Anda di halaman 1dari 4

MEMBANGUN ARGUMEN DINAMIKA DAN TANTANGAN PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN

RUMUSAN MASALAH

1. Bagamaina dinamika pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia?


2. Apa tantangan yang dihadapi dalam penerapan Pendidikan Kewarganegaraan di era revolusi 4.0?
3. Apa saja faktor penghambat pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi?

PEMBAHASAN

1. Dinamika Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia


Dalam konteks pendidikan kewarganegaraan, perkembangan terkini cenderung mengikuti
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan mengikuti dominasi paradigma scientific
yang dimaknai secara sempit sebagaimana yang dianut paradigma positivism dengan ciri
penekanan pada hal-hal yang observable, measurable, standardized, yang tentu saja
dengan asumsi satu cocok untuk semua (one size fits all). Pembelajaran demokrasi yang
merupakan salah satu elemen penting dari pendidikan kewarganegaraan menjadi
“kering” dan terjebak pada hal-hal yang sifatnya artificial, procedural, bukan essential.
Fenomena mengemukanya wacana best practice merupakan salah satu penanda pendidikan
kewarganegaraan yang sejatinya bersifat political dan contextual ikut
terjebak pada logika yang sangat naif.
Guru PKn memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan karakter
siswa sebagai warga negara, nilai-nilai budaya bangsa, serta implikasinya pada
ketahanan nasional. Agar proses transfer pengetahuan dapat berjalan dengan baik, maka
guru PKn juga harus memiliki sifat-sifat yang dapat dijadikan keteladanan oleh siswa,
diantaranya Jujur, memiliki komitmen, memiliki kompeten, kerja keras, konsisten pada
mata pelajaran agar memiliki konsentrasi kajian yang mendalam. Sedangkan peran guru
PKn adalah pertama, sebagai pemegang amanah dalam menjalankan tugas mengajar,
membimbing, dan sekaligus mendidik siswa dengan penuh tanggungjawab. Kedua, guru
PKn memiliki peran untuk memberikan keteladanan baik dalam ucapan, sikap, yang
melekat pada guru. Ketiga, mendidik dengan hati dan membangun motivasi (Suyato et
al., 2016). Maka sebelum mengajarkan pada peserta didik guru PKn harus sudah
melaksanakan peran tersebut diatas.
Pelaksanaan pembelajaran PKn ternyata bukan tanpa hambatan. Berdasarkan data,
tantangan yang dihadapi oleh guru PKn ternyata sangat kompleks, sehingga berakibat
pada tidak efektifnya proses transfer pengetahuan kepada siswa, yang terjadi pada
akhirnya adalah tujuan pembelajaran PKn belum tercapai secara optimal. Penuturan
para Guru PKn di Jawa Tengah khususnya pada acara sarasehan 75 tahun Indonesia
Merdeka permasalahan yang dihadapi guru masih sangat kompleks seperti yang sudah
disampaikan di atas. Kendala yang dihadapi guru PKn diantaranya adalah kualitas guru
yang masih rendah, kurikulum yang selalu berubah dan jam belajar sangat kurang,
fasilitas masih sangat kurang, dan kesejahteraan Guru PKn yang masih rendah (Bego et
al., 2016).

2. Tantangan Yang Dihadapi Dalam Penerapan Pendidikan Kewarganegaraan di Era Revolusi


4.0
Di Revolusi Industri 4.0 ini, kita memang dituntut untuk lebih kreatif, mandiri
serta lebih pintar. Internet terutama sosial media merupakan salah satu contoh
perkembangan teknologi di era ini, merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dan
seringkali dapat menjerumuskan masyarakat dalam jurang kesesatan dan
ketidakmajuan.
Perkembangan teknologi di Revolusi Industri 4.0 ini tidak hanya
memberikan sesuatu positif namun juga memberikan sesuatu yang negatif, belakangan ini banyak
sekali berita - berita hoax yang tersebar, dan yang menyedihkan adalah
kadang kita juga bingung untuk membedakan berita yang hoax dan berita yang benar
(Kostina, E., Kretova, L., Teleshova, R., Tsepkova, A., & Vezirov, 2015).
Pendidikan kewarganegaraan saat ini dinilai kurang bermanfaat untuk
melawan arus persaingan di masa Revolusi Industri 4.0. Dalam dunia Pendidikan,
kebanyakan orang lebih melihat Nilai Pelajaran daripada nilai moral seseorang, lebih
ingin tahu apakah nilainya bagus atau tidak ketimbang memperdulikan apakah nilai
tersebut didapatkan dengan jujur atau tidak (Pangalila, 2017). Pola pikir masyarakat
yang seperti inilah yang harus dirubah, masyarakat yang berpendidikan dan bermoral
akan membangun Indonesia menjadi negara yang lebih baik lagi, dan sehingga
masyarakat akan berfikir lagi dan takut untuk menyebarkan berita-berita hoax serta
dapat menyaring manakah berita yang salah dan berita yang benar. Nah, disinilah
peran tenaga pendidik dan orang tua sangat diperlukan.
Tenaga pendidik dan orang tua diharapkan dapat fleksibel dalam menghadapi
perkembangan zaman, dan tetap mengutamakan Pendidikan moral dan karakter. Selain
dari internet, televisi juga dapat menjadi masalah dalam Pendidikan moral dan karakter
suatu generasi penerus bangsa, banyaknya tontonan yang tidak memberikan manfaat
dan tidak sesuai dengan umur dapat memberikan masalah serius dalam moral serta
karakter seorang anak.
Orang tua harus memantau kegiatan anaknya dalam menggunakan media hiburan
dan informasi, apakah telah sesuai dengan usianya dan bermanfaat kah konten tersebut
untuk dilihat (Kostina, E., Kretova, L., Teleshova, R., Tsepkova, A., & Vezirov, 2015).
Orang tua dan tenaga pendidik diminta untuk dapat memanfaat perkembangan
teknologi untuk kelangsungan masa depat anak, tenaga pendidik dapat mengajarkan
peserta didik untuk belajar membuat blog atau belajar design untuk mengasah
kreatifitas peserta didik dan dapat mengisi waktu luang agar dapat digunakan dengan
baik.
Diperlukan kerjasama antara masyarakat dan pemerintah agar revolusi industri
4.0 ini dapat memberikan banyak manfaat bagi negara terutama pada generasi penerus
bangsa. Salah satu caranya adalah dengan penanaman Pendidikan Moral dan
kewarganegaraan sejak dini, generasi yang bermoral dan berkarakter akan mampu
bersaing dalam lingkup global serta dapat membangun Indonesia menjadi negara yang
lebih baik lagi.

3. Faktor Penghambat Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi?


Pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi sangat diperlukan terutama untuk
mempersiapkan mahasiswa sebagai penerima tongkat estafet dalam meneruskan pembangunan bangsa
dan negara Indonesia. pendidikan kewarganegaraan adalah suatu
proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dimana seseorang mempelajari orientasi,
sikap, dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki political knowledge,
awareness, attitude, political efficacy dan political participation, serta kemampuan
mengambil keputusan politik secara rasional dan menguntungkan bagi dirinya,
masyarakat, dan bangsa (Sanjaya, 2006:330).
Keberadaan suatu negara tidak terlepas dari kebudayaan yang mewarnai kehidupan
warga negaranya. Putri (2012:7) berpendapat, bahwa bangsa yang tidak memiliki
pandangan hidup adalah bangsa yang tidak memiliki kepribadiaan dan jati diri, sehingga
bangsa itu mudah terombang ambing dari pengaruh yang berkembang dari luar negeri.
Kepribadiaan yang lahir dari dalam dirinya sendiri akan lebih mudah menyaring masuknya nilai-nilai
yang datang dari luar sehingga dapat memperkokoh nilai-nilai yang sudah tertanam dalam diri bangsa
itu sendiri. Oleh karena itu, pembentukan karakter manusia Indonesia sangat dibutuhkan terutama di
lembaga pendidikan. Berkembangnya teknologi informasi dapat berpengaruh negatif pada
perkembangan generasi muda Indonesia.
Pendidikan karakter di beberapa perguruan tinggi selama ini telah berjalan namun belum
terprogram secara sistemik, sehingga tidak memiliki dampak yang signifikan secara
nasional (Farida, 2012:446).
Beberapa faktor penghambat dan tantangan perguruan tinggi untuk menghasilkan
lulusan yang memiliki integritas baik dari segi keilmuan maupun jiwa nasionalisme dapat
disampaikan sebagai berikut:
a. Faktor penghambat, diantaranya:
1) Sistem pembelajaran di perguruan tinggi yang mengutamakan pendidikan daripada
kegiatan kemahasiswaan.
2) Pimpinan perguruan tinggi kurang mendukung kegiatan kemahasiswaan, seperti
Resimen Mahasiswa (Menwa), Pencinta Alam.
3) Mentalitas kehidupan generasi muda Indonesia dalam menghadapi perkembangan
jaman.
b. Faktor tantangan, diantaranya:

Ada tujuh masalah pokok yang turut menjadi akar krisis mentalitas dan moral di lingkungan perguruan
tinggi, antara lain: arah pendidikan telah kehilangan objektivitasnya, proses pendewasaan diri tidak
berlangsung; proses pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi sangat membelenggu siswa
danmahasiswa, dan bahkan juga guru dan dosen; beban kurikulum yang demikian berat, lebih parah
lagi, hampir sepenuhnya diorientasikan pada pengembangan ranah kognitif belaka; beberapa mata
pelajaran dan matakuliah, termasuk juga pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan,
disampaikan dalam bentuk verbalisme, yang juga disertai dengan rote-memorizing, pada saat yang
sama siswa dan mahasiswa dihadapkan kepada nilai-nilai yang sering bertentangan; siswa dan
mahasiswa juga mengalami kesulitan dalam mencari contoh teladan yang baik di lingkungannya

selain itu :
1) Kurangnya perhatian pemerintah dalam mempersiapkan generasi muda dalam
menghadapi tantangan untuk mengisi kemerdekaan dengan kegiatan yang
bermanfaat.
2) Teknologi informasi yang berkembang harus disikapi dengan positif demi keutuhan
bangsa dan negara Indonesia.
3) Lingkungan keluarga dan masyarakat diluar kampus dalam membentuk karakter
generasi muda Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

poin 1
Eta Yuni Lestari, 2020, Refleksi 75 Tahun Indonesia Merdeka: Dinamika Pendidikan
Kewarganegaraan, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 8 (3), 200-201 diakses pada
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPP/article/view/28675

poin 2
Laurensius Arliman S, 2020, Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan Pada Revolusi 4.0, 2 (3), 337-
338 diakses pada http://jurnal.ensiklopediaku.org/ojs-2.4.8-3/index.php/sosial/article/view/647

poin 3
Maskarto Lucky, 2018, Hambatan dan Tantangan Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi, 129-135 diakses pada http://194.59.165.171/index.php/CC/article/download/76/104

Anda mungkin juga menyukai