik. Teori Psikodinamik menjelaskan individu yang memiliki
kepribadian sehat sebagai individu yang:
a) Mampu untuk mencintai & bekerja (lieben und arbeiten) (Freud): individu
mampu peduli pada orang lain secara mendalam, terikat dalam suatu
hubungan yang intim dan mengarahkannya dalam kehidupan kerja yang
produktif. Selain itu, impuls seksual dapat diekspresikan dalam relasi
dengan orang dewasa yang berlainan gender, sedangkan impuls yang lain
tersalurkan dalam kegiatan sosial produktif.
b) Memiliki ego strength ego dari individu yang berkepribadian sehat
memiliki kekuatan mengendalikan dan mengatur id dan superego-nya,
sehingga ekspresi primitif id berkurang dan ekspresi yang sesuai dengan
situasi yang muncul tanpa adanya represi dari ego secara berlebihan.
c) Merupakan creative self (Jung & Adler): mengungkapkan bahwa individu
yang berkepribadian sehat merupakan self yang memiliki kekuatan untuk
mengarahkan perilaku mengembangkan potensi yang dimilikinya.
d) Mampu melakukan kompensasi bagi perasaan inferiornya (Adler): juga
menambahkan bahwa individu haruslah menyadari ketidaksempurnaan
dirinya dan mampu mengembangkan potensi yang ada untuk mengimbangi
kekurangannya tersebut.
e) Memiliki hasil yang positif dalam setiap tahap interaksinya dengan
lingkungan sosial (Erikson): Setiap keberhasilan dalam tiap tahap
psikososial yang diungkap Erikson memberikan kontribusi pada individu
yang sehat kepribadiannya. Misal: bayi akan sangat baik apabila memiliki
kepercayaan dasar, sehingga akan dapat berkegiatan aktif ketika masa
sekolah, dan mampu memahami dirinya ketika remaja, yang akan
membantu mereka menjalin relasi yang intim dengan pasangan setelah
dewasa.

2) Teori Pensifatan (Trait). Teori Pensifatan memiliki asumsi bahwa faktor


herediter mempengaruhi kepribadian seseorang. Hal tersebut membuat teori
trait menjelaskan kepribadian sehat sebagai bentuk kompilasi antara sifat-sifat
yang diturunkan ke individu dengan kemampuan individu menyesuaikan diri
dengan sifat tersebut dan lingkungannya. Pribadi yang sehat adalah individu
yang mampu menemukan potensi positif dalam sifat-sifat yang dimilikinya
serta mengarahkan sifat-sifat yang ada untuk menjadi apa yang diinginkannya.
Adapun bentuk-bentuk penyesuaian dalam perspektif teori trait, dicontohkan
sebagai mereka yang mampu mencari jenis pekerjaan dan aktivitas sosial yang
sesuai dengan sifat-sifat yang dimilikinya.
3) Teori Belajar. Teori belajar mengungkapkan bahwa kepribadian tak dapat
diamati dan diukur, yang dapat diamati dan diukur adalah bagian yang
menyusunnya yaitu tingkah laku. Kepribadian sehat diartikan sebagai
kemampuan individu untuk berperilaku adaptif, yaitu perilaku individu yang
tepat menurut lingkungan dalam proses belajarnya dan menghasilkan
reinforcement. Teori Sosial-kognitif mengungkapkan inidvidu dengan
kepribadian sehat adalah mereka yang memiliki variabel-variabel:
a) banyak melakukan proses belajar-pengamatan
b) mempelajari kompetensi (keterampilan tertentu)
c) akurat dalam melakukan pengkodean situasi tertentu
d) akurat dalam memiliki ekspetansi dan efikasi diri yang positif
e) dapat mengekspresikan emosi dengan baik
f) memiliki sistem regulasi diri yang efisien.
4) Teori Eksistensi-HumanistikFokus dalam pembahasan kepribadian sehat adalah
fungsi dari individu yang sehat secara psikologis. Adapun karakteristiknya
adalah:
a) Mengalami hidup saat ini & masa dating
b) Terbuka terhadap pengalaman baru
c) Mengekspresikan ide dan perasaannya
d) Terlibat dalam aktivitas yang bermakna, memiliki perasaan bermakna serta
mengalami pengalaman puncak
e) Mampu membuat perubahan besar dalam hidupnya, sehingga memiliki cara
dalam menginterpretasikan pengalaman, berjuang menuju tujuan baru, dan
bertindak dengan bebas.
f) Saya adalah saya, yaitu memiliki nilai dan cara sendiri untuk membangun
peristiwa, dan memahami konsekuensi atau Resiko sehingga dapat
mengantisipasi dan mengendalikan situasi tersebut.
2. Kesehatan Mental
Kesehatan mental atau mental health berkenaan dengan kondisi mental yang sehat,
yang tidak sakit. Dalam Webster’s Internasional Dictionary (1964) dirumuskan bahwa
“mental hygiene is the science of psychoses, neurosis, or other personality disturbance”.
Kesehatan yang kata dasarnya sehat mendapat awalan ke dan akhiran an, menyatakan
hal/keadaan, sedangkan sehat berarti bebas dari rasa sakit. Mental berasal dari bahasa
latin yaitu : mens, mentil yang artinya jiwa, roh, nyawa, sukma, semangat. Jadi mental
kondisi diri yang terpadu dari individu, suatu kesatuan respons emosional dan intelektual
terhadap lingkungannya.
Milton G. Thackeray (1970) mendefinisikan kesehatan mental sebagai :”a positive
state on personal mental well-being in which individuals felt basically satisfied with
themselves, their roles in life, and their relationships with others” Ada tiga komponen
utama dalam kesehatan mental, yaitu memiliki rasa diri berharga, merasa puas akan
peranan dalam kehidupannya, dan terjalin hubungan baik dengan orang lain. Perasaan
diri berharga merupakan hal yang sangat penting dalam kesehatan mental sebab
mendasari kondisi dari komponen-komponen kesehatan mental lainnya. Perasaan diri
berharga akan memperkuat keberadaan dirinya dan rasa diri tak berharga akan
menggoyahkan keberadaan dirinya dalam kehidupannya. Seorang yang memiliki
perasaan diri tak berharga, tidak akan memiliki ketenangan hidup, tidak akan memiliki
harapan, banyak diliputi perasaan cemas, ragu, hampa dan bentuk ketaktentuan lainnya.
3. Gangguan Jiwa
a. Definisi Gangguan Jiwa
Secara internasional, penggolongan gangguan jiwa mengacu pada DSM IV.
DSM IV ini dikembangkan oleh para expert dibidang psikistri di Amerika Serikat.
DSM IV ini telah dipakai secara luas terutama oleh para psikiater dalam menentukan
diagnosa gangguan jiwa. Di indonesia para ahli kesehatan jiwa menggunakan PPDGJ
3 sebagai acuan dalam menentukan diagnosa gangguan jiwa. Secara umum gangguan
jiwa dapat dibagi kedalam dua kelompok yaitu gangguan jiwa ringan dan gangguan
jiwa berat.
Menurut American Psychiatric Association atau APA mendefinisikan
gangguan jiwa pola perilaku/ sindrom, psikologis secara klinik terjadi pada individu
berkaitan dengan distres yang dialami, misalnya gejala menyakitkan, ketunadayaan
dalam hambatan arah fungsi lebih penting dengan peningkatan resiko kematian,
penderitaan, nyeri, kehilangan kebebasan yang penting dan ketunadayaan. Gangguan
jiwa adalah bentuk dari manifestasi penyimpangan perilaku akibat distorsi emosi
sehingga ditemukan tingkah laku dalam ketidak wajaran. Hal tersebut dapat terjadi
karena semua fungsi kejiwaan menurun.
Yang termasuk kedalam gangguan jiwa ringan antara lain cemas, depresi,
psikosomatis dan kekerasan sedangkan yang termasuk kedalam gangguan jiwa berat
seperti skizofrenia, manik depresif dan psikotik lainnya. Menurut Hawari (2001),
tanda dan gejala gangguan jiwa ringan (cemas) adalah sebagai berikut:
1) Perasan khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri dan mudah
tersinggung
2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut
3) Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang
4) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan
5) Gangguan konsentrasi dan daya ingat
6) Keluhan-keluhan somatik seperti rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran
berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan,
gangguan perkemihan dan sakit kepala.

Sedangkan tanda dan gejala depresi menurut NIMH USA antara lain:

1) Rasa sedih yang terus-menerus


2) Rasa putus asa dan pesimis
3) Rasa bersalah, tidak berharga dan tidak berdaya
4) Kehilangan minat
5) Energi lemah, menjadi lamban
6) Sulit tidur (insomnia) atau tidur berlebihan (hipersomnia)
7) Sulit makan atau rakus makan (menjadi kurus atau kegemukan)
8) Tidak tenang dan gampang tersinggung

Secara cepat sebenarnya kita dapat mengenali seseorang yang mengalami


gangguan jiwa berat. Mereka yang mengalami gangguan jiwa berat tidak bisa
menjalankan kehidupannya sehari – hari, bicaranya tidak nyambung, sering
berperilaku menyimpang dan terkadang mengamuk. Orang gila yang kita temukan
dijalanan itu biasnya mengalami gangguan jiwa berat. Adapun menurut DSM IV,
tanda dan gejala skizofrenia adalah :

1) Gejala positif yaitu sekumpulan gejala perilaku tambahan yang menyimpang dari
perilaku normal seseorang termasuk distorsi persepsi (halusinasi), distorsi isi pikir
(waham), distorsi dalam proses berpikir dan bahasa dan distorsi perilaku dan
pengontrolan diri.
2) Gejala negatif yaitu sekumpulan gejala penyimpangan berupa hilangnya sebagian
fungsi normal dari individu termasuk keterbatasan dalam ekspresi emosi,
keterbatasan dalam produktifitas berfikir, keterbatasab dalam berbicara (alogia),
keterbatasan dalam maksud dan tujuan perilaku.
b. Penyebab Gangguan Jiwa
Pada umumnya orang awam beranggapan bahwa gangguan jiwa disebabkan
oleh santet atau diguna – guna atau kekuatan supra natural. Akan tetapi sesungguhnya
gangguan jiwa disebabkan oleh banyak faktor yang beriteraksi satu sama lain. Seperti
dapat kita lihat pada bagan dibawah ini

1) Pengalaman traumatis sebelumnya


Sebuah survey yang dilakukan oleh Whitfield, Dubeb, Felitti, and Anda (2005) di
San Diego, Amerika Serikat selama 4 tahun terhadap 50,000 pasien psychosis
menemukan sebanyak 64% dari responden pernah mengalami trauma waktu
mereka kecil (sexual abuse, physical abuse, emotional abuse, and substance
abuse). Penelitian lain yang gangguan jiwa Biologis Psikoedukasi Pemahaman
dan keyakinana agama kurang Koping tidak konstruktif Stressor psikososial
Pengalaman traumatis dilakukan oleh Hardy et al. (2005) di UK terhadap 75
pasien psychosis menemukan bahwa ada hubungan antara kejadian halusinasi
dengan pengalaman trauma. 30,6% mereka yang mengalami halusinasi pernah
mengalami trauma waktu masa kecil mereka
2) Faktor biologi.
a. Faktor Genetik.Hingga saat ini belum ditemukan adanya gen tertentu yang
menyebabkan terjadinya gangguan jiwa. Akan tetapi telah ditemukan adanya
variasi dari multiple gen yang telah berkontribusi pada terganggunya fungsi
otak (Mohr, 2003). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh National Institute
of Health di Amerika serikat telah menemukan adanya variasi genetik pada
33000 pasien dgn diagnosa skizofrenia, Autis, ADHD, bipolar disorder dan
mayor deppressive disorder. (NIH, USA, 2013). Penelitian tersebut
menemukan bahwa Variasi CACNA1C dan CACNB2 diketahui telah
mempengaruhi circuitry yang meliputi memori, perhatian, cara berpikir dan
emosi (NIH, USA, 2013). Disamping itu juga telah ditemukan bahwa dari
orang tua dan anak dapat menurunkan sebesar 10%. Dari keponakan atau
cucu sebesar 2 – 4 % dan saudara kembar identik sebesar 48 %.
b. Gangguan sturktur dan fungsi otak. Menurut Frisch & Frisch (2011),
Hipoaktifitas lobus frontal telah menyebabkan afek menjadi tumpul, isolasi
sosial dan apati. Sedangkan gangguan pada lobus temporal telah ditemukan
terkait dengan munculnya waham, halusinasi dan ketidak mampuan
mengenal objek atau wajah. Gangguan prefrontal pada pasien skizofrenia
berhubungan dengan terjadinya gejala negatif seperti apati, afek tumpul serta
miskin nya ide dan pembicaraan. Sedangkan pada bipolar disorder, gangguan
profrontal telah menyebabkan munculnya episode depresi, perasaan tidak
bertenaga dan sedih serta menurunnya kemampuan kognitif dan konsentrasi.
Dsifungsi sistim limbik berkaitan erat dengan terjadinya waham , halusinasi,
serta gangguan emosi dan perilaku. Penelitian terbaru menemukan penyebab
AH adanya perubahan struktur dalam sirkuit syaraf yaitu adanya kerusakan
dalam auditory spatial perception (Hunter et all,2010)
c. Neurotransmitte. Menurut Frisch & Frisch (2011), Neurotransmiter adalah
senyawa organik endogenus membawa sinyal di antara neuron.
Neurotransmitter terdiri dari:
 Dopamin. Berfungsi membantu otak mengatasi depresi, meningkat-kan
ingatan dan meningkatkan kewaspadaan mental.
 Serotonin. Pengaturan tidur, persepsi nyeri, mengatur status mood dan
temperatur tubuh serta berperan dalam perilaku aggresi atau marah dan
libido.
 Norepinefrin. Fungsi utama adalah mengatur fungsi kesiagaan, pusat
perhatian dan orientasi; mengatur “fight-flight”dan proses pembelajaran
dan memory.
 Asetilkolin: mempengaruhi kesiagaan, kewaspadaan, dan pemusatan
perhatian.
 Glutamat: pengaturan kemampuan memori dan memelihara fungsi
automatic.
3) Faktor psikoedukasi
Faktor ini juga tidak kalah pentingnya dalam kontribusinya terhadap terjadinya
gangguan jiwa. Sebuah penelitian di Jawa yang dilakukan oleh Pebrianti,
Wijayanti, dan Munjiati (2009) menemukan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara tipe pola asuh keluarga dengan kejadian Skizofrenia. Sekitar 69
% dari responden (penderita skizofrenia) diasuh dengan pola otoriter, dan sekitar
16,7 % diasuh dengan pola permissive. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Erlina, Soewadi dan Pramono si Sumatra Barat tentang determinan faktor
timbulnya skizofrenia menemukan bahwa pola asuh keluarga patogenik
mempunyai risiko 4,5 kali untuk mengalami gangguan jiwa skizofrenia
dibandingkan dengan pola asuh keluarga tidak patogenik. Adapun yang mereka
maksud dengan pola suh patogenik tersebut antara lain :
a) Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya.
b) Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus
tunduk saja”.
c) Sikap penolakan terhadap kehadiran si anak (rejected child).
d) Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi
e) Penanaman disiplin yang terlalu keras
f) Penetapan aturan yang tidak teratur atau yang bertentangan
g) Adanya perselisihan dan pertengkaran antara kedua orang tua
h) Perceraian
i) Persaingan dengan sibling yang tidak sehat
j) Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral)
k) Perfeksionisme dan ambisi (cita-cita yang terlalu tinggi bagi si anak)
l) Ayah dan atau ibu mengalami gangguan jiwa (psikotik atau non-psikotik).

4. Studi Kasus
Mengutip dari bbc.com seorang remaja yang depresi hingga berkali-kali mencoba
bunuh diri, lebih jelasnya sebagai berikut;

Untuk mengetahui motif dan penyebab remaja memutuskan mencoba bunuh diri,
wartawan BBC News Indonesia, Jerome Wirawan, menjumpai seorang penyintas
bunuh diri. Sebut saja Dina, 20 tahun.
Pengakuan Dina, pemikiran bunuh diri pertama saat SMP
Pemikiran pertama bunuh diri pertama kali tercetus waktu aku SMP. Saat itu kondisi
keluargaku sedang tidak baik. Mamaku meninggal dunia, kemudian papaku menikah
lagi. Aku juga tidak dekat dengan kakakku. Aku benar-benar merasa sendiri, tidak
punya siapa-siapa. Aku terpikir, 'apa aku menyusul mama saja ya?'
Namun, saat itu aku mengurungkan niat melalukan bunuh diri karena merasa masih
punya masa depan. Aku belum mencicipi masa depan. Lagipula, saat itu belum
ada trigger yang benar-benar kencang.
Pemikiran bunuh diri muncul lagi setelah SMA. Saat itu aku gagal kuliah ke Jepang.
Terus aku mendaftar ke kampus yang aku inginkan, tapi ditolak. Akhirnya aku masuk
ke kampus yang sekarang sedang kujalani. Nggak sesuai dengan rencana di pikiranku.
Dan di situ pecahlah segalanya.
Lingkungan kampus jauh berbeda ketimbang waktu aku SMP dan SMA. Aku nggak
punya teman sama sekali, nggak punya support system, stres banget. Aku merasa 'jadi
begini ya rasanya nggak punya teman, hidup nggak adayangmembutuhkan, nggak ada
yang menemani'.

Kesendirian itu nggak enak sama sekali. Ditambah aku didiagnosa bipolar.


Aku nggak punya teman untuk cerita, nggak punya siapa-siapa. Bahkan waktu itu
keluargaku nggak tahu aku bipolar.
Selama aku menjalani pengobatan di rumah sakit, aku pakai uangku sendiri untuk
menutupi.
Saat itu aku merasa ada stigma negatif dari keluarga dan dari masyarakat bahwa
mencari bantuan [kesehatan jiwa] itu gila, mencari bantuan itu kurang iman. Aku
malas mendengar perkataan itu, jadi aku memilih diam.

Dalam kasus di atas, menyebutkan bebrapa hal yang membuat Dina


mengalami gangguan mental hingga terdiagnosis gangguan bipolar, di antaranya:
-Kehilangan orang terdekat(yaitu ibunya yang meninggal, ayahnya yang menikah
dengan orang lain) dan merasa bahwa dirinya sendirian.
-Harapannya untuk kuliah di luar negeri tidak tercapai, dan ekspektasi perkuliahan
saat ini tidak sesuai ekspektasinya.
-Tidak memiliki support system, membuat Dina kehilangan makna hidupnya.
Hal-hal tersebut berdampak terhadap kepribadian dan kesehatan mental Dina.
Ketertutupannya juga menjadi masalah, untuk membuat relasi dengan orang-orang
sekitar(hubungan interpersonal), namun hal positifnya Dina tahu bagaimana untuk
menangani keadaannya. Hal ini dibuktikan dengan Dina yang mencari bantuan ke
rumah sakit. Sehingga hal-hal negatif yang diakibatkan dari keadaannya tereduksi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kepribadian yang sehat adalah manusia yang produktif (berkarakter produktif), yaitu
mereka yang mampu mengembangkan potensi, memiliki cinta kasih, imaginasi, serta
kesadaran diri yang baik. Sedangkan menurut Allport, individu berkepribadian sehat
diistilahkan dengan mature personality, yang memiliki kemampuan mengembangkan
dirinya, memiliki hubungan interpersonal yang baik, realistis, memiliki filosofi hidup,
serta bersikap berani dan objektif terhadap diri sendiri.
Ada tiga komponen utama dalam kesehatan mental, yaitu memiliki rasa diri berharga,
merasa puas akan peranan dalam kehidupannya, dan terjalin hubungan baik dengan orang
lain. Perasaan diri berharga merupakan hal yang sangat penting dalam kesehatan mental
sebab mendasari kondisi dari komponen-komponen kesehatan mental lainnya. Perasaan
diri berharga akan memperkuat keberadaan dirinya dan rasa diri tak berharga akan
menggoyahkan keberadaan dirinya dalam kehidupannya.
Menurut American Psychiatric Association atau APA mendefinisikan gangguan jiwa
pola perilaku/ sindrom, psikologis secara klinik terjadi pada individu berkaitan dengan
distres yang dialami, misalnya gejala menyakitkan, ketunadayaan dalam hambatan arah
fungsi lebih penting dengan peningkatan resiko kematian, penderitaan, nyeri, kehilangan
kebebasan yang penting dan ketunadayaan. Gangguan jiwa adalah bentuk dari manifestasi
penyimpangan perilaku akibat distorsi emosi sehingga ditemukan tingkah laku dalam
ketidak wajaran. Hal tersebut dapat terjadi karena semua fungsi kejiwaan menurun.
DAFTAR PUSTAKA

Erlina, Soewadi dan Pramono, D (2010). Determinan terhadap timbulnya skizofrenia pada
pasien rawat jalan di rumah sakit jiwa H.B Saanin. Padang Sumbar. Jurnal berita
kedokteran masyarakat. 26(2): 63 – 70

Frisch N., & Frisch A. (2011). Psychiatric mental health nursing. 4 ed. Australia: Delmar
CENGAGE learning.Hawari, Dadang.2001. Manajemen Strees, Cemas, dan Depresi.
Jakarta : Gaya Baru.

Hawari. Pendekatan holistik pada skizofrenia. Jakarta: Gaya Baru publishing; 2005.Soewadi.
Ilmu kedokteran jiwa bahan kuliah kedokteran. Fakultas Kedokteran. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada Press; 1990.

Pebrianti, S., Wijayanti, R., dan Munjiati (2009). Hubungan tipe pola asuh keluarga dengan
kejadian skizofrenia. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of
Nursing), Volume 4 (1).

Wirawan, Jerome. (2020). Penuturan remaja yang mencoba bunuh diri saat SMP: 'Stigma
kurang iman salah besar. Mereka tidak tahu betapa orang itu sudah berjuang'.
BBC.com. https://www.bbc.com/indonesia/majalah-51470180 diakses tanggal 11
Maret 2021.

Anda mungkin juga menyukai