Anda di halaman 1dari 9

JPI: Jurnal of Political Issues

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Universitas Bangka Belitung
Volume 1│Nomor 1│Juli 2019
E-ISSN: 2685-7766

HULU-HILIR PENANGGULANGAN STUNTING DI INDONESIA

Rini Archda Saputri1


Jeki Tumangger2

Abstrak
Stunting menjadi isu yang mendesak untuk diselesaikan karena berdampak pada kualitas sumber daya
manusia Indonesia di masa depan. Sumber daya manusia adalah faktor utama penentu kesuksesan sebuah
negara. Studi ini bertujuan melihat hulu-hilir upaya penanggulangan stunting di Indonesia. Metode penelitian
yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan analisa deskriptif. Sumber data berupa analisis dokumen
kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, di hulu (level kebijakan) telah banyak sekali kebijakan
pemerintah yang dilahirkan sebagai upaya percepatan penanggulangan stunting, namun pada kenyataannya
angka penurunan stunting masih jauh dari yang ditargetkan. Di hilir, masih terdapat banyak masyarakat
maupun implementer program di level akar rumput yang belum memiliki penguasaan pengetahuan yang
memadai terkait stunting itu sendiri, baik dampaknya, faktor penyebabnya, hingga cara penanggulangannya.
Kebijakan penanggulangan stunting terkesan masih berada pada tataran menara gading, sementara pada
tataran akar rumput sendiri yang merupakan ujung tombak upaya percepatan penanggulangan stunting, isu
stunting seolah masih terdengar asing. Oleh karena itu, masih sangat diperlukan sosialisasi secara massif
terkait stunting, dampak yang ditimbulkan, urgensi penanggulangannya, dan upaya penanggulangan stunting
pada tataran akar rumput, sebagai bentuk upaya preventif individual tanpa bergantung pada program
pemerintah saja, sebab penanggulangan stunting adalah masalah mendesak yang mesti ditangani oleh semua
pihak dengan segera tanpa menunggu apapun.

Kata Kunci: Stunting, Penanggulangan Stunting, Intervensi Stunting

Abstract
Stunting is an urgent issue to be resolved because it impacts on the quality of Indonesia's human resources in
the future. Human resources are the main factor determining the success of a country. This study aims to
look at the upstream-downstream efforts to overcome stunting in Indonesia. The research method used is a
qualitative approach with descriptive analysis. Source of data in the form of policy document analysis. The
results of the study show that, in the upstream (policy level) there have been a lot of government policies that
were born as an effort to acceleratecontrol stunting, but in reality thereduction rate is stunting still far from
the target. In the downstream area, there are still many communities and the implementation of programs at
the grassroots level that do not have sufficient mastery of knowledge related to stunting itself, both the
impact, the causes, and how to overcome them.prevention policies Stunting seem to still be at the ivory tower
level, while at the grassroots level itself is the spearhead of efforts to accelerateprevention stunting, the issue
of stunting seems to still sound strange. Therefore, there is still a need for massive socialization related to
stunting, the impact, the urgency of overcoming it, and efforts to overcome stunting at the grassroots level, as
a form of individual preventive efforts without relying on government programs, because stunting is an
urgent problem that must be addressed by all parties immediately without waiting for anything.

Keywords: Stunting, Stunting Prevention, Stunting Intervention

1
Jurusan Ilmu Politik, Universitas Bangka Belitung
Email: riniardhasaputri@gmail.com
2
Jurusan Ilmu Politik, Universitas Bangka Belitung

To citate this article, please refer to: Saputri, R., & Tumangger, J.
(2019). HULU-HILIR PENANGGULANGAN STUNTING DI
INDONESIA. JPI: Journal of Political Issues, 1(1), 1-9.
https://doi.org/10.33019/jpi.v1i1.2
2 − JPI : Journal of Political Issues Volume 1│Nomor 1│Juli 2019

PENDAHULUAN dengan bangsa lain dalam menghadapi


Kejadian balita pendek atau biasa tantangan global. Maka, untuk mencegah
disebut dengan stunting merupakan salah hal tersebut permasalahan stunting mesti
satu masalah gizi yang dialami oleh balita segera diatasi secara serius.
di dunia saat ini. Pada tahun 2017, 22,2% Pengalaman dan bukti
atau sekitar 150,8 juta balita di dunia Internasional menunjukkan bahwa
mengalami stunting. Pada tahun 2017, stunting dapat menghambat pertumbuhan
lebih dari setengah balita stunting di dunia ekonomi dan menurunkan produktivitas
berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih pasar kerja, sehingga mengakibatkan
dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. hilangnya 11% GDP (Gross Domestic
Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, Products) serta mengurangi pendapatan
proporsi terbanyak berasal dari Asia pekerja dewasa hingga 20%. Selain itu,
Selatan (58,7%) dan proporsi paling stunting juga dapat berkontribusi pada
sedikit di Asia Tengah (0,9%). Data melebarnya kesenjangan/ inequality,
Prevalensi balita stunting yang sehingga mengurangi 10% dari total
dikumpulkan World Health Organization pendapatan seumur hidup dan juga
(WHO) menunjukkan bahwa Indonesia menyebabkan kemiskinan antar-generasi
termasuk ke dalam negara ketiga dengan (10 Kabupaten/Koota Prioritas untuk
prevalensi tertinggi di regional Asia Itervensi Anak Kerdil (Stunting), 2017).
Tenggara/South-East Asia Regional Generasi yang tumbuh optimal
(SEAR). Rata-rata prevalensi balita alias tidak stunting memiliki tingkat
stunting di Indonesia tahun 2005-2017 kecerdasan yang lebih baik, akan
adalah 36,4% (Situasi Balita Pendek memberikan daya saing yang baik
(Stunting) di Indonesia, 2018) . dibidang pembangunan dan ekonomi.
Di Indonesia, stunting merupakan Disamping itu, pertumbuhan optimal
masalah serius dan juga merupakan dapat mengurangi beban terhadap risiko
masalah gizi utama yang sedang dihadapi penyakit degeneratif sebagai dampak sisa
(Situasi Balita Pendek (Stunting) di yang terbawa dari dalam kandungan.
Indonesia, 2018). Bila masalah ini bersifat Penyakit degeneratif seperti diabetes,
kronis, maka akan memengaruhi fungsi hipertensi, jantung, ginjal, merupakan
kognitif yakni tingkat kecerdasan yang penyakit yang membutuhkan biaya
rendah dan berdampak pada kualitas pengobatan yang tinggi. Dengan
sumberdaya manusia. Masalah stunting demikian, bila pertumbuhan stunting
memiliki dampak yang cukup serius; dapat dicegah, maka diharapkan
antara lain, jangka pendek terkait dengan pertumbuhan ekonomi bisa lebih baik,
morbiditas dan mortalitas pada bayi/balita, tanpa dibebani oleh biaya-biaya
jangka menengah terkait dengan pengobatan terhadap penyakit degeneratif
intelektualitas dan kemampuan kognitif (Aryastami, 2017).
yang rendah, dan jangka panjang terkait Sebenarnya, telah banyak upaya
dengan kualitas sumberdaya manusia dan yang dilakukan oleh pemerintah untuk
masalah penyakit degeneratif di usia menurunkan angka stunting di Indonesia.
dewasa (Aryastami, 2017). Hal ini terlihat dari turunnya prevalensi
Sementara itu, anak merupakan Balita stunting dari 37,2% pada tahun
aset bangsa di masa depan. Bisa 2013 menjadi 30,8% pada tahun 2018.
dibayangkan, bagaimana kondisi sumber Prevalensi Baduta stunting juga
daya manusia Indonesia di masa mengalami penurunan dari 32,8% pada
mendatang jika saat ini banyak anak tahun 2013 menjadi 29,9% pada tahun
Indonesia yang menderita stunting. 2018 (Satriawan, 2018). Namun meski
Bangsa ini akan tidak mampu bersaing demikian, penurunan angka tersebut

Rini Archda Saputri: Hulu Hilir Penanggulangan


Stunting di Indonesia
Volume 1│Nomor 1│Juli 2019 JPI : Journal of Political Issues − 3

masih jauh dari yang ditargetkan. Dampak jangka pendek; peningkatan


Penurunan angka stunting hanya mencapai kejadian kesakitan dan kematian,
4% antara tahun 1992 hingga 2013 perkembangan kognitif, motorik, dan
(Aryastami, 2017). verbal pada anak tidak optimal,
Ironisnya, di hilir (level peningkatan biaya kesehatan. Sedangkan
implementer program dan masyarakat), dampak jangka panjang; postur tubuh
persoalan stunting seolah masih terdengar yang tidak optimal saat dewasa (lebih
asing. Masih terdapat banyak masyarakat pendek dibandingkan pada umumnya),
yang belum mengetahui perihal stunting, meningkatnya resiko obesitas dan
baik dari definisi, penyebab, dampak yang penyakit lainnya, menurunnya kesehatan
ditimbulkan hingga penanggulangan yang reproduksi, kapasitas belajar dan performa
dapat dilakukan. Hal ini terlihat kontras yang kurang optimal saat masa sekolah,
sekali dengan kondisi di hulu, dimana dan produktivitas dan kapasitas kerja yang
pemerintah telah banyak mengeluarkan tidak optimal (Situasi Balita Pendek
kebijakan dan menggelontorkan dana (Stunting) di Indonesia, 2018).
yang tidak sedikit untuk program Stunting disebabkan oleh faktor
penanggulangan stunting yang tentu saja multi dimensi dan tidak hanya disebabkan
semestinya sampai dan dirasakan oleh oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh
masyarakat. ibu hamil maupun anak balita. Intervensi
Oleh karena itu, penelitian ini akan yang paling menentukan untuk dapat
mengkaji tentang hulu-hilir upaya mengurangi prevalensi stunting oleh
penanggulangan stunting untuk kemudian karenanya perlu dilakukan pada 1000 Hari
dapat melihat gap antara keduanya, Pertama kehidupan (HPK) dari anak
sehingga diharapkan dapat menemukan balita. Beberapa faktor yang menjadi
akar masalah yang menyebabkan upaya penyebab stunting adalah:
penanggulangan stunting yang diupayakan 1) Praktek pengasuhan yang kurang
selama ini masih jauh dari yang baik, termasuk kurangnya
ditargetkan. pengetahuan ibu mengenai
kesehatan dan gizi sebelum dan
KERANGKA TEORITIK pada masa kehamilan, serta setelah
Stunting ibu melahirkan.
Stunting merupakan salah satu 2) Masih terbatasnya layanan
target Sustainable Development Goal kesehatan termasuk layanan ANC-
(SDGs) yang termasuk pada tujuan Ante Natal Care (pelayanan
pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu kesehatan untuk ibu selama masa
menghilangkan kelaparan dan segala kehamilan) Post Natal Care dan
bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta pembelajaran dini yang
mencapai ketahanan pangan. Target yang berkualitas.
ditetapkan adalah menurunkan angka 3) Masih kurangnya akses rumah
stunting hingga 40% pada tahun 2025. tangga/keluarga ke makanan
Upaya penurunan stunting baik secara bergizi.
global maupun nasional, bukan tanpa 4) Kurangnya akses ke air bersih dan
alasan. Hal ini karena persoalan stunting sanitasi. (Kemiskinan, 2017)
erat kaitannya dengan kualitas sumber Selain itu, faktor penyebab
daya manusia dimasa mendatang. stunting lainnya; kondisi kesehatan dan
Adapun dampak yang ditimbukan gizi ibu sebelum dan saat kehamilan serta
stunting dapat dibagi menjadi dampak setelah persalinan, postur tubuh ibu
jangka pendek dan jangka panjang. (pendek), jarak kehamilan yang terlalu

Available website at: http://jpi.ubb.ac.id/index.php/JPI/article/view/2


Copyright (c) 2019 Rini Archda Saputri, Jeki Tumangger
E-ISSN:2685-7766
4 − JPI : Journal of Political Issues Volume 1│Nomor 1│Juli 2019

dekat, ibu yang terlalu muda, terlalu tua, pada balita, telah ditetapkan program
terlalu sering melahirkan, serta asupan pemberian makan tambahan (PMT)
nutrisi yang kurang pada saat kehamilan, khususnya untuk balita kurus berupa PMT
tidak terlaksananya inisiasi menyusui dini lokal maupun PMT pabrikan yaitu biskuit
(IMD), gagalnya pemberian air susu ibu MT balita. Jika berat badan telah sesuai
(ASI) ekslusif, dan proses penyapihan dengan perhitungan berat badan menurut
dini, kuantitas, kualitas, dan kemanan tinggi badan, maka MT balita kurus dapat
pangan MPASI yang diberikan dapat dihentikan dan dilanjutkan dengan
menjadi salah satu faktor terjadinya makanan keluarga gizi seimbang (Situasi
stunting (Situasi Balita Pendek (Stunting) Balita Pendek (Stunting) di Indonesia,
di Indonesia, 2018). 2018).
Kondisi sosial ekonomi dan
sanitasi tempat tinggal juga berkaitan Kerangka Intervensi Stunting di
dengan terjadinya stunting. Kondisi Indonesia
ekonomi erat kaitanya dengan Pada tahun 2012, Indonesia
kemampuan dalam memenuhi asupan bergabung dalam sebuah gerakan yang
yang bergizi dan pelayanan kesehatan dikenal dengan scalling-up Nutrition
untuk ibu hamil dan balita. Sedangkan (SUN). SUN merupakan sebuah gerakan
sanitasi dan keamanan pangan dapat global yang diluncurkan dengan prinsip
meningkatkan risiko terjadinya penyakit dasar bahwa semua penduduk berhak
infeksi. Penyakit infeksi yang disebabkan untuk memperoleh akses ke makanan
oleh hygiene dan sanitasi yang buruk yang cukup dan bergizi. Pemerintah
(misalnya diare dan kecacingan) dapat Indonesia bergabung dalam gerakan
menganggu penyerapan nutrisi pada tersebut melalui perancangan dua
proses pencernaan. Beberapa penyakit kerangka besar Intervensi Stunting. Di
infeksi yang diderita bayi dapat Indoensia, kebijakan Scalling up Nutrition
menyebabkan berat badan bayi turun. Jika telah diterjemahkan kedalam Gerakan
Kondisi ini terjadi dalam waktu yang Nasional Seribu Hari Pertama Kehidupan.
cukup lama dan tidak disertai dengan Kerangka Intervensi Stunting tersebut
pemberian asupan yang cukup untuk kemudian diterjemahkan menjadi berbagai
proses penyembuhan maka dapat macam program yang dilakukan oleh
mengakibatkan stunting (Situasi Balita Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait.
Pendek (Stunting) di Indonesia, 2018). Kerangka Intervensi Stunting yang
Namun demikian, anak kerdil yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia
terjadi di Indonesia sebenarnya tidak terbagi menjadi dua, yaitu Intervensi Gizi
hanya dialami oleh rumah tangga/keluarga Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif.
yang miskin dan kurang mampu saja, Kerangka pertama adalah Intervensi Gizi
karena stunting juga dialami oleh rumah Spesifik. Ini merupakan intervensi yang
tangga/keluarga yang tidak miskin/yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari
berada di atas 40% tingkat kesejahteraan Pertama Kehidupan (HPK) dan
sosial dan ekonomi (10 Kabupaten/Koota berkontribusi pada 30% penurunan
Prioritas untuk Itervensi Anak Kerdil stunting. Kerangka kegiatan intervensi
(Stunting), 2017). gizi spesifik umumnya dilakukan pada
Asupan zat gizi pada balita sangat sektor kesehatan. Intervensi ini juga
penting dalam mendukung pertumbuhan bersifat jangka pendek dimana hasilnya
sesuai dengan grafik pertumbuhannya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek.
agar tidak terjadi gagal tumbuh (growth Kegiatan yang idealnya dilakukan untuk
faltering) yang dapat menyebabkan melaksanakan Intervensi Gizi Spesifik
stunting. Untuk memenuhi kecukupan gizi dapat dibagai menjadi beberapa intervensi

Rini Archda Saputri: Hulu Hilir Penanggulangan


Stunting di Indonesia
Volume 1│Nomor 1│Juli 2019 JPI : Journal of Political Issues − 5

utama yang dimulai dari masa kehamilan Kerangka Intervensi Stunting yang
ibu hingga melahirkan balita: direncanakan oleh Pemerintah yang kedua
1. Intervensi Gizi Spesifik adalah Intervensi Gizi Sensitif. Kerangka
dengan sasaran Ibu Hamil. ini idealnya dilakukan melalui berbagai
Intervensi ini meliputi kegiatan kegiatan pembangunan di luar sektor
memberikan makanan kesehatan dan berkontribusi pada 70%
tambahan (PMT) pada ibu Intervensi Stunting. Sasaran dari
hamil untuk mengatasi intervensi gizi sensitif adalah masyarakat
kekurangan energi dan protein secara umum dan tidak khusus ibu hamil
kronis, mengatasi kekurangan dan balita pada 1000 Hari Pertama
zat besi dan asam folat, Kehidupan/HPK. Kegiatan terkait
mengatasi kekurangan iodium, Intervensi Gizi Sensitif dapat
menanggulangi kecacingan dilaksanakan melalui beberapa kegiatan
pada ibu hamil serta yang umumnya makro dan dilakukan
melindungi ibu hamil dari secara lintas Kementerian dan Lembaga.
Malaria. Ada 12 kegiatan yang dapat berkontribusi
2. Intervensi Gizi Spesifik pada penurunan stunting melalui
dengan sasaran Ibu Intervensi Gizi Sensitif sebagai berikut:
Menyusui dan Anak Usia 0-6 1) Menyediakan dan
Bulan. Intervensi ini dilakukan memastikan akses terhadap
melalui beberapa kegiatan air bersih melalui program
yang mendorong inisiasi PAMSIMAS (Penyediaan
menyusui dini/IMD terutama Air Bersih dan Sanitasi
melalui pemberian ASI berbasis Masyarakat).
jolong/coloctrum serta Menyediakan dan
mendorong pemberian ASI memastikan akses terhadap
Ekslusif. sanitasi melalui kebijakan
3. Intervensi Gizi Spesifik 2) Melakukan fortifikasi
dengan sasaran Ibu bahan pangan
Menyusui dan Anak Usia 7- 3) Menyediakan akses kepada
23 bulan. Intervensi ini layanan kesehatan dan
meliputi kegiatan untuk Keluarga Berencana (KB)
mendorong penerusan 4) Menyediakan Jaminan
pemberian ASI hingga Kesehatan Nasional (JKN)
anak/bayi berusia 23 bulan. 5) Menyediakan Jaminan
Kemudian, setelah bayi berusia Persalinan Universal
diatas 6 bulan didampingi oleh (Jampersal)
pemberian MP-ASI, 6) Memberikan pendidikan
menyediakan obat cacing, pengasuhan pada orang tua
menyediakan suplemen zink, 7) Memberikan Pendidikan
melakukan fortifikasi zat besi Anak Usia Dini (PAUD)
ke dalam makanan, Universal
memberikan perlindungan 8) Memberikan pendidikan
terhadap malaria, memberikan gizi masyarakat
imunisasi lengkap, serta 9) Memberikan edukasi
melakukan pencegahan dan kesehatan seksual dan
pengobatan diare. reproduksi, serta gizi pada
remaja

Available website at: http://jpi.ubb.ac.id/index.php/JPI/article/view/2


Copyright (c) 2019 Rini Archda Saputri, Jeki Tumangger
E-ISSN:2685-7766
6 − JPI : Journal of Political Issues Volume 1│Nomor 1│Juli 2019

10) Menyediakan banyuan dan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Secara
jaminan sosial bagi Ekslusif Pada Bayi di Indonesia
keluarga miskin 8) Peraturan Menteri Kesehatan
11) Meningkatkan ketahanan (Permenkes) No. 15/2013 tentang
pangan dan gizi. Tata Cara Penyediaan Fasilitas
Kedua kerangka Intervensi Khusus Menyusui dan/atau Memerah
Stunting diatas sudah direncanakan dan Air Susu Ibu.
dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia 9) Permenkes No.3/2014 tentang
sebagai bagian dari upaya nasional untuk Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
mencegah dan mengurangi prevalensi (STBM)
stunting. 10) Permenkes No.23/2014 tentang
Upaya Perbaikan Gizi
Kebijakan dan Program Terkait 11) Kerangka Kebijakan Gerakan
Intervensi Stunting Nasional Percepatan Gizi Dalam
Terkait upaya untuk mengurangi Rangka Seribu Hari Pertama
serta menangani prevalensi stunting. Kehidupan (Gerakan 1000 HPK),
Pemerintah di tingkat nasional telah 2013.
mengeluarkan berbagai kebijakan serta 12) Hari Pertama Kehidupan (Gerakan
regulasi yang diharapkan dapat 1000 HPK), 2013
berkontribusi pada pengurangan Selain mengeluarkan paket
prevalensi stunting, termasuk diantaranya: kebijakan dan regulasi.
1) Rencana Pembangunan Jangka Kementerian/Lembaga (K/L) juga
Panjang Nasional (RPJPN) 2005- sebenarnya telah memiliki program baik
2025 (Pemerintah melalui program terkait intervensi gizi spesifik maupun
pembangunan nasional ‘Akses intervensi gizi sensitif, yang potensial
Universal Air Minum dan Sanitasi untuk menurunkan stunting. Intervensi
Tahun 2019’, menetapkan bahwa Program Gizi Spesifik dilakukan oleh
pada tahun 2019, Indonesia dapat kementerian Kesehatan (Kemenkes)
menyediakan layanan air minum dan melalui Pusat Kesehatan Masyarakat
sanitasi yang layak bagi 100% rakyat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu
Indonesia). (Posyandu) melalui Gerakan 1000 Hari
2) Rencana Pembangunan Jangka Pertama Kehidupan (HPK) (10
Menengah (RPJM) 2015-2019 (target Kabupaten/Koota Prioritas untuk Itervensi
penurunan prevalensi stunting Anak Kerdil (Stunting), 2017).
menjadi 28% pada 2019). Selain itu beberapa program
3) Rencana Aksi Nasional Pangan dan lainnya adalah Pemberian Makanan
Gizi 2011-2015, Bappenas, 2011 Tambahan (PMT) Balita Gizi Kurang
4) Undang-Undang (UU) No. 36/2009 Oleh Kementerian Kesehatan/Kemenkes
tentang Kesehatan melalui Puskesmas dan Posyandu.
5) Peraturan Pemerintah (PP) No. Program terkait meliputi pembinaan
33/2012 tentang Air Susu Ibu Posyandu dan penyuluhan serta
Ekslusif penyediaan makanan pendukung gizi
6) Peraturan Presiden (Perpres) No. untuk balita kurang gizi usia 6-59 bulan
42/2013 tentang Gerakan Nasional berbasis pangan lokal (misalnya melalui
Percepatan Perbaikan Gizi Hari Makan Anak/HMA). Anggaran
7) Keputusan Menteri Kesehatan program berasal dari Bantuan Operasional
(Kepmenkes) No. Kesehatan (BOK) -Dana Alokasi Khusus
450/Menkes/SK/IV/2004 tentang (DAK) Non Fisik sebesar Rp.
200.000.000,- per tahun per Puskesmas di

Rini Archda Saputri: Hulu Hilir Penanggulangan


Stunting di Indonesia
Volume 1│Nomor 1│Juli 2019 JPI : Journal of Political Issues − 7

daerahnya masing-masing (10 lemahnya power dalam merekat


Kabupaten/Koota Prioritas untuk Itervensi kebijakan, struktur dalam kolaborasi yang
Anak Kerdil (Stunting), 2017). tidak sama, sumberdaya manusia yang
METODE PENELITIAN terbatas, tidak terjaminnya ketersediaan
Pendekatan penelitian yang anggaran (Morris SS, 2008).
digunakan dalam penelitian ini adalah Variabel yang teridentifikasi
kualitatif, dimana peneliti berperan tersebut terkonfirmasi di lapangan, bahwa
sebagai instrumen kunci. Pengumpulan memang pada kenyataannya hal tersebut
data dilakukan melalui analisis dokumen menjadi kendala dalam upaya percepatan
kebijakan dan arsip, wawancara penurunan stunting di daerah. Meskipun
mendalam dan diskusi kelompok pemerintah telah banyak menerbitkan
terpumpun yang melibatkan para kebijakan-kebijakan terkait dengan upaya
pemangku kepentingan di daerah, hingga percepatan penurunan stunting, tetapi di
implementer program di tingkat level daerah ataupun masyarakat, hal
masyarakat. Analisis data dilakukan tersebut seolah masih jauh panggang dari
melalui analisis deskriptif. api. Kebijakan pada tataran hulu belum
sepenuhnya terimplementasi pada tataran
HASIL PENELITIAN DAN hilir, bahkan masih banyak ditemui
PEMBAHASAN implementer progam di tingkat bawah
Upaya Percepatan Penurunan Stunting yang masih belum paham mengenai
di Daerah stunting itu sendiri.
Saat ini, pemerintah telah Salah satu program yang
mencanangkan program intervensi dijalankan dalam upaya percepatan
pencegahan stunting terintegrasi yang penurunan stunting adalah Program
melibatkan lintas kementerian dan Makanan Tambahan (PMT) untuk Balita
lembaga. Pada tahun 2018, ditetapkan 100 dan Ibu Hamil. PMT balita diberikan pada
kabupaten di 34 provinsi sebagai lokasi kegiatan posyandu yan rutin dilaksanakan
penurunan stunting. Dengan adanya setiap bulan. Biskuit PMT balita
kerjasama lintas sektor ini diharapkan dibagikan secara rata kepada balita-balita
dapat menekan angka stunting di yang hadir di Posyandu tanpa melihat
Indonesia sehingga dapat tercapai target status gizi yang dialami balita. Namun
Suistainable Development Goals (SDGs) yang dirasa kurang efektif adalah
pada tahun 2025 yaitu penurunan angka partisipasi masyarakat pada kegiatan
stunting hingga 40%. posyandu cukup rendah, terdata partisipasi
Studi mengenai keberhasilan aktif masyarakat dalam kegiatan posyandu
implementasi kebijakan penurunan berkisar
masalah gizi melalui berbagai metode Percepatan penurunan stunting ke
(sistematik review, kuantitatif riset, semi depan antara lain dapat dilakukan dengan
kualitatif interview, analisis pohon mengatasi masalah berikut:
masalah) menunjukkan bahwa a. Ibu hamil dan Balita yang belum
implementasi kebijakan penurunan mendapatkan Program Makanan
masalah gizi secara global tidak mudah. Tambahan (PMT) masih cukup
Setidaknya terdapat delapan kelemahan tinggi, masing-masing sekitar 74,8%
variabel yang masih menjadi kendala, dan 59%
antara lain: masalah koordinasi yang sulit, b. Proporsi anemia pada Ibu Hamil
strategi yang tidak cukup kuat, minat yang mengalami kenaikan dari 37,1%
kurang dari stakeholders, jaringan antar pada tahun 2013 menjadi 48,9%
stakeholders yang tidak kuat, masih pada tahun 2018

Available website at: http://jpi.ubb.ac.id/index.php/JPI/article/view/2


Copyright (c) 2019 Rini Archda Saputri, Jeki Tumangger
E-ISSN:2685-7766
8 − JPI : Journal of Political Issues Volume 1│Nomor 1│Juli 2019

memiliki pemahaman yang baik


Berbagai Kendala yang Dihadapi tentang stunting
dalam Upaya Penurunan Stunting 3. Rendahnya partisipasi masyarakat
Kendala Penyelenggaraan Percepatan dalam kegiatan posyandu
Pencegahan Stunting: 4. Pemberian PMT yang terkadang
1) Belum efektifnya program-program tidak tepat sasaran
pencegahan 5. Jenis biskuit PMT bumil yang
2) Belum optimalnya koordinasi rasanya tidak disenangi bumil
penyelenggaraan intervensi gizi sehingga tidak termanfaatkan
spesifik dan sensitif di semua dengan baik
tingkatan, terkait dengan perencanaan 6. Tablet Tambah Darah (TTD)
dan penganggaran, penyelenggaraan, menimbulkan mual sehingga tidak
dan pemantauan dan evaluasi optimal dalam pemanfaatannya
3) Belum efektif dan efisiennya 7. Tidak ada pengukuran tinggi
pengalokasian dan pemanfaatan badan di posyandu yang
sumber daya dan sumber dana menyebabkan anak-anak stunting
4) Keterbatasan kapasitas dan kualitas tidak terdeteksi sehingga tidak
penyelenggaraan program segera mendapatkan penanganan
5) Masih minimnya advokasi, 8. Percepatan penanggulangan
kampanye, dan diseminasi terkait permasalah stunting tidak dapat
stunting, dan berbagai upaya hanya ditangani oleh pihak dinas
pencegahannya. kesehatan saja, sebab perlu
6) Sumber daya manusia pemerintah kerjasama lintas sektor untuk
daerah (Dinas Kesehatan) yang menyelesaikan permasalahan
kurang kreatif dan inovatif dalam stunting ini. Kerjasama lintar
membuat program-program terkait sektor masih dinilai kurang.
penanggulangan masalah stunting 9. Persepsi masyarakat bahwa
sehingga anggaran yang ada tidak stunting merupakan faktor
terserap secara optimal. Hal ini keturunan dan dianggap sebagai
berkaitan dengan kurangnya SDM hal yang biasa saja merupakan
pada Dinas Kesehatan dan tingginya sebuah kendala tersendiri dalam
beban kerja dan volume kerja upaya percepatan penanggulangan
sehingga SDM hanya berkutat pada stunting
pekerjaan-pekerjaan utamanya saja.
SIMPULAN
Masalah yang ditemukan di lapangan Persoalan stunting adalah isu yang
1. Masih banyak masyarakat, sangat mendesak untuk segera ditagani
terutama kaum ibu yang tidak secara serius karena menyangkut kualitas
paham mengenai stunting. Hal ini sumber daya manusia Indonesia di masa
berkaitan dengan masih minimnya depan dan sangat memengaruhi eksistensi
sosialisasi (secara massif) yang negara. Di level kebijakan, pemerintah
diberikan kepada ibu-ibu dan telah banyak mengeluarkan kebijakan-
rumah tangga tentang stunting, kebijakan dan program-program terkait
faktor penyebabnya, dampak yang upaya percepatan penanggulangan
ditimbulkan, dan bagaimana stunting dan disertai dengan anggaran
penanggulangannya yang cukup besar. Namun disatu sisi, di
2. Masih terdapat banyak stakeholder level masyarakat upaya percepatan
dan tenaga kesehatan yang belum penurunan stunting yang digadang-gadang
tersebut belum dirasakan manfaatnya

Rini Archda Saputri: Hulu Hilir Penanggulangan


Stunting di Indonesia
Volume 1│Nomor 1│Juli 2019 JPI : Journal of Political Issues − 9

secara optimal. Bahkan, masih ditemukan Percepatan Penanggulangan


implementer program di tingkat Kemiskinan (TNP2K).
masyarakat yang belum memiliki
pemahaman yang baik tentang stunting itu Situasi Balita Pendek (Stunting) di
sendiri. Terlebih lagi di masyarakat, masih Indonesia, Edisi 1 Semester 1
banyak sekali masyarakat yang asing Tahun 2018 (Buletin Jendela Data
mendengar istilah stunting. Hal ini dan Informasi Kesehatan 2018).
menjadi persoalan tersendiri sebab anak
stunting menjadi sulit terdeteksi karena
tidak disadari. Maka, salah satu strategi
uatama yang perlu dilakukan adalah
dengan mengkampanyekan isu stunting
secara komprehensif dan massif, baik
melalui media masa, maupun melalui
komunikasi dan sosialisasi kepada
keluarga, terutama kaum perempuan (ibu
dan calon ibu), serta melakukan advokasi
secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

10 Kabupaten/Koota Prioritas untuk


Itervensi Anak Kerdil (Stunting)
(Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan
2017).
Aryastami, N. K. (2017). Kajian
Kebijakan dan Penanggulangan
Masalah Gizi Stunting
diIndonesia. Buletin Penelitian
Kesehatan 45 (4), 233-240.
Kemiskinan, T. N. (2017). 100
Kabupaten/Kota Prioritas untuk
Intervensi Anak Kerdil (stunting).
Jakarta: TNP2K.
Morris SS, C. B. (2008, January 17).
Effective International Action
Against Undernutrition: Why Has
it Proven So Difficult and What
Can Be Done to Accerate
Progress. Maternal andChild. The
Lancet.
Satriawan, E. (2018). Strategi Nasional
Percepatan Pencegahan Stunting
2018-2024. Jakata: Tim Nasional
Available website at: http://jpi.ubb.ac.id/index.php/JPI/article/view/2
Copyright (c) 2019 Rini Archda Saputri, Jeki Tumangger
E-ISSN:2685-7766

Anda mungkin juga menyukai