Anda di halaman 1dari 19

LATAR BELAKANG

Tetanus merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat


dicegah dengan imunisasi. Tetanus dapat terjadi pada orang yang
belum diimunisasi, orang yang diimunisasi sebagian, atau telah
diimunisasi lengkap tetapi tidak memperoleh imunitas yang cukup,
karena tidak melakukan booster secara berkala.
Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di
seluruh dunia. Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar
satu juta kasus dengan tingkat mortalitas yang berkisar dari 6%
hingga 60%. Pada tahun 2000, hanya 18.833 kasus tetanus yang
dilaporkan ke WHO. Berdasarkan data dari WHO, penelitian yang
dilakukan oleh Stanfield dan Galazka, dan data dari Vietnam
diperkirakan insidens tetanus di seluruh dunia adalah sekitar
700.000 – 1.000.000 kasus per tahun. Selama 20 tahun terakhir,
insidens tetanus telah menurun seiring dengan
 peningkatan cakupan imunisasi. Namun demikian, hampir semua
negara tidak memiliki kebijakan bagi orang yang telah divaksinasi
yang lahir sebelum program imunisasi diberlakukan ataupun
penyediaan booster yang diperlukan untuk perlindungan jangka
lama, serta pada orang-orang yang lupa melakukan jadwal
imunisasi. Di Amerika Serikat, tetanus sudah jarang ditemukan.
Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal dan
menyumbangkan 20% kematian bayi. Angka kejadian 6-7/100
kelahiran hidup di perkotaan dan 11-23/100 kelahiran hidup di
pedesaan. Sedangkan angka kejadian tetanus pada anak di rumah
sakit 7-40 kasus/tahun, 50% terjadi pada kelompok 5-9 tahun, 30%
kelompok 1-4 tahun, 18% kelompok >10 tahun, dan sisanya
pada bayi

<12 bulan.

Di Indonesia, tetanus masih menjadi salah satu dari sepuluh besar

 penyebab kematian pada anak. Meskipun insidens tetanus saat ini


sudah menurun, namun kisaran tertinggi angka kematian dapat
mencapai angka
60%. Selain itu, meskipun angka kejadiannya telah menurun setiap
tahunnya, namun penyakit ini masih belum dapat dimusnahkan
meskipun
 pencegahan dengan imunisasi sudah diterapkan secara luas di
seluruh dunia. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih
lanjut mengenai
 penatalaksanaan serta pencegahan tetanus guna menurunkan angka
kematian penderita tetanus, khususnya pada anak.

TUJUAN UMUM

Diharapkan mengetahui asuhan keperawatan pada


klien dengan penyakit tetanus yang dapat dicegah
dengan imunisasi

TUJUAN KHUSUS

Memahami definisi penyakit tetanus

Memahami etiologi penyakit tetanus

Mengetahui klasifikasi dari tetanus

Mengetahui patofisiologi dari tetanus

Mengetahui manifestasi klinis dari klien dengan


tetanus

Mengetahui penatalaksanaan klien dengan tetanus

Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan


tetanus

MANFAAT PENULISAN

Manfaat penulisan makalah ini adalah


untuk menambah dan memperdalam
pengetahuan mahasiswa tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan tetanus sehingga
dapat menerapkan langsung asuhan keperawatan
pada klien
B
A
B

T
I
N
J
A
U
A
N

P
U
S
T
A
K
A

DEFINISI

Tetanus adalah penyakit infeksi yang


diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani,
dimanifestasikan dengan kejang otot secara
 paroksisme dan diikuti kekuatan otot seluruh
badan. Kekakuan tonus otot ini tampak pada otot
maseter dan otot-otot rangka (Batticaca, Fransisca
B, 2008:126).
Tetanus Neonatorum adalah penyakit
infeksi pada neonates yang disebabkan oleh spora
tetanus yang masuk melalui tali pusat, karena
 perawatan/tindakan yang tidak memenuhi syarat
kebersihan (Nugroho, 2011:83).

Tetanus adalah suatu penyakit akut yang


disebabkan oleh

Clostridium tetani yang menghasilkan exotoksin


(Suriadi, 2010:247).

ETIOLOGI

Clostridium tetani  merupakan basil


berbentuk batang yang

 bersifat anaerob, membentuk spora (tahan panas),


gram positif, mengeluarkan eksotosin yang
bersifat neurotoksin (yang efeknya mengurangi
aktivitas kendali SSP), patogenesis bersimbiosis
dengan mikroorganisme piogenik ( pyogenic).
Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda,
usus kuda, dan tanah yang dipupuk kotoran kuda.
Penyakit tetanus banyak terdapat pada luka
dalam, luka tusuk, luka dengan
 jaringan mati (corpus alienum) karena merupakan
kondisi yang baik untuk proliferasi anaerob.
Luka dengan infeksi piogenik dimana bakteri
 piogenik mengonsumsi eksogen pada luka
sehingga suasana menjadi anaerob yang penting
bagi tumbuhnya basil tetanus (Batticaca,
Fransisca B, 2008).

KLASIFIKASI
Menurut Nugroho, 2011:83, terdapat klasifikasi
menurut gejala:

- Stadium 1 : tanpa kejang tonik umum, trismus 3


cm.
- Stadium 2 : kejang tonik umum bila
dirangsang, trismus 3 cm atau lebih
kecil.
- Stadium 3 : kejang tonik umum spontan, trismus
1 cm.

PATOFISIOLOGI

Pada dasarnya tetanus adalah penyakit yang


terjadi akibat

 pencemaran lingkungan oleh bahan biologis


(spora) sehingga upaya kausal menurunkan
attack rate adalah dengan cara mengubah
lingkungan fisik atau biologik. Port d’entree
tak selalu dapat diketahui dengan pasti,
namun diduga melalui :

1. Luka tusuk, patah tulang, komplikasi


kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar yang
luas.
2. Luka operasi, luka yang tidak dibersihkan
(debridement) dengan baik. 3. Otitis media,
karies gigi, luka kronik.
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril,
pembubuhan puntung tali

 pusat dengan kotoran binatang, bubuk kopi,


bubuk ramuan, dan daun- daunan merupakan
penyebab utama masuknya spora pada puntung
tali
 pusat yang menyebabkan terjadinya kasus tetanus
neonatorum.
Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh
melalui luka. Spora yang masuk ke dalam tubuh
tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa
faktor (kondisi anaerob), sehingga berubah
menjadi bentuk vegetatif dan
 berbiak dengan cepat tetapi hal ini tidak
mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala klinis
sepenuhnya disebabkan oleh toksin yang
dihasilkan oleh sel vegetatif yang sedang tumbuh.
C. tetani menghasilkan dua eksotoksin, yaitu
tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin
menyebabkan hemolisis tetapi tidak berperan
dalam penyakit ini. Gejala klinis tetanus
disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin
melepaskan pengaruhnya di keempat sistem saraf:
(1) motor end plate di otot rangka, (2) medula
spinalis, (3) otak, dan (4) pada beberapa kasus,
pada sistem saraf simpatis.

Diperkirakan dosis letal minimum pada


manusia sebesar 2,5 nanogram per kilogram
berat badan (satu nanogram = satu milyar gram),
atau 175 nanogram pada orang dengan berat
badan 70 kg.
Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat
dari tempat luka lewat motor end plate dan aksis
silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum
tulang belakang dan menyebar ke susunan saraf
pusat lebih banyak dianut daripada lewat
pembuluh limfe dan darah. Pengangkutan toksin
ini melewati saraf motorik, terutama serabut
motorik. Reseptor khusus pada ganglion
menyebabkan fragmen C toksin tetanus
menempel erat dan kemudian melalui proses
perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut ke
arah sel secara ektra aksional dan menimbulkan
perubahan potensial membran dan gangguan
enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak
aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi sangat
tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin
menyebabkan blokade pada simpul yang
menyalurkan impuls pada tonus otot,sehingga
tonus otot meningkat dan menimbulkan
kekakuan. Bila tonus makin meningkat akan
menimbulkan spasme terutama pada otot yang
besar.

Dampak toksin antara lain :

1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang


belakang disebabkan karena eksotoksin memblok
sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan
koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan
otot menjadi kaku.
2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin
yang menempel pada gangliosida serebri diduga
menyebabkan kekakuan dan spasme yang khas
 pada tetanus.

3. Dampak pada saraf otonom, terutama mengenai


saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat yang
berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia,
heart block, atau takikardia.
Berdasarkan Suriadi (2010:207),
menjelaskan patofisiologi tetanus sebagai berikut:
1. Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka
pada tubuh seperti; luka tertusuk paku,
pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka
bakar, luka yang kotor dan pada bayi dapat
melalui tali pusat.
2. Organisme multiple membentuk dua toksin
yaitu tetanospasmin yang merupakan toksin
kuat dan atau neurotropic yang dapat
menyebabkan
 jaringan tubuh perifer.

1.Observasi tanda & gejala


sianosis.

Kolaborasi:

1.Anjurkan klienKompensasi
untuk tubuh thd 1.
melakukan pemeriksaan
gangguangas
proses
darah.
difusi & perfusi jaringan dapat menga
Mencegah terjadinya hipoksia.

2.

1.Berikan oksigenasi.

4. Diagnose: hipertermi berhubungan dengan efek


toksin (bakterimia).

Tujuan: suhu tubuh normal.

Criteria hasil: suhu tubuh dalam rentang normal, hasil lab sel
darah putih dalam rentang normal (5.000-10.000 mm 3).

Intervensi:

 No. Intervensi
Rasional 1.
Mandiri:

1. Anjurka minum.
n klien
banyak
1. Caira
1. Berikan n
kompres meru
dingin.
pakan
komp
resi
badan
dari
dema
m.
2. Kompres
dingin
merupak
an salah
satu cara
untuk
menurun
kan suhu
tubuh dg
proses
konduksi
.
3. Identfikasi
 perkembanga
n gejala
kearah syok.
4.Perawatan luka yang
 benar, mengeliminasi toksin yang m
 berada di sekitar luka.

1.Pantau suhu tiap 2 jam.

1.Bila ada luka, berikan


tindakan aseptic dan antiseptic.

2. Kolaborasi:

1.Laksanakan
Antibioticprogram
untuk
 pengobatan
meminimalkan
antibiotic dan antipiretik.
 penyebaran kuman yang menyebabkan infeksi. Antipiretik untuk
 Ntuk mengetahui
 perkembangan
 pengobatan yang diberikan.

1.Pemeriksaan lab sel darah


 putih secara berkala.
5. Diagnose: intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kondisi lemah.

Tujuan: klien mampu melakukan aktivitas rutin.

Criteria hasil: klien tidak tamapak lemas, tampak


bersemangat, mampu melakukan aktivitas rutin dan
memenuhi KDM tanpa bantuan orang lain.

Intervensi:
 No. Intervensi
Rasional 1.
Mandiri:

1. Bantu 1. KDM
klien tetap
untuk harus
memenuh dipenuh
i KDM i
selama meskip
klien un
masih dalam
lemah. kondisi
2. Minta lemah.
keluarga 2. Untuk
untuk melatih
membantu tonus otot
klien dalam klien agar
melakukan kembali
aktifitas normal.
sehari- hari.
3. Anjurkan
klien untuk
 banyak 1. Mengganti energy yang
makan dan  banyak hilang.
banyak
minum.

6. Diagnose: resiko ketidakseimbangan cairan


dan elektrolit berhubungan dengan intake
yang kurang dan oliguria.

Tujuan: cairan dan elektrolit seimbang.

Criteria hasil: turgor kulit baik, pasien bisa BAK, output


normal.

Intervensi:

 No. Intervensi
Rasional 1.
Mandiri:

1. Anjurkan 1. Membant
klien u
banyak menyeimb
minum (8- angkan
10 cairan
gelas/hari) tubuh.
. 2. Turgor
2. Pantau kulit baik
turgor menunjukk
kulit. an
keseimban
gan cairan
dan
elektrolit
juga baik.

2. Kolaborasi:

1.Berikan obat laksatif. Untuk melancarkan


BAB.
Makanan tinggi serat membantu mela
5. Cairan dan elektrolit tubuh seimbang.
6.  Nutrisi terpenuhi.
B
A
B

K
E
S
I
M
P
U
L
A
N

Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama


kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan
kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman
Clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin)
yang dihasilkan kuman.Tetanus adalah penyakit infeksi
yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai
gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman
closteridium tetani.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin
kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang
otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan.
Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter
dan otot- otot rangka.

Anda mungkin juga menyukai