Anda di halaman 1dari 54

MAKALAH BIOKIMIA HORMON DAN PERANANNYA DALAM METABOLISME

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah “Biokimia”.

DOSEN PENGAMPU:
Hadi Kusuma Atmaja, SST.,M.Kes

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:


I Gusti Ayu Devi Ariani P07120420018
Irmayani Amalia P07120420020
Lalu Ferdian Rifki Purnama P07120420022
M Salim Wahyudi P07120420023
M. Fatoni Hakim P07120420024
Mona Vadia Putri Anjani P07120420025
Muhammad Rifki P07120420026
Muhammad Saiban Amrulloh P07120420027
Ni Luh Sinta W.P. P07120420028
Nirwati Irmayanti P07120420029
Nova Saptiana P07120420030
Nur Fajriati P07120420031
Nurafifa Mustaram P07120420032
Nurpaizah P07120420033
Nurul Hidayah P07120420034

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN PENDIDIKAN PROFESI
T.A. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Pertama-tama puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-
baiknya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi terakhir, penutup para
nabi yang sekaligus menjadi uswatun hasanah kita, Nabi Muhammad SAW. Terimakasih
kami sampaikan kepada Bapak Hadi Kusuma Atmaja, SST.,M.Kes selaku dosen mata kuliah
Biokimia. Selanjutnya terimakasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dan yang telah mensuport kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Pada makalah ini kami menyajikan penjelasan mengenai hormon dan perananya
dalam metabolisme. Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selaku para penulis. Semoga dengan
membaca makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan
diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan
sebagaimana mestinya.

Mataram, 17 Februari 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................iii

DAFTAR ISI TABEL ....................................................................................................iv

DAFTAR ISI GAMBAR ................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1

A. Latar Belakang .........................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan ....................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................4

A. Pengertian Hormon ..................................................................................................4


B. Klasifikasi Hormon ..................................................................................................5
C. Fungsi dan Peran Hormon ........................................................................................6
D. Mekanisme Kerja Hormon .......................................................................................9
E. Sifat-Sifat Hormon .................................................................................................10
F. Hormon dan Peranannya dalam Metabolisme .......................................................10
G. Gangguan Proses Penyerapan Glukosa pada Penyakit Diabetes Mellitus
Tipe 2 ......................................................................................................................38

BAB III PENUTUP ......................................................................................................45

A. Kesimpulan .............................................................................................................45
B. Saran .......................................................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................48

iii
DAFTAR ISI TABEL

1.1 Produksi ATP oleh siklus asam nitrat ................................................................. 32

iv
DAFTAR ISI GAMBAR

Gambar 1. Diagram metabolisme kabohidrat, lemak dan protein...........................12

Gambar 2. Gambar interaksi hormon insulin dan glukagon ...................................17

Gambar 3. Molekul glikogen. A: struktur umum, B: pembesaran struktur pada

sebuah titik cabang .......................................................................................................19

Gambar 4. Lintasan glikolisis ......................................................................................22

Gambar 5. Lintasan glikogenesis dan glikogenolisis di dalam hati .........................26

Gambar 6. Lintasan Utama dan pengaturan glukoneogenesis ................................29

Gambar 7. Metabolisme propionat .............................................................................30

Gambar 8. Siklus asam karbosilat ..............................................................................31

Gambar 9. Diagram regulasi glokosa .........................................................................34

Gambar 10. Gambar penyerapan glukosa oleh jaringan otot .................................38

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Organisme multiseluler memerlukan mekanisme untuk komunikasi antar
selagar dapat memberi respon dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan
eksternaldan internal yang selalu berubah.Sistem Endokrin dan susunan saraf
merupakan alat utama dimana tubuh mengkomunikasikan antara berbagai jaringan
dan sel. Sistem saraf sering di pandang sebagai pembawa pesan melalui sistem
stuktural yang tetap.
Sistem Endokrim dimana berbagai macam “Hormon” di sekresikan oleh
kelenjar spesifik, di angkut sebagai pesan yang bergerak untuk bereaksi pada sel
atau organ targetnya (definisiklasik dari hormon). Hormon beredar di dalam
sirkulasi darah dan fluida sel untuk mencari seltarget. Ketika hormon menemukan
sel target, hormon akan mengikat protein reseptortertentu pada permukaan sel
tersebut dan mengirimkan sinyal.Reseptor protein akan menerima sinyal tersebut
dan bereaksi baik dengan mempengaruhi ekspresi genetik sel atau mengubah
aktivitas protein selular, termasuk di antaranya adalah perangsangan atau
penghambatan pertumbuhan serta apoptosis (kematian sel terprogram),
pengaktifan atau penonaktifan sistem kekebalan, pengaturan metabolisme dan
persiapan aktivitas baru (misalnya terbang, kawin, danperawatan anak), atau fase
kehidupan (misalnya pubertas dan menopause) .Pada banyak kasus, satu hormon
dapat mengatur produksi dan pelepasan hormon lainnya.Hormon juga
mengatursiklus reproduksi pada hampir semua organisme multiselular.
Hormon adalah suatu zat kimia yang bertugas sebagai pembawa pesan
(chemical messenger) disekresikan oleh sejenis jaringan, dalam jumlah yang

1
sangat kecil dan dibawa oleh darah menuju target jaringan di bagian lain dari
tubuh untuk merangsang aktivitas biokimia atau fisiologi yang khusus.
Endokrinologi, suatu cabang ilmu biomedis yang mempelajari hormon dan
aktivitasnya, merupakan salah satu bidang biokimia yang sangat menarik karena
beberapa pemahaman baru berasal dari bidang ini. Lagi pula, karena perubahan
dalam kerja hormon dapat menimbulkan penyakit, maka endokrinologi juga
merupakan suatu cabang ilmu biokimia yang kegunaannya dapat dilihat secara
langsung.
Berbagai macam hormon sudah diketahui dan banyak lagi yang
ditemukan. Selain mengatur beberapa aspek metabolisme, hormon juga
mempunyai fungsi yang lain yaitu mengatur pertumbuhan sel dan jaringan, denyut
jantung, tekanan darah, fungsi ginjal, pergerakan saluran gastrointestinal, sekresi
enzim-enzim pencernaan, laktasi dan sistem reproduksi.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan hormon?
2. Bagaimana klasifikasi hormon?
3. Apakah fungsi dan peran hormon?
4. Bagaimana mekanisme kerja hormon?
5. Bagaimana sifat-sifat hormon?
6. Jelaskan jenis-jenis hormon dan peranannya dalam metabolisme
7. Jelaskan salah satu penyakit yang berhubungan dengan peranan hormon
dalam metabolisme

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian hormon.
2
2. Untuk mengetahui klasifikasi hormon.
3. Untuk mengetahui fungsi dan peran hormon.
4. Untuk mengetahui mekanisme kerja hormon.
5. Untuk mengetahui sifat-sifat hormon.
6. Untuk mengetahui jenis-jenis hormon dan peranannya dalam metabolisme.\
7. Untuk mengetahui penyakit yang berhubungan dengan peranan hormon
dalam metabolisme.

D. Manfaat Penulisan
1. Mampu mengetahui dan memahami pengertian hormon.
2. Mampu mengetahui dan memahami klasifikasi hormone.
3. Mampu mengetahui dan memahami fungsi dan peran hormon.
4. Mampu mengetahui dan memahami mekanisme kerja hormon.
5. Mampu mengetahui dan memahami sifat-sifat hormon.
6. Mampu mengetahui dan memahami jenis-jenis hormon dan peranannya
dalam metabolisme.
7. Mampu mengetahui dan memahami penyakit yang berhubungan dengan
peranan hormon dalam metabolisme.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hormon
Hormon adalah zat kimia yang diproduksi oleh kelenjar endokrin yang
mempunyai efek tertentu pada aktifitas organ-organ lain dalam tubuh. Hormon
adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin atau kelenjar buntu.
Kelenjar ini merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran sehingga
sekresinya akan masuk aliran darah dan mengikuti peredaran darah ke seluruh
tubuh. Apabila sampai pada suatu organ target , maka hormon akan merangsang
terjadinya perubahan . pada umumnya pengaruh hormon berbeda dengan saraf.
Perubahan yang dikontrol oleh hormon biasanya merupakan perubahan yang
memerlukan waktu panjang.Contohnya pertumbuhan dan pemasakan seksual.
Hormon (dari bahasa yunani yaitu hman “yang menggerakan”) adalah
pembawa pesan kimiawi antar sel atau antar kelompok sel. Semua organisme
multiselular , termasuk tumbuhan memproduksi hormon. Hormon berfungsi untuk
memberikan sinyal ke sel target yang selanjutnya akan melakukan suatu tindakan
atau aktivitas tertentu.
Pada prinsipnya pengaturan produksi hormon dilakukan oleh hipotalamus
(bagian dari otak) . hipotalanus mengiontrol sekresi banyak kelenjar yang lain,
terutama melalui kelnjar pituitari , yang juga mengotrol kelenjar-kelenjar lain.
Hipotalamus akan memerintahkan kelenjar pituitari untuk meneksreksikan
hormonnya dengan mengirim impuls saraf ke lobus posteriornya.

4
B. Klasifikasi Hormon
Hormon dapat diklasifikasikan melalui berbagai cara yaitu menurut
komposisi kimia, sifat kelarutan, lokasi resptor dan sifat sinyal yang mengantarai
kerja hormon di dalam sel yaitu sebagai berikut.
1. Kalsifikasi hormon berdasarkan senyawa kimia pembentuknya
a. Golongan steroid yang termasuk golongan ini adalah turunan dari
kolestrol yaitu androgen, esterogen dan adrenokortikoid.
b. Golongan Eikosanoid yaitu asam arachidonat.
c. Golongan derivat
Asam Amino dengan molekul yang kecil, yang termasuk
golongan ini adalah thyroid, katekolamin, epinefrin dan trioksin.
d. Golongan polipeptida/protein antara lain insulin, glukagon, GH, TSH,
oksitosin vasoperin, hormon yang dikeluarkan oleh mukosa, dan lain-
lain.
2. Berdasarkan sifat kelarutan molekul hormon
a. Lipofilik
Kelompok hormon yang dapat larut dalam lemak contohnya
hormon golongan asteroid (estrogen, progesteron, testoreon,
glukokortikoid, aldostreon) dan tironin (misalnya trioksin).
b. Hidrofilik
Kelompok hormon yang dapat larut dalam air, contohnya insulin,
glukagon, hormon adrenokortikropik (ACTH) gastrin dan katekolamin
(misalanya dopamin , norepinefrin , epinefrin).
3. Berdasarkan lokasi reseptor hormone
a. Hormon yang berkaitan dengan hormon dengan reseptor intraseluler.

5
b. Hormon yang berkaitan dengan reseptor permukaan sel
(plasmamembran)
4. Berdasarkan sifat sinyal yang mengantarai kerja hormon di dalam sel
Kelompok hormon yang mengginakan kelompok second mesengger
senyawa seperti CAMP, CGMP, Ca2+, fosfoinistol, lintasan kinase sebagai
mediator itraseluler
5. Berdasarkan pola siklus sekresi hormon , maka dibedakan atas :
a. Sekresi diumal dalah pola yang naik dan turun dalam periode 24 jam
contohnya kortisol, dimana kadar kortisol mengikat pada pagi hari dan
turun pada malam hari.
b. Pola sekresi hormonal pilsatif dan siklik naik turun sepaanjang waktu
tertentu, seperti bulanan, contohnya estrogen dimana merupakan non
siklik dengan puncak dan lembahnya meneybabakan siklus mensturasi.
c. Tipe sekresi hormonal yang ketiga adalah variabel dan tergantung pada
kadar subtart lainnya, contohnya hormon paratroid diman proses
sekresinya tergantung respons terhadap kadar kalsium serum.

C. Fungsi dan Peran Hormon


Secara umum, hormon di dalam tubuh berfungsi dalam mengkoordinasi
kan proses-proses fisiologis dalam tubuh kita. Setidaknya ada tiga fungsi utama
dari sistem hormon, yaitu mempertahankan keseimbangan tubuh, merespons stress
pada tubuh secara tepat, dan mengatur pertumbuhan dan perkembangan tubuh.
Berikut beberapa fungsi rinci dari masing-masing hormon.
1. Anti diuretic hormone (ADH)
Meningkankan absorbs air dari tubulus ginjal dan meningkatkan tekanan
darah.
6
2. Oksitosin
Merasang kontaraksi uterus , pengeluaran air susu
3. Growth hormone (GH)
Merangsang pertumbuhan tulang dan otot, meningkatakan sintesis
protein, mobilisasi lemak , menurunkan metabolosme karbohidrat.
4. Prolaktin
Meningkatkan perkembangan payudara selama kehamilan dan produksi
air susu setelah kelahiran.
5. Tirod stimulating hormone (TSH)
Merangasang produksi dan sekresi hormon tiroid.
6. Adenocortcotropic hormone (ACTH)
Mernagsang sekresi dan produksi hormone seteroid dan korteks adrenal
7. Luteinizing hormone (LH)
Merangasang pertumbuhan korfus luteum, ovulasi, produksi esteropgen
dan progeteron (pada wanita) merangsang sekresi testosterone,
perkembangan jaringan interstisial (pada pria).
8. Folicel stimulating hormone
Merangsang pertumbuhan folikel telur dan ovulasi (pada wanita)
merangsang produksi sperma ( pada pria).
9. Melanosit stimulating hormone
Bersanma dengan ACTH terlibat dalam pembentukan kulit.
10. Tiroksin (T4) dan triidotironin (T3)
Meningkatkan laju metabolisme, sensitifitas kardio vaskuler terhadap
aktifasi saraf simpatik , mempengaruhi kematangan homeostasis otot skelet.
11. Kalsitonin
Menurunkan konsentarasi Ca dan Fosfat.
7
12. Hormoon paratiroid
Meningkatakan konsentarasi Ca dalam darah, menurunkan kadar fosfat
darah, bekerja memepengaruhi tulang, usus, ginjal, dan sel-sel lainnya.
13. Adrenalin/epinefrin
Meningkatakan kecepatan denyut jantung, dan tekanan darah, mengatur
diameter arterio , merangsang kontaraksi otot polos, meningkatkan
konsentarasi gula darah.
14. Noradrenalin/noripenefrin
Menyebabkan kostriksi arteriol dan meningkatakan laju metabolism.
15. Glukokortikoid (kortison dan kortikosteron)
Mempengaruhi prose metabolisme, mengatur konsentarasi gula darah,
anti inplamasi, memepengaruhi prose pertumbuhan, menurunkan pengaruh
sters dan sekresi ACTH.
16. Insulin
Menurunkan gula darah, meningkatakan simpanan glikogen,
mempengaruhi otot, hati dan jaringan adipose.
17. Glucagon
Meningkatakan kadar gula darah.
18. Esterogen
Mempengaruhi perkembangan organ seks dan cirri-ciri kelamin wanita,
mernagsang perekembangan polikel telur, mempengaruhi siklus mensturasi,
merangasang peneaalan dinding ueterus dan memelihara kehamilan.
19. Progesterone
Mempengaruhi siklus mensturasi, merangasang peneaalan dinding
ueterus dan memelihara kehamilan.

8
20. Human chorionic gonadotripin (HCG).
Memelihara kehamilan.
21. Tetosteron
Mempengaruhi perekembangan oragan seks dari cirri kelamin pria serta
pembentukanm sperma.

D. Mekanisme Kerja Hormon


1. Mekanisme karja hormone melalui “second messenger camp”
a. Hormone berikatan pada reseptornya yang kemudian berkaitan pada
sebuah protein G.
b. Protein G kemudian teraktivasi ketika berkaitan dengan GTP
menggantikan GDP.
c. Protein G yang teraktivasi mengaktifkan enzim efektor berupa adenilat
siklase.
d. Adenilat siklase menghasilkan camp (second messenger) dari ATP.
e. Camp mengaktifkan protein kinase, yang kemudian menyebabkan efek
seluler.
2. Mekanisme kaerja hormone melalui PIP-calsium.
a. Hormone berkaitan dengan reseptor dan mengaktifkan protein G.
b. Protein G berkaitan dan mengaktifkan enzim fosfolipase.
c. Fosfolipase tersebut memecah fosfolipid PP2 menjadi diacylglycerol
(DAG) dan Inositol trifosfat (IP) dan keduanya bekerja sebagai second
messengers.
d. DAG mengaktifkan protein kinase, IP3 memacu pelepasan simpanan
Ca2+.
e. Ion Ca2+ sebagai third messenger merubah respon seluler.
9
10
3. Mekanisme kerja hormone reproduksi
a. Hormone steroid dan hormone tiroid berdifusi secara mudah kedalam sel
targetnya.
b. Ketika berada di dalam, hormon berkaitan dan mengaktivasi reseptor
intraseluler.
c. Komplek hormonreseptor berpindah ke dalam inti dan berkaitan pada
protein reseptor di dalam DNA.
d. Interaksi tersebut menyebabkan terjadi transkripsi DNA membentuk
mRNA.
e. mRNA diterjemahkan ke dalam protein, yang membawa efek seluler
untuk menjawab isi pesan yang dibawa oleh hormone.
E. Sifat-Sifat Hormon
1. Suatu chemical messenger yang dihasilkan oleh endokrin.
2. Disekresikan langsung ke dalam aliran darah.
3. Fungus sebagai katalisator rekasi kimia dalam tubuh dan control berbagai
proses metabolisme (reproduksi; pertumbuhan dan perkembangan;
mempertahankan homeostatis; pengadaan; penggunaan dan penyimpanan
energi).
4. Kadarnya dalam sirkulais darah dapat menggambarkan aktivitas dari sel
kelenjar endokrin
5. Memiliki organ atau jaringan target tertentu.
6. Berbentuk amine, polipeptida, protein, steroid.

F. Hormon dan Peranannya dalam Metabolisme


Sel tubuh manusia mendapatkan energi yang diperlukan dari pengolahan
beberapa macam sumber makanan, diantaranya dari karbohidrat, lemak dan
11
protein. Energi diperlukan untuk proses fisiologis yang berlangsung dalam sel-sel
tubuh, diantaranya adalah untuk proses kontraksi otot, hantaran impuls saraf,
mekanisme transport aktif, beberapa reaksi sintesis, dan lain - lain. Energi yang
digunakan untuk proses tersebut berasal dari pemecahan molekul ATP (adenosine
triphosphate).
Dalam proses kontraksi otot, sel-sel otot menyimpan ATP dalam jumlah
yang terbatas, oleh karena otot saat berkontraksi selalu memerlukan ATP sebagai
energi, maka diperlukan metabolisme energi dalam sel untuk menghasilkan ATP.
Sumber ATP utama adalah dari penguraian glukosa sebagai hasil metabolisme
karbohidrat. Karbohidrat dicerna dalam saluran Gastrointentinal untuk
menghasilkan suatu senyawa gula sederhana, yang disebut glukosa. Glukosa
kemudian diserap ke dalam darah dan dikirim ke hati melalui hepatic portal vein.
Hepatocytes (sel hati) menyerap glukosa dan kemudian merubahnya menjadi
glikogen. Glikogen akan disimpan di hati, dan akan dirubah kembali menjadi
glukosa bila kadar glukosa dalam darah menurun.
Peredaran zat-zat gizi dari karbohidrat, lemak, dan protein dalam proses
metabolisme tersebut dipengaruhi oleh berbagai hormon. Pada berbagai kondisi,
hormon insulin dan glukagon secara normal merupakan hormon pengatur yang
paling dominan untuk mengubah jalur metabolik dari anabolisme netto menjadi
katabolisme netto bolak-balik dan penghematan glukosa, yang masing-masing
bergantung pada apakah tubuh berada dalam keadaan kenyang atau puasa (Guyton,
and Hall, 2006). Kedua hormon ini memegang peranan penting dalam
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Bahkan keseimbangan kadar gula
darah sangat dipengaruhi oleh kedua hormon ini. Fungsi kedua hormon ini saling
bertolak belakang. Kalau secara umum, sekresi hormon insulin akan menurunkan

12
kadar gula dalam darah sebaliknya untuk sekresin hormon glukagon akan
meningkatkan kadar gula dalam darah.

Gambar 1. Diagram metabolisme kabohidrat, lemak dan protein ( Guyton, and Hall,
2006 )

1. Hormon Insulin
Hormon Insulin merupakan hormon yang diproduksi di sel beta Islets of
Langerhans Pankreas. Hormon Insulin memiliki efek penting pada
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Hormon ini menurunkan kadar
glukosa, asam lemak, dan asam amino dalam darah serta mendorong
13
penyimpanan zat-zat gizi tersebut (Guyton, and Hall, 2006), hormon tersebut
berperan dalam proses meningkatkan penyimpanan dan penggunaan glukosa,
sehingga bisa menurunkan glukosa darah. Hormon insulin digunakan secara
nyata untuk mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan protein pada otot
rangka. Hormon ini memudahkan penyerapan glukosa dan asam amino ke
dalam otot rangka dan hati.
Hormon insulin juga memainkan peran yang krusial dalam metabolisme
lemak, yakni dalam mengatur lipolysis dan lipogenesis. Lipolysis, hidrolisis
dari triglycerida, adalah salah satu langkah syarat dari oksidasi lemak, dimana
dengan melepaskan ikatan asam lemak untuk ditranspor ke mitokhondria untuk
oksidasi. Peranan hormon insulin dalam kaitan dengan metabolisme protein,
peran utama hormon insulin adalah mengurangi dari menguraikan protein
(katabolisme). Walau hormon ini juga berperan di dalam meningkatkan sintese
protein (anabolisme), akibatnya sebagian besar bergantung pada kemampuan
asam amino.
Adapun proses biokimia yang dipengaruhi oleh hormon insulin menurut
Hayashi, et al (2016), antara lain sebagai berikut.

a. Mentranslokasi dari GLUT-4 transporter ke membran plasma dan


mengalirkan atau memasukkan glukosa, sintese glikogen, glikolisis dan
sintesis asam lemak.
b. Mengontrol substrat masukan selular, secara jelas mencolok adalah
glukosa di otot dan jaringan adipose.
c. Meningkatkan sintesis glikogen
Hormon insulin memfasilitasi masuknya glukosa ke sel hati dan
sel otot; kadar hormon insulin yang lebih rendah menyebabkan sel hati

14
mengkonversi glikogen menjadi glukosa dan mengeluarkannya ke
dalam darah.
d. Meningkatkan sintesis asam lemak
hormon insulin memfasilitasi masuknya lemak dalam darah ke
jaringan adipose yang kemudian dapat dikonversi menjadi triglycerida.
e. Menurunkan lipolisis
Mengurangi kekuatan dari konversi dari simpanan sel lemak lipid
ke dalam asam lemak plasma, kekurangan dari hormon insulin
menyebabkan sebaliknya.
f. Menurunkan gluconeogenesis
Menurunkan produksi glukosa dari berbagai substrates di hati,
kekurangan insulin menyebabkan produksi glukosa dari variasi substrat
pada hati dan di tempat lain.

Dengan efek tersebut, insulin secara aktif merubah proses metabolisme,


dari metabolisme lemak menjadi metabolisme glukosa, dengan kata lain insulin
membuat tubuh memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber energi dan
memisahkan lemak sebagai cadangan.

Proses sekresi insulin yaitu dilakukan dengan memperhatikan kadar


glukosa dalam darah yang merupakan kunci regulator sekresi insulin oleh sel
beta pankreas, walaupun asam amino, keton dan nutrien lainnya juga
mempengaruhi sekresi insulin. Kadar glukosa dalam darah yang mencapai
lebih dari 3,9 mmol/L (70 mg/dl) akan merangsang sintesis insulin. Glukosa
merangsang sekresi insulin dengan masuk ke dalam sel beta melalui transporter
glukosa GLUT 2. Selanjutnya di dalam sel, glukosa mengalami proses

15
fosforilasi oleh enzim glukokinase dan glikolisis yang akan membebaskan
molekul ATP.

Hormon insulin beraksi dalam meningkatkan transport glukosa yang


berperan dalam translokasi vesikel intraselular yang berisi transporter glukosa
GLUT 4 pada membran plasma. Aktivasi jalur sinyal reseptor insulin juga
menginduksi sintesa glikogen, protein, lipogenesis dan regulasi berbagai gen
dalam perangsangan insulin. Kerja insulin dimulai ketika hormon tersebut
terikat dengan sebuah reseptor glikoprotein yang spesifik pada permukaan sel
target. Reseptor insulin terdiri dari dua heterodimer yang terdiri atas dua
subunit yang diberi simbol α dan β. Subunit α terletak pada ekstrasel dan
merupakan sisi yang berikatan dengan insulin. Subunit β merupakan protein
transmembran yang melaksanakan fungsi sekunder yang utama pada sebuah
reseptor yaitu transduksi sinyal.

2. Hormon Glukagon
Hormon Glukagon merupakan hormon yang diproduksi di sel alpha
Islets of Langerhans Pankreas, hormon tersebut mempunyai peran yang
berkebalikan dengan hormon insulin, yaitu menaikan glukosa darah dan
memacu proses penggunaan simpanan glukosa. Glukagon bekerja utamanya di
hepatocytes sel hati.
Banyak ahli fisiologi memandang sel-sel β pankreas penghasil insulin
dan sel-sel α pankreas penghasil glukagon sebagai pasangan sistem endokrin
yang sekresinya kombinasinya merupakan faktor utama dalam mengatur
metabolisme bahan bakar. Glukagon mempengaruhi banyak proses
metabolisme yang juga dipengaruhi oleh insulin dan berlawanan dengan efek

16
insulin. Glukagon bekerja terutama di hati, tempat hormon ini menimbulkan
berbagai efek pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
Efek hormon glukagon dalam proses metabolisme menurut Guyton, and
Hall, (2006), yaitu sebagai berikut

a. Efek pada karbohidrat


Mengakibatkan peningkatan pembentukan dan pengeluaran
glukosa oleh hati sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah.
Glukagon menimbulkan efek hiperglikemik dengan menurunkan
sintesis glikogen, meningkatkan glikogenolisis, dan merangsang
glukoneogenesis.
b. Efek pada lemak
Mendorong penguraian lemak dan menghambat sintesa
trigliserida. Glukagon meningkatkan pembentukan keton (ketogenesis)
di hati dengan mendorong perubahan asam lemak menjadi badan keton.
c. Efek pada protein
Glukagon menghambat sintesa protein dan meningkatkan
penguraian protein di hati. Stimulasi glukoneogenesis juga memperkuat
efek katabolik glukagon pada metabolisme protein di hati. Walaupun
meningkatkan katabolisme protein di hati, glukagon tidak memiliki efek
bermakna pada kadar asam amino darah karena hormon ini tidak
mempengaruhi protein otot, simpanan protein yang utama di tubuh.

17
Gambar 2 Gambar interaksi hormon insulin dan glukagon (Guyton, and
Hall, 2006)

Tubuh manusia dapat memproduksi glukosa sendiri bila diperlukan,


melalui proses Gluconeogenesis (suatu proses metabolisme untuk
menghasilkan glukose dari senyawa non-carbohydrate carbon, seperti lactate,
glycerol, dan glucogenic amino acids, proses metabolisme tersebut terjadi di
hati dan ginjal) dan Glycogenolysis (suatu proses metabolisme untuk
menghasilkan glukosa melalui penguraian glycogen, proses metabolisme

18
tersebut terjadi di hati dan otot). Berikut penjelasannya rinci terkait kedua
proses diatas.

Glikolisis merupakan pemecahan glukosa. Pada periode awal, dalam


proses penyelidikan terhadap glikolisis disadari bahwa peristiwa fermentasi di
dalam ragi adalah serupa dengan peristivva pemecahan glukogen di dalam otot.
Kalau suatu otot mengadakan kontraksi dalam media anaerob, yaitu media
yang kandungan oksigennya dikosongkan, maka glikogen akan menghilang
dan muncul laktat sebagai produk akhir yang utama (Albert L.Lehninger.,
2000). Kalau oksigen diambil, maka proses aerob terjadi kembali, dan glikogen
kembali muncul, sedangkan laktat menghilang. Namun, jika kontraksi otot
tersebut berlangsung dalam keadaan aerob, laktat tidak akan menumpuk dan
piruvat menjadi produk glikolisis (Gb. 4). Sebagai hasil pengamatan
metabolisme karhohidrat lazim dipisahkan monjadi fase anerob dan aerob.
(Murray,K., 2000).

Walaupun begitu, pembedaan ini hanya berupa kesepakatan saja, karena


reaksi yang terjadi dalam glikolisis, dalam keadaan dengan atau tanpa oksigen
tetap sama, yang berbeda hanya taraf reaksi dan produk akhirnya. Kalau
pasokan oksigen kurang maka oksidasi kembali NADH yang terbentuk dari
NAD saat glikolisis terganggu. Dalam keadaan ini, NADH akan dioksidasi
kembali melalui perangkaian dengan proses reduksi piruvat menjadi laktat, dan
NAD yang terbentuk secara demikian memungkinkan berlangsungnya
glikolisis (Murray,K.,2002).

19
Gambar 3: Molekul glikogen. A: struktur umum, B: pembesaran struktur pada
sebuah titik cabang. Jumlah A menunjukkan tahap sama dalam pertumbuhan
makromolekuler. R, residu primer glukosa yang hanya mengandung pereduksi
bebas pada C1. Percabangan tersebut lebih beragam daripada yang terlihat,
rasio ikatan 1o4 terhadap 1o6 adalah 10 hingga 18 (Murry,K., 2002).

Jadi, glikolisis dapat berlangsung dalam keadaan aerob, tetapi hal ini
akan membawa akibat jumlah energi yang dibebaskan permol glukosa yang
teroksidasi terbatas. Sebagai konsekuensinya, untuk menghasilkan energi
dalam suatu jumlah tartentu, lebih baik glukosa harus mengalami glikolisis di
bawah keadaan aerob (Murray,K.,2002).

20
Pada glikolisis aerobik sebagian besar otot manusia menghasilkan laktat
bila bekerja berat, walaupun peredaran darahnya tidak terganggu dan
penggunaan oksigen sangat besar. Sejauh mana hal ini berlangsung tergantung
pada keadaan enzim dan tenaga yang dihasilkan. Serat otot merah yang
mengandung banyak mitokondria membentuk sedikit sekali laktat sedang serat
otot putih yang mengandung sedikit mitokondria akan membentuk banyak
laktat (Stryer L.,1996).

Serat putih menggunakan oksigen dan imbangan antara oksidasi dan


glikolisis tergantung pada tenaga yang dikeluarkan. Otot mempunyai nilai
ambang anaerobik, yaitu batas beban kerja, yang bila dilampaui akan
mengaktbatkan peningkatan kadar laktat yang tajam. Hasil ATP, dari gugusan
glikogen yang merupakan hasil metabolisme glukosa untuk memperoleh hasil
akhir laktat, dimana ATP hanya terbentuk dari jalur Embden-Meyerhof. Tidak
ada ATP terbentuk pada penggunaan NADH untuk reduksi piruvat menjadi
laktat:

Glukosa dalam glikogen + 3 (ADP + P1) + 2 NAD  2 piruvat + 3 ATP + 2


NADH + 4 H'

2 piruvat + 2 NADH - 2 H  2 laktat + 2 NAD

Jumlah: glukosa + 3 (ADP – p1)-----------------> 2 laktat + 2 H + 3 ATP

Ini sangat berbeda dengan jumlah ATP yang dihasilkan pada


pembakaran lengkap glukosa : Glukosa dalam glikogen +6 O 2  6 O2 t 36,5 -
38 ATP. Persamaan ini tidak mengikut sertakan stoikiometri pengambilan H
selama pembentukkan ATP, yang sudah berimbang dengan pembebasan H
21
pada penggunaan ATP. Pemakaian ATP mendahului pembentukkannya. Kadar
ADP meningkat, mitokondria bekerja penuh tetapi belum dapat memenuhi
kebutuhan ATP, kadar ADP akan meningkat terus dan menigkatkan jalur
Embden Meyerhof sampai kecepatan pembentukkan dapat mengimbangi
penggunaannya Peningkatan tajam pembentukkan piruvat dan NADH adalah
sebab dari peningkatan laktat. Bila berawal dari 12 sampai 13 gugusan glikosa
harus diubah menjadi laktat untuk menghasilkan jumlah ATP yang sama
dengan oksidasi satu gugusan glukosa menjadi CO2 dan H2O (Stryer L., 1996).

22
Gambar 4: Lintasan glikolisis, p,PO3, pi HOPO3, (-) inhibisi; Atom Karbon I 
3 pada fruktosa biphospat membentuk dihidroksibiasetonisphospat ke dalam
atomkarbon 4  6 membentu gliseraldehid 3-phospat. Istilah bis-seperti
bisphospat menunjukkan bahwa gugusan-gugusan phospat tersebut
terpisahkan, sedangkan istilah diphospat seperti dalam adenosin phospat
menunjukkan bahwa kedua gugusan itu bersatu (Murray, K., 2002).

23
Asal batas ambang anaerobik yaitu ketika piruvat terbentuk dalam jalur
Embden Meyerhof baik pada pembentukkan laktat maupun pada pembakaran
lengkap.

Glikolisis

3 ATP
Glukosa  2 piruvat dan 2 NADH  2 laktat
 33,5 - 35 ATP dan 6 CO2

Untuk menghasilkan sejumlah ATP yang sama, lebih banyak piruvat


harus dibentuk, bila laktat merupakan hasil akhir dibandingkan bila piruvat
dioksidasi menjadi CO2 dan H2O. Hal ini merupakan sebab mengapa laktat
meningkat dengan cepat setelah batas ambang anaerobik tercapai (Murry,K.,
2002).

Keuntungan glikolisis aerobik adalah besarnya energi yang dapat


dihasilkan. Karena pembentukkan piruvat 25 kali lebih cepat dari oksidasinya
berarti pembentukan ATP dapat dibuat 2 kali lebih cepat dengan mengubah
glikogen menjadi laktat, daripada oksidasi glikogen sccara lengkap: 25 x 3 =
75 ATP dibandingkan dengan 16,5 sampai 38 ATP selama waktu yang sama.
Kerugian glikolisis adalah penggunaan yang besar dari glikogen; untuk
sejumlah energi yang sama, proses glikolisis hanya dapat bertahan selama
seperduabelasnya daripada pambakaran sempurna sejumlah glikogen
(Murray,K., 2002).

Glikogen merupakan penimbunan glukosa sebagai cadangan energi bila


dibutuhkan oleh tubuh, jumlah glikogen berbeda dalam berbagai jaringan dan
24
bahkan dalam satu jaringan pun jumlahnya dapat berbeda, tergantung pada
penyediaan glukosa dan kebutuhan energinya. Sebagian besar glikogen
terdapat di hati dan otot (Murray,K., 2002).

Jumlah glikogen orang normal berkisar 400mm gugusan glikosil (65


gram berat kering) per kilogram berat jaringan. Jumlah ini berkurang waktu
puasa dan bertambah pada diit tinggikarbohidrat. Otot mengandung 85 mM
gugusan glikosil (14 gram) per kilogram jaringan, yang tidak berubah banyak
pada saat puasa dan diit tinggi-karbohidrat. Tetapi jumlah menurun sampai 1
mM per kilogram jaringan atau bahkan lebih rendah, pada kerja berat selama
satu atau dua jam. Setelah penurunan ini, diit tinggi karbohidrat selama
beberapa hari dapat meningkatkan kadar glikogen 300 mM per kilogram
(Murray,K., 2002).

Walaupun kadar glikogen hati lebih besar dari otot, jumlah glikogen
seluruhnya lebih banyak pada otot karena massa otot lebih banyak. Seseorang
dengan bobot 70 kg mempunyai otot sebanyak 28 kg, sedang hatinya adalah
1,6 kg. Dengan demikian, jumlah total yang ada pada hati adalah 0,6 M dan
pada otot 2,4 M. Jumlah total dalam tubuh, dalam semua jaringan, akan
menjadi sedikit di atas 3 M dan pada keadaan puasa semalam mendekati 3M.
Mekanisme terjadinya penimbunan glikogen (Gb 1.5), yaitu glikogen dibentuk
dengan setiap kali penambahan satu gugus glukosa pada molekul ini, untuk
membentuk rantai amilosa yang kemudian diatur kembali membentuk
percabangan. Keseluruhan proses ini dapat dibagi menjadi 3 tahapan ialah:

a. Perubahan glukosa 6-phospat menjadi uridin diphospat glukosa (UDP-


glukosa).

25
b. Pemindahan satuan glikosil dari UDP-glukosa ke rantai glikogen.
sehingga terjadi perpanjangan rantai amilosadengan ikatan Į-1.4.
c. Terjadinya percabangan dengan memindahkan sebagian rantai ke
gugus hidroksil G6 rantai didekatnya.

Pembentukan UDP-glukosa terjadi karena pemindahan dari glukosa 6-


phospat menjadi glukosa l-phospat (di sini glukosa terikat pada glikogcn
melalui atom C1), reaksinya reversibel dan dikatalisis oleh fosfoglukomutase,
yang menggunakan glukosa l,6bi phospat, dalam kadar rendah sebagian
senyawa-antara. Glukosa l-phospat selanjutnya bereaksi dengan UTP
membentuk UDPglukosa dan pirophospat anorganik (di sini UTP yang
digunakan hasil reaksi nukleotida disfosfokinase) (Murry,K., 2002).

UDP-glukosa mengalihkan gugusan glikosilnya pada ujung percabangan


glikogen, yang dikatalisis oleh glukogen sintetase. Karena reaksi ini khusus
untuk gugus hidroksil atom 1o4 ujung yang terdapat glikogen, maka terjadi
pemanjangan rantai lo4, lihat kembali (Gb.3). Karena sifat rantai tidak berubah
pada pemanjangan ini, reaksi yang dikatalisis enzim ini terjadi terus menerus,
bila dibiarkan akibatnya membentuk rantai amilosa 1o ^4 yang sangat panjang.
Tetapi, dalam sel penimbun glikogen terdapat pula enzim glikosil -4 : 6-
transferase (enzim percabangan), yang memindahkan sebagian rantai amilosa
ke gugus hidroksil C6 pada rantai yang berdekatan (Murray,K., 2002).

Enzim ini memindahkan tujuh satuan glukosa yang terdapat pada ujung
rantai yang mengandung sekurang-kurangnya 11 satuan glukosa, ke cabang di
dekatnya pada glukosa yang terletak sekurang-kurangnya empat satuan
glukosa dari percabangan yang terdekat (umunnya yang dipindahkan 7, tetapi

26
tidak mutlak). Rantai cabang yang baru terbentuk dengan demikian terdiri atas
7 satuan glukosa, sedangkan sisa cabang lama terdiri 4, namun lebih lazim,
sisa cabang tersebut terdiri antara enam sampai sembilan satuan. Energi bebas
standar pada ikatan 1-6 glikosidik 4.800 joules/mol lebih rendah daripada
ikatan 1-4 ulikosidik, sehingga keseimbangan reaksi lebih menguntungkan
percabangan (Murray,K., 2002).

G
ambar 5: Lintasan glikogenesis dan glikogenolisis di dalam hati. Dua fospat
energi tinggi digunakan dalam menyisipkan 1mol glukosa ke dalam glikogen,

27
+ stimulasi, inhibisi, Insulin menurunkan kadar cAMP hanya setelah kadar
cAMP dinaikan oleh glukagon (epinerin) Glukagon bekerja aktif di dalam otot
jantung tidak aktif di dalam otot (Murray, K.,2002)

Kedua yaitu glukoneogenesis, glukogenesis merupakan senyawa-


senyawa bukan karbon menjadi glukosa atau glikogen (Gambar 6) di bawah ini
Glukosa dibentuk dari glukosa-6 phospat dengan bantuan enzim glukosa 6-
phospatase, enzim ini terdapat pada hati dan ginjal. Tetapi tidak ditemukan
pada jaringan adiposa serta otot atau dengan enzim heksokinase dan
glukokinase membentuk glukosa 6-phospat dari glukosa. Jadi, enzim-enzim ini
merupakan proses kebalikan glikolisis. Subtrat utamanya adalah asam-asam
amino glukogenik, membentuk piruvat atau anggota siklus asam trikarboksilat
(TCA) masuki mitokondria sebelum konversi menjadi oksaloasetat serta
konversi terakhir menjadi glukosa. Tropionat merupakan glukosa pada hewan
pemamah biak, dan memasuki lintasan glukoneogenesis utama lewat siklus
asam trikarboksilat setelah proses konversi menjadi suksinil-KoA. (Gb. 1.7)
(Murray,K., 2002).

Glukoneogenesis memenuhi kebutuhan tubuh akan glukosa pada saat


karbohidrat tidak tersedia dengan jumlah mencukupi di dalam makanan.
Pasokan glukosa yang terus menerus sangat diperlukan sebagai sumber energi,
khususnya bagi jaringan sistem syaraf dan eritrosit. Glukosa juga dibutuhkan
untuk jaringan adiposa sebagai sumber gliserol-gliserol, dan mungkin
mempunyai peranan dalam mempertahankan kadar senyawa-senyawa antara
pada siklus asam sitrat di dalam jaringan tubuh.(Murray,K., 2002).

28
Mekanisme glukoneogenesis dipakai untuk membersihkan berbagai
produk metabolisme jaringan lainnya dari dalam darah, misal laktat yang
dihasilkan oleh otot serta eritrosit dan gliserol dihasilkan oleh adiposa serta
propionat yang merupakan asam glukogenik dari hewan pemamah-biak. Hanya
sebagian dari laktat yang terbentuk pada kerja yang berat akan dioksidasi
dalam jaringan yang lain. Sebagian sisanya akan diubah kembali menjadi
glukosa atau kadang-kadang kalau persediaan glukosa masih cukup, akan
diubah menjadi lemak.

29
Gambar 6 : Lintasan Utama dan pengaturan glukoneogenesis (Murray,K.,
2002).

30
Bagi tubuh lemak merupakan bahan bakar yang ditimbun dalam jangka
waktu lama, tetapi seperti glikogen dan zat pati hanya merupakan cadangan
bahan bakar sementara/singkat bila keadaan kekurangan oksigen. Sumber
energi pada glukoneogenesis pada siklus asam trikarboksilat (TCA) dari
piruvat Gb. 1.8).

Gambar 7 : Metabolisme propionat (Murray,K., 2002)

Siklus asam sitrat (siklus Krebs/TCA) merupakan rangkaian reaksi di


dalam mitokondria yang menghasilkan katabolisme residu asetil dengan
membebaskan sejumlah ekuivalen hidrogen, yang pada oksidasi
menyebabkan pelepasan sebagian energi bebas bahan bakar jaringan. Residu
asetil berbentuk asetil Ko-A ( CH3 CO - S.KoA, asetil aktif), yaitu senyawa
ester dari koenzirn A, Ko-A mengandung vitamin asam pantotenat (Murray,K.,
2002).
Fungsi utama siklus asam sitrat adalah bekerja sebagai lintasan-akhir
bersama untuk oksidasi karbohidrat, lipid dan protein. Pada hakikatnya siklus
tersebut terdiri atas kombinasi molekul asetil-KoA dengan oksaloasetat. Siklus

31
ini pun merupakan bagian intergral dari proses yang menyediakan
sejumlah besar energi bebas yang terlepas selama oksidasi karbohidrat, lipid
dan protein (Murray,K., 2002).

Gambar 8 : Siklus asam karbosilat (Murray, K.,2002).

Sebagai hasil oksidasi 12 molekul ATP yang terbentuk pada setiap kali
putaran siklus asam sitrat (asam trikarboksilat TCA) lihat Tabel 1.1.

32
Tabel 1.1 : Produksi ATP oleh siklus asam nitrat

Molekul ATP
Reaksi/Dikatalisis Cara memproduksi-P
yang terbentuk

Isositrat dehidrogenase oksidasi NADH 3

Ketoglutarat dehidrogenase oksidasi NADH 3

Suksinat tiokinase, Dehidrogenase oksidasi tingkat subrat 1

Suksinat dehidrogenase oksidasi FADH2


2
Malat dehidrogenase oksidasi NADH
3

33
Kadar glukosa dalam darah dapat bervariasi, pada orang normal konsentrasi
glukosa dalam darah dapat dikontrol oleh tubuh pada rentang 80 – 90 mg / 100 ml
darah pada saat puasa atau sebelum makan, konsentrasi gluosa akan mengalami
kenaikan hingga 120 – 140 mg / 100 ml darah setelah makan, tubuh akan
mengontrol konsentrasi glukosa dalam darah kembali ke tingkat kadar sebelumnya
dalam 2 jam setelah mengkonsumsi karbohidrat.

Kontrol regulasi glukosa dilakukan melalui reaksi feedback sistem yang


utamanya pada konsentrasi glukosa, insulin dan glukagon. Hormon insulin dan
glukagon adalah hormon yang mempunyai peranan penting dalam pengaturan
homeostasis glukosa dalam tubuh. Hormon insulin dan glukagon disekresi oleh sel
beta dan sel alpha pada islets of Langerhans dalam Pankreas. Pengaruh horman
tersebut dalam metabolisme glukosa saling berlawanan. Insulin berfungsi
menurunkan kadar gula darah dengan merangsang beberapa sel tubuh untuk
menyerap glukosa, menekan produksi glukosa oleh tubuh dan menghambat sekresi
glukagon. Glukagon berfungsi untuk meningkatkan kadar gula darah dengan
merangsang hati untuk memproduksi glukosa dan menghambat sekresi insulin.

Ketika kadar gula darah tinggi, pankreas mensekresi lebih banyak insulin.
Insulin yang disekresikan mempunyai negatif aksi paracrine pada sel alpha yang
akan menghambat sekresi glukagon. Peningkatan konsentrasi insulin dan penurunan
konsentrasi glukagon akan meningkatkan penyerapan glukosa darah oleh sel tubuh
dan menurunkan produksi glukosa yang pada akhirnya akan menurunkan
konsentrasi glukosa darah. Kebalikannya, ketika konsentrasi glukosa darah rendah,
Pankreas mensekresi glukagon lebih banyak yang akan menghambat sekresi insulin
yang akan membuat peningkatan produksi glukosa dan penurunan serapan glukosa
oleh sel tubuh yang pada akhirnya akan meningkatkan konsentrasi glukosa darah.

Mekanisme kontrol pengaturan kadar glukosa dalam darah dapat melalui hati
yang berfungsi sebagai sistem penyangga glukosa darah. Saat kadar glukosa naik
pada konsentrasi yang tinggi setelah makan dan disertai dengan meningkatnya
sekresi insulin oleh pankreas, selanjutnya glukosa akan disimpan di hati dalam
bentuk glikogen. Saat kadar glukosa dalam darah turun dan sekresi insulin menurun,
hati akan menguraikan glikogen menjadi glukosa ke dalam darah.

33
Low plasma High plasma
Glucose level Glucose level

Pancreas
Glucagon released Insulin released
by α - cells by β - cells

High plasma High plasma


Glucagon level Insulin level

Enables the Reduction in


The hepatic glucose insulin -dependent the release of
production increases tissues to increase free fatty acids
their glucose uptake

Suppresses
the hepatic
glucose production

Fasting, Normal plasma Food intake


Exercise,etc Glucose level
.

Gambar 9. Diagram regulasi glokosa ( James, and McFadden, 2004 )

Hormon Insulin dan Glukagon berfungsi sebagai sistem control feedback


untuk mempertahankan konsentrasi glukosa dalam darah. Saat konsentrasi glukosa
dalam darah naik, hormon insulin akan disekresi oleh Pankreas, hal tersebut akan
menyebabkan konsentrasi glukosa dalam darah menurun. Kebalikannya, saat
konsentrasi glukosa dalam darah menurun, akan merangsang sekresi Glukagon oleh
Pankreas. Glukagon mempunyai fungsi yang berlawanan dengan insulin, yaitu
untuk meningkatkan konsentrasi glukosa. Pada kebanyakan kondisi yang normal,
mekanisme feedback insulin lebih penting dari pada mekanisme glukagon, namun
dalam kondisi kelaparan atau kebutuhan glukosa yang berlebihan saat aktivitas fisik,
atau kondisi yang fisik yang berat, mekanisme glukagon menjadi sangat berarti.

Proses penyerapan glukosa yaitu glukosa hasil metabolisme tersebut kemudian


disebarluaskan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah, yang kemudian diserap oleh
sel-sel tubuh dan digunakan sebagai sumber energi utama, diantaranya oleh sel otot
skelet sebagai energi untuk menghasilkan kontraksi otot.

34
Proses penyerapan glukosa oleh sel otot menurut Hayashi, et al. (2016)
dipengaruhi oleh beberapa hal berikut.

a. Hantaran glukosa, yang terjadi melalui perfusi kapiler.

b. Transport glukosa, yang terjadi melalui permeabilitas permukaan membran sel


terhadap glukosa.
c. Metabolisme glukosa, yang terjadi melalui penggunaan glukosa dalam proses
metabolisme dalam sel untuk mendapatkan energi.

Serapan glukosa dari sistem sirkulasi dipengaruhi oleh aliran darah dan
perbedaan glukosa antar arteriovenous. Pada saat aktivitas fisik yang berat, sirkulasi
darah dalam sel otot skelet dapat meningkat hingga 20 %, perbedaan glukosa antar
arteriovenous bisa sampai 4 kalinya (Hayashi, et al., 2016). Semakin banyak otot
skelet yang aktif berkontraksi, juga akan semakin banyak pembuluh kapiler yang
terlibat, hal tersebut akan menjadikan semakin luas area yang tersedia untuk
hantaran glukosa dan pertukaran glukosa.

Peningkatan penyerapan glukosa oleh jaringan sel otot akan menurunkan


konsentrasi glukosa pada jaringan interstitial, sehingga untuk mempertahankan
konsentrasi glukosa dalam jaringan interstitial selama aktivitas fisik meningkat,
maka diperlukan peningkatan hantaran glukosa dan transfer glukosa yang cepat dari
sirkulasi capiler pembuluh darah ke jaringan interstitial melalui pori-pori
endothelial. Peningkatan hantaran glukosa dan hantaran insulin akibat adanya
peningkatan perfusi pada pembuluh darah akan mempercepat proses penyerapan
glukosa oleh sel-sel otot.

Kadar insulin plasma akan menurun selama aktivitas fisik meningkat, namun
aliran darah ke otot skelet tetap tinggi, sehingga dapat menjaga hantaran insulin ke
otot skelet yang sedang berkontraksi. Kontraksi otot dan insulin dapat mengaktifkan
transport glukosa ke dalam sel otot melalui mekanisme molekuler yang berbeda.
Kontraksi otot, aliran darah dan insulin mempunyai efek yang sinergis dalam
serapan glukosa melalui proses perfusi. Interaksi antara insulin dan kontraksi otot
tergantung pada adenosine reseptor.

35
Kadar glukosa pada arteri juga akan mempengaruhi serapan glukosa selama
aktivitas fisik berlangsung. Perubahan konsentrasi glukosa plasma dalam rentang
yang fisiologis secara proporsional akan mempengaruhi perubahan serapan otot.
Saat aktivitas fisik berlangsung terus menerus, hingga hati kekurangan glikogen dan
proses gluconeogenesis sudah tidak mampu mengkompensasi, produk glukosa oleh
hati berkurang, hingga terjadi hypoglycemia yang dapat menghambat serapan
glukosa oleh otot. Serapan glukosa otot dan oxidasi selama aktivitas fisik yang
berlangsung terus menerus dapat ditingkatkan melalui penyerapan minuman yang
mengandung kabohidrat, yang akan meningkatkan ketersediaan glukosa arterial.

Dalam proses penyerapan glukosa ke dalam sel, glukosa memerlukan


transmembrane transporters yang termasuk dalam kelompok Glucose Transporter
(GLUT) ( Holten, et al., 2004 ). Protein yang spesifik bertanggung jawab dalam
transport glukosa melalui rangsangan insulin dan kontraksi otot pada otot skelet
adalah GLUT4 (Glucose Transporter 4). Peningkatan tranport glukosa otot selama
aktivitas fisik berlangsung, utamanya adalah translokasi GLUT4 dari intraseluler ke
sarcolemma dan T-tubules. Tingginya kadar GLUT4 berhubungan dengan tingginya
capasitas oxidative otot. GLUT4 banyak terdapat di sel otot dan sel lemak.

Transport glukosa melintasi membran sarcolemma dan T-tubule terjadi


memalui proses difusi yang difasilitasi oleh glucose transporters GLUT1 dan
GLUT4 (Holten, et al., 2004). Dimana GLUT1 kadarnya lebih sedikit dalam otot
dan tidak mengalami translokasi, sedangkan GLUT4 mempunyai kadar yang lebih
banyak dan mengalami translokasi dari membran intraseluler dan struktur vesicel ke
membran plasma dan T-tubule. Meskipun aktivitas fisik atau latihan dan insulin
kedua-duanya dapat menarik GLUT4 ke membran plasma dan mengaktifkan
transport glukosa, terdapat perbedaan mekanisme sinyal yang memacu translokasi
GLUT dalam otot skelet.

Proses penyerapan glukosa melalui pengaruh insulin dapat dilakukan ketika


insulin berikatan dengan insulin reseptor di membran sel, sel akan dirangsang untuk
meningkatkan jumlah Glucose Transporter. Semakin banyak Glucose Transporter
diproduksi, maka akan semakin banyak glukosa diserap oleh sel, sehingga kadar
glukosa darah berkurang. Dalam otot skelet menurut Richter, and Hargreaves,
(2013), rangsangan insulin akan mempercepat proses phosphorylation pada insulin

36
reseptor dan insulin receptor substrate-1 (IRS-1) pada residu Tyrosine dan
pengaktifan phosphatidylinositol 3-kinase (PI 3-kinase), PI 3-kinase merupakan
molekul yang penting dalam translokasi GLUT4 melalui rangsangan insulin (insulin
stimulated) dan tranport glukosa dalam otot skelet. Sinyal awal dalam kerja insulin
yang memacu terjadinya translokasi GLUT 4 ini tidak terjadi dalam mekanisme
transport glukosa melalui rangsangan latihan (exercise-stimulated). Aktivitas fisik
atau latihan tidak memberikan pengaruh terhadap proses autophosphorylation pada
reseptor insulin, tidak juga mempengaruhi aktivitas IRS-1 dan PI 3-kinase.

Sedangkan proses penyerapan glukosa melalui pengaruh aktivitas fisik dapat


terjadi karena aktivitas fisik dapat meningkatkan translokasi transport glukosa
karena terjadi peningkatan kadar GLUT4 di membran plasma yang ada pada sel
serabut otot putih dan serabut otot merah otot skelet. Konstraksi otot dapat menarik
GLUT4 ke membran plasma otot skelet secara mandiri tanpa bantuan insulin, hal
tersebut membuktikan bahwa konstraksi otot tidak memerlukan insulin untuk
meningkatkan serapan glukosa ke dalam otot skelet. Saat terjadi kontraksi otot
menurut Richter, and Hargreaves., (2013), yang diawali dengan proses depolarisasi
pada membran plasma, memicu terjadi pelepasan ion calsium dari sarcoplasmic
reticulum, adanya ion calsium dalam intraseluler myofibril memicu terjadinya
interaksi antara filaments actin dan filaments myosin, hingga terjadi meningkatnya
tegangan dalam serabut otot, atau terjadi kontraksi. Pada proses tersebut,
meningkatnya konsentrasi ion calsium dalam cytoplasmic merupakan mediator atau
inisiator yang penting dalam transport glukosa melalui rangsangan kontraksi
(contraction-stimulated). Tarikan mekanik pada sel otot dapat mengaktifkan jalur
sinyal intraseluler dengan melepaskan Growth factors, yang dapat merangsang
reseptor permukaan sel. Otot skelet yang sedang berkontraksi dapat memicu respon
autocrine dan paracrine. Tipe mekanisme yang dapat berfungsi untuk membantu
mengaktifkan sinyal sel molekul (cell-signaling molecules) yang dapat
meningkatkan transport glukosa. Nitric oxide (NO) merupakan molekul yang dapat
bereaksi dalam otot skelet melalui mekanisme autocrine atau paracrine, NO juga
terlibat dalam proses pengaturan transport glukosa melalui rangsangan kontraksi (
contraction-stimulated ).

37
Gambar 10. Gambar penyerapan glukosa oleh jaringan otot (Richter, and
Hargreaves., 2013)

G. Gangguan Proses Penyerapan Glukosa pada Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2


Terdapat dua tipe penyakit Diabetes Mellitus, yaitu tipe 1 dan tipe 2. Pada
Diabetes Mellitus tipe 1, terjadi kerusakan pada sel Beta Pankreas karena proses
autoimune, sedangkan Diabetes Mellitus tipe 2 adalah penyakit progresif yang
menyebabkan terjadinya kegagalan sel beta pankreas dalam memproduksi hormon
insulin secara adekuat dan terjadi resisten insulin di jaringan otot dan jaringan adipose.
Pada Diabetes Mellitus tipe 2 menurut King, and Rewers, ( 2013 ) terdapat
beberapa abnormalitas yang terjadi pada beberapa organ seperti, hati, pankreas, otot dan
jaringan adipose, meliputi sebagai berikut.
1. Resisten Insulin, adalah penurunan kemampuan insulin untuk beraksi pada
jaringan target perifer (terutama otot dan hati) merupakan ciri yang menonjol
pada Diabetes Mellitus tipe 2 dan merupakan kombinasi dari kerentanan genetik
dan obesitas.
2. Menurunnya serapan glukosa oleh hati, hal tersebut kerena gangguan pada proses
glucose phosphorylation.

38
3. Gangguan produksi glukosa oleh hati, hal tersebut karena gangguan pada proses
gluconeogenesis dan glycogenolysis.
4. Gangguan sekresi insulin oleh pankreas, pankreas mengalami penurunan dalam
memproduksi insulin, baik pada puncak jumlah produksinya dan laju
produksinya.

Resistensi insulin akan mengganggu penggunaan glukosa oleh jaringan yang


sensitif terhadap insulin dan akan meningkatkan keluaran glukosa hepatik, di mana
keduanya dapat menyebabkan hiperglikemia. Jaringan otot dan jaringan adipose dalam
menyerap glukosa darah memerlukan insulin. Penyebab insulin resisten pada Diabetes
Mellitus tipe 2 adalah , produksi sel beta pankreas yang abnormal, adanya antagonis
sirkulasi insulin, dan berkurangnya respon jaringan terhadap insulin. Pada Diabetes
Mellitus tipe 2 menurut Abdul-Ghani, and DeFronzo, (2010) terjadi penurunan
kemampuan penyerapan glukosa oleh sel otot dan adipose, hal tersebut karena :
menurunnya jumlah reseptor insulin, menurunnya affinitas reseptor insulin,
berkurangnya sinyal insulin intraseluler, menurunnya jumlah glukosa transpoter,
menurunnya jumlah translokasi glukosa transporter dalam membran sel, berkurangnya
proses glycogenesis dan glycolysis.

Gangguan metabolisme glukosa pada kondisi resisten insulin menurut Abdul-Ghani,


and DeFronzo, ( 2010 ) meliputi sebagai berikut.

1. Sinyal insulin, berkurangnya insulin receptor tyrosine phosphorylation, menurunnya


IRS-1 tyrosine phosphorylation, menurunnya aktifasi PI 3kinase,
2. Transport glukosa, di mana terjadi kerusakan translokasi GLUT4,

3. Metabolisme glukosa, menurunnya glucose phosphorylation, menurunnya glucose


oxidation dan glycolytic FLUX, kerusakan sintesa glykogen.

Mekanisme resistensi insulin dapat juga disebabkan oleh obesitas. Obesitas


dapat menimbulkan resistensi insulin melalui peningkatan produksi asam lemak bebas.
Asam lemak bebas yang terakumulasi di jaringan akan menginduksi resistensi insulin
terutama pada hati dan otot. Mekanisme induksi resistensi insulin oleh asam lemak ini
terjadi akibat kompetisi asam lemak dan glukosa untuk berikatan dengan reseptor insulin.
Oksidasi asam lemak akan menyebabkan peningkatan asetil koA pada mitokondria dan
inaktivasi enzim piruvat dehidrogenase. Mekanisme ini akan menginduksi peningkatan

39
kadar sitrat intraselular yang akan menghambat akumulasi fosfo-fruktokinase dan
glukosa-6 phosphat yang menyebabkan akumulasi glukosa interselular dan mengurangi
uptake glukosa dari ekstrasel.

Resistensi insulin akan menyebabkan penggunaan glukosa yang dimediasi


oleh insulin di jaringan perifer menjadi berkurang (Abdul-Ghani, and DeFronzo, 2010).
Akibat adanya kekurangan insulin atau terjadi resistensi insulin tersebut maka akan dapat
menyebabkan kegagalan terjadinya fosforilasi kompleks IRS, dan penurunan translokasi
GLUT-4 serta terjadi penurunan oksidasi glukosa ( Williams, et al, 2002 ), sehingga
dengan keadaan tersebut akibatnya glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, glukosa
akan banyak terakumulasi dalam aliran darah dan akan terjadi kondisi hiperglikemia.

Ketika tubuh melakukan latihan fisik yang merupakan salah satu bentuk
stressor fisik dapat menyebabkan gangguan homeostatis, maka tubuh akan memberi
tanggapan berupa mekanisme umpan balik negatif. Menurut Duarte, et al., (2012),
tanggapan tersebut berupa hal berikut.

1. Respon jawaban sewaktu adalah perubahan fungsi organ tubuh yang sifatnya
sementara dan berlangsung tiba-tiba, sebagai akibat dari aktivitas fisik. Perubahan
fungsi ini akan hilang dengan segera dan kembali normal setelah aktivitas dihentikan.
2. Adaptasi jawaban lambat adalah perubahan struktur atau fungsi organorgan tubuh
yang sifatnya lebih menetap karena latihan fisik yang dilakukan dengan teratur dalam
periode waktu tertentu. Reaksi adaptasi hanya akan timbul apabila beban latihan yang
diberikan intensitasnya cukup memadai dan berlangsung cukup lama. Berdasarkan
teori stres fisik adaptasi jaringan terjadi sebagai respon terhadap stres fisik.

Ada dua istilah latihan yang kita kenal yaitu acute exercise dan chronic
exercise. Acute exercise adalah latihan yang dilakukan hanya sekali saja atau disebut
juga dengan exercise, sedangkan chronic exercise adalah latihan yang dilakukan
berulang-ulang sampai beberapa hari atau sampai beberapa bulan (training)( Hordern, et
al., 2012 ). Hal penting yang perlu diperhatikan ialah bahwa dengan melakukan training
pelatihan akan terjadi perubahan penting di dalam tubuh sedangkan dengan melakukan
exercise perubahan yang terjadi kurang penting. Perubahan yang terjadi pada waktu
seseorang melakukan exercise disebut dengan respon. Sedangkan perubahan yang terjadi
karena training disebut adaptasi.

40
Adaptasi sistem tubuh akibat latihan aerobik menurut Hordern, et al., ( 2012 )
sebagai berikut :

1. Perubahan otot , terjadi hiperthropi otot.

2. Perubahan kardiorespirasi, fungsi jantung paru lebih baik.

3. Rendahnya akumulasi laktat darah seiring dengan peningkatan intensitas latihan


disebabkan karena peningkatan oksidasi asam laktat menjadi
pirufat.

4. Perubahan komposisi tubuh dengan berkurangnya massa dan lemak tubuh karena
latihan aerobik meningkatkan kapasitas penggunaan asam lemak sebagai energi
sebagai tambahan energi selain dari glukosa.
5. Pada individu yang sudah terlatih dapat terjadi peningkatan pengaturan panas
tubuh, karena pada individu tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap kondisi
panas dengan mudah, hal ini disebabkan oleh besarnya volume plasma dan lebih
responsifnya mekanisme termoregulator.
6. Perubahan penampilan atau performa dengan meningkatnya kapasitas endurance
daya tahan.
7. Latihan yang dilakukan secara teratur bermanfaat terhadap kondisi psikologis.

Selama aktivitas fisik berlangsung, tubuh manusia berusaha mengembangkan


suatu mekanisme kompleks dari mobilisasi hormon yang mengatur dan menyesuaikan
jalur metabolisme ke suatu kondisi yang spesifik. Ketika aktivitas fisik berlangsung,
maka kepekaan insulin akan meningkat yang dapat menyebabkan penurunan kadar
glukosa plasma. Oleh karena itu insulin mungkin tidak berperan dalam meningkatkan
transpor glukosa ke dalam otot yang sedang bekerja. Selama latihan, glukosa dan asam
lemak bersamaan dibutuhkan sebagai bahan bakar metabolisme, maka glukagon
meningkat sedangkan insulin menurun.

Pemakaian glukosa yang disimpan dalam otot dan hati sebagai glikogen,
glikogen cepat diakses untuk dipergunakan sebagai sumber energi pada latihan jasmani
terutama pada beberapa atau permulaan latihan jasmani dimulai. Setelah melakukan
latihan jasmani setelah 10 menit pertama, akan terjadi peningkatan kebutuhan glukosa
15 kali dari kebutuhan biasa, setelah 60 menit, kebutuhan glukosa akan meningkat

41
sampai 35 kali. Setelah beberapa menit aktivitas fisik atau latihan tersebut berlangsung,
maka tubuh akan mengompensasi keutuhan energi dari lemak ( Jonker, et al., 2013 ).

Dengan turunnya kadar glukosa plasma maka tubuh berusaha untuk


mengembalikan kadar glukosa plasma yakni dengan menskresi hormon glukagon.
Hormon ini mempunyai peran yang berlawanan dengan fungsi dari hormon insulin.
Mekanisme kerja dari kedua hormon insulin dan glukagon ketika terjadi aktivitas fisik
atau latihan olahraga masih memerlukan penjabaran dan kajian lebih lanjut.

Senam Diabetes Indonesia merupakan senam aerobic low impact dan ritmis
yang telah dilaksanakan sejak tahun 1997 di klub-klub diabetes di seluruh Indonesia.
Senam aerobic adalah latihan fisik yang direkomendasikan sebagai aktivitas utama yang
dapat dilakukan oleh penderita diabetes tipe 2 karena efeknya dapat meningkatkan
sensitifitas insulin sehingga menghambat perkembangan diabetesnya

Program latihan yang dianjurkan bagi penderita Diabetes Mellitus tipe 2 untuk
meningkatkan kesegaran jasmani adalah senam dengan prinsip CRIPE, program senam
dengan prnsip tersebut dianggap dapat memenuhi kebutuhan (Suryanto, 2009).

Adapun prinsip CRIPE adalah kepanjangan dari:

1. Continuous, artinya latihan jasmani terus menerus tidak berhenti dapat


menurunkan intensitas, kemudian aktif lagi dan seterusnya intensitas dikurangi
lagi. Aktif lagi dan seterusnya, melakukan aktivitas latihan terus-mencrus selama
50-60 menit.
2. Rhytmical, artinya latihan harus dilakukan berirama, melakukan latihan otot
kontraksi dan relaksasi. Jadi gerakan berirama tersebut diatur dan terus kienerus.
3. Interval, artinya latihan dilaksanakan terselang-seling, kadang-kadang cepat,
kadang-kadang lambat tetapi kontinyu selama periode latihan.
4. Progresif, artinya latihan harus dilakukan peningkatan secara bertahap dan beban
latihan juga ditingkatkan secara perlahan-lahan.
5. Endurance, artinya latihan unmk meningkatkan kesegaran dan ketahanan sistem
kardiovaskuler dan kebutuhan mbuh penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 .

Porsi latihan harus ditentukan supaya maksud dan tujuan latihan oleh
penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 memberikan manfaat yang berarti. Latihan yang

42
berlebihan akan merugikan kesehatan, sedangkan latihan yang terlalu sedikit tidak begitu
bermanfaat.

Untuk mencapai kesegaran kardiovaskuler yang optimal, maka idealnya


latihan berada pada nilai V02 max, dengan kisaran antara 50% - 85% V0 2 max, pada
kisaran tersebut ternyata tidak memperburuk komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2 dan
tidak menaikkan tekanan darah sampai 180 mmHg ( Suryanto, 2009 ).

Penilaian intensitas latihan dapat dinilai dengan menghitung target nadi dan
tekanan darah yang dihitung sebelum dan setelah melakukan latihan, yaitu sebagai
berikut.

1. Target nadi/area latihan

Denyut nadi yang harus dicapai adalah antara 60 - 79 % dari denyut nadi
maksimum.

2. Tekanan darah

Sebelum latihan tekanan tidak melebihi 140 mmHg dan setelah latihan
maksimal tidak lebih dari 180 mmHg

Penderita dapat menghitung sendiri denyut nadi maksimal yang harus dicapai
selama latihan. Meskipun perhimngan ini agak kasar tapi dapat digunakan rumus denyut
nadi maksimal.

Denyut Nadi Maximal = 220 – Umur ....................................................

Denyut nadi yang harus dicapai adalah antara 60 % - 79 % dari denyut nadi
maximal, di mana rentang denyut nadi tersebut adalah target denyut nadi pada zone
latihan yang diperbolehkan ( Thent, et al., 2013 ). Bila lebih dari 79 % dari denyut nadi
maximal, maka dapat membahayakan kesehatan penderita, namun apabila denyut nadi
tidak mencapai target atau kurang dari 60 % dari denyut nadi maximal maka akan kurang
memberikan bermanfaat.

Area atau zone latihan adalah interval nadi yang ditargetkan dicapai selama
melakukan latihan atau senam, yang dihitung segera setelah latihan maksimum, yaitu
antara 60 % sampai 79 % dari denyut nadi maksimal. Sebagai contoh penderita Diabetes
Mellitus tipe 2 yang tidak tergantung insulin, dengan umur 40 tahun, maka interval nadi
43
yang diperbolehkan adalah antara 60 % kali (220 ~ 40) dan 79 % kali (220 - 40) dan
hasilnya adalah interval denyut nadi antara 108 / menit sampai dengan 142 / menit. Jadi
area latihan antara 108 - 142 denyut nadi permenit.

Dalam melakukan latihan atau senam perlu diperhatikan waktu lamanya


latihan dan frekuensi latihannya, hal tersebut adalah agar dapat mencapai efek metabolik
yang diharapkan. Adapun lamanya waktu latihan inti adalah berkisar antara 30 - 40 menit
dengan pemanasan dan pendinginan masing-masing 5 - 10 menit ( Thent, et al., 2013 ).
Bila kurang, maka efek metabolik sangat rendah, sebaliknya bila berlebihan
menimbulkan efek buruk terhadap sistem muskuloskeletal dan kardiovaskuler serta
sistem respirasi. Frekuensi olahraga berkaitan erat dengan intensitas dan lamanya
berolahraga, Menurut hasil penelitian ( Thent, et al., 2013 ), ternyata yang paling baik
adalah 5 kali seminggu. Tiga kali seminggu sudah cukup baik, dengan catatan lama
latihan harus diperpanjang 5 sampai 10 menit lagi. Jangan sampai 7 kali seminggu,
karena tidak ada hari untuk istirahat, lagipula kurang baik unmk metabolisme tubuh.

44
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hormon (dari bahasa yunani yaitu hman “yang menggerakan”) adalah
pembawa pesan kimiawi antar sel atau antar kelompok sel. Semua organisme
multiselular, termasuk tumbuhan memproduksi hormon. Hormon berfungsi untuk
memberikan sinyal ke sel target yang selanjutnya akan melakukan suatu tindakan atau
aktivitas tertentu.
Pada prinsipnya pengaturan produksi hormon dilakukan oleh hipotalamus (bagian dari
otak) . hipotalanus mengiontrol sekresi banyak kelenjar yang lain, terutama melalui
kelnjar pituitari , yang juga mengotrol kelenjar-kelenjar lain. Hipotalamus akan
memerintahkan kelenjar pituitari untuk meneksreksikan hormonnya dengan mengirim
impuls saraf ke lobus posteriornya.
Hormon dapat diklasifikasikan melalui berbagai cara yaitu menurut komposisi
kimia, sifat kelarutan, lokasi resptor dan sifat sinyal yang mengantarai kerja hormon di
dalam sel.
Secara umum, hormon di dalam tubuh berfungsi dalam mengkoordinasi kan
proses-proses fisiologis dalam tubuh kita. Setidaknya ada tiga fungsi utama dari sistem
hormon, yaitu mempertahankan keseimbangan tubuh, merespons stress pada tubuh
secara tepat, dan mengatur pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Mekanisme karja
hormon melalui beberapa cara yaitu mekanisme karja hormon melalui “second
messenger camp”, mekanisme kaerja hormone melalui PIP-calsium, dan mekanisme
kerja hormone reproduksi
Hormon memiliki beberapa sifat yaitu diantaranya suatu chemical messenger
yang dihasilkan oleh endokrin, disekresikan langsung ke dalam aliran darah, kadarnya
dalam sirkulais darah dapat menggambarkan aktivitas dari sel kelenjar endokrin, dan
lain-lain.
Sel tubuh manusia mendapatkan energi yang diperlukan dari pengolahan
beberapa macam sumber makanan, diantaranya dari karbohidrat, lemak dan protein.
Energi diperlukan untuk proses fisiologis yang berlangsung dalam sel-sel tubuh,
diantaranya adalah untuk proses kontraksi otot, hantaran impuls saraf, mekanisme
transport aktif, beberapa reaksi sintesis, dan lain - lain. Energi yang digunakan untuk
proses tersebut berasal dari pemecahan molekul ATP (adenosine triphosphate). Dalam
proses kontraksi otot, sel-sel otot menyimpan ATP dalam jumlah yang terbatas, oleh

45
karena otot saat berkontraksi selalu memerlukan ATP sebagai energi, maka diperlukan
metabolisme energi dalam sel untuk menghasilkan ATP. Sumber ATP utama adalah
dari penguraian glukosa sebagai hasil metabolisme karbohidrat. Karbohidrat dicerna
dalam saluran Gastrointentinal untuk menghasilkan suatu senyawa gula sederhana, yang
disebut glukosa. Glukosa kemudian diserap ke dalam darah dan dikirim ke hati melalui
hepatic portal vein. Hepatocytes (sel hati) menyerap glukosa dan kemudian merubahnya
menjadi glikogen. Glikogen akan disimpan di hati, dan akan dirubah kembali menjadi
glukosa bila kadar glukosa dalam darah menurun. Peredaran zat-zat gizi dari
karbohidrat, lemak, dan protein dalam proses metabolisme tersebut dipengaruhi oleh
berbagai hormon. Pada berbagai kondisi, hormon insulin dan glukagon secara normal
merupakan hormon pengatur yang paling dominan untuk mengubah jalur metabolik dari
anabolisme netto menjadi katabolisme netto bolak-balik dan penghematan glukosa,
yang masing-masing bergantung pada apakah tubuh berada dalam keadaan kenyang
atau puasa (Guyton, and Hall, 2006). Kedua hormon ini memegang peranan penting
dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Bahkan keseimbangan kadar gula
darah sangat dipengaruhi oleh kedua hormon ini. Fungsi kedua hormon ini saling
bertolak belakang. Kalau secara umum, sekresi hormon insulin akan menurunkan kadar
gula dalam darah sebaliknya untuk sekresin hormon glukagon akan meningkatkan kadar
gula dalam darah.
Salah satu gangguan proses penyerapan glukosa yaitu pada penyakit Diabetes
Mellitus Tipe 2, Diabetes Mellitus tipe 2 adalah penyakit progresif yang menyebabkan
terjadinya kegagalan sel beta pankreas dalam memproduksi hormon insulin secara
adekuat dan terjadi resisten insulin di jaringan otot dan jaringan adipose. Pada Diabetes
Mellitus tipe 2 menurut King, and Rewers, ( 2013 ) terdapat beberapa abnormalitas
yang terjadi pada beberapa organ seperti, hati, pankreas, otot dan jaringan adipose.
Senam Diabetes Indonesia merupakan senam aerobic low impact dan ritmis
yang telah dilaksanakan sejak tahun 1997 di klub-klub diabetes di seluruh Indonesia.
Senam aerobic adalah latihan fisik yang direkomendasikan sebagai aktivitas utama yang
dapat dilakukan oleh penderita diabetes tipe 2 karena efeknya dapat meningkatkan
sensitifitas insulin sehingga menghambat perkembangan diabetesnya

Program latihan yang dianjurkan bagi penderita Diabetes Mellitus tipe 2 untuk
meningkatkan kesegaran jasmani adalah senam dengan prinsip CRIPE, program senam
dengan prnsip tersebut dianggap dapat memenuhi kebutuhan (Suryanto, 2009).

46
Porsi latihan harus ditentukan supaya maksud dan tujuan latihan oleh
penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 memberikan manfaat yang berarti. Latihan yang
berlebihan akan merugikan kesehatan, sedangkan latihan yang terlalu sedikit tidak begitu
bermanfaat. Untuk mencapai kesegaran kardiovaskuler yang optimal, maka idealnya
latihan berada pada nilai V02 max, dengan kisaran antara 50% - 85% V0 2 max, pada
kisaran tersebut ternyata tidak memperburuk komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2 dan
tidak menaikkan tekanan darah sampai 180 mmHg ( Suryanto, 2009 ). Penilaian
intensitas latihan dapat dinilai dengan menghitung target nadi dan tekanan darah yang
dihitung sebelum dan setelah melakukan latihan.

Dalam melakukan latihan atau senam perlu diperhatikan waktu lamanya


latihan dan frekuensi latihannya, hal tersebut adalah agar dapat mencapai efek metabolik
yang diharapkan. Adapun lamanya waktu latihan inti adalah berkisar antara 30 - 40 menit
dengan pemanasan dan pendinginan masing-masing 5 - 10 menit ( Thent, et al., 2013 ).
Bila kurang, maka efek metabolik sangat rendah, sebaliknya bila berlebihan
menimbulkan efek buruk terhadap sistem muskuloskeletal dan kardiovaskuler serta
sistem respirasi. Frekuensi olahraga berkaitan erat dengan intensitas dan lamanya
berolahraga, Menurut hasil penelitian ( Thent, et al., 2013 ), ternyata yang paling baik
adalah 5 kali seminggu. Tiga kali seminggu sudah cukup baik, dengan catatan lama
latihan harus diperpanjang 5 sampai 10 menit lagi. Jangan sampai 7 kali seminggu,
karena tidak ada hari untuk istirahat, lagipula kurang baik unmk metabolisme tubuh.

B. Saran
Semoga mahasiswa keperawatan dan pembaca lainnya yang bekerja di bidang
kesehatan dengan membaca makalah ini dapat menambah wawasannya terkait hormon
dan peranannya dalam proses metabolisme.

47
DAFTAR PUSTAKA

 Fitrayantri, Irma Ayu. 2013. HORMON MAKALAH BIOKIMIA I.


http://irmachemistry.blogspot.com/2013/05/hormon.html?m=1 (diakses pada 17
Februari 2021)
 UNUD. BAB II KAJIAN TEORI Metabolisme Karbohidrat Lemak dan Protein.
sinta.unud.ac.id (diakses pada 17 Februari 2021)
 Wahjudi, Sri. 2013. Metabolisme Biokimia. Dempasar: Udayana University Press

48

Anda mungkin juga menyukai