Anda di halaman 1dari 56

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

BUKU MANUAL KETERAMPILAN KLINIS


JUDUL TOPIK :
TINDAKAN INVASIF UROGENITAL
(INVASIVE UROGENITAL PROCEDURE)

JUDUL SUBTOPIK :
 SIRKUMSISI
SIRCUMCISION
 PEMASANGAN KATETER & PATOLOGIS UROGENITAL PRIA
CATHETER PLACEMENT & PATHOLOGICAL MALE UROGENITAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET


Semester III
Tahun Ajaran 2020

i
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
FAKULTAS KEDOKTERAN
Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta Tel/Fax (0271) 664178

BUKU MANUAL KETERAMPILAN KLINIS


TOPIK:
TINDAKAN INVASIF UROGENITAL
(INVASIVE UROGENITAL PROCEDURE)

SUB TOPIK:

 SIRKUMSISI
SIRCUMCISION
 PEMASANGAN KATETER & PATOLOGIS UROGENITAL PRIA
CATHETER PLACEMENT & PATHOLOGICAL MALE UROGENITAL

TAHUN AJARAN 2020

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Buku ini telah disahkan sebagai buku panduan untuk kegiatan pembelajaran di Program Studi
Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Pada tanggal :

Yang mengesahkan,
Dekan

Prof. Dr. Reviono, dr., Sp.P(K)

iii
TIM PENYUSUN

Ketua : dr. Wibisono Sp.U


Sekretaris : dr Novianto Adi Nugroho SH. M.Sc. Sp.FM
Anggota :
1. dr. Marwoto M.Sc. Sp.MK
2. dr. Andry Haryanto Sp.U
3. dr. Dyonisa Nasirochmi Pakha 

iv
ABSTRAK

Modul keterampilan klinik ini merupakan panduan bagi instruktur dan mahasiswa terkait
keterampilan teknik sirkumsisi dan tindakan pemasangan kateter serta pemeriksaan urogenital patologis.
Tujuan pembelajaran dari keterampilan klinik ini adalah mahasiswa mampu melakukan tindakan
sirkumsisi, tindakan pemasangan kateter serta pemeriksaan urogenital patologis misalnya pada epispadia
dan hipospadia, serta mampu menginterpretasikan data yang didapat pada keadaan tidak normal. Proses
evaluasi mahasiswa akan dilakukan dengan metode OSCE dengan penilaian sistem rubrik. Sehingga
setelah mahasiswa melalui keterampilan ini, mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan dan tindakan
invasive urogenital.

Kata kunci : keterampilan klinis, tindakan urogenital, patologis

v
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena dengan perkenan-Nya
penyusunan Buku Keterampilan Klinis Tindakan Invasif Urogenital. bagi mahasiswa Program
Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Semester 7. Buku
Pedoman Keterampilan Klinis ini disusun sebagai salah satu penunjang pelaksanaan Problem
Based Learning di FK UNS.
Perubahan paradigma pendidikan kedokteran serta berkembangnya teknologi kedokteran
dan meningkatnya kebutuhan masyarakat menyebabkan perlunya dilakukan perubahan dalam
kurikulum pendidikan dokter khususnya kedokteran dasar di Indonesia. Seorang dokter umum
dituntut untuk tidak hanya menguasai teori kedokteran, tetapi juga dituntut terampil dalam
mempraktekkan teori yang diterimanya termasuk dalam melakukan komunikasi dokter dan
pasien yang benar secara aspek etik dan medikolegal.
Penulis berharap mahasiswa kedokteran yang mendapatkan kegiatan keterampilan klinik
dengan topik Tindakan Invasive Urogenital lebih mudah dalam mempelajari dan memahami
teknik tindakan pemasangan kateter dan teknik sirkumsisi . Penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu hingga terlaksananya penyusunan buku ini. Penulis
menyadari bahwa buku ini masih banyak kekurangannya, sehingga penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan dalam penyusunan buku ini.

Terima kasih dan selamat belajar.

Surakarta, Juli 2020


Tim penyusun

vi
DAFTAR ISI

Halaman i

Sampul ...........................................................................................................................
Halaman ii

Judul ................................................................................................................................
Halaman Pengesahan iii

......................................................................................................................
Tim iv

Penyusun ............................................................................................................................

....
Abstrak ............................................................................................................................. v

...........
Kata vi

Pengantar..............................................................................................................................

....
Daftar Isi vii

..........................................................................................................................................
Rencana Pembelajaran viii

Semester......................................................................................................
Tujuan xi

Pembelajaran .......................................................................................................................

.
Lesson Plan xii

………………………………………………………………………………………. xiii

Daftar Keterampilan Klinis (SKDI 2012) 15

………………………………………………………… 37

Materi Sirkumsisi 41

vii
…………………………………………………………………………………. 48

Checklist penilaian 54

………………………………………………………………………………...

Materi kateter..

…………………………………………………………………………………….

Pemeriksaan Skrotum

……………………………………………………………………………...

Checklist penilaian

………………………………………………………………………………...

viii
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Identitas Mata Kuliah Identitas dan Validasi Nama Tanda


Tangan
Kode Mata Kuliah SL705 Dosen Pengembang RPS Novianto Adi Nugroho dr. SH. M.Sc
Sp.FM
Nama Mata Kuliah Skills Lab Prosedur Invasive Urogenital
Bobot Mata Kuliah (sks) 0,5 Koord. Kelompok Mata Kuliah Wibisono dr Sp.U
Semester VII
Mata Kuliah Prasyarat Tidak ada Kepala Program Studi Dr. Eti Poncorini
Pamungkasari, dr., MPd

Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL)


Kode CPL Unsur CPL
CP 3 : Melakukan manajemen pasien mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penegakan
diagnosis dan penatalaksanaan secara komprehensif
CP 7 : Mampu melakukan komunikasi efektif di bidang kedokteran dan kesehatan
CP Mata kuliah (CPMK)
1. Mahasiswa mampu menjelaskan alat-alat prosedur sirkumsisi
2. Mahasiswa mampu mendemostrasikan langkah-langkah persiapan sirkumsisi: informed
consent, persiapan alat dan obat secara aseptic, dan pemeriksaan genital.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan dan mempraktikan teknik anestesi local pada
sirkumsisi
4. Mahasiswa mampu mempraktikan prosedur tindakan sirkumsisi (dorsal slit, forcep
guided)
5. Mahasiswa mampu mempraktikan perawatan post operatif sirkumsisi (penutupan luka
dan perawatan pasca operasi)
6. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat-alat secara lengkap dan memenuhi kaidah
asepsis
7. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kateter yang dipakai untuk kateterisasi urin
8. Mahasiswa mampu melakukan persiapan untuk pemasangan kateter

ix
9. Mahasiswa mampu melakukan pemasangan kateter urin pada laki-laki dan wanita
10. Mahasiswa mampu melakukan identifikasi kelainan-kelainan urogenital pria
(transluminasi, kelainan kelenjar prostat, kelainan urethra
Bahan Kajian Keilmuan : Ilmu Bedah

Deskripsi Mata Kuliah Topik invasif Urogenital prosedure mempelajari tentang teknik sirkumsisi dan tindakan pemasangan kateter serta
pemeriksaan kelainan yang ada pada urogenital pria (transluminasi, kelainan prostat, epispadi, hipospadi)

Daftar Referensi : 1. Malone, P., Steinbrecher, H., 2007, Medical Aspects Of Male Circumcision, BMJ, ; 335;
1206-1290.
2. Task Force on Circumcision, Circumcision Policy Statement, Pediatrics 1999; 103; 3;
686693, http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/103/3/686
3. SC Tucker, S.C., Cerqueiro,J, Sterne,G.D., Bracka, A, Circumcision: a refined technique
and 5 year review, Ann R Coll Surg Engl 2001; 83, 121 – 5.
4. Otolorin, E., Johnson, P, for World Health Organization, UNAIDS and JHPIEGO, Manual
for Male Circumcision under Local Anaesthesia, September 2008.
5. Leaper, D.J., Harding, K.G., 2006, ABC of wound healing : Traumatic and surgical wounds,
BMJ 332: 532-5.
6. Emil AT, Maxwell VM. In Smith and Tanaghi’s General Urology 18ed. Lange Publising.
2013
7. Glands G, Charles B. In physical examination of the genitourinary tract in Campbell-Walsh
Urology 12 th Edition. Elsevier Health Sciences. 2015

x
Penilaian*
Metode Pengalaman Teknik
Tahap Kemampuan akhir Materi Pokok Referensi Waktu Indikator/
Pembelajaran Belajar penilaian
kode CPL
/bobot
1 2 3 4 5 6 7
Dapat melakukan Teknik sirkumsisi dari terlampir Kuliah Pengantar Simulasi dan 50 menit CP 3 OSCE
I teknik sirkumsisi proses inform demonstrasi CP 7
dengan baik dan benar consent, aseptic, Skills Lab 100 menit
anestesi hingga Terbimbing
perawatan luka 100 menit
Skills Lab Mandiri
Dapat Mengidentifikasi terlampir Kuliah Pengantar Simulasi dan 50 menit CP 3 OSCE
II bentuk pathologis demonstrasi CP 7
melakukan melalui pemeriksaan Skills Lab 100 menit
pemasangan transluminasi. Terbimbing
kateter dan Mengidentifikasi 100 menit
epispadi dan
pemeriksaan hipospadi serta
Skills Lab Mandiri
urogenital pria pemasangan kateter
patologis

xi
TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah menyelesaikan pembelajaran ketrampilan edukasi dan konseling ini diharapkan


1. Mahasiswa mampu menjelaskan alat-alat prosedur sirkumsisi
2. Mahasiswa mampu mendemostrasikan langkah-langkah persiapan sirkumsisi: informed
consent, persiapan alat dan obat secara aseptic, dan pemeriksaan genital.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan dan mempraktikan teknik anestesi local pada sirkumsisi
4. Mahasiswa mampu mempraktikan prosedur tindakan sirkumsisi (dorsal slit, forcep
guided)
5. Mahasiswa mampu mempraktikan perawatan post operatif sirkumsisi (penutupan luka
dan perawatan pasca operasi)
6. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat-alat secara lengkap dan memenuhi kaidah
asepsis
7. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kateter yang dipakai untuk kateterisasi urin
8. Mahasiswa mampu melakukan persiapan untuk pemasangan kateter
9. Mahasiswa mampu melakukan pemasangan kateter urin pada laki-laki dan wanita
10. Mahasiswa mampu melakukan identifikasi kelainan-kelainan urogenital pria
(transluminasi, kelainan kelenjar prostat, kelainan urethra

xii
LESSON PLAN

No. Aktivitas Alokasi waktu

1. Pendahuluan 20 menit

 Pre-test secara lisan

 Memperkenalkan konsep invasive urogenital procedure

 Prosedur edukasi dan konseling

2. Pengenalan alat 10 menit

3. Role play komunikasi 4x5 menit

4. Teknik dasar dan hand on manikin 30 menit

5. Tanya jawab 10 menit

6. Penutup

xiii
DAFTAR KETERAMPILAN KLINIS (SKDI 2012)

Daftar ketrampilan klinis pada topik ini berdasar SKDI 2012 :


DAFTAR KETRAMPILAN TINGKAT KETRAMPILAN
Sirkumsisi 4A

Pemasangan kateter uretra 4A


Epispadia 2
Hipospadia 2
Transluminasi skrotum 4A

xiv
SIRKUMSISI

Sirkumsisi merupakan tindakan bedah yang paling sering dilakukan pada pria. Selain alasan
religius dan budaya, tujuan sirkumsisi adalah untuk menurunkan risiko infeksi, karsinoma
penis dan karsinoma serviks pada pasangannya, serta perbaikan higiene daerah genital.
Penelitian membuktikan bahwa pria yang tidak menjalani sirkumsisi lebih rentan terhadap
ulkus genital (syphilis, chancroid, herpes simplex) dan infeksi oleh human papillomavirus
(HPV).

Selain alasan di atas, indikasi medis sirkumsisi adalah :

1. Adhesi preputium

2. Phimosis : preputium tidak dapat diretraksi karena penyempitan mulut preputium.

3. Paraphimosis : preputium tidak dapat ditarik kembali menutupi glans setelah


diretraksi.
4. Balanoposthitis (inflamasi pada glans dan preputium) dan balanitis (inflamasi
terbatas pada glans).
5. Preputial “pearls” dan kulit preputium yang terlalu kencang (redundant foreskin).
Preputial pearls adalah retensi smegma, yang merupakan sekresi kelenjar sebasea
pada lapisan preputium bagian dalam. Smegma tidak dapat disekresikan, biasanya
karena adhesi preputium.
6. Kulit preputium terlalu panjang.

7. Refluks vesiko-ureter atau kelainan urologi lain

8. Trauma, misalnya terjepit retsleting.

15
Gambar 1. Penis belum sirkumsisi, preputium intak, Penis belum sirkumsisi,
preputium retraksi, Penis sudah sirkumsisi

Sirkumsisi dapat dilakukan oleh dokter pada tingkat layanan primer, kecuali pada keadaan
keadaan berikut ini :

1. Kelainan anatomi penis : hypospadia dan epispadia.

2. Paraphimosis kronis

3. Ulkus genitalis dan penyakit menular seksual lain

4. Karsinoma penis

5. Gangguan perdarahan seperti hemofilia

6. Phimosis karena jaringan parut pada preputium

7. Jaringan parut pada frenulum

8. Kutil/veruka multiple/luas pada penis

9. Balanitis xerotica obliterans (terbentuk plak jaringan parut yang luas di permukaan
glans, sampai ke meatus uretra dan preputium).
10. Memerlukan anestesi general, misalnya pada bayi atau bila pasien tidak kooperatif.

PROSEDUR UNTUK HASIL TINDAKAN OPTIMAL

1. Penanganan jaringan (Tissue Handling)


 Tangani jaringan secara hati-hati dan lembut untuk mencegah henatom,
meminimalkan pembentukan jaringan parut dan risiko infeksi.
 Gunakan forcep diseksi (tweezers), jangan pergunakan klem arteri untuk menjepit
kulit saat menjahit.
 Lakukan jahitan hemostatik di tempat yang tepat. Hindari insersi jarum terlalu dalam
sampai ke jaringan sekitar.

2. Meminimalkan perdarahan :
 Tujuan :
- Merupakan bagian dari prosedur bedah standard dan praktek medis yang aman
(safe medical practices).

16
- Mengurangi risiko kontaminasi instrumen dan operator.
- Mengurangi risiko penularan penyakit seperti HIV, Hepatitis B dan C

 Teknik untuk meminimalkan perdarahan :


1) Kompresi sumber perdarahan dengan kassa steril selama 1-2 menit
2) Tying pembuluh darah :

Gambar 2. Tying pembuluh darah

3) Under-running dan ligasi pembuluh darah :

Gambar 3. Under-running dan ligasi pembuluh darah

4) Diatermi (bila ada).

3. Pemilihan benang dan jarum


 Benang yang paling sering digunakan pada sirkumsisi adalah benang chromic catgut
3.0 atau 4.0. Alternatif lain adalah benang vicryl rapide 4.0, tetapi lebih mahal.
 Jarum yang dipakai adalah jenis taper cut atau round body needle. Ujung taper cut
memudahkan jarum melewati kulit tapi mudah melukai kulit, terutama di bagian
dalam korona.
17
Terdapat 3 teknik jahitan yang dilakukan pada sirkumsisi, yaitu :

1. Terputus sederhana (simple interrupted)

2. Matras vertikal

3. Matras horisontal

A B

Gambar 4. Jahitan terputus sederhana (simple interrupted suture)


A: Jahitan sedemikian sehingga menyatukan kedua ujung kulit dengan rapat.

B: Jahitan terputus sederhana menutup luka insisi sirkumsisi.

A B

C D

18
Gambar 5 Jahitan matras vertikal (vertical mattress suture)
A & B. Jahitan matras vertikal, C. Jahitan ditempatkan sedemikian
sehingga menyatukan kedua ujung kulit dan subkutan sekaligus, D.
Jahitan matras vertikal pada posisi jam 9.

A B

C D

Gambar 6. Jahitan matras horisontal (horizontal mattress suture). A, B & C.


Jahitan matras horisontal, D. Jahitan matras horisontal ditempatkan pada
frenulum (posisi jam 6).

Simple
Jahitan sutu
sed erhana res
between
jahitan matras the di
mattress sut antar
a
ur
es

Vertical Jahitan HorizontalJahitan re


matras se
matras at
mattresvertikal mattress osisi
pada sutupada frenulum jam
sutures at the posisi jam 9, 12 (po'clock he 6 6)der
tf renulumpositi hana
9 on
o'clockdan 3 positions
Gambar 7. Teknik jahitan yang dilakukan pada sirkumsisi

19
PROSEDUR SIRKUMSISI

A. Identitas pasien

B. Informed consent
C. Riwayat Penyakit Dahulu

D. Pemeriksaan Fisik Umum

- Beri penjelasan pada pasien mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan.

- Mintalah pasien melepaskan sebagian baju danbantu pasien berbaring di atas meja
periksa.

- Lakukan pemeriksaan tanda vital.

- Lakukan pemeriksaan fisik umum.

- Lakukan pemeriksaan sistem sesuai dengan keluhan dan riwayat penyakit pasien.

E. Pemeriksaan Genital

- Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan handuk bersih.
- Pasang sarung tangan di kedua tangan.

- Lakukan pemeriksaan genital, amati adanya kelainan pada penis, skrotum dan
perineum.

- Lepaskan sarung tangan, buang ke dalam tempat sampah medis.

- Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan handuk bersih.

- Lengkapi rekam medis pasien.

- Mintalah orang tua pasien untuk mencuci daerah genital dan penis dengan air dan
sabun, termasuk area di bawah preputium dengan menarik preputium ke arah dorsal.

PERSIAPAN ALAT
- Baki instrument beralas duk steril
- Forcep diseksi (gigi halus)

- Forcep arteri (2 buah ujung lurus, 2 buah ujung bengkok)


- Gunting Metzenbaum ujung bengkok

20
- Gunting benang
- Needle holder Mayo Gunting diseksi

- Forcep kassa

- Knife handler, skalpel dan mata pisau (blades) - Duk lubang

“O” (80 cm x 80 cm, diameter lubang 5 cm)

- Mangkok stainless steel berisi larutan antiseptik.


- Cairan antiseptik Povidone iodine 10% 50 ml
- Kassa steril 10 × 10 cm.
- Petroleum-jelly-impregnated gauze (5 × 5 cm atau 5 × 10

cm) (Sofratulle®) dan plester. needle holder

- Lidocaine 1% tanpa epinephrine.

- Spuit 10 ml dengan jarum ukuran 18 atau 21.


- Benang chromic gut atau vicryl 3-0 dan 4-0 dengan jarum
circle reverse-cutting needle 3/8.

- Gentian violet atau marker pen steril.


- Sarung tangan, masker, surgical cap dan apron.

Forcep diseksi
(tweezers)

 Pastikan semua alat dalam keadaan baik dan berfungsi dengan baik :

- Klem arteri/ hemostat

- Gunting diseksi

- Needle holders

- Forcep diseksi (tweezers)

Klem arteri/ hemostat

21
 Susun instrumen di atas baki sesuai
dengan urutan penggunaannya.

 Lakukan sambung rasa dan komunikasi efektif dengan pasien dan keluarganya.

 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

 Lakukan review terhadap rekam medis pasien (anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, hasil
pemeriksaan laboratorium).

 Pastikan informed consent sudah diperoleh.


 Pastikan bahwa area genital telah dibersihkan dengan air dan sabun.

 Posisikan pasien berbaring terlentang, dengan area genital terpapar.

 Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan handuk bersih dan kering.

 Kenakan apron dan 2 pasang sarung tangan steril.

 Lakukan antisepsis area genital dengan larutan povidone iodine 10% sebanyak 2 kali.
Dengan tangan kiri, tarik preputium ke arah dorsal, pastikan glans, area di bawah
preputium sudah bersih dan kering.

22
Gambar 8. Tindakan antisepsis

 Lepaskan sarung tangan luar tanpa meng-kontaminasi sarung tangan dalam.

 Pasang duk lubang steril, atau 4 buah duk segi empat steril (pasang di bagian atas,
bawah, kiri dan kanan), sehingga penis terpapar.

Gambar 9. Pasang duk lubang steril

 Sekali lagi lakukan pemeriksaan genitalia eksterna untuk memastikan tidak ada
kontraindikasi sirkumsisi yang belum terdeteksi pada pemeriksaan awal.

PROSEDUR ANESTESI

- Perhitungkan dosis anestetik lokal yang diperlukan berdasarkan berat badan pasien.

Gambar 10. Anestesi pada sirkumsisi

23
Lakukan infiltrasi Dorsal Penile Nerve Block (DPNB) dan Subcutaneous Ring Block (SRB)
dengan Lidocaine 1% (10 mg per mL). Prosedurnya :
- Lakukan aspirasi anestetikum Lidocaine 1% dari vial menggunakan spuit 20 mL
dengan dosis maksimal 3 mg/kgBB (misalnya untuk anak dengan BB 20 kg, dosis
maksimal 60 mg. Aspirasi sebanyak 5 mL, volume maksimal yang diperbolehkan
adalah 6 mL).
- Untuk melakukan dorsal penile nerve block (DPNB), pergunakan jarum kecil (ukuran
23) untuk menyuntikkan 1–2 ml anestesi lokal ke pangkal penis pada posisi jam 11
dan jam 1.

Gambar 11. Dorsal penile nerve block (DPNB)

- Untuk melakukan subcutaneous ring block (SRB), suntikkan anestesi secara subkutan
perlahan-lahan (di atas fascia Bucks), secara melingkar pada batang penis dekat
pangkal, suntikkan pula 1 mL anestetikum secara lateral ke arah permukaan ventral
untuk melengkapkan blokade syaraf.

24
Gambar 12. Subcutaneous ring block (SRB)

- Tunggu 3-5 menit sampai terjadi efek anestesi.

- Perlahan-lahan jepit preputium menggunakan forcep arteri untuk menilai efek


anestetikum dan tambahkan injeksi anestetikum bila perlu.

Gambar 13. Mengecek efek anestesi

- Selama prosedur, ajak pasien berbincang-bincang ringan (efek verbal anaesthesia).

- Lakukan retraksi preputium secara penuh, pisahkan adhesi preputium secara tumpul
menggunakan forcep arteri.

25
Gambar 14. Retraksi preputium, pisahkan adhesi.

- Jika mulut preputium terlihat ketat, lakukan dilatasi menggunakan forcep arteri
dengan hati-hati, jangan terlalu dalam memasukkan ujung forcep sehingga melukai
uretra.

Gambar 15. Dilatasi mulut preputium

- Buatlah tanda batas insisi melingkar menggunakan marker pen atau gentian violet, 1
cm di sebelah proksimal dan sejajar dengan sulkus koronarius.

Gambar 16. Buat garis batas insisi

- Jepit preputium dengan 2 buah forcep arteri pada posisi jam 3 dan jam 9, pastikan
tegangan di sebelah dalam dan luar preputium seimbang.

26
Gambar 17. Jepit preputium di jam 9 dan jam 3
- Sebelum membuat insisi pada posisi jam 12, klem preputium menggunakan forcep
arteri pada posisi jam 11 dan jam 1. Pastikan bagian dalam dari kedua fercep berada
di antara glans dan preputium, dan tidak menjepit meatus uretra.

Gambar 18. Jepit preputium di jam 11 dan 1

PROSEDUR TINDAKAN METODE DORSAL SLIT

- Lakukan dorsal slit pada preputium sepanjang garis insisi menggunakan gunting diseksi,
dimulai dari ujung preputium sampai ke dorsal sulkus coronarius, sejauh mungkin ke
arah dorsal tetapi tidak melebihi garis batas insisi.

27
Gambar 19. Dorsal slit

- Lakukan eksisi sepanjang garis menggunakan gunting diseksi.

Gambar 20. Eksisi sepanjang garis

- Rapikan sisa kulit di tepi bagian dalam preputium, sisakan kurang lebih 5 mm di
proksimal korona. Perhatikan, yang dirapikan hanya kulit, tidak boleh sampai
menggunting jaringan yang lebih dalam.

Gambar 21. Merapikan kulit di tepi potongan

- Identifikasi perdarahan. Tarik kulit preputium untuk mengekspos area di bawahnya. Jika
terdapat perdarahan, lakukan klem, ligasi atau under-running dengan catgut plain 3/0.
 Saat meng-klem, lakukan seakurat mungkin, jangan sampai menjepit jaringan di
sekitarnya untuk menghindari pembentukan parut.
 Jangan menempatkan jahitan hemostatik terlalu dalam. Saat melakukan jahitan
hemostatik di daerah frenulum atau daerah di bawah penis, jangan sampai melukai
uretra.

28
Eksplorasi perdarahan Jepit pembuluh darah Lakukan klem dengan
dengan forcep, sedikit ditarik forcep arteri dengan
ke atas sehingga dapat akurat, sehingga jaringan
dijepit dengan forcep arteri. sekitar yang ikut terjepit
hanya minimal

Gambar 22. Tindakan hemostatik

Setelah ligasi semua sumber perdarahan, lakukan irigasi dengan saline steril. Setelah bersih,
kembali lakukan inspeksi apakah masih terdapat perdarahan.

Lakukan jahitan matras horizontal bentuk U menggunakan benang catgut chromic 3/0 atau
4/0 dan jarum taper cut atau round body needle di sisi ventral penis (frenulum) untuk
menyatukan kulit pada insisi bentuk V. Ikat dan simpulkan dengan forcep mosquito. Saat
melakukan jahitan matras horizontal pada posisi jam 6, posisi raphe mediana kulit harus
sesuai dengan garis frenulum.

29
a b c
Gambar 23. Jahitan matras horizontal pada frenulum (posisi jam 6).
Jahitan matras vertical pada posisi jam 9, 12 dan 3. Jahitan sederhana
ditempatkan di antaranya.

Dengan benang chromic yang sama, tempatkan jahitan matras vertical pada posisi jam 9, 12
dan 3. Di antaranya lakukan 2-3 jahitan sederhana (total terdapat 16 jahitan).

Gambar 24. Hasil akhir sirkumsisi metode dorsal slit

Lakukan irigasi dengan saline, inspeksi adanya perdarahan. Jika masih ada perdarahan,
tambahkan jahitan sederhana.

Balut luka dengan Sofratulle/ perban vaselin, tutup dengan kassa dan plester.
Observasi pasien selama 30 menit pasca sirkumsisi.

30
PROSEDUR TINDAKAN METODE FORCEP GUIDED
Pegang preputium dengan 2 forcep mosquito, masing-masing di bagian lateral.

Gambar 25. Jepit preputium dengan klem mosquito

Klem preputium di sepanjang garis insisi dengan klem Kocher sambil retraksi glans (untuk
memastikan glas tidak terklem).

Gambar 26. Lakukan klem preputium, pastikan glans tidak ter-klem.

Lakukan eksisi preputium di sebelah distal klem sepanjang garis insisi menggunakan blade.

Gambar 27. Eksisi preputium di distal klem

Rapikan sisa kulit preputium di sisi luar forcep menggunakan skalpel. Meski forcep akan
melindungi glans dari scalpel, dokter tetap harus hati-hati jangan sampai melukai glans.

31
Lepaskan klem, rapikan kembali sisa kulit yang belum rapi. Tinggalkan kulit kurang lebih 5
mm di sebelah proksimal korona. Perhatikan : hanya menggunting kulit, jangan sampai
mengenai jaringan yang lebih dalam.

Gambar 28. Merapikan sisa kulit preputium

Identifikasi sumber perdarahan, jika ada perdarahan, lakukan klem, jahitan atau
underrunning menggunakan plein catgut ukuran 3/0.

Setelah ligasi semua sumber perdarahan, lakukan irigasi dengan saline. Kembali lakukan
inspeksi perdarahan.

Lakukan jahitan matras horizontal bentuk U menggunakan benang catgut chromic 3/0 atau
4/0 dan jarum taper cut atau round body needle di sisi ventral penis (frenulum) untuk
menyatukan kulit pada insisi bentuk V. Ikat dan simpulkan dengan forcep mosquito.

Dengan benang chromic yang sama, tempatkan jahitan matras vertical pada posisi jam 9, 12
dan 3. Di antaranya lakukan 2-3 jahitan sederhana (total terdapat 16 jahitan).

Gambar 29. Hasil akhir sirkumsisi metode forcep guided

Lakukan irigasi dengan saline, inspeksi adanya perdarahan. Jika masih ada perdarahan,
tambahkan jahitan sederhana.

Balut luka dengan Sofratulle/ perban vaselin, tutup dengan kassa dan plester.
32
Observasi pasien selama 30 menit pasca sirkumsisi.
Metode Forceps Guided

Keuntungan :

 Lebih mudah dilakukan


 Dapat dilakukan tanpa bantuan asisten.
Kekurangan :

 Meninggalkan kulit mukosa sepanjang 0.5–1.0 cm di sebelah proksimal korona.


 Secara kosmetik kurang memuaskan.

MEMASANG BALUTAN
 Lakukan cek sekali lagi apakah masih terdapat perdarahan.
 Setelah tidak tampak perdarahan sama sekali, aplikasikan balutan kassa mengandung
jelly petroleum (misalnya : Sofratulle) di sekeliling luka.

 Aplikasikan kassa steril kering di atasnya, pasang plester untuk fiksasi.


 Jangan memasang balutan terlalu erat.

Gambar 30. Balutan kassa mengandung jelly petroleum

Gambar 31. Tutup dengan kassa kering

33
Gambar 32. Fiksasi dengan plester

Balutan dibiarkan pada tempatnya tidak lebih dari 48 jam.

PERAWATAN POST-OPERATIF
Lakukan observasi keadaan umum dan tanda vital.
Jika kondisi pasien stabil, pulangkan pasien dengan diberikan analgetik ringan.
Instruksi kepada orang tua pasien untuk :
- Mengecek kondisi perban beberapa kali selama 24 jam pertama. Dilihat apakah masih
terjadi perdarahan. Instruksikan pasien kembali ke dokter bila masih terjadi perdarahan.
- Pakai pakaian yang bersih dan longgar.

- Biarkan perban sampai 24 jam, baru kemudian diganti. Jika perban menempel terlalu
erat, basahi perban dengan air hangat dan vaselin sebelum dilepas.
- Selama 4 hari berikutnya, gantilah perban sekali sehari, sebelumnya aplikasikan sedikit
vaselin di atas luka jahitan dan pada glans penis.
- Area luka dijaga tetap bersih dan kering. Untuk membersihkan luka dapat dipergunakan
kapas atau washlap yang dibasahi air hangat. Hindari pemakaian alkohol, bedak atau
lotion karena justru akan mengakibatkan iritasi.
- Tanda-tanda infeksi : discharge/ pus, berbau, kemerahan, bengkak, area luka teraba
hangat atau demam. Jika terjadi tanda-tanda demikian, instruksikan pasien untuk kembali
ke dokter.

Instruksikan kepada orang tua untuk kontrol 24 jam setelah sirkumsisi atau lebih awal jika
terjadi :
 Perdarahan

 Tanda-tanda infeksi

 Nyeri hebat

34
 Retensi urin

 Nyeri saat berkemih

PEMERIKSAAN 48 JAM POST-OPERATIF


 Persiapan
Alat yang diperlukan :
• Sarung tangan

• Larutan antiseptik

• Saline

• Cotton ball
• Gunting benang

Pasien dibaringkan di atas tempat tidur periksa.


Cucilah tangan dengan sabun dan air, keringkan dengan handuk bersih dan kering.
Kenakan sarung tangan.

 Lakukan pemeriksaan penis. Dilihat apakah terdapat perdarahan, discharge atau luka
jahitan terbuka.

 Lepaskan perban. Jika perban kering dan menempel pada luka, basahi dengan saline
secukupnya. Jangan menarik paksa perban yang menempel erat karena mengakibatkan
luka terbuka kembali.

 Lakukan inspeksi jahitan, dilihat apakah terjadi perdarahan, keluar discharge atau luka
tidak menutup dengan sempurna.

 Bersihkan luka dengan saline steril, biarkan mengering. Luka tidak perlu ditutup lagi.

 Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan.

 Informasikan hasil pemeriksaan kepada orang tua pasien.

 Berikan instruksi selanjutnya :

- Pasien boleh dimandikan seperti biasa.

- Hati-hati saat membersihkan daerah genital, pergunakan sabun bayi yang lembut dan
air.

35
KOMPLIKASI SIRKUMSISI

Komplikasi prosedur

1. Eksisi kulit preputium terlalu luas

2. Adhesi

3. Perdarahan

4. Hematom

5. Luka tidak menutup

6. Infeksi

7. Gangren

8. Penurunan sensitivitas atau hipersensitivitas glans

9. Jaringan parut

10. Discomfort saat ereksi

11. Torsio (mal-alignment) batang penis

12. Fistula uretra

13. Amputasi penis partial atau total

Saat melakukan sirkumsisi dengan anestesi lokal, sering pasien dalam keadaan cemas atau
ketakutan. Kondisi ini dapat menimbulkan retraksi penis, mengakibatkan overestimasi
preputium yang akan dieksisi, sehingga kulit yang dieksisi lebih banyak dari yang
seharusnya.
Hal ini menyebabkan gangguan misalnya nyeri saat ereksi dan 'concealed penis syndrome'.

Pemilihan material benang dan metode jahitan juga mempengaruhi hasil akhir.
Penggunaan benang vicryl rapide® 5.0-7.0 dengan teknik jahitan terputus menghasilkan
opposisi mukokutan yang bagus, dengan absorpsi benang sudah terjadi dengan cepat
sebelum parut jahitan terbentuk.

36
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN SIRKUMSISI
NO ASPEK KETERAMPILAN YANG DINILAI SKOR

0 1 2

1. Memperkenalkan diri dan melakukan sambung rasa serta komunikasi


efektif dengannya pasien dan keluarga

2. Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan dan membuat informed


consent

3. Memposisikan pasien berbaring telentang, genital terpapar, dan telah


dibrsihkan dengan sabun dan air

4. Melakukan prosedur aseptik

5. Menyiapkan alat di meja steril

6. Melakukan antiseptik area genital dengan larutan Povidon iodine 10%


sebanyak 2 kali.

7. Melepaskan sarung tangan luar tanpa mengkontaminasi sarung tangan


dalam

8. Pasang duk lubang steril pada penis

9. Melakukan infiltrasi Dorsal Penile Nerve Block dan Subcutaneous


Ring Block dengan lidokain 1 % dengan dosis sesuai berat badan
pasien

10. Menunggu 3-5 menit sampai anestesi bekerja

11. Menjepit preputium menggunakan forcep arteri untuk menilai efek


anestetik

12 Melakukan retraksi preputium secara penuh, pisahkan adhesi


preputium secara tumpul menggunakan forcep arteri.

13. Dilatasi mulut preputium menggunakan forcep arteri

14. Membuat tanda batas incisi melingkar menggunakan marker pen atau
gentian violet 1 cm di proksimal dan sejajar dengan sulkus
koronarius.

15. Menjepit preputium dengan 2 buah forcep arteri pada posisi jam 3
dan 9, serta memastikan tegangan di sebelah dalam dan luar
preputium seimbang.

37
16. Klem preputium menggunakan forcep arteri pada posisi jam 11 dan 1
dan memastikan bagian dalam dari kedua forcep berada di antara
glans dan preputium, dan tidak menjepit meatus urethra.

17. Membuat incisi pada posisi jam 12

18. Melakukan dorsal slit pada preputium sepanjang garis incisi


menggunakan gunting diseksi

19. Melakukan eksisi sepanjang garis menggunakan gunting diseksi

20. Merapikan sisa kulit di tepi bagian dalam preputium, menyisakan 5


mm di proksimal korona.

21. Identifikasi perdarahan

22. Meligasi semua sumber perdarahan

23. Melakukan jahitan matras horisontal bentuk U menggunakan benang


cat gut chromic dan jarum taper cut di sisi ventral penis (frenulum)

24. Menempatkan jahitan matras vertikal pada posisi 9, 12, dan 3, di


antaranya dibuat 2-3 jahitan sederhana.

25. Melakukan irigasi dengan saline, dan menginspeksi perdarahan

26. Membalut luka dengan sofratule/perban vaselin, dan menutup luka


dengan kassa dan plester

27. Observasi pasien selama 30 menit

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

1 Tidak dilakukan mahasiswa


2 Dilakukan tapi belum sempurna

38
3 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan
mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak
diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan)

Nilai Mahasiswa = Jumlah skor x 100% = .................

54

REFERENSI

39
1. Malone, P., Steinbrecher, H., 2007, Medical Aspects Of Male Circumcision, BMJ, ;
335; 1206-1290.
2. Task Force on Circumcision, Circumcision Policy Statement, Pediatrics 1999; 103; 3;
686693, http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/103/3/686
3. SC Tucker, S.C., Cerqueiro,J, Sterne,G.D., Bracka, A, Circumcision: a refined
technique and 5 year review, Ann R Coll Surg Engl 2001; 83, 121 – 5.
4. Otolorin, E., Johnson, P, for World Health Organization, UNAIDS and JHPIEGO,
Manual for Male Circumcision under Local Anaesthesia, September 2008.
5. Leaper, D.J., Harding, K.G., 2006, ABC of wound healing : Traumatic and surgical
wounds, BMJ 332: 532-5.

KATETER

40
1. Pendahuluan
Kateterisasi uretra adalah pemasangan kateter yang dimasukkan kedalam
buli-buli (bladder) pasien melalui urethra. Kateter digunakan sebagai alat untuk
menghubungkan drainase urin dari bladder ke urine bag atau container. Istilah
kateterisasi ini sudah dikenal sejak jaman Hipokrates yang pada waktu itu
menyebutkan tentang tindakan instrumentasi untuk mengeluarkan cairan dari tubuh.
Bernard memperkenalkan kateter yang terbuat dari karet pada tahun 1779, sedangkan
Foley membuat kateter menetap pada tahun 1930. Kateter Foley ini sampai saat ini
masih dipakai secara luas di dunia sebagai alat untuk mengeluarkan urine dari buli-
buli.
Kateterisasi uretra adalah pemasangan kateter yang dimasukkan kedalam buli-
buli (bladder) pasien melalui urethra. Kateter digunakan sebagai alat untuk
menghubungkan drainase urin dari bladder ke urine bag atau container. Istilah
kateterisasi ini sudah dikenal sejak jaman Hipokrates yang pada waktu itu
menyebutkan tentang tindakan instrumentasi untuk mengeluarkan cairan dari tubuh.
Bernard memperkenalkan kateter yang terbuat dari karet pada tahun 1779, sedangkan
Foley membuat kateter menetap pada tahun 1930. Kateter Foley ini sampai saat ini
masih dipakai secara luas di dunia sebagai alat untuk mengeluarkan urine dari buli-
buli.
2. Anatomi Traktus Urinarius Bagian Bawah

Anatomi organ saluran kencing terdiri ginjal, pelvis renalis, ureter, kandung
kencing (bladder/ vesica urinaria/ buli-buli), ostium urethra internum (OUI), urethra,
ostium urethra eksternum (OUE). Urin akan mengalir dari proksimal di ginjal, ureter,
baldder yang kemudian melalui urethra dikeluarkan melalui OUE. Traktus urinarius
bagian bawah terdiri dari kemih (bladder), ostium urethra internum (OUI), urethra,
ostium urethra eksternum (OUE).

Vesica urinaria (kandung kencing)

Vesica urinaria merupakan organ yang berfungsi untuk menampung urine


sampai kurang lebih 230-300 ml. Organ ini dapat mengecil atau membesar sesuai isi
urine yang ada. Letak kandung kencing dalam rongga panggul (pelvis major) berada
didepan organ pelvis lainnya dan terletak tepat dibelakang simpisis osis pubis. Organ
ini berbentuk buah piramid dengan 3 sisi, apex vesicae menunjuk ke ventral kranial,
satu facies cranialis merupakan sisi kanan dan kiri dan fundus vesicae sebagai basis

41
merupakan bagian dorsal caudal. Kira-kira pada sudut cranial kanan dan kiri fundus
terdapat muara ureter, sedangkan sudut caudalnya merupakan awal urethra. Tempat
pada sudut caudal antara awal urethra sampai orificium urethra internum disebut
cervix vesicae.

Gambar 33. Anatomi traktus urinarius pada laki-laki

Gambar 34. Anatomi traktus urinarius pada wanita

3. Indikasi Pemasangan Kateter

42
Kateterisasi uretra dapat dilakukan untuk diagnosis ataupun sebagai prosedur
terapi. Untuk terapi, kateter dimasukkan untuk dekompresi bladder pada pasien
dengan retensi urine yang akut atau kronik akibat dari keadaan seperti intravesicular
obstruction dari traktus urinarius atau neurogenic bladder. Kateterisasi dan irigasi
secara kontinyu mungkin juga diperlukan pada pasien dengan gross hematuria untuk
menghilangkan darah dan jendalan darah dari kandung kencing.

Untuk keperluan diagnosis, kateterisasi urethra dilakukan untuk mendapatkan


sampel urin yang tak terkontaminasi terutama untuk tes mikrobiologi, untuk
mengukur pengeluaran urine pada pasien dengan kondisi kritis, atau pada tindakan
operasi atau untuk mengukur volume residual urine sesudah tindakan invasive,
dimana tindakan noninvasif tidak bisa dilakukan. Kateter seharusnya tidak
digunakan untuk terapi rutin kontinensia urine, jika mungkin penggunaan tindakan
yang non-invasive seperti incontinence pads, intermittent catheterization, atau penile-
sheath catheters harus dilakukan untuk menghindari komplikasi dari penggunaan
indwelling kateter (kateter menetap). Tindakan seperti operasi untuk memperbaiki
inkontinensia urin lebih efektif untuk pasien.
4. Kontraindikasi Pemasangan Kateter

Kontraindikasi kateterisasi uretra adalah adanya urethral injury. Biasanya


adanya trauma pada uretra terjadi pada pasien dengan trauma pelvis atau fraktur
pelvis. Trauma pada uretra ditandai dengan adanya perdarahan pada meatus uretra,
perineal hematoma, dan a “high-riding” prostate gland. Jika dicurigai adanya trauma
pada uertra perlu dilakukan uretrography sebelum dilakukan kateterisasi.
Kontraindikasi relatif pemasangan kateter uretra adalah adanya striktur uretra,
pembadahan uratra atau bladder, atau pada pasien yang tidak kooperatif.

43
Gambar 35. Retrograde urethrogram menunjukkan ekstravasasi urine

5. Persiapan Pemasangan Kateter

Tindakan kateterisasi merupakan tindakan invasif dan dapat menimbulkan rasa nyeri,
sehingga jika dikerjakan dengan cara yang keliru akan menimbulkan kerusakan saluran
uretra yang permanen. Oleh karena itu sebelum menjalani tindakan ini pasien harus diberi
penjelasan dan menyatakan persetujuannya melalui surat persetujuan tindakan medik
(informed consent).

Peralatan yang disiapkan untuk pemasangan kateter urine :

a. Sarung tangan steril


b. Duk steril
c. Antiseptik (misalnya Savlon)
d. Kapas lidi steril
e. Penjepit (forcep)
f. Aquades steril (sterile water), biasanya 10 cc
g. Foley catheter (ukuran 16-18 French)
h. Syringe 10 cc
i. Lubricant (water based jelly atau jelly xylocaine)
j. Collection bag dan tubing

Ukuran kateter adalah unit yang disebut French, dimana satu French sama dengan 1/3
dari 1 mm. Ukuran kateter bervariasi dari 12 FR (kecil) sampai 48 FR (besar) sekitar 3-16
mm. Kateter juga bervariasi dalam hal ada tidaknya bladder balloon dan beberapa ukuran
bladder balloon. Harus di cek ukuran balon sebelum menggelembungkan balon dengan
memasukkan air.

44
Gambar 36. Kateter self retaining yang dapat
ditinggalkan di dalam buli-buli,

A. Kateter Foley, B. Kateter Pezzer, C. Kateter dua


sayap, dan D. Kateter Malecot empat sayap

Gambar 37. French silicone catheter French Foley


latex catheter

Gambar 38. Double lumen catheter

Gambar 39. Kateter Foley dengan balon


retensi.

(A) (B)

45
Gambar 40. Aliran urine pada pemasangan kateter pada laki-laki (A) dan pada wanita (B)

6. Teknik Kateterisasi Uretra Teknik Kateterisasi Pada Laki-Laki

Urutan teknik kateterisasi pada laki-laki adalah sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan disinfeksi pada penis dan daerah di sekitarnya, daerah genitalia
dipersempit dengan kain steril.
2. Kateter yang telah diolesi dengan pelicin/jelly dimasukkan ke dalam orifisium uretra
eksterna.
3. Pelan-pelan kateter didorong masuk dan kira-kira pada daerah bulbomembranasea
(yaitu daerah sfingter uretra eksterna) akan terasa tahanan; dalam hal ini pasien
diperintahkan untuk mengambil nafas dalam supaya sfingter uretra eksterna menjadi
lebih relaks. Kateter terus didorong hingga masuk ke buli-buli yang ditandai dengan
keluarnya urine dari lubang kateter.
4. Sebaiknya kateter terus didorong masuk ke buli-buli lagi hingga percabangan kateter
menyentuh meatus uretra eksterna.
5. Balon kateter dikembangkan dengan 5-10 ml air steril.
6. Jika diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan pipa penampung
(urinbag).
7. Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian proksimal.
Fiksasi kateter yang tidak betul, (yaitu yang mengarah ke kaudal) akan menyebabkan
terjadinya penekanan pada uretra bagian penoskrotal sehingga terjadi nekrosis.
Selanjutnya di tempat ini akan timbul striktura uretra atau fistel
uretra.

46
Gambar 41. Teknik kateterisasi pada pria

Teknik Kateterisasi Pada Wanita

Urutan teknik kateterisasi pada wanita adalah sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan disinfeksi pada daerah labia dan uretra, daerah genitalia
dipersempit dengan kain steril.
2. Lubrikasi kateter dengan pelicin/jelly.

Gambar 42. Teknik lubrikasi uretra. A. Desinfeksi uretra, B.


Memasukkan campuran jelly dan lidokain ke dalam uretra, C.
Memasukkan kateter ke dalam uretra yang telah dilubrikasi

3. Buka labia menggunakan tangan yang tidak dominan. Pertahankan posisi tersebut
sampai siap menggelembungkan balon kateter.
4. Kateter yang telah diolesi dengan pelicin/jelly dimasukkan ke dalam orifisium uretra
eksterna.
5. Pelan-pelan kateter didorong masuk hingga masuk ke buli-buli yang ditandai dengan
keluarnya urine dari lubang kateter.

6. Sebaiknya kateter terus didorong masuk ke buli-buli kira-kira 2 inchi lagi, yakinkan
kateter sudah berada dalam bladder.
7. Balon kateter dikembangkan dengan 5-10 ml air steril.

8. Jika diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan pipa penampung


(urinbag)
9. Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian proksimal.

47
8. Teknik Melepas Kateter

Kateter dilepaskan dengan cara : masukkan syringe pada bagian samping kateter
(pada inflation port). Keluarkan cairan sampai tidak ada yang tersisa. Kemudian tarik
kateter sampai keluar semua dari uretra.

Gambar 43. Teknik pemasangan kateter pada wanita

Transiluminasi pada pembesaran skrotum


Dilakukan dengan sumber cahaya yang cukup kuat melalui celah/lubang kecil, ruang
pemeriksaan digelapkan.
Transiluminasi positif biasanya didapatkan pada hidrokel.

Sebelum lampu dinyalakan

Setelah lampu dinyalakan tampak


transiluminasi positif

Gambar 44. Transiluminasi skrotum


Auskultasi isi skrotum :

48
Bila terdengar bising usus : hernia
Hidrokel dan spermatokel

Gambar 45. Kiri hidrokel dan kanan spermatokel

Diagnosis banding dari Hidrokel


- Spermatokel
- Tumor testis
- Hernia
Perbedaan antara Hidrokel dan Spermatokel :
 Hidrokel : Testis terapung di dalam hidrokel (testis tidak teraba)
 Spermatokel : Testis jelas terpisah (di bawah/di samping) dari spermatokel
Perbedaan antara Hidrokel dan Hernia :
 Hidrokel : Funikulus spermatikus teraba di atas tumor
 Hernia: Funikulus spermatikus tidak teraba di atas tumor
 Varikokel Sebagian besar terdapat di sebelah kiri
- Teraba seperti kantung berisi cacing
- Mengempis bila penderita tidur telentang (jika tidak, harus dicurigai tumor yang
menekan/menyumbat v. renalis kiri)
Varikokel yang kecil dapat ditemukan dengan terabanya pengisian pleksus di sekitar
funikulus spermatikus pada waktu penderita batuk atau melakukan manuver Valsalva.

49
Gambar 46. Varikokel

Hematokel :
Terjadi Akumulasi darah di dalam tunika vaginalis, akibat :
- Trauma pada skrotum
- Pembedahan daerah skrotum
- Trauma waktu kelahiran
- Penyakit (diskrasia) darah
Epididimitis
Bakterial non spesifik :
- Pembengkakan dan nyeri hebat/jelas
- Funikulus biasanya menebal
Kadang-kadang dapat diraba testis (normal dan tak nyeri) di samping epididimis yang nyeri
tadi. Spesifik (tuberkulosis) :
- Biasanya tak nyeri (kecuali akut)
- Epididimis keras dan teratur
- Vas deferens tak teratur/bentuk tasbih.

50
Gambar 47. Kiri : Epididimitis, kanan : tumor testis

Tumor testis
Biasanya testis membesar dan mengeras/lebih padat
Epididimis dan funikulus pada umumnya normal
Pada penderita dengan dugaan tumor testis, harus diperiksa juga :
 Leher metastase ke kelenjar limfe supra klavikular.
 Mammae ginekomasti (beberapa tumor yang memproduksi estrogen, “chorionic
gonadotrophin”).
 Abdomenkelenjar limfe retroperitoneal yang membesar.

Torsi testis
Keluhan : nyeri hebat
terjadi mendadak Gejala :
- Testis yang bersangkutan terangkat ke atas (Derming sign)
- Testis terletak lebih horisontal (Angle sign)
- Nyeri dan pembengkakan seringkali sangat hebat sehingga isi skrotum tidak dapat diraba
dan dipisah-pisahkan
Bila dielevasikan akan bertambah nyeri pada torsi (Phren sign)

51
Gambar 48. Torsi testis

Diagnosis banding nyeri di skrotum :


Epididimitis Tumor Torsi
Nyeri (+) Ringan/tidak nyeri Hebat
Onset Cepat Lambat Mendadak/dramatik
Infeksi saluran kencing (+) (-) (-)
Palpasi :
Normal Tumor Struktur-struktur ini
Testis
Nyeri Normal sukar diraba/
Epididimitis
Biasanya Normal dipisah-pisahkan
Funikulus
menebal
Umur 15 th - tua 15 th – 40 th

Kriptorkismus
Palpasi testis yang “undescended” :
Anak yang diperiksa sebaiknya dipangku ibunya (atau waktu sedang dimandikan dalam bak
hangat).

Gambar 49. Kriptorkismus

52
Testis yang retraktil :
- Sudah turun ke dalam skrotum, tapi seringkali naik ke pangkal skrotum atau masuk ke
dalam kanalis inguinalis karena spasme m. Kremaster.Testis retraktil biasanya dapat
ditarik ke dalam skrotum.

53
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN
KATETERISASI PADA LAKI-LAKI
SKO
N
Aspek Keterampilan yang Dinilai R
O
0 1 2
1 Mempersiapkan alat – alat yang diperlukan
2 Mencuci tangan dan memasang sarung tangan non steril
3 Palpasi skrotum dan transluminasi test
(mengintepretasikan hasilnya)
4 Melepas sarung tangan non steril, mencuci tangan dan
memasang sarung tangan steril
5 Melakukan disinfeksi pada penis dan daerah di
sekitarnya, daerah genitalia dipersempit dengan kain
steril
6 Memeriksa lubang orifisium uretra eksterna, dan
memastikan tidak epispadia / hipospadia
7 Memasukkan pelicin 5-10 cc xylocain jelly
(perbandingan lidokain : jelly = 1 : 5)
8 Memasukkan kateter ke dalam orifisium uretra eksterna
dengan teknik yang aseptik
9 Dengan pelan-pelan mendorong kateter masuk
10 Meminta pasien untuk menarik nafas (merilekskan
sfingter) pada kira-kira pada daerah bulbo-membranase
(yaitu daerah sfingter uretra eksterna)
11 Kateter terus didorong masuk ke buli-buli yang ditandai
dengan keluarnya urin dari lubang kateter
12 Kateter terus didorong masuk ke buli-buli lagi hingga
percabangan kateter menyentuh meatus uretra eksterna
13 Mengembangkan balon kateter dengan memasukkan 5-
10 ml air steril dan meyakinkan bahwa kateter sudah
terfiksasi di dalam kandung kencing
14 Menghubungkan kateter dengan pipa penampung (urin
bag)
15 Melakukan fiksasi dengan plester di daerah ingunal atau
paha bagian proksimal
16 Melakukan edukasi kepada pasien

JUMLAH SKOR

Penjelasan :

54
1 Tidak dilakukan mahasiswa
2 Dilakukan, tapi belum sempurna
3 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi
yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa : Jumlah Skor x 100%

32

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN

55
KATETERISASI PADA WANITA
SKOR
NO Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
1 Mempersiapkan alat –alat yang diperlukan
2 Memasang sarung tangan steril dan melakukan disinfeksi
pada genitalia dan daerah di sekitarnya, dan daerah genitalia
dipersempit dengan kain steril
3 Mengolesi kateter dengan pelicin/jelly
4 Membuka labia dengan tangan yang tidak dominan, dan
mempertahankan sampai mengembangkan balon
5 Memasukkan kateter ke dalam orifisium uretra eksterna
dengan teknik yang aseptis
6 Dengan pelan-pelan mendorong kateter masuk
7 Meminta pasien untuk menarik nafas (merilekskan sfingter)
8 Kateter terus didorong hingga masuk ke buli-buli yang
ditandai dengan keluarnya urine dari lubang kateter
9 Kateter terus didorong masuk ke buli-buli lagi hingga
pertengahan kateter menyentuh meatus uretra eksterna
10 Mengebangkan balon kateter dengan memasukkan 5-10 ml
air steril
11 Menghubungkan kateter dengan pipa penampung (urinbag)
12 Meyakinkan bahwa kateter sudah terfiksasi di dalam kandung
kencing dengan sedikit menarik kateter
13 Melakukan fiksasi dengan plester di daerah inguinal atau
paha bagian proksimal
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
1 Tidak dilakukan mahasiswa
2 Dilakukan, tapi belum sempurna
3 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi
yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100%

26

56

Anda mungkin juga menyukai