Anda di halaman 1dari 5

PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER MENUJU ERA DIGITALISASI PADA MATA PELAJARAN

IPS

RR. Ani Anjarwati


Mahasiswa Pascasarjana Prodi Pendidikan IPS
Universitas Lambung Mangkurat

Abstrak
Pendidikan karakter merupakan usaha yang disengaja untuk membantu seseorang
memahami segala sifat- sifat kejiwaan, akhlak, watak yang mampu menjadikan seseorang
sebagai manusia yang berkarakter (Megawangi: 2007). Meski demikian, hal itu perlu
diperkuat guna mempertahankan ciri nasional dan bangsa di era modern revolusi ini..
Revolusi industri 4.0 juga berdampak pada dunia pendidikan di Indonesia, dimulai dengan
digitalisasi sistem pendidikan yang mengharuskan setiap komponen dalam bidang pendidikan
untuk mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Salah satu contoh adalah sistem
pembelajaran tatap muka di dlam kelas digantikan melalui sistem pembelajaran secara tidak
langsung atau melalui jaringan internet. Kurangnya pemahaman mengenai pendidikan
karakter ini juga berdampak terhadap lunturnya identitas bangsa Indonesia, nilai-nilai luhur
bangsa Indonesia mulai ditinggalkan oleh anak-anak kita. Tulisan ini bertujuan untuk
memberikan solusi agar tujuan dari pembelajaran IPS tetap menjadi insan yang berkarakter
diera revolusi industri 4.0 ini. Adapun penguatan pendidikan karakter di era Revolusi Industri
4.0 dapat dilakukan dengan mengintegrasikan kegiatan kelas, di luar kelas sekolah dan di luar
sekolah (komunitas / komunitas). Integrasikan aktivitas di dalam kelas, ekstrakurikuler, dan
ekstrakurikuler; kemudian penyelerasan dapat berupa penyesuaian tugas pokok guru,
Manajemen Berbasis Sekolah, dan fungsi Komite Sekolah dengan kebutuhan Gerakan
Penguatan Pendidikan Karakter.
Kata kunci: Penguatan Pendidikan Karakter, Era Digitalisasi, Pelajaran IPS

A. Latar belakang
Saat kami tiba, hampir semua area digerakkan oleh teknologi (terutama Internet). Orang
sudah biasa menyebutnya era digital, bahkan pemerintah sudah menyatakan ingin merevolusi
semua industri ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu Industri 4.0.
Revolusi Industri 4.0 juga berdampak pada dunia pendidikan di Indonesia, yang
pertama adalah digitalisasi sistem pendidikan yang menuntut setiap elemen di bidang
pendidikan untuk beradaptasi dengan perubahan. Di bidang pendidikan, Revolusi Industri 4.0
telah berdampak positif bagi kemajuan dan perkembangan sistem pembelajaran kita, namun
apabila kita tidak mampu menjawab tantangan zaman sekarang, maka akan berdampak
negatif pula pada sektor pendidikan kita. Dampak negatif yang kita lihat saat ini adalah
generasi penerus kita (dalam hal ini anak usia sekolah) kurang memiliki kemampuan untuk
memperkuat pendidikan karakter.
Kurangnya pendidikan karakter juga berdampak pada semakin merosotnya jati diri
bangsa Indonesia, dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia mulai ditinggalkan oleh generasi
muda kita. Hal tersebut menimbulkan berbagai permasalahan di bidang pendidikan yang
menghambat perkembangan kualitas pendidikan itu sendiri. Dimulai dengan munculnya
radikalisme secara langsung atau melalui media sosial, pertengkaran antar sekolah, perilaku
kriminal anak usia sekolah, merosotnya nilai-nilai budaya bangsa pada generasi muda,
intoleransi antar sesama dan diskriminasi dalam lingkungan pendidikan saat ini.
Artikel ini bertujuan untuk memberikan solusi bagi masyarakat yang menjaga
1
individualitasnya di era Revolusi Industri 4.0 ini. Karena kita harus mengikuti perkembangan
zaman, meskipun tidak ada karakter, kita tidak perlu berubah.

B. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka, rangkaian penelitian yang berkaitan
dengan metode pengumpulan data perpustakaan, atau penelitian yang menggali objek
penelitian melalui berbagai informasi perpustakaan (buku, ensiklopedia, jurnal ilmiah, surat
kabar, majalah, dan dokumen) (Nana Syaodih. 2009)
Fokus penelitian perpustakaan adalah untuk menemukan berbagai teori, hukum,
proposisi, prinsip atau gagasan yang digunakan untuk menganalisis dan memecahkan
masalah penelitian yang diajukan. Inti dari penelitian ini adalah analisis deskriptif, yaitu data
yang diperoleh diuraikan secara teratur, kemudian dipahami dan dijelaskan sehingga pembaca
dapat memahaminya dengan benar.

C. Pembahasan
a. Penguatan Pendidikan Karakter
Kata karakter diambil dari karakter bahasa Inggris, dan juga berasal dari bahasa Yunani
charaissein, yang berarti "ukiran" (Munir: 2010). Ciri utama dari ukiran adalah melekat erat
pada objek ukiran. Tidak mudah aus seiring waktu dan tidak akan aus karena gesekan.
Menghapus sebuah ukiran sama dengan menghapus objek yang diukir.
Kepribadian itu sama dengan kepribadian atau moralitas. Kepribadian merupakan ciri,
ciri atau ciri seseorang yang bersumber dari bentukan lingkungannya, seperti sejak kecil dan
keluarga kandung (Moon: 2013). Berdasarkan pandangan di atas, Direktur Jenderal
Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia berkeyakinan bahwa karakter
dapat dimaknai sebagai satu kesatuan yang melekat dan dapat dikenali ciri-ciri pribadi dalam
perilaku seseorang.Hal ini bersifat unik, artinya dapat membedakan satu orang dengan orang
lain. fitur. (Mulyasa: 2011).
Untuk pendidikan karakter, ini merupakan karya kesengajaan yang dirancang untuk
membantu seseorang memahami semua ciri psikologis, moral, dan karakter yang menjadikan
seseorang berkarakter (Megawangi: 2007). Meski demikian, hal itu perlu diperkuat guna
mempertahankan ciri nasional dan bangsa di era modern revolusi ini.
Selain kelanjutan dan kelanjutan Gerakan Pendidikan Karakter Bangsa 2010,
Kampanye Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) juga menjadi bagian tak terpisahkan dari
Nawacita. Dalam hal ini, poin kedelapan "Navasita: Revolusi Karakter Bangsa dan Gerakan
Revolusi Spiritual" bertujuan untuk mendorong semua pemangku kepentingan melakukan
perubahan paradigma, yaitu mengubah mentalitas dan perilaku mengelola sekolah.
Oleh karena itu gerakan PPK memandang nilai-nilai karakter sebagai jenjang
pendidikan yang paling dalam, membudayakan dan membudayakan peserta pendidikan.
Terdapat lima nilai peran utama yang saling terkait untuk membentuk jaringan nilai, yang
perlu dikembangkan sebagai prioritas gerakan PPK. Lima nilai utama kebangsaan adalah
sebagai berikut:

1. Religius
Nilai moral agama berupa pengabdian, kejujuran, keikhlasan dan tanggung jawab dapat
ditanamkan pada diri siswa melalui model, model internal dan eksternal (Qomaria.N 2013)
2. Nasionalis
Nilai karakter nasionalis adalah cara berfikir, berperilaku dan berperilaku,
menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghormatan yang tinggi terhadap bahasa, tubuh,
masyarakat, budaya, ekonomi, dan lingkungan politik negara, sehingga kepentingan negara
lebih tinggi daripada kepentingannya sendiri dan Kepentingan kelompoknya. Nilai-nilai
sekunder nasionalis meliputi apresiasi terhadap budaya negara sendiri, pelestarian kekayaan
2
budaya negara, kesediaan untuk berkorban, superioritas dan prestasi, cinta tanah air,
perlindungan lingkungan, kepatuhan terhadap hukum, disiplin, penghormatan terhadap
keragaman budaya, ras dan agama.
3. Mandiri
Nilai karakter mandiri tidak bergantung pada sikap dan perilaku orang lain, mereka
akan menghabiskan seluruh tenaga, pikiran, dan waktu untuk mewujudkan harapan, impian
dan cita-citanya. Sub-nilai independen meliputi etika profesional (ketekunan), ketangguhan,
efektivitas tempur, profesionalisme, kreativitas, keberanian, dan pembelajar seumur hidup.
4. Gotong Royong
Nilai karakteristik gotong royong mewujudkan perilaku menghargai semangat gotong
royong dan bekerja sama untuk memecahkan masalah bersama, menjalin komunikasi dan
persahabatan, serta memberikan bantuan kepada yang membutuhkan. Sub nilai gotong
royong meliputi rasa hormat, kerja sama, toleransi, komitmen terhadap keputusan bersama,
musyawarah mufakat, bantuan, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan
sikap sukarela.
5. Integritas
Nilai karakter integritas adalah nilai yang dilandasi oleh perilaku yang dilandasi oleh
upaya menjadikan diri sendiri sebagai pribadi yang dapat dipercaya dalam perkataan, perilaku
dan pekerjaan, serta memiliki komitmen dan loyalitas terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan
moral (moral integrity). Ciri integritas antara lain adalah rasa tanggung jawab sebagai warga
negara, berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial melalui tindakan berbasis kebenaran dan
konsistensi tutur. Sub nilai integritas meliputi kejujuran, cinta akan kebenaran, kesetiaan,
komitmen moral, antikorupsi, keadilan, tanggung jawab, teladan dan penghormatan terhadap
martabat pribadi (khususnya bagi penyandang disabilitas).
Lima nilai utama karakter bukanlah nilai berdiri dan berkembang secara mandiri, tetapi
nilai interaksi timbal balik yang berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan
individu. Nilai-nilai agama merupakan cerminan dari keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, yang sepenuhnya diwujudkan dalam bentuk ibadah menurut agama dan
keyakinan masing-masing serta bentuk kehidupan antar kelompok, masyarakat dan bangsa.
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, nilai-nilai agama tersebut merupakan nilai-
nilai dasar kebangsaan, kemandirian, gotong royong dan integritas, dan telah dimasukkan ke
dalamnya.

b. Era Digitalisasi
Era digitalisasi adalah sebuah masa atau zaman dimana hampir seluruh bidang dalam
tatanan kehidupan sudah dibantu dengan teknologi digital. Istilah ini juga bisa di artikan
sebagai munculnya teknologi digital yang menggantikan teknologi-teknologi yang
sebelumnya sudah digunakan (mekanik dan elektronik analog) oleh manusia. Era digital
adalah era yang serba menggunakan teknologi.
Salah satu contoh paling dekat dan pastinya semua orang tahu adalah bagaimana
internet telah mengubah banyak hal. Tidak hanya bagaimana cara kita dalam berkomunikasi
dan berinteraksi, namun juga berhasil memperngaruhi landcape bisnis yang ada di Indonesia,
bahkan juga dunia.
Peralihan dari teknologi analog ke teknologi mekanik digital dan teknologi elektronik
telah disambut dengan baik oleh publik, dan perkembangan teknologi yang pesat telah
membuat kami merasakan banyak kenyamanan tanpa adanya batasan yang lebih. Hal-hal
lokal seperti masa lalu telah bergeser ke skala yang lebih besar, bahkan global. Kita dapat
dengan mudah berkomunikasi, membeli, dan mempelajari berita secara geografis jauh dari
tempat tinggal kita dan masih banyak kemudahan lainnya.

3
Pada awal abad ke-20, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat
melahirkan kendali otomatis atas teknologi informasi dan proses produksi. Mesin industri
tidak lagi dikendalikan oleh manusia, melainkan menggunakan pengontrol logika terprogram
(PLC) atau sistem otomasi berbasis komputer. Akibatnya biaya produksi menjadi semakin
murah dan murah. Teknologi informasi juga semakin maju, termasuk teknologi kamera yang
terintegrasi dengan ponsel dan industri kreatif yang berkembang di industri musik menyusul
ditemukannya musik digital. Kemajuan teknologi pada akhir abad ke-20 memberikan nilai
tambah yang substansial pada status Kozma (di Abbas pada tahun 1994, 2014: 229), dan
sebenarnya memberikan lebih banyak atribut. Jika mereka tidak dapat ditiru di kelas
tradisional, ini Atribut akan sangat berharga. Umumnya setiap kali Anda menggunakan media
pembelajaran, media pembelajaran dapat membantu Anda mempelajari atau menambah
pemahaman Anda terhadap materi yang diajarkan. Tentunya membantu pembelajaran dengan
menciptakan komunikasi menjadikannya sebuah proses yang menantang yang biasanya
membutuhkan upaya kreatif untuk mencapai berbagai tujuan pembelajaran. Selain itu media
pembelajaran dapat menarik perhatian, menumbuhkan minat, menyesuaikan suasana belajar
dan mendorong masyarakat menerima suatu gagasan (Abbas, 2014: 232).
Dalam konteks pembelajaran IPS, banyak media yang dapat digunakan. Karena
banyaknya ragam media yang dapat digunakan, maka berbagai klasifikasi dapat dibuat
berdasarkan kategori tertentu (Abbas, 2014: 234-237). 1. Menurut pemakaian Menurut
tujuannya, media pembelajaran dibedakan menjadi: a) Media yang tidak diproyeksikan (tidak
diproyeksikan). Berisi: whiteboard, pictures, maps, globe, photos, model (model), sketches,
chart, diagram. b) Media proyeksi (proyeksi). Termasuk: slide, slide, proyektor (OHP,
proyeksi mikro). 2. Berdasarkan atas gerakannya
Berdasarkan atas gerakannya, media pengajaran dapat dipilah kepada:
a) Media yang tidak bergerak (still). Terdiri dari: filmstrip, OHP, micro projector.
b) Media yang bergerak (motion). Terdiri dari: film loop, TV, Video tape, dan
sebagainya.
3. Berdasarkan fungsinya Menurut fungsinya, media pembelajaran dibedakan menjadi: a)
Media visual, media yang digunakan untuk melihat, seperti gambar, foto, bagan, skema,
grafik, film, dan slide. b) Media audio, yaitu media yang dapat didengar, seperti: radio, LP,
perekam. c) Kombinasi a dan b: Misalnya, film, TV, kaset video d) Media cetak: seperti
barang cetakan, buku, koran, majalah, buletin. e) Media pembayaran, seperti papan tulis,
papan buletin, papan flanel. f) Pengalaman nyata dan artifisial, seperti magang, permainan,
karyawisata, drama, simulasi. Sistem multimedia Istilah multimedia memiliki sejarah puluhan
tahun (Brown, Lewis and Harclerod, 1973, Abbas, 2014: 239-240).
Secara umum kapanpun media pembelajaran akan digunakan, media pembelajaran
dapat membantu pembelajaran atau meningkatkan pemahamanterhadap materi yang
diajarkan. Tentunya melalui komunikasi yang tercipta untuk membantupembelajaran
sehingga menjadi proses yang menantang, sering menghendaki upaya-upaya kreatif untuk
mencapai beragam tujuan pembelajaran.(ilham.M dan Abbas E.W)

D. PENUTUP

Dengan penguatan nilai-nilai pendidikan karakter yang benar, diharapkan generasi


muda Indonesia sebagai penerus bangsa dapat mengatasi berbagai tantangan pendidikan era
revolusi industri 4.0. Membentuk generasi muda yang memiliki kreativitas, kemampuan
berinovasi, berkarakter, berintegritas, dan berjiwa toleran, inilah nilai jati diri bangsa sebagai
bangsa Indonesia dengan keanekaragaman budaya yang beragam.

4
REFERENSI
Abbas, Ersis Warmansyah. (2013). Mewawancarakan Pendidikan IPS. Bandung: WAHANA Jaya
Abadi
Ilham, Muhammad, and Ersis Warmansyah Abbas. "Media digital untuk E-Learning IPS."
Abdullah Munir. 2010. Pendidikan Karakter Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah.
Yogyakarta: Pedagogia. Endah Sulistyowati. 2012. Implementasi Kurikulum Pendidikan
Karakter. Yogyakarta: Citra Aji Parama.
Fatchul Mu’in. 2013. Pendidikan Karakter Kontruksi Teoretik & Praktik.
Jakarta: Ar-Ruzz Media. Mulyasa. 2011. Manajemen Pendidikan Karakter.
Jakarta: Bumi Aksara.
Rahman. Abdul, dkk. Pendidikan Multikultural: Penguatan Identitas Nasional Di Era Revolusi Industri
4.0. Dalam jurnal di download https://siar.com/era-revolusi-industri-4-0-harus-diikuti-
penguatan-pendidikan-karakter/
Ratna Megawangi. 2007. Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa. Cetakan
Kedua. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.
Mutiani, M. (2020). Membangun Komunitas Belajar Melalui Lesson Study Model Transcript Based
Learning Analysis (TBLA) dalam Pembelajaran Sejarah.
Qomaria, N. (2013). Telaah Nilai Religius dalam Kumpulan Puisi Surat Cinta Dari Aceh Karya Syeh
Khalil. Jurnal Artikulasi, 10(2).

Anda mungkin juga menyukai