20190702083306OJK Perlindungan Konsumen - Pemasaran Digital - Compile
20190702083306OJK Perlindungan Konsumen - Pemasaran Digital - Compile
TIM PENYUSUN
Pengarah
Rudi Saleh Susetyo
(Kepala Departemen Perlindungan
Konsumen)
Tri Herdianto
(Direktur Pembelaan Hukum
Perlindungan Konsumen)
Hudiyanto
(Deputi Direktur Pelayanan Konsumen 2)
Tim Penulis
Aldi Firmansyah Rubini
(Staf, Direktorat Pembelaan Hukum
Perlindungan Konsumen)
Sitaresmi Purnamasari
(Staf, Direktorat Pembelaan Hukum
Perlindungan Konsumen)
Kata Pengantar
Sesuai dengan amanah yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan,
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk
memastikan aspek perlindungan konsumen sektor jasa keuangan dapat berjalan
dengan baik. Perlindungan konsumen saat ini tidak hanya berkaitan dengan produk
dan/atau layanan jasa keuangan konvensional namun juga terhadap produk dan/
atau layanan jasa keuangan yang dipasarkan melalui kanal digital.
Daftar Isi
Tim Penyusun ........................................................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................................ iii
Daftar Isi .................................................................................................................................... iv
Executive Summary ................................................................................................................... vii
Bab III Potensi Risiko Terkait Pemasaran Produk Jasa Keuangan Digital ................................. 45
3.1. Tantangan dan Kerawanan terkait Pemasaran Produk Jasa
Keuangan Digital ........................................................................................................................ 47
3.1.1. Rendahnya Tingkat Literasi Keuangan dan Literasi Digital
Masyarakat Indonesia .................................................................................................... 48
3.1.2. Praktik Pemasaran dan Periklanan yang Bersifat Agresif .......................................... 49
3.1.3. Maraknya Praktik Penawaran Investasi Ilegal melalui Kanal
Digital ............................................................................................................................... 52
3.2. Risiko Praktik Pemasaran Produk Jasa Keuangan Secara Digital ........................................ 53
3.2.1. Kurangnya Transparansi Produk Jasa Keuangan ........................................................ 53
3.2.2. Misinterpretasi dan Perubahan Perilaku Masyarakat ................................................ 57
3.2.3. Risiko Cybercrime, Penyalahgunaan Data/Informasi Pribadi
dan Tindakan Ilegal Lainnya .......................................................................................... 60
3.2.4. Ketidakcocokan atas Produk Jasa Keuangan (unsuitable
product) yang Ditawarkan ............................................................................................. 61
.................................................................................................
Executive Summary
Perkembangan produk dan/atau layanan jasa keuangan di era digital saat ini telah
mempengaruhi aktivitas pemasaran yang mulai bergeser ke arah penggunaan kanal digital. Saat
ini Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) telah menjalankan strategi digital media advertising
dan mulai membatasi penggunaan media pemasaran konvensional seperti televisi, radio, media
cetak, billboard dan lain sebagainya. Pemanfaatan teknologi informasi dan kanal digital sudah
banyak dimanfaatkan oleh perusahaan penyedia layanan keuangan, baik yang ditawarkan oleh
lembaga keuangan seperti sektor perbankan, pasar modal, asuransi, perusahaan pembiayaan
maupun oleh perusahaan start-up. Pelaku usaha juga banyak yang telah mengembangkan
website dan mobile applications untuk mempermudah menjangkau konsumen. Pemasaran
melalui kanal digital menghasilkan jangkauan yang lebih luas.
Namun di sisi lain, praktik pemasaran melalui kanal digital juga perlu mendapatkan perhatian
agar pemanfaatannya sejalan dengan aspek perlindungan konsumen dan masyarakat. Hal
tersebut utamanya dikarenakan oleh tingkat literasi keuangan dan literasi digital masyarakat
Indonesia yang masih relatif rendah. Terdapat beberapa hal yang justru dapat berdampak
negatif terhadap konsumen dan industri akibat pemasaran melalui kanal digital yang kurang
tepat, diantaranya seperti kurangnya transparansi dan informasi yang disampaikan dalam
proses pemasaran, praktik pemasaran yang agresif dan tidak memperhatikan kebutuhan
konsumen, ketidaksesuaian produk, praktik pemasaran yang tidak bertanggung-jawab, serta
penyalahgunaan dan perlindungan data pribadi konsumen.
Kajian ini memuat penjelasan terkait beberapa ketentuan OJK yang patut diperhatikan oleh
seluruh pihak terkait dengan praktik pemasaran produk dan/atau layanan jasa keuangan.
Terdapat beberapa aspek perlindungan konsumen terkait praktik pemasaran produk dan/atau
layanan jasa keuangan yang harus diperhatikan, yaitu kejelasan informasi dan transparansi,
keandalan sistem dan pencegahan cybercrime dan kerahasiaan, serta keamanan data/informasi
konsumen. Selain itu, kajian ini memberikan saran dan rekomendasi baik terhadap regulator
terkait, pelaku usaha, dan konsumen.
BAB I
Pendahuluan
PENDAHULUAN
Berdasarkan data statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS)1, terjadi jumlah
peningkatan populasi Indonesia dari tahun ke tahunnya. BPS mencatat bahwa terjadi
peningkatan penduduk Indonesia sebesar 3,5 juta jiwa/tahun di Indonesia. Jumlah
1
Statistik Indonesia dalam Infografis 2017 merupakan publikasi pertama yang diterbitkan
dalam rangka melengkapi kajian data yang disajikan pada tabel Statistik Indonesia 2017
Indonesia dalam Infografis 2017 merupakan publikasi pertama. Data dalam publikasi ini
mencakup keadaan geografi dan iklim, pemerintahan, serta perkembangan kondisi sosial-
demografi dan perekonomian di Indonesia yang divisualisasikan.
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 4
penduduk Indonesia sudah melebihi angka Jumlah kartu SIM (Subscriber Identity
258,7 juta penduduk di tahun 2016 dengan Module) sebagai media koneksi internet dan
laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2010 telekomunikasi yang dihubungkan melalui
ke tahun 2016 sebesar 2%. Angka tersebut
2
telepon genggam juga telah mencapai angka
menunjukan bahwa saat ini Indonesia memiliki 326,3 juta. Hal ini menunjukkan bahwa rata-
sumber daya manusia yang sangat berpotensi rata 1 (satu) orang penduduk Indonesia yang
menunjang perekonomiannya. memiliki telepon genggam di Indonesia diisi
dengan 2 (dua) kartu SIM. Selanjutnya, menurut
Selain peningkatan populasi, Indonesia juga penelitian yang dilakukan oleh We Are Social,
mengalami peningkatan pengguna internet dan diketahui bahwa sebesar 130 juta masyarakat
aktivitas digital. Berdasarkan data dari Asosiasi Indonesia merupakan pengguna aktif media
Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), sosial dengan disertai penggunaan perangkat
terjadi peningkatan penggunaan internet yang mobile/smartphone sebesar 47,6% dari total
signifikan dari tahun ke tahunnya. Pada tahun penduduk Indonesia.4
2015, APJII menyebutkan bahwa pengguna
internet di Indonesia mencapai 88,1 juta (34% Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
dari jumlah penduduk), pengguna media sosial bahwa hampir separuh dari total populasi
79 juta (31%), dan pengguna ponsel 318,5 juta Indonesia menggunakan internet dalam
(125%). Survei APJII yang dilakukan pada tahun kegiatannya sehari-hari. Jumlah pengguna
2016 menunjukan bahwa sebanyak 132,7 internet di Indonesia yang begitu tinggi tersebut
juta masyarakat Indonesia telah terhubung membuktikan bahwa masyarakat Indonesia
dengan internet dan pada tahun 2017 jumlah telah dan akan semakin memanfaatkan
masyarakat Indonesia yang terhubung dengan teknologi informasi untuk menunjang setiap
internet meningkat menjadi 143,26 juta . Angka
3
aktivitas kehidupannya, termasuk dalam hal
pengguna internet aktif tersebut mengalami yang berkaitan dengan penggunaan produk
peningkatan sebesar 15% dalam 12 bulan dan layanan jasa keuangan.
terakhir.
2
Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Indonesia dalam Infografis, hal. 24.
3
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. 2015-2017. Survei Penetrasi & Perilaku Pengguna
Internet Indonesia.
4
We Are Social, Hootsuit. 2018. Indonesia Digital Landscape 2018, hal. 1.
Teknologi informasi juga dirasakan telah ada (incumbent), seperti perusahaan di sektor
mulai menggeser perilaku konsumen sektor perbankan, pasar modal dan Industri Keuangan
keuangan kepada layanan yang berbasis online Non-Bank (IKNB) seperti asuransi, lembaga
atau digital. Hal tersebut tentunya didukung pembiayaan, dana pensiun, dan sebagainya,
dengan kemudahan masyarakat mendapatkan namun juga didukung oleh para perusahaan
akses melalui kanal digital di setiap aspek start-up Financial Technology atau biasa disebut
kehidupannya. Penetrasi internet disertai dengan Fintech. Perusahaan start-up Fintech
dengan penggunaan teknologi digital tersebut adalah perusahaan yang memanfaatkan
juga telah mengubah perilaku masyarakat keunggulan teknologi informasi dan kanal
dalam banyak aspek kehidupan, seperti digital dalam menawarkan produk dan layanan
interaksi secara digital, perdagangan/jual- jasa keuangan melalui model bisnis yang lebih
beli secara online, transportasi, dan pariwisata inovatif.
(digital/online-minded).
Perkembangan produk dan layanan jasa
Khusus di sektor jasa keuangan, keuangan di era digital tersebut membawa
perkembangan digital ini tidak hanya pengaruh terhadap cara pemasarannya yang
didukung dan dilakukan oleh Pelaku Usaha sudah bergeser ke arah penggunaan kanal
Jasa Keuangan (PUJK) yang saat ini telah digital. Pemasaran yang memanfaatkan
5
Tahun 2016 OJK melakukan survei nasional terhadap 8.000 responden yang tersebar di 40 wilayah pada 20
provinsi. Hasil survei pada tahun itu menunjukan masyarakat Indonesia memiliki: indeks literasi keuangan:
29,7% dan indeks inklusi keuangan: 67,8%.
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 6
teknologi informasi dan kanal digital sudah masyarakat, terutama bagi kalangan dengan
banyak dilakukan oleh perusahaan penyedia usia antara 20 sampai dengan 40 tahun.
layanan keuangan, baik produk dan layanan Hal ini dikarenakan rentang usia tersebut
jasa keuangan yang ditawarkan oleh lembaga menjadi salah satu potensi pasar yang besar
keuangan yang telah diawasi oleh OJK (seperti di Indonesia, terutama pada tahun 2020-2035.6
perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan
terdaftar lainnya) maupun perusahaan Teknik dan strategi pemasaran melalui kanal
Financial Technology (Fintech) start-up. Tren ini digital akan sangat berpengaruh pada tingkat
Fintech diharapkan menjadi pendukung upaya dan layanan keuangan. Upaya pemasaran
pemerintah dalam meningkatkan tingkat melalui kanal digital dapat berdampak masif
inklusi keuangan di Indonesia yang pada tahun dan memiliki jangkauan yang lebih luas. Pelaku
2016 baru mencapai 67,8%.5 usaha dapat memanfaatkan kanal digital tidak
hanya untuk meningkatkan penjualan, namun
Pada praktik dan perkembangan saat ini, juga untuk membangun reputasi perusahaan
strategi pemasaran dan konten periklanan dan meningkatkan tingkat awareness
digital yang dibuat di Indonesia telah dikemas masyarakat terhadap produk dan/atau jasa
secara lebih kreatif dan menarik perhatian layanan yang dipasarkannya.
6
Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan, Indonesia akan menikmati era bonus demografi pada tahun
2020-2035. Pada masa tersebut, jumlah penduduk usia produktif diproyeksi berada pada grafik tertinggi
sepanjang sejarah, mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk Indonesia
Namun demikian, praktik pemasaran Melihat data dan informasi tersebut, maka
dan periklanan melalui kanal digital juga secara statistik masyarakat dan konsumen di
memerlukan perhatian dalam pelaksanaannya. Indonesia memiliki potensi permasalahan pada
Hal ini dikarenakan tingkat literasi keuangan saat melakukan pembelian produk keuangan
dan digital masyarakat Indonesia yang masih yang dilakukan melalui kanal digital. Praktik
rendah. Di tahun 2016, indeks literasi keuangan pemasaran yang tidak bertanggungjawab akan
masyarakat Indonesia hanya sebesar 29,7% semakin menambah potensi permasalahan.
dimana indeks inklusi keuangannya mencapai
67,8%. Persentase ini merupakan hal yang Berdasarkan data dari Sistem Informasi
perlu diperhatikan karena berdasarkan angka Pemantauan Market Intelligence (SIPMI) OJK8,
tersebut berarti hanya 29,7% dari total pengguna didapatkan informasi bahwa pada tahun
jasa keuangan yang memahami dengan baik 2018 terdapat sejumlah pelanggaran praktik
mengenai produk dan layanan jasa keuangan periklanan yang dilakukan oleh pelaku usaha
yang digunakannya. Gap yang cukup besar jasa keuangan. Pemantauan atas praktik
antara indeks literasi keuangan dengan indeks periklanan ini mengacu pada ketentuan dalam
meskipun pemahaman masih relatif rendah, tentang Penyampaian Informasi Dalam Rangka
namun masyarakat tetap membeli produk Pemasaran Produk dan/atau Layanan Jasa
7
The Economist. 2018. The Inclusive Internet Index: Measuring Success 2018, diakses melalui https://
theinclusiveinternet.eiu.com/explore/countries/ID/performance/indicators/readiness/literacy.
8
Sistem Informasi Pemantauan Market Intelligence (SIPMI) OJK merupakan perangkat pendukung
penegakan kepatuhan praktik periklanan yang dapat membantu pengawas untuk melakukan pemantauan
terhadap periklanan pelaku usaha jasa keuangan yang didapatkan dari media massa
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 8
antara lain terkait dengan ketidakjelasan yang dipasarkan melalui kanal digital justru
informasi, informasi yang menyesatkan, dan dapat berpotensi mengganggu kepercayaan
ketidakakuratan informasi. Sebagai contoh, masyarakat terhadap sistem keuangan dan
sebagian besar iklan menggunakan “syarat stabilitas perekonomian. Diharapkan agar
dan ketentuan berlaku” tanpa memberikan para pelaku usaha yang memasarkan dan
penjelasan detail terkait hal tersebut. Banyak mengiklankan produk dan layanannya tetap
dari iklan yang dipantau menjanjikan “gratis” memperhatikan aspek perlindungan konsumen
serta “cashback” tapi dengan memberikan dalam menggunakan kanal digital.
syarat yang tidak dijelaskan.
OJK perlu memperkuat perannya dalam
Berikut adalah beberapa fakta dan potensi mengawasi aktivitas praktik pemasaran dan
risiko terkait pemasaran produk dan/atau periklanan yang dilakukan oleh para PUJK
layanan jasa keuangan yang dilakukan dengan (Pelaku Usaha Jasa Keuangan) dengan
menggunakan kanal digital : memperhatikan faktor-faktor utama seperti
transparansi produk dan layanan, kejelasan
1. Kurangnya aspek transparansi dan informasi dalam periklanan, penyalahgunaan
kelengkapan informasi yang disampaikan, dan perlindungan data pribadi, cara penyajian
2. Praktik pemasaran yang cenderung dan konten pemasaran di kanal digital,
agresif dan tidak memperhatikan aspek dan sebagainya. OJK merasa perlu untuk
kebutuhan, kesesuaian, dan perlindungan meningkatkan awareness terkait dengan risiko
konsumen, yang mungkin terjadi bagi konsumen atas
3. Praktik pemasaran yang kurang praktik pemasaran melalui kanal digital.
bertanggungjawab, dan
4. Penyalahgunaan informasi dan Seperti halnya OJK, para otoritas pengawas
perlindungan data pribadi. sektor keuangan negara-negara lain melalui
forum kerjasama International Organisation
Sehubungan dengan hal tersebut di atas on Financial Consumer Protection (FinCoNet)
dan untuk memastikan optimalisasi praktik menyampaikan bahwa sangat penting untuk
pemasaran produk dan layanan jasa keuangan dilakukan kajian mengenai mengenai praktik
melalui kanal digital di Indonesia, maka pemasaran dan periklanan produk dan/atau
diperlukan kajian mengenai bagaimana praktik layanan jasa keuangan melalui kanal digital.
pemasaran dan periklanan yang bijak dan Hal ini menguat setelah diselenggarakannya
bertanggungjawab dengan memperhatikan workshop mengenai “Financial Advertising”
aspek perlindungan konsumen. Karena tanpa melalui kegiatan FinCoNet AGM (Annual General
hal tersebut, produk dan layanan jasa keuangan
Meeting) 2018 di Tokyo, Jepang. Berdasarkan maupun konsumen terkait dengan praktik
hasil workshop, otoritas negara lain yang pemasaran melalui kanal digital.
menjadi anggota dari FinCoNet menganggap
perlu untuk dilakukan kajian mengenai topik Kajian ini juga diperlukan untuk meningkatkan
Standing Committee 5 – Financial Advertising.9 Hal potensi risiko yang dapat dihadapinya dari
ini membuktikan bahwa diperlukan perhatian produk dan/atau jasa keuangan yang ditawarkan
secara khusus baik bagi otoritas, pelaku usaha, melalui kanal digital.
9
The International Financial Consumer Protection atau biasa disebut FINCONET merupakan fora internasional
para regulator dan pengawas untuk mendiskusikan isu dan tren dalam aspek perlindungan konsumen
keuangan. Organisasi yang sebelumnya dinamakan Financial Consumer Protection Network ini merupakan
organisasi yang diakui oleh Financial Stability Board (FSB) dan Group of 20 (G20). Tujuan utama dari Finconet
adalah untuk mendukung market conduct yang baik dan meningkatkan perlindungan konsumen melalui
pengawasan market conduct yang efektif dan efisien
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 10
BAB II
Perkembangan, Praktik,
Pengaturan Pemasaran dan
Periklanan Digital di Industri
Jasa Keuangan
Perubahan ini dirasakan dari mulai metode komunikasi internal suatu perusahaan,
metode menjalin dan membangun relasi dengan konsumen maupun masyarakat yang
belum menggunakan produk dan layanan, hingga strategi pemasaran dan periklanan
melaui kanal digital yang menjadi hal yang paling penting saat ini. Beberapa pendapat
menyatakan bahwa bisnis yang saat ini tidak memanfaatkan teknologi dan kanal
digital, lama kelamaan akan ditinggalkan dan menjadi kurang menarik lagi.
Hal ini tentunya sejalan dengan perubahan pola perilaku masyarakat yang online/
digital minded dan mobile-first preferred. Perubahan perilaku masyarakat yang
dimanjakan dengan perkembangan teknologi telah menjadi salah satu aspek penting
yang diperhatikan oleh pelaku usaha, sama halnya di sektor jasa keuangan. Saat ini,
masyarakat dan konsumen cenderung untuk mendapatkan, mencari dan melakukan
konfirmasi terhadap suatu informasi melalui kanal digital dan online maupun melalui
perangkat telepon pintarnya. Secara lambat laun, hal ini berpengaruh terhadap
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 14
strategi pemasaran suatu produk dan layanan belum jelas dari regulatornya terkait
di hampir semua sektor bisnis, termasuk penggunaan kanal digital.
industri jasa keuangan.
Di Indonesia, isu terkait sumber daya
Meskipun sudah terdapat beberapa manusia menjadi salah satu tantangan bagi
pelaku usaha di sektor jasa keuangan yang pelaku usaha dalam menjalankan praktik
memanfaatkan kanal digital sebagai media pemasaran dan periklanan secara digital.
pemasaran, secara global, sektor jasa Beberapa pelaku usaha besar saat ini sudah
keuangan termasuk salah satu sektor usaha mempekerjakan ahli dan sumber daya
yang paling lambat dalam mengadopsi strategi manusia yang memiliki pengalaman terkait
digital dalam pemasaran dan periklanan aktivitas pemasaran digital, sedangkan pelaku
produk serta layanannya. Berdasarkan survei usaha yang berskala menengah dan kecil
dan studi yang dilakukan oleh MarketBridge kesulitan untuk mendapatkan hal tersebut.
and SourceMedia , para pelaku usaha industri
10
Hal ini terjadi karena dua hal, yaitu belum
jasa keuangan menyatakan bahwa penggunaan banyak sumber daya manusia yang cakap dan
strategi pemasaran dan periklanan digital dapat menjalankan strategi pemasaran dan
masih belum dipercayai sebagai strategi yang periklanan digital dengan efektif dan kendala
efektif dikarenakan beberapa hal yang menjadi masalah keterbatasan dana.
perhatian penting, diantaranya :
Berdasarkan laporan yang disusun oleh
1. terbatasnya jumlah sumber daya manusia Adobe, “2017 Digital Trends in Financial Services
yang berpengalaman dalam menjalankan and Insurance”, didapatkan informasi bahwa
strategi tersebut (lack of expertise), sebesar 58% dari 840 lembaga jasa keuangan
2. lebih percaya bahwa strategi konvensional yang disurvei menyatakan bahwa memberikan
lebih efektif, dan pelatihan mengenai pemasaran digital kepada
3. isu terkait regulasi, dimana pelaku usaha sumber daya manusia suatu lembaga jasa
di beberapa negara masih dibingungkan keuangan sangatlah penting dan dibutuhkan
dengan regulasi yang belum ada atau pada saat ini dan beberapa tahun ke depan.11
Marketo. Don’t Get Left Behind : The Rise of Digital Marketing in Financial Services, hal. 4.
10
Adobe CMO Article. 2017. 2017 Digital Trends in Financial Services and Insurance, diakses melalui http://www.
11
cmo.com/features/articles/2017/3/10/financial-services-marketing-stats-mbs-tlp.html#gs.wOePw9Y.
Meskipun praktik pemasaran dan periklanan faktor yang muncul tersebut, beberapa pelaku
digital ini mulai booming beberapa tahun usaha akhirnya tetap menjalankan strategi
terakhir, sebagian besar tenaga pemasar masih pemasaran dan periklanan secara konvensional
bingung untuk memaksimalkan potensi dari karena dianggap lebih memahami dan dapat
praktik digital ini. Menurut riset yang dilakukan mendalami praktik pemasaran dan periklanan
oleh GetCraft, sekitar 55% tenaga pemasar secara tradisional dibandingkan dengan digital.
di Indonesia belum tahu bagaimana cara
memaksimalkan praktik pemasaran secara Memperhatikan perkembangan di Indonesia
digital.12 Namun, untuk dapat memberikan saat ini, para pelaku usaha semakin terdorong
daya manusia tersebut dibutuhkan dana yang pemasaran melalui kanal digital. Kemudahan
12
Pernyataan GetCraft pada acara CMO’s view on
Marketing in Indonesia in 2017 di Jakarta pada Rabu
(8/2) 2017, diakses melalui http://marketeers.
com/pemasar-bingung-digital-marketing/.
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 16
lainnya. Pertumbuhan seperti ini dengan cepat. Saat ini, beberapa pelaku usaha
akan terus berlanjut selama pelaku menjalankan strategi digital media advertising
dampak positif dan manfaat lagi seperti televisi, radio, media cetak seperti
dari penggunaan kanal digital di majalah, billboard dan sebagainya. Digital media
periklanan digital akan jauh lebih jaringan atau secara digital. Pelaku usaha juga
13
Deep Target. 2017. Digital Marketing Handbook for Financial Institutions – Volume 1, hal. 4.
14
The Economist Intelligence Unit. 2016. DIGITAL FINANCE: Meeting ethics and compliance
challenges in financial services.
usaha dapat memanfaatkan fitur yang yang didapatkan dari fitur penjualan
dapat menampilkan informasi produk langsung yang terdapat pada website.
dan layanannya hingga fitur penjualan
langsung yang dapat digunakan oleh Online traffic juga dapat digunakan
bagi periklanan suatu produk dan komunikasi timbal balik (dua arah)
15
We Are Social, Hootsuit. 2018. Indonesia Digital Landscape 2018, hal. 1.
16
Federal Financial Institutions Examination Council. 2013. Social Media: Consumer
Compliance Risk Management Guidance, hal. 5-6
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 22
1. Pasal 9 UU ITE
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus
menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat
kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Dalam penjelasannya
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan informasi yang lengkap dan benar
adalah meliputi :
Hal ini sesuai dengan prinsip hukum perdata dimana suatu perjanjian terjadi
pada saat tercapainya kata sepakat. Oleh karena itu, setelah penjual dan
pembeli sepakat untuk melakukan perjanjian jual-beli maka penjual dan
pembeli tersebut sudah terikat dan memiliki kewajiban untuk mematuhi
perjanjian tersebut. Berkenaan dengan hal dimaksud, sebaiknya dokumen
pernyataan sepakat disimpan sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti
apabila di kemudian hari terjadi suatu perselisihan mengenai hal tersebut.
3. Pasal 28 UU ITE
UU ITE juga telah mengatur bentuk penipuan dalam pemasaran melalui
kanal digital. Dalam pasal 28 ayat (1) disebutkan bahwa “Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”.
Kepada setiap orang yang melanggar pasal tersebut maka akan dikenakan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (vide Pasal 45 ayat (2)).
1. Pasal 12
Mewajibkan penyelenggara sistem elektronik menjamin :
a. Tersedianya perjanjian tingkat layanan;
b. Tersedianya perjanjian keamanan informasi terhadap jasa layanan
teknologi informasi yang digunakan; dan
c. Keamanan informasi dan sarana komunikasi internal terselenggara
dengan baik.
2. Pasal 13
Penyelenggara sistem elektronik wajib menerapkan manajemen risiko
terhadap kerusakan atau kerugian yang ditimbulkan.
3. Pasal 15
Penyelenggara sistem elektronik wajib :
a. Menjaga rahasia, keutuhan dan ketersediaan data pribadi yang
dikelolanya;
b. Menjamin bahwa perolehan, penggunaan dan pemanfaatan data pribadi
berdasarkan persetujuan pemilik data pribadi, keciali ditentukan lain
oleh peraturan perundang-undangan; dan
c. Menjamin penggunaan atau pengungkapan data dilakukan berdasarkan
persetujuan dari pemilik data pribadi tersebut dan sesuai dengan tujuan
yang disampaikan kepada pemilik data pribadi pada saat perolehan
data.
Jika terjadi kegagalan dalam perlindungan rahasia data pribadi yang
dikelolanya, penyelenggara sistem elektronik wajib memberitahukan secara
tertulis kepada pemilik data pribadi tersebut.
Dalam kaitannya dengan pemasaran produk, salah satu faktor yang penting
dalam kegiatan sektor jasa keuangan adalah kelengkapan dan kebenaran
informasi. Hal ini karena informasi tersebut akan mempengaruhi keputusan
konsumen pada saat mulai menggunakan suatu produk atau jasa keuangan. Oleh
karena itu, dalam POJK No.1/2013 diatur mengenai pemasaran produk dan/atau
jasa keuangan, diantaranya :
1. Pasal 16
Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memperhatikan kesesuaian antara
kebutuhan dan kemampuan Konsumen dengan produk dan/atau layanan
ditawarkan kepada Konsumen.
2. Pasal 17
Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang menggunakan strategi pemasaran
produk dan/atau layanan yang merugikan konsumen dengan memanfaatkan
kondisi konsumen yang tidak memiliki pilihan lain dalam mengambil
keputusan.
3. Pasal 19
Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang melakukan penawaran produk
dan/atau layanan kepada konsumen dan/atau masyarakat melalui sarana
komunikasi pribadi tanpa persetujuan konsumen.
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 30
4. Pasal 20
Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan
dalam setiap penawaran atau promosi produk dan/atau layanan :
a. Nama dan/atau logo Pelaku Usaha Jasa Keuangan; dan
b. Pernyataan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan terdaftar dan diawasi
oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam hal penjualan produk dan/atau layanan hanya dapat dilakukan orang
perorangan yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan, dalam penawaran atau
promosi tersebut wajib mencantumkan pernyataan bahwa orang perorangan
dimaksud terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.
yang jelas, adil dan tidak menyesatkan. iklan tentang perjanjian kredit wajib
konsumen bagi Central Bank of Ireland. yang juga mencakup informasi standar
17
Central Bank of Ireland. 2017. Consumer Protection Bulletin : Social Media Monitoring,
Edition 6 May 2017, hal. 1.
18
Ibid, hal. 2-3.
Menurut Financial Conduct Authority (FCA), pemasaran produk dan layanan jasa
keuangan merupakan sumber informasi utama yang dapat dijadikan patokan
konsumen dalam mengambil keputusan. Tujuan FCA adalah untuk memastikan
bahwa pemasaran produk dan layanan jasa keuangan adil, jelas, dan tidak
menyesatkan. Segala bentuk komunikasi, termasuk melalui media sosial, dapat
menjadi sarana pemasaran produk dan layanan jasa keuangan jika isinya berupa
ajakan atau bujukan untuk terlibat dalam suatu aktivitas keuangan.
19
Financial Conduct Authority UK. 2015. FG15/4: Social media and customer
communications, The FCA’s supervisory approach to financial promotions in social media.
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 36
Dalam semua bentuk promosi jasa keuangan, baik melalui media cetak, televisi,
radio maupun digital, pelaku usaha jasa keuangan harus menyatakan bahwa
pelaku diatur dan diawasi serta mencantumkan nama regulator mengatur dan
mengawasi pelaku tersebut. Ini sejalan dengan praktik pemasaran produk dan
layanan jasa keuangan yang bertanggung jawab dan adil.
Pemasaran produk dan layanan jasa keuangan harus menggunakan bahasa yang
jelas dan harus berimbang, tidak boleh melebih-lebihkan keuntungan yang akan
menciptakan harapan yang tidak realistis. Iklan tersebut harus dapat disimpan
setidak-tidaknya selama 5 (lima) tahun. Pengaturan mengenai pemasaran produk
dan layanan jasa keuangan difokuskan ke dalam beberapa praktik seperti White
Labelling, Comparative Marketing, Endorsement dan Loyalty and cash-back bonuses.
20
Caroline da Silva - Financial Services Board Afrika Selatan dalam presentasi FinCoNet
Workshop : Financial Advertising. 2017. Advertising Rules for Financial Services.
c. Puffery
1. Penilaian nilai atau penilaian subjektif kualitas hanya didasarkan
pada pendapat evaluator tanpa ukuran atau standar yang
ditentukan sebelumnya.
2. Harus konsisten dengan Code of Advertising Practice yang
dikeluarkan oleh Advertising Standards Authority of South Africa.
d. Endorsements
1. Harus merupakan opini asli atau pengalaman aktual seseorang;
2. Harus didasarkan pada pernyataan yang dibuat sebenarnya;
3. Dapat menggunakan nama samaran, bukan nama sebenarnya;
4. Harus secara jelas menyatakan bahwa pengesahan tidak
merupakan nasihat keuangan;
5. Setiap kepentingan keuangan atau hubungan dengan penyedia
dan kompensasi untuk pengesahan harus diungkapkan.
e. Loyalty benefits
1. Harus dinyatakan dengan jelas apakah manfaat atau bonus
bergantung pada perilaku atau kejadian eksternal;
2. Tidak menciptakan kesan bahwa bonus atau manfaat dijamin.
f. Prominence
1. Pertimbangan terperinci yang harus diberikan, meliputi :
a. Target audiens;
b. Memposisikan teks dan kemampuan mendengar serta
kecepatan bicara;
c. Durasi;
d. Efek visual yang digunakan termasuk latar belakang, warna,
ukuran font.
2. Panduan termasuk apa yang dapat menghambat keunggulan
produk dan layanan yang dipasarkan.
3. Persyaratan khusus seputar pengaturan white labelling tunduk
pada relaksasi proporsional untuk persyaratan dalam kelompok
jasa keuangan.
4. Persyaratan tambahan terkait dengan kebijakan yang memiliki
nilai investasi.
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 40
Pada tahun 2010, Banco de España telah mengubah pengaturannya dari Ex-
ante authorization scheme menjadi Ex-post supervision scheme. Dalam Ex-post
supervision scheme terdapat dua elemen yaitu elemen pencegahan dan elemen
koreksi. Elemen pencegahan digunakan di saat pengawas memastikan bahwa
aplikasi pemasaran telah jelas dan jujur sesuai prosedur. Elemen koreksi adalah
di saat pengawas memiliki bukti untuk meminta entitas yang diawasi untuk
menghentikan atau memperbaiki upaya pemasaran produk dan layanan jasa
keuangan yang melanggar. Cara Banco de España menegakkan peraturan tersebut
adalah dengan letters or requirements, letter or recommendations and observation,
dan lainnya.21
21
Fernando Tejada - Banco de España (Spanyol) dalam presentasi FinCoNet Workshop :
Financial Advertising. 2017. Financial Advertising.
22
Teresa Frick – Financial Consumer Agency (Kanada) dalam presentasi FinCoNet
Workshop : Financial Advertising. 2017. Financial Advertising.
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 42
The Federal Trade Commission Act mengizinkan FTC untuk bertindak untuk
kepentingan konsumen untuk mencegah tindakan atau praktik yang menipu
dan tidak adil. Section 5 dalam The Federal Trade Commission Act menyatakan
bahwa tindakan dapat dilakukan apabila suatu perusahaan dinyatakan lalai,
berupaya dalam hal praktik penipuan, cenderung menyesatkan konsumen, dan
memengaruhi perilaku atau keputusan konsumen tentang produk atau layanan.
23
Federal Trade Commision USA. 2017. Consumer Review Fairness Act: What Businesses
Need to Know, diakses melalui https://www.ftc.gov/tips-advice/business-center/guidance/
consumer-review-fairness-act-what-businesses-need-know.
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 44
The FTC Act melarang pemasaran produk dan/atau layanan jasa keuangan
dalam bentuk apapun yang tidak adil atau menyesatkan konsumen. Pemasaran
produk dan/atau layanan jasa keuangan harus memberikan informasi yang
sebenarnya dan tidak menyesatkan konsumen. Undang-Undang Perlindungan
Konsumen melarang tindakan dan praktik yang tidak adil, menipu, atau
menyimpang sehubungan dengan produk dan layanan keuangan konsumen.
Berdasarkan The Federal Trade Commission Act, iklan harus jujur dan
tidak
menipu, sehingga dengan demikian pengiklan harus memiliki bukti untuk
mendukung klaim mereka dan iklan tersebut harus adil. Menurut FTC, yang
menyebabkan suatu iklan menjadi “menipu” adalah jika iklan tersebut
mengandung pernyataan yang tidak benar atau menghilangkan informasi.
Sementara yang membuat suatu iklan itu menjadi “tidak adil” adalah jika
iklan tersebut menyebabkan atau memungkinkan menyebabkan kerugian bagi
konsumen yang tidak dapat dihindari dan manfaatnya tidak sebanding dengan
harapan konsumen.
BAB III
Potensi Risiko Terkait
Pemasaran Produk Jasa
Keuangan Digital
Terkait dengan PUJK, OJK telah menerbitkan Surat Edaran Nomor : 12/
SEOJK.07/2014 tantang Penyampaian Informasi Dalam Rangka Pemasaran
Produk dan/atau Layanan Jasa Keuangan, yang merupakan petunjuk pelaksanaan
terkait ketentuan pemasaran pada Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Selain hal tersebut, terdapat beberapa tantangan dan kondisi kerawanan yang
harus diperhatikan oleh para PUJK dan start-up Fintech dalam melaksanakan
strategi pemasaran dan periklanan melalui kanal digital, yaitu :
1. Masih rendahnya tingkat literasi keuangan dan literasi digital masyarakat
Indonesia,
2. Praktik pemasaran dan periklanan yang agresif tanpa mempertimbangkan
kebutuhan dan kesesuaian produk, dan
3. Maraknya praktik penawaran produk ilegal melalui kanal digital.
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 48
produk dan layanan jasa keuangan sejauh mana informasi yang dapat
cukup rendah yaitu sebesar 29,7%. dengan baik, sesuai kebutuhan, serta
tahun yang sama yaitu sebesar 67,8%, ketidakpuasan atau sengketa atas
maka terdapat gap yang cukup besar penggunaan produk dan layanan jasa
24
Berdasarkan Riel, S. J. Christian & B. Hinson dalam Charting digital literacy: A
framework for information technology and digital skills education in the community college,
literasi digital merupakan kemampuan menggunakan teknologi dan informasi dari
piranti digital secara efektif dan efisien dalam berbagai konteks, seperti akademik,
karier, dan kehidupan sehari-hari.
Indonesia yang juga belum merata, yang dibelinya tidak sesuai dengan
maka OJK, Pemerintah, PUJK kebutuhan dan harapannya. Apabila
dan perusahaan start-up Fintech kondisi tersebut tidak diperhatikan,
perlu bersinergi untuk lebih gencar maka potensi pengaduan konsumen
melakukan edukasi keuangan kepada atas produk dan layanan jasa keuangan
masyarakat. Jika tingkat literasi akan meningkat di kemudian hari dan
keuangan dan literasi digital seseorang pada akhirnya akan menurunkan
masih rendah, maka yang bersangkutan tingkat kepercayaan konsumen dan
memiliki potensi risiko yang tinggi pada masyarakat terhadap industri jasa
saat membeli suatu produk karena keuangan.
agresif. Namun demikian, akan menjadi Selain itu, praktik pemasaran digital
potensi permasalahan jika iklan agresif saat ini yang seringkali menawarkan
tersebut tidak memberikan informasi penawaran menarik dapat mendorong
yang memadai tentang karakteristik konsumen untuk terus melakukan
produknya sehingga konsumen pembelian produk jasa keuangan.
mungkin membeli tanpa memahami Penawaran menarik tersebut biasanya
fiturnya dan tidak sesuai dengan berupa program reward yang ditawarkan
kebutuhannya (unsuitable product). apabila masyarakat membeli atau
menggunakan produk dan layanan.
Berdasarkan informasi dari laporan Menurut laporan dari Evans School
The Consultative Group to Assist the Policy Analysis and Research (EPAR),
Poor (CGAP) tahun 2017 mengenai periklanan yang memiliki program
Consumer Protection in Digital Credit, reward memiliki pengaruh terhadap
praktik pemasaran dan periklanan pola perilaku masyarakat. 26 Salah
melalui kanal digital dapat mendorong satu contoh misalnya adalah layanan
konsumen untuk melakukan pembelian pinjam-meminjam uang melalui
atau penggunaan produk dan layanan teknologi informasi atau biasa disebut
jasa keuangan tanpa mengetahui dengan peer-to-peer lending. Terdapat
tujuannya.25 Artinya terdapat potensi penawaran penurunan suku bunga
dimana konsumen tertarik dengan pinjaman yang dikenakan kepada
produk dan/atau layanan jasa keuangan konsumen jika konsumen tersebut
yang ditawarkan tanpa memerhatikan sebelumnya pernah satu kali meminjam
kemampuan dan kebutuhan yang melalui platform tersebut. Hal ini
dimilikinya. berpotensi menarik konsumen untuk
25
The Consultative Group to Assist the Poor (CGAP). 2017. Focus Note : Consumer
Protection inDigital Credit, hal. 1.
26
FinCoNet. 2017. Report on the Digitalisation of Short-term, High-Cost Consumer Credit,
hal. 53.
27
Ibid.
28
Ibid.
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 52
29
Semuel Abrijani - Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika Kemenkominfo
dalam wawancara, dilansir melalui https://economy.okezone.com/
read/2017/05/04/320/1683407/kominfo-blokir-200-situs-investasi-bodong.
Risiko praktik pemasaran produk dan/atau layanan jasa keuangan secara digital
semirip dengan risiko pada praktik pemasaran produk dan/atau layanan melalui
cara tradisional, yaitu :
hari antara konsumen dengan pelaku jelas dan lengkap, atau bahkan tidak
usaha. Jika hal tersebut tidak ditangani menyampaikan informasi yang benar
dengan baik akan menurunkan tingkat (menutupi kekurangan produk).
kepercayaan masyarakat dan reputasi
pelaku usaha. Berbeda halnya dengan praktik
pemasaran melalui kanal digital
Terdapat pola komunikasi yang dimana konsumen tidak bertemu
berbeda pada saat pemasaran langsung dengan pemasar. Interaksi
dilakukan melalui pertemuan secara langsung sebagaimana yang disebutkan
langsung dengan pemasaran yang sebelumnya tidak terdapat pada
dilakukan melalui kanal digital. Pada pemasaran dan periklanan melalui
saat pemasaran dilakukan secara kanal digital. Interaksi seperti ini
tatap muka langsung, konsumen biasa disebut dengan non-intermediary
dapat bertanya secara langsung dan human-involved atau interaksi yang
melakukan konfirmasi terhadap tidak melibatkan manusia secara
banyak hal yang telah disampaikan langsung. Pada jenis interaksi
tenaga pemasar. Konsumen juga dapat seperti ini informasi yang ditampilkan
melakukan klarifikasi atas informasi merupakan informasi final yang
yang dicantumkan pada iklan. Dengan tersampaikan kepada konsumen dan
adanya pertemuan langsung tersebut, masyarakat. Artinya informasi produk
keterbukaan informasi atas produk dan/atau layanan jasa keuangan yang
dan/atau layanan jasa keuangan dapat dipasarkan atau diiklankan melalui
disampaikan secara lebih dengan baik. kanal digital merupakan informasi yang
Namun demikian, tidak dapat dipungkiri terbatas dikarenakan konsumen dan
juga bahwa pemasaran produk dan/ masyarakat tidak dapat menanyakan
atau layanan jasa keuangan melalui atau melakukan konfirmasi atas
pemasaran secara langsung masih informasi tersebut secara langsung.
memiliki kelemahan, yaitu apabila Konsumen dan masyarakat dapat
pemasar tidak mengetahui sepenuhnya menanyakan informasi tambahan
tentang produk dan/atau layanan jasa maupun melakukan konfirmasi tehadap
keuangan yang ditawarkannya, tidak kebenaran dari informasi melalui
menyampaikan informasi secara fitur lainnya di kanal tersebut, seperti
30
Loc. Cit, FinCoNet Report, hal. 51-52
Selain itu, penggunaan kata dan kalimat yang “provokatif” dapat berdampak
pada perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat dan konsumen. Salah satu
contohnya adalah tawaran kemudahan melakukan pembelian suatu barang
melalui pengajuan utang secara online.
Tawaran tersebut dapat memberikan kesan bahwa membeli barang saat ini
semakin mudah, yang dapat dibeli melalui utang dan dibayar kemudian hari.
Bagi masyarakat Indonesia yang tingkat literasi keuangannya masih rendah,
hal ini dapat berdampak pada perubahan pola pikir dan perilaku menjadi lebih
konsumtif dan menjadi kurang memperhatikan aspek pengelelolaan keuangan
yang baik (masuk ke dalam kondisi irresponsible lending dan indebtedness).
31
Loc. Cit, CGAP, hal. 4-5
Commission (ASIC) selaku salah satu regulator di Australia. Sanksi ini dijatuhkan
kepada perusahaan tersebut dikarenakan ASIC menemukan fakta bahwa
perusahaan tersebut menggunakan kata atau kalimat seperti: “pemberian
pinjaman secara instan” dan “persetujuan pinjaman dalam beberapa menit saja”.
ASIC menimbang bahwa penggunaan kalimat seperti ini dapat membahayakan
perilaku konsumen di masa mendatang.32
32
Loc Cit., hal. 52
33
FinCoNet. 2016. Report on Sales Incentives and Responsible Lending, hal. 28
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 60
dan tidak mencermati kemanan situs antara website asli maupun website
jejaring yang dikunjunginya. hasil duplikasi. Apabila konsumen
lengah dalam mencermati hal tersebut,
Hal kedua adalah terkait dengan maka konsumen akan terjerat praktik
kesadaran konsumen dalam fraud yang dibuat oleh para pelaku
mencermati situs jejaring. Terdapat tindak kejahatan.
perbedaan meskipun tidak mencolok
Para pelaku usaha relatif lebih mudah masih banyak yang belum mengetahui
untuk dapat memastikan tingkat dan memahami produk dan/atau jasa
kepahaman konsumen terhadap keuangan yang perlu digunakan dan
produk apabila praktik pemasaran sesuai dengan kebutuhannya.
dilakukan melalui tatap muka.
Namun apabila praktik pemasaran Pada praktik pemasaran secara
yang akan dibeli atau digunakannya. biaya, dan risiko suatu produk dan/atau
layanan jasa keuangan.
Selain mengenai kepahaman
konsumen, praktik pemasaran secara Dari sisi pelaku usaha, kondisi non-
sehingga produk atau layanan jasa yang prinsip Know Your Customer (KYC).
merupakan produk atau layanan jasa calon konsumennya dari data yang
oleh konsumen. Hal ini sangat krusial biasanya terbatas dan menutup
BAB IV
Perlindungan Konsumen
dalam Praktik Pemasaran
Produk dan/atau Layanan
Jasa Keuangan Secara Digital
yang diterbitkan tahun 2018. Meskipun standar tersebut digunakan untuk pemasaran
produk e-commerce secara umum, namun prinsip-prinsip yang disebutkan sangat
relevan dengan pemasaran produk dan layanan keuangan secara digital.
Konsep omni channel juga sangat dibutuhkan pada saat calon konsumen dan
masyarakat mulai tertarik pada produk dan layanan setelah mengamati iklannya
secara digital. Akses kanal informasi untuk mendapatkan penjelasan produk
yang lebih detil harus tersedia. Keterbatasan media digital menjadi salah satu
tantangan bagi pelaku usaha jasa keuangan untuk menyusun informasi yang
kompleks dari produknya agar dapat dipahami dengan baik. Pelaku usaha dapat
menyediakan fitur media digital, seperti live chat, nomor telepon yang dapat
dihubungi (contact us/contact center), media sosial, maupun fitur kirim pesan
Berkaitan dengan informasi tentang syarat dan ketentuan pada iklan, hal
tersebut wajib dipahami dengan baik oleh konsumen sebelum persetujuan untuk
membeli atau menggunakan produk dan/atau layanan. Dalam keterbatasan
penggunaan media digital, pelaku usaha dapat menyusun ringkasan syarat dan
ketentuan yang komprehensif untuk diketahui calon konsumen.
77,9% mereka membuka dan melihat secara sekilas saja. Hal ini menunjukkan
bahwa di negara maju pun informasi produk belum mendapatkan perhatian
penuh untuk dibaca dan dipahami.
Apabila cyber crime tidak teridentifikasi dan diantisipasi dengan baik sedari
awal, misalnya seperti pada website yang digunakan sebagai media iklan dan
pemasaran secara online, maka kondisi tersebut akan menjadi hal yang sangat
berisiko bagi bisnis pelaku usaha.34 Pelaku usaha harus menempatkan cyber
crime sebagai salah satu risiko utama bisnis saat ini dan bukan hanya sebagai
risiko teknis teknologi informasi.
34
Pricewaterhouse Coopers (PWC). 2014. Global Economic Crime Survey : Threats to the
Financial Services sector.
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 72
Pada November 2013, Bank of England bersama dengan regulator sektor jasa
keuangan lainnya menyatakan bahwa cybercrime merupakan risiko terbesar bagi
sektor jasa keuangan. Saat itu, regulator melakukan “stress test” terhadap bank-
bank di Inggris yang dikenal dengan nama proyek “Waking Shark II”. Laporan yang
didapatkan dari hasil tes ini menyatakan bahwa diperlukan koordinasi yang lebih
baik antar perusahaan di sektor yang sama dan dibutuhkan upaya edukasi kepada
perusahaan untuk lebih aware melaporkan kejadian dugaan cybercrime kepada
regulator.35
Di bulan yang sama, New York State Department mengumumkan bahwa akan
dilakukan sejenis tes yang sama secara online untuk menilai tingkat keamanan dan
kebijakan siber dari para pelaku usaha yang menggunakan kanal digital. Selain itu,
regulator di Amerika Serikat meminta kepada para pelaku usaha untuk melaporkan
setiap kejadian dugaan cybercrime dan mengungkapkan apa yang terjadi secara detil
kepada regulator. 36
Selain itu di Luxembourg, kolaborasi merupakan salah satu strategi yang sangat
bermanfaat menghadapi kejahatan siber. Pelaku usaha jasa keuangan terbesar di
Luxembourg bahkan menerapkan zero-tolerance policy untuk menghadapi setiap
tindakan fraud perbankan tanpa memedulikan jumlah kerugian yang menimpa. 37
35
Chris Keeling. 2013. Waking Shark II Desktop Cyber Exercise Report to participants.
36
Eric T. Schneiderman. 2014. Historical Examination of Data Breaches in New York State.
37
Pricewaterhouse Coopers (PWC), Loc. cit, hal. 12.
Para pelaku usaha yang menggunakan jasa vendor teknologi informasi dalam
mengembangkan sistem dan media digitalnya, wajib selektif dan berhati-hati
pada saat memilih vendor dan menyusun kontrak. Hal ini untuk menekan risiko
terkait data dan informasi perusahaan dan konsumen.
Upaya lain yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha diantaranya adalah
melakukan edukasi dan pengembangan kapasitas karyawannya terkait dengan
wawasan ancaman cyber dalam penggunaan kanal digital. Pelaku usaha
juga dapat merancang sistem atau strategi yang efektif untuk menghadapi
ancaman cyber melalui pembaharuan sistem secara berkala, monitoring
intensif, pembaharuan sistem penyimpanan data pribadi konsumen, dan lain
sebagainya. Selain itu pelaku usaha juga perlu bekerjasama dengan regulator
dalam melaporkan insiden cybercrime dalam sistemnya.
Di sisi lain, upaya yang perlu dilakukan oleh regulator terkait hal tersebut
adalah melakukan monitoring dan analisis terhadap pelaporan insiden cyber
crime dari pelaku usaha serta menetapkan standarisasi sertifikat keamanan dan
keandalan media digital yang digunakan para pelaku usaha dalam memasarkan
produk dan layanan jasa keuangannya. Hal ini dapat dilakukan sebelum pelaku
usaha memanfaatkan kanal digital sebagai media untuk mengiklankan dan
memasarkan produknya.
GDPR merupakan peraturan Uni Eropa (UE) tentang perlindungan data dan privasi
individu yang tinggal di wilayah UE dan European Economic Area (EEA). Peraturan ini
merupakan peraturan yang mengganti keberadaan peraturan Data Protection Directive
95/46/EC.38 GDPR mulai berlaku di UE pada 25 Mei 2018 lalu dan resmi menggantikan
General Data Protection Directive (GDPD) di UE tahun 1995. Peraturan ini bertujuan
terutama agar masyarakat memiliki kontrol lebih atas data pribadi mereka dan
dapat melindungi kerahasiaan data masyarakat Uni Eropa, misal dari permasalahan
kebocoran data.
Berlakunya GDPR di UE seharusnya dapat menjadi salah satu faktor pendorong yang
penting agar Indonesia memiliki peraturan setingkat undang - undang yang khusus
mengenai Perlindungan Data Pribadi. Dengan adanya pokok - pokok peraturan seperti
yang terdapat pada GDPR di Indonesia dalam tingkatan undang - undang, maka
kerangka perlindungan data pribadi masyarakat Indonesia akan semakin kuat. Hal
ini tentunya dapat berdampak positif dan negatif. Dampak positifnya dapat dirasakan
oleh masyarakat, agar data pribadinya tidak disalahgunakan dan lebih aman. Dampak
negatifnya mungkin akan dirasakan dari sisi pemasaran dan periklanan dari industri
e-commerce dan industri lainnya yg akan menurun dikarenakan masyarakat memiliki
kewenangan untuk menutup kanal/saluran pribadinya terkait informasi produk dan
layanan yang akan ditawarkan. Dengan adanya peraturan seperti ini, tentunya pelaku
usaha yang tetap berani menawarkan produk dan layanannya tanpa mendapatkan
izin dari target konsumennya, maka akan terdapat sanksi yang berat sebagaimana
sanksi yang terdapat pada implementasi GDPR.
38
G20/OECD. 2018. Policy Guidance on Financial Consumer Protection Approaches in the
Digital Age, hal. 28.
39
Responsible Finance Forum. 2017. Opportunites and Risks in Digital Financial Services:
Protectng Consumer Data and Privacy, hal. 13.
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 76
670
890
980
1000
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 78
Edukasi ini menjadi sangat penting supaya konsumen memahami dengan baik
atas produk dan/atau layanan jasa keuangan yang akan digunakannya serta
mengetahui hak dan kewajibannya ketika sudah membeli dan menggunakannya.
Upaya edukasi tersebut dapat disandingkan dengan informasi produk dan/
atau layanan. Pelaku usaha dapat membuat konten edukasi yang menarik dan
relevan dengan karakteristik dari produk dan/atau layanan yang dipasarkan.
Contohnya seperti : tips memanfaatkan pinjaman/utang yang baik dan produktif,
pemberitahuan terkait kewajiban pembayaran angsuran dan pentingnya
pembayaran tepat waktu, dan penjelasan mengenai konsekuensi seandainya
terjadi gagal bayar atau wanprestasi.
Pelaku usaha juga wajib menampilkan informasi yang penting dan wajib
dipahami calon konsumen seperti karakteristik produk dan/atau layanan,
manfaat, biaya, risiko, syarat dan ketentuan, dan lain sebagainya. Pelaku usaha
dapat menekankan beberapa informasi yang perlu mendapatkan perhatian
khusus seperti risiko dan biaya- biaya yang dikenakan. Selanjutnya untuk
meyakinkan bahwa calon konsumen telah memahami semua informasi penting
yang wajib diketahui, pelaku usaha wajib melakukan proses konfirmasi akhir
Salah satu keterbatasan yang dimiliki media digital adalah keterbatasan space
untuk wording atau penggunaan kata-kata. Penjelasan syarat dan ketentuan
(terms and condition) yang panjang akan menjadi sulit untuk disampaikan kepada
calon konsumen mengingat laman yang tersedia sangat terbatas di media digital.
Tantangan tersebut dapat diantisipasi dengan melaksanakan strategi pemasaran
yang secara umum sebagai berikut :
• Pada tahap awal, pelaku usaha menggunakan media digital (termasuk media
sosial) untuk meningkatkan brand awareness terlebih dahulu.
Tujuan utamanya adalah untuk menjangkau dan menumbuhkan awareness
dari masyarakat akan kehadiran produknya. Artinya, pada tahapan ini informasi
yang ditampilkan di media digital pada tahapan ini tidak terlalu kompleks,
mudah dipahami dan sederhana. Untuk mendampingi iklan awareness
ini, pelaku usaha menyediakan kanal lainnya untuk untuk mendukung
dan mempermudah calon konsumen mengetahui informasi lebih lengkap
mengenai produk dan/atau layanan jasa keuangan yang dipasarkan. Kanal
pendukung tersebut seperti website, media sosial, email, chatbot, maupun
contact center.
Pada tahap awal ini, pelaku usaha sebaiknya menghindarkan penggunaan
kata-kata atau kalimat yang bersifat bias dan ambigu, yang berpotensi
menghasilkan informasi yang keliru (misleading information) bagi konsumen.
Jika hal ini terjadi, dapat mengakibatkan konsumen salah dalam mengambil
keputusan.
yang lebih lengkap terkait dengan produk untuk memenuhi harapan calon
konsumen yang sudah aware dan hendak mencari informasi lebih lanjut.
Pelaku usaha diharapkan dapat melaksanakan praktik iklan yang adil dan
memastikan kesesuaian antara kebutuhan dan kemampuan konsumen dengan
produk yang ditawarkannya. Pelaku usaha harus aware akan dampak negatif
akibat praktik pemasaran dan periklanan yang tidak bertanggungjawab.
Selain menjadi masukan yang baik untuk menyusun strategi pemasaran dan
penjualan produk, media sosial dapat menjadi kanal yang dimanfaatkan sebagai
media layanan konsumen. Selain hanya membutuhkan biaya yang relatif lebih
murah dibandingkan dengan kanal telepon, media sosial dapat digunakan untuk
memberikan layanan yang langsung dan cepat atas pertanyaan dan keluhan yang
disampaikan oleh konsumen dan masyarakat.
Media sosial juga dapat digunakan untuk menyediakan konten edukasi yang
menarik dan mudah diakses. Generasi milennial, yang merupakan salah satu
target pasar potensial di beberapa tahun ke depan, merupakan salah satu
generasi yang membutuhkan konten edukasi yang disajikan secara kreatif,
menarik, dan sifatnya personal. Misalnya, dalam memasarkan produk asuransi
melalui media digital, pelaku usaha dapat memberikan informasi yang edukatif
terlebih dahulu mengenai pentingnya asuransi yang sesuai dengan kebutuhan
kondisi calon konsumen.
</>
http://
fitur media digital seperti situs jejaring atau penggunaan suatu produk dan/
dan aplikasi mobile, pelaku usaha atau layanan keuangan tertentu.
juga dapat mengembangkan fitur yang Sebagai contoh, calon konsumen
memungkinkan calon konsumen untuk dapat memilih produk asuransi yang
ikut berpartisipasi dalam ‘mendesain’ sesuai dengan kebutuhan proteksinya
produk dan/atau layanan keuangan dan kemampuannya dalam membayar
yang dibutuhkan dan sesuai dengan premi. Kontrak dengan jenis ini
kemampuannya. Artinya, produk dan/ menjadi salah satu peluang yang
atau layanan keuangan yang ditawarkan dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha
melalui media digital dapat bervariasi untuk memasarkan produk secara
karena menyesuaikan dengan bertanggung-jawab karena tidak
kebutuhan masing-masing konsumen. memaksakan kontrak yang tidak sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan
Saat ini telah ada beberapa pelaku konsumen. Kanal digital sangat
usaha telah mengembangkan smart berpotensi dalam mengimplementasi
contract. Smart contract merupakan pengembangan produk yang bersifat
kontrak yang disusun atas kesepakatan “personalized” seperti ini.
kedua belah pihak (konsumen dan
pelaku usaha) dalam hal pembelian
Smart Contract40
40
Capgemini Consulting. 2016. Smart Contracts in Financial Services: Getting from Hype to
Reality.
41
Stopping power atau Stopping point dalam hal ini adalah kaitannya dengan suatu bentuk
kalimat, gambar atau variasi visual lainnya dalam suatu konten periklanan yang dapat
41menarik perhatian individu dan membuat individu tersebut untuk memerhatikan
dengan lebih seksama.
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 84
42
FinCoNet. 2017. Report on the Digitalisation of Short-term, High-Cost Consumer Credit.
Central Bank of Ireland. 2017. Consumer Protection Bulletin : Social Media Monitoring,
43
44
Ibid
45
FinCoNet. 2017. Report on the Digitalisation of Short-term, High-Cost Consumer Credit.
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 88
Salah satu bentuk koordinasi yang perlu dilakukan oleh regulator seperti OJK
adalah menjalin kerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kominfo) dalam rangka pemberian sanksi atau bahkan penghapusan terkait
pemasaran atau iklan digital yang berisi konten yang melanggar ketentuan dan
ilegal. Upaya ini perlu dilakukan secara berkala dengan melakukan identifikasi
bersama dan menyusun rencana mitigasi dari potensi risiko terhadap pada
stabilitas sektor jasa keuangan.
Regulator seperti OJK dan Bank Indonesia bersama Kominfo dan Lemsaneg/
BSSN (Lembaga Sandi Negara/Badan Siber dan Sandi Negara) dapat
bekerjasama terkait keamanan informasi serta jaringan yang digunakan oleh
pelaku usaha dalam memasarkan dan mengiklankan produk dan/atau layanan
jasa keuangannya. Dari bentuk kerjasama tersebut diharapkan dapat tersusun
pengaturan terkait dengan keamanan jaringan informasi. Melalui kerjasama
tersebut OJK juga dapat mendorong pengembangan dan implementasi
trustmark untuk sektor jasa keuangan. Tujuannya adalah untuk menandakan
bahwa platform digital yang digunakan oleh pelaku usaha sudah andal dan legal
sehingga akan semakin meningkatkan kepercayaan konsumen dan masyarakat.
BAB V
Simpulan dan Saran
5.1. Simpulan
1. Penggunaan internet dan piranti digital di Indonesia semakin meningkat.
Berdasarkan survei APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) tahun
2017, terdapat 143,26 juta masyarakat Indonesia yang telah terhubung dengan
internet. Didapatkan pula data bahwa sebesar 130 juta masyarakat Indonesia
merupakan pengguna aktif media sosial dengan disertai penggunaan perangkat
mobile/smartphone sebesar 47,6% dari total penduduk Indonesia. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa hampir separuh dari total populasi Indonesia telah
menggunakan internet dalam kegiatannya sehari-hari. Potensi Indonesia untuk
menjadi negara dengan ekonomi digital terbesar di kawasan Asia Tenggara sangat
terbuka lebar.
3. Namun demikian, pada praktik pemasaran dan periklanan produk dan/atau layanan
jasa keuangan melalui kanal digital perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya
untuk menghindarkan pelanggaran aspek perlindungan konsumen. Alasan
utamanya adalah karena tingkat literasi keuangan dan literasi digital masyarakat
Indonesia relatif masih rendah. Sesuai data survei OJK 2016, indeks literasi
keuangan masyarakat Indonesia hanya sebesar 29,7%, sedangkan indeks inklusi
sebesar 67,8% (terdapat gap sebesar 38%). Secara sederhana angka tersebut
menunjukkan bahwa masih banyak konsumen yang telah menggunakan produk
dan/atau layanan jasa keuangan tapi tidak memahaminya secara seksama.
Peringkat indeks literasi digital Indonesia tahun 2018 yang berada pada peringkat
52 dari 86 negara disurvei, yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum
memiliki kemampuan yang memadai dalam menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi untuk menemukan, mengevaluasi, dan memanfaatkan konten/
informasi digital untuk mengambil keputusan dengan baik dan rasional. Di sisi
lain, masih banyak ditemukan praktik dan perilaku pelaku usaha yang melakukan
pemasaran produk dan/atau layanan jasa keuangannya secara tidak bertanggung-
jawab (irresponsible marketing), meskipun sudah terdapat beberapa ketentuan
OJK terkait. Kondisi-kondisi di atas meningkatkan potensi risiko terkait aspek
perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan.
atau layanan dengan berbasis jaringan atau secara digital. Pelaku usaha juga
mulai mengembangkan website dan mobile applications untuk mempermudah
konsumen sekaligus untuk memasarkan produk dan layanan jasa keuangan
yang ditawarkan.
5. Strategi pemasaran melalui kanal digital telah banyak dilakukan oleh para pelaku
dengan memperhatikan data dan karakteristik pengguna internet. Pemasaran
melalui kanal digital ini diantaranya dilakukan melalui media sosial (seperti
Facebook, Twitter, Instagram), website, mobile applications, dan media periklanan
digital lainnya. Hal ini merupakan salah satu dampak dari semakin banyaknya
masyarakat di Indonesia yang memiliki perangkat mobile dan memungkinkan
mereka untuk melihat konten secara online dengan mudah. Penggunaan media
sosial dapat membantu pelaku usaha dalam berinteraksi dengan konsumen
dan masyarakat yang berpotensi untuk menjadi pelanggan produk atau layanan
tersebut serta untuk memperkuat brand awareness dan brand engagement.
5.2. Saran
6. OJK dan regulator terkait perlu menyikapi tren pemanfaatan big data.
Diperlukan pengaturan terkait dengan data secara lebih detail, misalnya
pembatasan permintaan data atau data minimization (hanya data dan informasi
yang diperlukan saja yang dimintakan), jangka waktu diperlukannya data
(limited purpose), permintaan hak untuk penghapusan data pribadi konsumen
(right to be forgotten), dan pengaturan terkait dengan data portability. Data
portability merujuk pada kegiatan untuk memindahkan, menyalin dan
memindahkan data dari satu database/penyimpanan sistem ke sistem lainnya
(migrasi data).
7. OJK dan regulator terkait perlu saling berkoordinasi untuk menyusun daftar
pelaku usaha di masing-masing sektornya yang memasarkan produk dan
layanan (trusted list). Para pihak juga dapat berkerjasama dalam menyusun
pengaturan dan persyaratan terkait dengan sertifikasi kelaikan dan
mendorong pengembangan trustmark untuk sektor jasa keuangan.
menuliskan syarat dan ketentuan secara rinci pada media kanal digital,
pelaku usaha dapat menyusun ringkasan syarat dan ketentuan yang berisikan
informasi-informasi penting yang wajib diketahui terlebih dahulu.
6. Pelaku usaha harus memiliki strategi serta konten informasi pemasaran dan
iklan digitalnya yang menyesuaikan dengan target kelompok audien yang
dituju. Setiap kelompok audien memiliki karakteristik masing-masing dan
membutuhkan metode penyampaian informasi yang berbeda-beda pula.
untuk dapat ditindaklanjuti. Hal ini bertujuan agar orang lain tidak mengalami
kerugian yang sama dan pelaku yang diduga melakukan penipuan tersebut
dapat segera diselidiki dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Daftar Pustaka
Peraturan :
Indonesia. 1999. Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Presiden Republik Indonesia. Jakarta.
Indonesia. 2014. Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Presiden
Republik Indonesia. Jakarta.
Indonesia. 2016. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Presiden Republik Indonesia. Jakarta.
Artikel :
Adobe CMO. 2017. 2017 Digital Trends in Financial Services and Insurance.
Arenaza, Sonia. 2014. Potential Risks To Clients When Using Digital Financial Services.
Capgemini Consulting. 2016. Smart Contracts in Financial Services: Getting from Hype
to Reality.
Central Bank of Ireland. 2017. Consumer Protection Bulletin : Social Media Monitoring,
Edition 6 May 2017.
Daswani, Neil, the Google Ad Traffic Quality Team, dkk. 2008. Online Advertising Fraud.
Deep Target. 2017. Digital Marketing Handbook for Financial Institutions, volume 1.
Federal Trade Commision USA. 2017. Consumer Review Fairness Act: What Businesses
Need to Know.
Frost & Sullivan. 2015. A Case for Building Better Customer Engagement in the
Financial Services Sector.
G20/OECD INFE. 2017. G20/OECD INFE Report On Ensuring Financial Education And
Consumer Protection For All In The Digital Age.
Keeling, Chris. 2013. Waking Shark II Desktop Cyber Exercise Report to participants.
Marketo. Don’t Get Left Behind : The Rise of Digital Marketing in Financial Services.
Pricewaterhouse Coopers (PWC). 2014. Global Economic Crime Survey : Threats to the
Financial Services sector.
Responsible Finance Forum. 2017. Opportunites and Risks in Digital Financial Services:
Protectng Consumer Data and Privacy.
Schneiderman, Eric T. 2014. Historical Examination of Data Breaches in New York State.
The Consultative Group to Assist the Poor (CGAP). 2017. Focus Note : Consumer
Protection in Digital Credit.
The Economist. 2018. The Inclusive Internet Index: Measuring Success 2018.
The Economist Intelligence Unit. 2016. DIGITAL FINANCE: Meeting ethics and
compliance challenges in financial services.
We Are Social, Hootsuit. 2018. Indonesia Digital Landscape 2018.
Kajian Perlindungan Konsumen 2018 106
Glossarium