Anda di halaman 1dari 11

BAB I

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
NO.REKAM MEDIK : 004796
NAMA : Tn. E.W
TANGGAL PERIKSA : 25 JANUARI 2021
JAM PERIKSA : 10.00 WIT
TEMPAT PERIKSA : POLI ( RSJD ABEPURA)

KETERANGAN PASIEN
 Nama : Tn. E.W
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Tempat tanggal lahir : Jayapura, 6 Agustus 2002
 Umur : 18 tahun
 Status Perkawinan : Belum menikah
 Bangsa : Indonesia
 Suku : Wamena
 Agama : Kristen Protestan
 Pendidikan : SMA (Kelas 2)
 Pekerjaan : Pelajar
 Alamat : Sentani

A.RIWAYAT PSIKIATRI
Keterangan anamnesis dibawah ini diperoleh dari :
 Autoanamnesis
 Heteroanamnesa

1. Keluhan Utama
(Heteroanamnesa) : Adanya perubahan perilaku setelah 3 hari pasien pulang kampung ke
Genyem.
(Autoanamnesis) : Pasien mengaku tiba-tiba merasa bingung dan sering marah tidak jelas
sampai memukuli ayahnya.

Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesis : Wawancara dengan pasien dilakukan di ruangan pemeriksaan di poli RSJD
ABEPURA Ketika pasien dipanggil masuk dan didampingi ayah dan pamannya, pasien hanya
diam saja dan langsung duduk di kursi. Pandangan pasien tampak kosong dan tidak
memperhatikan pemeriksa, pasien diam dan sering menggerakkan kakinya. Ketika ditanya
tentang identitasnya, siapa namanya pasien menjawab dia bernama ... dan saat ditanya berapa
umurnya, dia menjawab 18 tahun, setelah menjawab pasien diam kembali sambil menggerak-
gerakkan kakinya. Ketika ditanya dimana alamat rumahnya, dia menjawab di sentani, saat
ditanya di sentani bagian mana, dia menjawab di kurang tahu, kemudian ayahnya
menjelaskan kalau rumahnya benar di sentani. Saat ditanya apakah sering mendengar bisikan-
bisikan atau melihat sesuatu yang tidak didengar atau dilihat orang lain, pasien menjawab
tidak pernah mendengar apa-apa dan tidak pernah melihat bayangan-bayangan.

Heteroanamnesa : Pasien datang bersama Ayah dan Paman di Poli RSJD ABEPURA tanggal 25
Januari 2021. Dilakukan heteroanamnesis pada ayah dan paman pasien ditempat yang sama.
Ayah pasien mengatakan pasien menunjukkan perubahan perilaku sejak kurang lebih 1 bulan
yang lalu saat pasien pulang kampung untuk berlibur seperti bingung, berbicara-bicara sendiri.
Ayah pasien mengaku suasana hati pasien berubah-ubah tanpa ada sebab. Ayah pasien mendapati
pasien tiba-tiba menyendiri dan senyum sendiri, tetapi terkadang pasien marah secara tiba-tiba
dan bahkan sampai memukul Ayahnya sendiri, pasien juga ditemukan kencing celana
sembarangan dan pernah lari keluar rumah telanjang ke rumah pendeta untuk minta di doakan
karena pasien mengaku ada yang mengejarnya. Pasien tinggal dengan pamannya sejak SMP
sampai sekarang. Pamannya mengatakan bahwa pasien dulunya anak yang dengar-dengaran dan
berbakti kepada orang tua, namun sejak SMP kelas 1 beberapa kali paman pasien mendapati
pasien sedang berkumpul dengan teman-teman yang suka menghirup lem aibon bahkan juga
sering minum minuman keras. Hal ini dilakukan oleh pasien terus- menerus hingga pasien mulai
mengalami perubahan sikap. Ayahnya seorang petani, pasien juga membantu ayahnya bertani,
akan tetapi sekarang pasien membantu orang tua lagi ketika pulang ke rumah ayahnya. Ayahnya
mengatakan bahwa Masalah yang dihadapi pasien saat ini adalah susah tidur, setiap malam
pasien selalu terbangun dan keluar rumah, keluarnya tidak jelas kemana, akan tetapi pasien tidak
pernah lupa pulang. Kegiatan sehari-hari pasien dirumah tidak ada, kalau tidak jalan-jalan keluar
pasien hanya diam di rumah saja.

2. Riwayat Gangguan Sebelumnya


a. Pasien pernah dirawat dan rawat jalan sebelumnya dengan keluhan yang sama
disangkal
b. Riwayat trauma kepala sampai masuk RS disangkal
c. Riwayat kejang sebelumnya disangkal
d. Riwayat berobat ke dokter spesialis saraf disangkal
e. Riwayat HT, DM, TB disangkal
f. Riwayat kebiasaan: alkohol(+), merokok (-),ganja (-), aibon (+)

3. Riwayat Keluarga Pasien


Menurut keluarga bahwa tidak ada yang sakit seperti didalam anggota keluarga
pasien.

Keterangan :
Laki-laki :
Perempuan : :
Pasien :

Pasien dibesarkan dalam lingkungan kultur Papua, status ekonomi cukup, pasien
merupakan anak ke 1 dari 7 bersaudara. Pasien mengaku hubungan keluarga pasien
baik, kedua orang tua pasien masih hidup dan hubungan pasien dengan orang tua
dan saudara-saudaranya baik. Berdasarkan informasi dari ayah pasien, awal penyebab
pasien menjadi seperti ini karena pasien pergi menginap ke suatu tempat dan pada saat
kembali sikap pasien berubah.

4. Riwayat Kehidupan pribadi


a. Riwayat prenatal : pasien dilahirkan secara normal dibantu oleh keluarga dan
tidak ada kelainan.
b. Pasien pada masa kanak-kanak dan remaja : pasien merupakan anak yang baik
dan rajin, memiliki banyak teman.
c. Riwayat pekerjaan : Pasien seorang pelajar
d. Dulunya pasien sangat berinteraksi baik dengan lingkungan sekitarnya.
5. Hubungan Dengan Keluarga
Pasien tinggal bersama Pamannya mulai saat memasuki SMP sampai saat ini. Pasien
mengaku hubungan keluarga pasien baik dan hubungan pasien dengan orang tua dan
saudara-saudaranya baik.
6. Ide Bunuh Diri
Pasien tidak pernah ada ide bunuh diri.

B. STATUS GENERALIS
a. Pemeriksaan Fisik

KU : Tampak tenang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign:
Tekanan Denyut Laju Suhu Saturasi
Darah Nadi Nafas Tubuh Oksigen
(mmHg) (kali/menit) (kali/menit) ( ) (%)
111/92mmHg 109x/menit 20x/menit 36,3 99%

Kulit : Warna kulit coklat


Anemis (-), Ikterus (-)
Kepala : Normocephal, rambut , Jejas (-)
- Mata : Congjungtiva anemis (-),
Sklera iketik (-), secret mata (-)
- Hidung : Tidak Ada Kelainan
- Mulut dan tenggorokan : Tidak Ada
Kelainan
Leher
- JVP : Tidak Ada Kelainan
- Struma : Tidak Ada Pembesaran
- KGB : Pembesaran KGB (-)
Thoraks
- Paru – Paru : Simetris, retraksi (-), ikut
gerak nafas, Rhonki (-|-), wheezing (-|-)
- Jantung : Tidak Ada Kelainan
C. STATUS
Abdomen : Tidak Ada Kelainan
PSIKIATRIKUS
Genitalia : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Ekstremitas : Akral Hangat, pitting edema (-)
1. Kesadaran Compos Mentis Pasien sadar penuh dan kurang
cukup dalam menjawab
Keadaan Umum pertanyaan.
Tampak tidak tenang. Pasien tidak
focus saat diajak berbicara.
2. Orientasi Orang : Baik Pasien mampu mengenali orang
disekitarnya.
Tempat : Baik Pasien mengatakan ini adalah
Rumah Sakit Jiwa.
Waktu : Baik Pasien menyebutkan bulan dan
tahun dengan tepat.
3. Penampilan Pasien tampak Pasien dengan postur tegap, badan
berantakan, pasien tampak ideal, berpakaian wajar
menggunakan ( Menggunakan hoodie warna abu-
pakaian sesuai usia abu dan celana berbahan kaos
pasien. warna hitam selutut, dan tidak
menggunakan sendal).
4. Roman Muka Tidak sesuai Pasien mengaku kadang merasa
kecewa dan sedih tiba-tiba namun
ekspresi pasien tidak datar
5. Perilaku Terhadap Kontak : tidak ada Pasien tidak mengadakan kontak
Pemeriksa dengan melihat mata. Pasien
tampak tidak tenang dengan
Sikap Kepada melihat kearah lain.
Pemerikssa : Cukup Pasien lebih banyak tidak
Kooperatif menjawab pertanyaan yang
diberikan.
6. Aternsi Kurang Baik Pasien tidak focus pada pertanyaan
yang diberikan
7.Bicara Artikulasi : Jelas Intonasi ucapan terdengar jelas.
Inkoheren Bicara kadang tidak nyambung.
8.Emosi Mood : Eutimik Pasien dalam keadaan normal,
tidak ada mood yang tertekan atau
melambung.
Afek : Flat Affect Tidak adanya atau hamper tidak
adanya ekspresi afek pasien, suara
monoton wajah tidak bergerak.
9.Presepsi Ilusi : Tidak Ada
Pasien mendengar suara berbisik
Halusinasi: ditelinga pasien seperti ada yang
Auditorik (+) mengejarnya.
10. Pikiran Bentuk:Non Pasien berpikir sesuai kenyataan
Realistic yang ada. Isi pikiran tidak menentu

Isi : Waham Rujukan


(+)
11. Memori dan Fungsi Konsentrasi : kurang Saat ditanya pasien cukup mampu
Kognitif menjawab pertanyaan.
Memori : Cukup Saat ditanya pasien mampu
menjawab kejadian saat ini dan
masa lalu.
12. Tilikan Tilikan IV Kesadaran bahwa sakitnya
disebabkan karena faktor yang
tidak diketahui dalam dirinya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Bagaimana cara mendiagnosa pasien dalam kasus diatas?


Berdasarkan hasil anamnesa serta pemeriksaan status mental, dan merujuk pada
kriteria diagnostik dari PPDGJ III, penderita dalam kasus ini dapat didiagnosa sebagai
Pedoman Diagnostik F.20.1 Skizofernia Hebefrenik berdasarkan Penggolongan dan
Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III).

2.2 Bagaimana Kriteria Diagnosis Skizofrenia menurut PPDGJ III?


 Pedoman diagnostik :
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
A. “thought echo”, “thought insertion or withdrawal”, “ thought broadcasting”
B. “delusion of control”, “delusion of influence”, “delusion of passivity” “
delusion perception”
C. halusinasi auditorik
D. waham-waham menetap jenis lainnya
 Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja
Arus pikiran yang terputus
Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah
Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons emosional
yang menumpul tidak wajar.

1.3 Bagaimana Kriteria Diagnosis Skizofrenia Hebefrenik ?


 Pedoman diagnostik :

Pada kasus ini pasien didiagnosa sebagai gangguan skizofrenia Hebefrenik (F20.1).
Kriteria diagnostik skizofrenia frenik berdasarkan PPDGJ III harus

 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia,


 Diagnosis Hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun)
 Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis
 Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran
yang khas berikut ini memang benar bertahan :
 Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan
perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
 Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering
disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied),
senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty
manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerism, mengibuli secara
bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang
diulang-ulang (reiterated phrases);
 Proses piker mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren.

 Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikirr


umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak
menonjol 9fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan
kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperluhatkan ciri khas, yaitu
perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of puspose). Adanya
suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat
dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran
pasien.

1.4 Kriteria Diagnosis Banding


F. 22.0 Gangguan Waham

2.4 Rencana terapi yang diberikan kepada pasien adalah:


 Terapi Farmakologi :
1. Halloperidol 5 mg (1-0-1)
- Golongan : obat anti-psikosis atipikal
- Mekanisme kerja :
Mekanisme kerja obat atipikal adalah :
a. Pada susunan saraf pusat : Menenangkan dan menyebabkan tidur
pada orang yang mengalami eksitasi.
b. Pada saraf otonom : menyebabkan pandangan kabur
c. Pada kardiovaskular dan respirasi : menyebabkan hipotensi
- Sediaan: tablet 2 mg dan tablet 5 mg, sirup 5mg/100mL dan ampul 5 mg/L
- Indikasi: psikosis
- Efek Samping:
Menimbulkan ekstrapiramidal dengan insidens tinggi, terutama pada
pasien usia muda
- Pembahasan:
Dalam penggunaan obat anti-psikosis yang ingin dicapai adalah “optimal
response with minimal side effects”. Pemilihan jenis obat anti-psikosis
mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat.
Karena gejala dominan yang ada pada pasien ini adalah gejala positif dan
negative skizofrenia terapi pilihan yang diberikan berupa anti-psikosis
atipikal yaitu haloperidol. Dosis haloperidol yang diberikan yakni 2 x 5
mg per hari.

2. Trihexyphenidyl 2 mg (0-0-1)
- Sediaan : Tablet 2 mg, 5 mg
- Farmakodinamik:
Obat-obat ini terutama berefek sentral dibandingkan dengan potensi
atropine, trihexyphenidil memperlihatkan potensi antispasmodic
setengah, efek midriatik sepertiganya, efek terhadap kelenjar ludah
sepersepuluhnya. Trihexylphenidil dosis besar menyebabkan
perangsangan otak.
- Farmakokinetik:
Kadar puncak triheksylphenidil tercapai setelah 1-2 jam. Masa paruh
eliminasi terminal antar 10 dan 12 jam jadi sebenarnya pemberian 1 x
sehari sudah mencukupi.
- Indikasi :
□ Parkinson
□ Gangguan ekstrapiramidal yang disebabkan oleh SSP.
- Kontraindikasi :
Hipersensitifitas terhadap triheksifenidil atau komponen lain dalam
sediaan, glaukoma sudut tertutup, obstruksi duodenal atau pyloric, peptic
ulcer, obstruksi saluran urin achalasia, myastenia gravis.
- Efek samping:
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, cemas, kostipasi,retensi urin,
takikardi, dilatasi pupil, TIO meningkat, sakit kepala.
- Pembahasan:
Khususnya pada pasien yang berada dalam risiko tinggi untuk
mengalami efek samping ekstrapiramidal, suatu obat antikolinergik harus
diberikan bersama-sama dengan antipsikotik sebagai profilaksis terhadap
gejala gangguan pergerakan akibat medikasi anti-psikosis. Obat pilihan
yang digunakan adalah Trihexylphenidyl (THP). Dosis Trihexylphenidyl
(THP) yang digunakan yakni 1 x 2 mg/hari. Profilaksis dengan obat ini
sebenarnya tidak dianjurkan karena dapat mempengaruhi
penyerapan/absorbsi obat anti-psikosis sehingga kadarnya dalam plasma
rendah dan dapat menghalangi manifestasi gejala psikopatologis yang
dibutuhkan untuk penyesuaian dosis anti psikosis agar tercapai dosis
efektif.

3. Risperidon 2 mg (1-0-1)
- Sedian : 1 mg, 2 mg, 3 mg, sirup dan injeksi 50 mg/mL
- Farmakodinamik : merupakan derivate dari benzisoksasol mempunyai afinitas
yang tinggi terhadap reseptor serotonin (5H2T), dan aktivitas menengah
terhadap reseptor dopamine (D), alfa 21 dan alfa 2 adrenergik reseptor
histamine.
- Indikasi : untuk terapi skizofernia baik yang gejala positif maupun negative
- Efek samping : insomnia, agitasi, ansietas, somnolen, mual muntah,
peningkatan berat badan, hiperprolaktimenia dan reaksi ekstra pyramidal
terutama tardive diskenesia
- Pembahasan :
Dalam penggunaan obat anti-psikosis yang ingin dicapai adalah
“optimal response with minimal side effects”. Pemilihan jenis obat
anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan
efek samping obat. Karena gejala dominan yang ada pada pasien ini
adalah gejala positif dan negatif terapi pilihan yang diberikan berupa
anti-psikosis atipikal yaitu risperidon. Dosis risperidon yang diberikan
yakni 2 x 2 mg per hari.

4. Fridep 50 mg 1x1
- Sedian : 50 mg
- Farmakodinamik : menghambat “re-uptake aminergic neurotransmitter”dan
menghambat penghancuran oleh enzim “Monoamine Oxidase”sehingga
terjadi peningkatan jumlah ëminergic neurotransmitter pada celah sinaps
neuron yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.
- Indikasi : untuk terapi pasien dengan gejala depresi
- Efek samping : efek sedasi, efek antikolinergik, efek anti-adrenergik alfa, efek
neurotoksis
- Pembahasan :
Dalam penggunaan obat anti-depresan mekanisme sindrom depresi
disebabkan oleh defisiensi relative salah satu atau beberapa äminergic
neurotransmitter”(noradrenalin, serotonin, dopamine) pada celah sinaps
neuron di SSP sehingga aktivitas reseptor serotonin menurun. Pada
pasien karena menunjukkan syndrome depresi selama kurang lebih 1
bulan dan hampir setiap hari, yang ingin dicapai adalah normalnya
neuron di SSP.

 Terapi Nonfarmakologi
1. Terapi psikoedukasi yaitu dengan cara memberikan edukasi atau informasi mengenai
penyakit yang diderita pasien berisi tanda dan gejala kekambuhan yang mungkin
timbul serta pentingnya peran keluarga dalam kepatuhan minum obat pasien.
Mengubah stigma keluarga pasien terhadap penyakit yang diderita sehingga keluarga
bisa memberikan dukungan yang lebih baik kepada pasien. Membimbing dalam
kehidupan sehari-hari, memberi kegiatan sesuai minat dan kemampuan pasien.
Membawa pasien kontrol kembali tepat pada waktunya.

Anda mungkin juga menyukai