JUDUL SUBTOPIK :
SIRKUMSISI
SIRCUMCISION
PEMASANGAN KATETER & PATOLOGIS UROGENITAL PRIA
CATHETER PLACEMENT & PATHOLOGICAL MALE UROGENITAL
i
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
FAKULTAS KEDOKTERAN
Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta Tel/Fax (0271) 664178
SUB TOPIK:
SIRKUMSISI
SIRCUMCISION
PEMASANGAN KATETER & PATOLOGIS UROGENITAL PRIA
CATHETER PLACEMENT & PATHOLOGICAL MALE UROGENITAL
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Buku ini telah disahkan sebagai buku panduan untuk kegiatan pembelajaran di Program Studi
Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada tanggal :
Yang mengesahkan,
Dekan
iii
TIM PENYUSUN
iv
ABSTRAK
Modul keterampilan klinik ini merupakan panduan bagi instruktur dan mahasiswa terkait
keterampilan teknik sirkumsisi dan tindakan pemasangan kateter serta pemeriksaan urogenital patologis.
Tujuan pembelajaran dari keterampilan klinik ini adalah mahasiswa mampu melakukan tindakan
sirkumsisi, tindakan pemasangan kateter serta pemeriksaan urogenital patologis misalnya pada epispadia
dan hipospadia, serta mampu menginterpretasikan data yang didapat pada keadaan tidak normal. Proses
evaluasi mahasiswa akan dilakukan dengan metode OSCE dengan penilaian sistem rubrik. Sehingga
setelah mahasiswa melalui keterampilan ini, mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan dan tindakan
invasive urogenital.
v
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena dengan perkenan-Nya
penyusunan Buku Keterampilan Klinis Tindakan Invasif Urogenital. bagi mahasiswa Program
Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Semester 7. Buku
Pedoman Keterampilan Klinis ini disusun sebagai salah satu penunjang pelaksanaan Problem
Based Learning di FK UNS.
Perubahan paradigma pendidikan kedokteran serta berkembangnya teknologi kedokteran
dan meningkatnya kebutuhan masyarakat menyebabkan perlunya dilakukan perubahan dalam
kurikulum pendidikan dokter khususnya kedokteran dasar di Indonesia. Seorang dokter umum
dituntut untuk tidak hanya menguasai teori kedokteran, tetapi juga dituntut terampil dalam
mempraktekkan teori yang diterimanya termasuk dalam melakukan komunikasi dokter dan
pasien yang benar secara aspek etik dan medikolegal.
Penulis berharap mahasiswa kedokteran yang mendapatkan kegiatan keterampilan klinik
dengan topik Tindakan Invasive Urogenital lebih mudah dalam mempelajari dan memahami
teknik tindakan pemasangan kateter dan teknik sirkumsisi . Penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu hingga terlaksananya penyusunan buku ini. Penulis
menyadari bahwa buku ini masih banyak kekurangannya, sehingga penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan dalam penyusunan buku ini.
vi
DAFTAR ISI
Halaman i
Sampul ...........................................................................................................................
Halaman ii
Judul ................................................................................................................................
Halaman Pengesahan iii
......................................................................................................................
Tim iv
Penyusun ............................................................................................................................
....
Abstrak ............................................................................................................................. v
...........
Kata vi
Pengantar..............................................................................................................................
....
Daftar Isi vii
..........................................................................................................................................
Rencana Pembelajaran viii
Semester......................................................................................................
Tujuan xi
Pembelajaran .......................................................................................................................
.
Lesson Plan xii
………………………………………………………………………………………. xiii
………………………………………………………… 37
Materi Sirkumsisi 41
vii
…………………………………………………………………………………. 48
Checklist penilaian 54
………………………………………………………………………………...
Materi kateter..
…………………………………………………………………………………….
Pemeriksaan Skrotum
……………………………………………………………………………...
Checklist penilaian
………………………………………………………………………………...
viii
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
ix
9. Mahasiswa mampu melakukan pemasangan kateter urin pada laki-laki dan wanita
10. Mahasiswa mampu melakukan identifikasi kelainan-kelainan urogenital pria
(transluminasi, kelainan kelenjar prostat, kelainan urethra
Bahan Kajian Keilmuan : Ilmu Bedah
Deskripsi Mata Kuliah Topik invasif Urogenital prosedure mempelajari tentang teknik sirkumsisi dan tindakan pemasangan kateter serta
pemeriksaan kelainan yang ada pada urogenital pria (transluminasi, kelainan prostat, epispadi, hipospadi)
Daftar Referensi : 1. Malone, P., Steinbrecher, H., 2007, Medical Aspects Of Male Circumcision, BMJ, ; 335;
1206-1290.
2. Task Force on Circumcision, Circumcision Policy Statement, Pediatrics 1999; 103; 3;
686693, http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/103/3/686
3. SC Tucker, S.C., Cerqueiro,J, Sterne,G.D., Bracka, A, Circumcision: a refined technique
and 5 year review, Ann R Coll Surg Engl 2001; 83, 121 – 5.
4. Otolorin, E., Johnson, P, for World Health Organization, UNAIDS and JHPIEGO, Manual
for Male Circumcision under Local Anaesthesia, September 2008.
5. Leaper, D.J., Harding, K.G., 2006, ABC of wound healing : Traumatic and surgical wounds,
BMJ 332: 532-5.
6. Emil AT, Maxwell VM. In Smith and Tanaghi’s General Urology 18ed. Lange Publising.
2013
7. Glands G, Charles B. In physical examination of the genitourinary tract in Campbell-Walsh
Urology 12 th Edition. Elsevier Health Sciences. 2015
x
Penilaian*
Metode Pengalaman Teknik
Tahap Kemampuan akhir Materi Pokok Referensi Waktu Indikator/
Pembelajaran Belajar penilaian
kode CPL
/bobot
1 2 3 4 5 6 7
Dapat melakukan Teknik sirkumsisi dari terlampir Kuliah Pengantar Simulasi dan 50 menit CP 3 OSCE
I teknik sirkumsisi proses inform demonstrasi CP 7
dengan baik dan benar consent, aseptic, Skills Lab 100 menit
anestesi hingga Terbimbing
perawatan luka 100 menit
Skills Lab Mandiri
Dapat Mengidentifikasi terlampir Kuliah Pengantar Simulasi dan 50 menit CP 3 OSCE
II bentuk pathologis demonstrasi CP 7
melakukan melalui pemeriksaan Skills Lab 100 menit
pemasangan transluminasi. Terbimbing
kateter dan Mengidentifikasi 100 menit
epispadi dan
pemeriksaan hipospadi serta
Skills Lab Mandiri
urogenital pria pemasangan kateter
patologis
xi
TUJUAN PEMBELAJARAN
xii
LESSON PLAN
1. Pendahuluan 20 menit
6. Penutup
xiii
DAFTAR KETERAMPILAN KLINIS (SKDI 2012)
xiv
SIRKUMSISI
Sirkumsisi merupakan tindakan bedah yang paling sering dilakukan pada pria. Selain alasan
religius dan budaya, tujuan sirkumsisi adalah untuk menurunkan risiko infeksi, karsinoma
penis dan karsinoma serviks pada pasangannya, serta perbaikan higiene daerah genital.
Penelitian membuktikan bahwa pria yang tidak menjalani sirkumsisi lebih rentan terhadap
ulkus genital (syphilis, chancroid, herpes simplex) dan infeksi oleh human papillomavirus
(HPV).
1. Adhesi preputium
15
Gambar 1. Penis belum sirkumsisi, preputium intak, Penis belum sirkumsisi,
preputium retraksi, Penis sudah sirkumsisi
Sirkumsisi dapat dilakukan oleh dokter pada tingkat layanan primer, kecuali pada keadaan
keadaan berikut ini :
2. Paraphimosis kronis
4. Karsinoma penis
9. Balanitis xerotica obliterans (terbentuk plak jaringan parut yang luas di permukaan
glans, sampai ke meatus uretra dan preputium).
10. Memerlukan anestesi general, misalnya pada bayi atau bila pasien tidak kooperatif.
2. Meminimalkan perdarahan :
Tujuan :
- Merupakan bagian dari prosedur bedah standard dan praktek medis yang aman
(safe medical practices).
16
- Mengurangi risiko kontaminasi instrumen dan operator.
- Mengurangi risiko penularan penyakit seperti HIV, Hepatitis B dan C
2. Matras vertikal
3. Matras horisontal
A B
A B
C D
18
Gambar 5 Jahitan matras vertikal (vertical mattress suture)
A & B. Jahitan matras vertikal, C. Jahitan ditempatkan sedemikian
sehingga menyatukan kedua ujung kulit dan subkutan sekaligus, D.
Jahitan matras vertikal pada posisi jam 9.
A B
C D
Simple
Jahitan sutu
sed erhana res
between
jahitan matras the di
mattress sut antar
a
ur
es
19
PROSEDUR SIRKUMSISI
A. Identitas pasien
B. Informed consent
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Mintalah pasien melepaskan sebagian baju danbantu pasien berbaring di atas meja
periksa.
- Lakukan pemeriksaan sistem sesuai dengan keluhan dan riwayat penyakit pasien.
E. Pemeriksaan Genital
- Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan handuk bersih.
- Pasang sarung tangan di kedua tangan.
- Lakukan pemeriksaan genital, amati adanya kelainan pada penis, skrotum dan
perineum.
- Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan handuk bersih.
- Mintalah orang tua pasien untuk mencuci daerah genital dan penis dengan air dan
sabun, termasuk area di bawah preputium dengan menarik preputium ke arah dorsal.
PERSIAPAN ALAT
- Baki instrument beralas duk steril
- Forcep diseksi (gigi halus)
20
- Gunting benang
- Needle holder Mayo Gunting diseksi
- Forcep kassa
Forcep diseksi
(tweezers)
Pastikan semua alat dalam keadaan baik dan berfungsi dengan baik :
- Gunting diseksi
- Needle holders
21
Susun instrumen di atas baki sesuai
dengan urutan penggunaannya.
Lakukan sambung rasa dan komunikasi efektif dengan pasien dan keluarganya.
Lakukan review terhadap rekam medis pasien (anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, hasil
pemeriksaan laboratorium).
Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan handuk bersih dan kering.
Lakukan antisepsis area genital dengan larutan povidone iodine 10% sebanyak 2 kali.
Dengan tangan kiri, tarik preputium ke arah dorsal, pastikan glans, area di bawah
preputium sudah bersih dan kering.
22
Gambar 8. Tindakan antisepsis
Pasang duk lubang steril, atau 4 buah duk segi empat steril (pasang di bagian atas,
bawah, kiri dan kanan), sehingga penis terpapar.
Sekali lagi lakukan pemeriksaan genitalia eksterna untuk memastikan tidak ada
kontraindikasi sirkumsisi yang belum terdeteksi pada pemeriksaan awal.
PROSEDUR ANESTESI
- Perhitungkan dosis anestetik lokal yang diperlukan berdasarkan berat badan pasien.
23
Lakukan infiltrasi Dorsal Penile Nerve Block (DPNB) dan Subcutaneous Ring Block (SRB)
dengan Lidocaine 1% (10 mg per mL). Prosedurnya :
- Lakukan aspirasi anestetikum Lidocaine 1% dari vial menggunakan spuit 20 mL
dengan dosis maksimal 3 mg/kgBB (misalnya untuk anak dengan BB 20 kg, dosis
maksimal 60 mg. Aspirasi sebanyak 5 mL, volume maksimal yang diperbolehkan
adalah 6 mL).
- Untuk melakukan dorsal penile nerve block (DPNB), pergunakan jarum kecil (ukuran
23) untuk menyuntikkan 1–2 ml anestesi lokal ke pangkal penis pada posisi jam 11
dan jam 1.
- Untuk melakukan subcutaneous ring block (SRB), suntikkan anestesi secara subkutan
perlahan-lahan (di atas fascia Bucks), secara melingkar pada batang penis dekat
pangkal, suntikkan pula 1 mL anestetikum secara lateral ke arah permukaan ventral
untuk melengkapkan blokade syaraf.
24
Gambar 12. Subcutaneous ring block (SRB)
- Lakukan retraksi preputium secara penuh, pisahkan adhesi preputium secara tumpul
menggunakan forcep arteri.
25
Gambar 14. Retraksi preputium, pisahkan adhesi.
- Jika mulut preputium terlihat ketat, lakukan dilatasi menggunakan forcep arteri
dengan hati-hati, jangan terlalu dalam memasukkan ujung forcep sehingga melukai
uretra.
- Buatlah tanda batas insisi melingkar menggunakan marker pen atau gentian violet, 1
cm di sebelah proksimal dan sejajar dengan sulkus koronarius.
- Jepit preputium dengan 2 buah forcep arteri pada posisi jam 3 dan jam 9, pastikan
tegangan di sebelah dalam dan luar preputium seimbang.
26
Gambar 17. Jepit preputium di jam 9 dan jam 3
- Sebelum membuat insisi pada posisi jam 12, klem preputium menggunakan forcep
arteri pada posisi jam 11 dan jam 1. Pastikan bagian dalam dari kedua fercep berada
di antara glans dan preputium, dan tidak menjepit meatus uretra.
- Lakukan dorsal slit pada preputium sepanjang garis insisi menggunakan gunting diseksi,
dimulai dari ujung preputium sampai ke dorsal sulkus coronarius, sejauh mungkin ke
arah dorsal tetapi tidak melebihi garis batas insisi.
27
Gambar 19. Dorsal slit
- Rapikan sisa kulit di tepi bagian dalam preputium, sisakan kurang lebih 5 mm di
proksimal korona. Perhatikan, yang dirapikan hanya kulit, tidak boleh sampai
menggunting jaringan yang lebih dalam.
- Identifikasi perdarahan. Tarik kulit preputium untuk mengekspos area di bawahnya. Jika
terdapat perdarahan, lakukan klem, ligasi atau under-running dengan catgut plain 3/0.
Saat meng-klem, lakukan seakurat mungkin, jangan sampai menjepit jaringan di
sekitarnya untuk menghindari pembentukan parut.
Jangan menempatkan jahitan hemostatik terlalu dalam. Saat melakukan jahitan
hemostatik di daerah frenulum atau daerah di bawah penis, jangan sampai melukai
uretra.
28
Eksplorasi perdarahan Jepit pembuluh darah Lakukan klem dengan
dengan forcep, sedikit ditarik forcep arteri dengan
ke atas sehingga dapat akurat, sehingga jaringan
dijepit dengan forcep arteri. sekitar yang ikut terjepit
hanya minimal
Setelah ligasi semua sumber perdarahan, lakukan irigasi dengan saline steril. Setelah bersih,
kembali lakukan inspeksi apakah masih terdapat perdarahan.
Lakukan jahitan matras horizontal bentuk U menggunakan benang catgut chromic 3/0 atau
4/0 dan jarum taper cut atau round body needle di sisi ventral penis (frenulum) untuk
menyatukan kulit pada insisi bentuk V. Ikat dan simpulkan dengan forcep mosquito. Saat
melakukan jahitan matras horizontal pada posisi jam 6, posisi raphe mediana kulit harus
sesuai dengan garis frenulum.
29
a b c
Gambar 23. Jahitan matras horizontal pada frenulum (posisi jam 6).
Jahitan matras vertical pada posisi jam 9, 12 dan 3. Jahitan sederhana
ditempatkan di antaranya.
Dengan benang chromic yang sama, tempatkan jahitan matras vertical pada posisi jam 9, 12
dan 3. Di antaranya lakukan 2-3 jahitan sederhana (total terdapat 16 jahitan).
Lakukan irigasi dengan saline, inspeksi adanya perdarahan. Jika masih ada perdarahan,
tambahkan jahitan sederhana.
Balut luka dengan Sofratulle/ perban vaselin, tutup dengan kassa dan plester.
Observasi pasien selama 30 menit pasca sirkumsisi.
30
PROSEDUR TINDAKAN METODE FORCEP GUIDED
Pegang preputium dengan 2 forcep mosquito, masing-masing di bagian lateral.
Klem preputium di sepanjang garis insisi dengan klem Kocher sambil retraksi glans (untuk
memastikan glas tidak terklem).
Lakukan eksisi preputium di sebelah distal klem sepanjang garis insisi menggunakan blade.
Rapikan sisa kulit preputium di sisi luar forcep menggunakan skalpel. Meski forcep akan
melindungi glans dari scalpel, dokter tetap harus hati-hati jangan sampai melukai glans.
31
Lepaskan klem, rapikan kembali sisa kulit yang belum rapi. Tinggalkan kulit kurang lebih 5
mm di sebelah proksimal korona. Perhatikan : hanya menggunting kulit, jangan sampai
mengenai jaringan yang lebih dalam.
Identifikasi sumber perdarahan, jika ada perdarahan, lakukan klem, jahitan atau
underrunning menggunakan plein catgut ukuran 3/0.
Setelah ligasi semua sumber perdarahan, lakukan irigasi dengan saline. Kembali lakukan
inspeksi perdarahan.
Lakukan jahitan matras horizontal bentuk U menggunakan benang catgut chromic 3/0 atau
4/0 dan jarum taper cut atau round body needle di sisi ventral penis (frenulum) untuk
menyatukan kulit pada insisi bentuk V. Ikat dan simpulkan dengan forcep mosquito.
Dengan benang chromic yang sama, tempatkan jahitan matras vertical pada posisi jam 9, 12
dan 3. Di antaranya lakukan 2-3 jahitan sederhana (total terdapat 16 jahitan).
Lakukan irigasi dengan saline, inspeksi adanya perdarahan. Jika masih ada perdarahan,
tambahkan jahitan sederhana.
Balut luka dengan Sofratulle/ perban vaselin, tutup dengan kassa dan plester.
32
Observasi pasien selama 30 menit pasca sirkumsisi.
Metode Forceps Guided
Keuntungan :
MEMASANG BALUTAN
Lakukan cek sekali lagi apakah masih terdapat perdarahan.
Setelah tidak tampak perdarahan sama sekali, aplikasikan balutan kassa mengandung
jelly petroleum (misalnya : Sofratulle) di sekeliling luka.
33
Gambar 32. Fiksasi dengan plester
PERAWATAN POST-OPERATIF
Lakukan observasi keadaan umum dan tanda vital.
Jika kondisi pasien stabil, pulangkan pasien dengan diberikan analgetik ringan.
Instruksi kepada orang tua pasien untuk :
- Mengecek kondisi perban beberapa kali selama 24 jam pertama. Dilihat apakah masih
terjadi perdarahan. Instruksikan pasien kembali ke dokter bila masih terjadi perdarahan.
- Pakai pakaian yang bersih dan longgar.
- Biarkan perban sampai 24 jam, baru kemudian diganti. Jika perban menempel terlalu
erat, basahi perban dengan air hangat dan vaselin sebelum dilepas.
- Selama 4 hari berikutnya, gantilah perban sekali sehari, sebelumnya aplikasikan sedikit
vaselin di atas luka jahitan dan pada glans penis.
- Area luka dijaga tetap bersih dan kering. Untuk membersihkan luka dapat dipergunakan
kapas atau washlap yang dibasahi air hangat. Hindari pemakaian alkohol, bedak atau
lotion karena justru akan mengakibatkan iritasi.
- Tanda-tanda infeksi : discharge/ pus, berbau, kemerahan, bengkak, area luka teraba
hangat atau demam. Jika terjadi tanda-tanda demikian, instruksikan pasien untuk kembali
ke dokter.
Instruksikan kepada orang tua untuk kontrol 24 jam setelah sirkumsisi atau lebih awal jika
terjadi :
Perdarahan
Tanda-tanda infeksi
Nyeri hebat
34
Retensi urin
• Larutan antiseptik
• Saline
• Cotton ball
• Gunting benang
Lakukan pemeriksaan penis. Dilihat apakah terdapat perdarahan, discharge atau luka
jahitan terbuka.
Lepaskan perban. Jika perban kering dan menempel pada luka, basahi dengan saline
secukupnya. Jangan menarik paksa perban yang menempel erat karena mengakibatkan
luka terbuka kembali.
Lakukan inspeksi jahitan, dilihat apakah terjadi perdarahan, keluar discharge atau luka
tidak menutup dengan sempurna.
Bersihkan luka dengan saline steril, biarkan mengering. Luka tidak perlu ditutup lagi.
- Hati-hati saat membersihkan daerah genital, pergunakan sabun bayi yang lembut dan
air.
35
KOMPLIKASI SIRKUMSISI
Komplikasi prosedur
2. Adhesi
3. Perdarahan
4. Hematom
6. Infeksi
7. Gangren
9. Jaringan parut
Saat melakukan sirkumsisi dengan anestesi lokal, sering pasien dalam keadaan cemas atau
ketakutan. Kondisi ini dapat menimbulkan retraksi penis, mengakibatkan overestimasi
preputium yang akan dieksisi, sehingga kulit yang dieksisi lebih banyak dari yang
seharusnya.
Hal ini menyebabkan gangguan misalnya nyeri saat ereksi dan 'concealed penis syndrome'.
Pemilihan material benang dan metode jahitan juga mempengaruhi hasil akhir.
Penggunaan benang vicryl rapide® 5.0-7.0 dengan teknik jahitan terputus menghasilkan
opposisi mukokutan yang bagus, dengan absorpsi benang sudah terjadi dengan cepat
sebelum parut jahitan terbentuk.
36
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN SIRKUMSISI
NO ASPEK KETERAMPILAN YANG DINILAI SKOR
0 1 2
14. Membuat tanda batas incisi melingkar menggunakan marker pen atau
gentian violet 1 cm di proksimal dan sejajar dengan sulkus
koronarius.
15. Menjepit preputium dengan 2 buah forcep arteri pada posisi jam 3
dan 9, serta memastikan tegangan di sebelah dalam dan luar
preputium seimbang.
37
16. Klem preputium menggunakan forcep arteri pada posisi jam 11 dan 1
dan memastikan bagian dalam dari kedua forcep berada di antara
glans dan preputium, dan tidak menjepit meatus urethra.
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
38
3 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan
mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak
diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan)
54
REFERENSI
39
1. Malone, P., Steinbrecher, H., 2007, Medical Aspects Of Male Circumcision, BMJ, ;
335; 1206-1290.
2. Task Force on Circumcision, Circumcision Policy Statement, Pediatrics 1999; 103; 3;
686693, http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/103/3/686
3. SC Tucker, S.C., Cerqueiro,J, Sterne,G.D., Bracka, A, Circumcision: a refined
technique and 5 year review, Ann R Coll Surg Engl 2001; 83, 121 – 5.
4. Otolorin, E., Johnson, P, for World Health Organization, UNAIDS and JHPIEGO,
Manual for Male Circumcision under Local Anaesthesia, September 2008.
5. Leaper, D.J., Harding, K.G., 2006, ABC of wound healing : Traumatic and surgical
wounds, BMJ 332: 532-5.
KATETER
40
1. Pendahuluan
Kateterisasi uretra adalah pemasangan kateter yang dimasukkan kedalam
buli-buli (bladder) pasien melalui urethra. Kateter digunakan sebagai alat untuk
menghubungkan drainase urin dari bladder ke urine bag atau container. Istilah
kateterisasi ini sudah dikenal sejak jaman Hipokrates yang pada waktu itu
menyebutkan tentang tindakan instrumentasi untuk mengeluarkan cairan dari tubuh.
Bernard memperkenalkan kateter yang terbuat dari karet pada tahun 1779, sedangkan
Foley membuat kateter menetap pada tahun 1930. Kateter Foley ini sampai saat ini
masih dipakai secara luas di dunia sebagai alat untuk mengeluarkan urine dari buli-
buli.
Kateterisasi uretra adalah pemasangan kateter yang dimasukkan kedalam buli-
buli (bladder) pasien melalui urethra. Kateter digunakan sebagai alat untuk
menghubungkan drainase urin dari bladder ke urine bag atau container. Istilah
kateterisasi ini sudah dikenal sejak jaman Hipokrates yang pada waktu itu
menyebutkan tentang tindakan instrumentasi untuk mengeluarkan cairan dari tubuh.
Bernard memperkenalkan kateter yang terbuat dari karet pada tahun 1779, sedangkan
Foley membuat kateter menetap pada tahun 1930. Kateter Foley ini sampai saat ini
masih dipakai secara luas di dunia sebagai alat untuk mengeluarkan urine dari buli-
buli.
2. Anatomi Traktus Urinarius Bagian Bawah
Anatomi organ saluran kencing terdiri ginjal, pelvis renalis, ureter, kandung
kencing (bladder/ vesica urinaria/ buli-buli), ostium urethra internum (OUI), urethra,
ostium urethra eksternum (OUE). Urin akan mengalir dari proksimal di ginjal, ureter,
baldder yang kemudian melalui urethra dikeluarkan melalui OUE. Traktus urinarius
bagian bawah terdiri dari kemih (bladder), ostium urethra internum (OUI), urethra,
ostium urethra eksternum (OUE).
41
merupakan bagian dorsal caudal. Kira-kira pada sudut cranial kanan dan kiri fundus
terdapat muara ureter, sedangkan sudut caudalnya merupakan awal urethra. Tempat
pada sudut caudal antara awal urethra sampai orificium urethra internum disebut
cervix vesicae.
42
Kateterisasi uretra dapat dilakukan untuk diagnosis ataupun sebagai prosedur
terapi. Untuk terapi, kateter dimasukkan untuk dekompresi bladder pada pasien
dengan retensi urine yang akut atau kronik akibat dari keadaan seperti intravesicular
obstruction dari traktus urinarius atau neurogenic bladder. Kateterisasi dan irigasi
secara kontinyu mungkin juga diperlukan pada pasien dengan gross hematuria untuk
menghilangkan darah dan jendalan darah dari kandung kencing.
43
Gambar 35. Retrograde urethrogram menunjukkan ekstravasasi urine
Tindakan kateterisasi merupakan tindakan invasif dan dapat menimbulkan rasa nyeri,
sehingga jika dikerjakan dengan cara yang keliru akan menimbulkan kerusakan saluran
uretra yang permanen. Oleh karena itu sebelum menjalani tindakan ini pasien harus diberi
penjelasan dan menyatakan persetujuannya melalui surat persetujuan tindakan medik
(informed consent).
Ukuran kateter adalah unit yang disebut French, dimana satu French sama dengan 1/3
dari 1 mm. Ukuran kateter bervariasi dari 12 FR (kecil) sampai 48 FR (besar) sekitar 3-16
mm. Kateter juga bervariasi dalam hal ada tidaknya bladder balloon dan beberapa ukuran
bladder balloon. Harus di cek ukuran balon sebelum menggelembungkan balon dengan
memasukkan air.
44
Gambar 36. Kateter self retaining yang dapat
ditinggalkan di dalam buli-buli,
(A) (B)
45
Gambar 40. Aliran urine pada pemasangan kateter pada laki-laki (A) dan pada wanita (B)
1. Setelah dilakukan disinfeksi pada penis dan daerah di sekitarnya, daerah genitalia
dipersempit dengan kain steril.
2. Kateter yang telah diolesi dengan pelicin/jelly dimasukkan ke dalam orifisium uretra
eksterna.
3. Pelan-pelan kateter didorong masuk dan kira-kira pada daerah bulbomembranasea
(yaitu daerah sfingter uretra eksterna) akan terasa tahanan; dalam hal ini pasien
diperintahkan untuk mengambil nafas dalam supaya sfingter uretra eksterna menjadi
lebih relaks. Kateter terus didorong hingga masuk ke buli-buli yang ditandai dengan
keluarnya urine dari lubang kateter.
4. Sebaiknya kateter terus didorong masuk ke buli-buli lagi hingga percabangan kateter
menyentuh meatus uretra eksterna.
5. Balon kateter dikembangkan dengan 5-10 ml air steril.
6. Jika diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan pipa penampung
(urinbag).
7. Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian proksimal.
Fiksasi kateter yang tidak betul, (yaitu yang mengarah ke kaudal) akan menyebabkan
terjadinya penekanan pada uretra bagian penoskrotal sehingga terjadi nekrosis.
Selanjutnya di tempat ini akan timbul striktura uretra atau fistel
uretra.
46
Gambar 41. Teknik kateterisasi pada pria
1. Setelah dilakukan disinfeksi pada daerah labia dan uretra, daerah genitalia
dipersempit dengan kain steril.
2. Lubrikasi kateter dengan pelicin/jelly.
3. Buka labia menggunakan tangan yang tidak dominan. Pertahankan posisi tersebut
sampai siap menggelembungkan balon kateter.
4. Kateter yang telah diolesi dengan pelicin/jelly dimasukkan ke dalam orifisium uretra
eksterna.
5. Pelan-pelan kateter didorong masuk hingga masuk ke buli-buli yang ditandai dengan
keluarnya urine dari lubang kateter.
6. Sebaiknya kateter terus didorong masuk ke buli-buli kira-kira 2 inchi lagi, yakinkan
kateter sudah berada dalam bladder.
7. Balon kateter dikembangkan dengan 5-10 ml air steril.
47
8. Teknik Melepas Kateter
Kateter dilepaskan dengan cara : masukkan syringe pada bagian samping kateter
(pada inflation port). Keluarkan cairan sampai tidak ada yang tersisa. Kemudian tarik
kateter sampai keluar semua dari uretra.
48
Bila terdengar bising usus : hernia
Hidrokel dan spermatokel
49
Gambar 46. Varikokel
Hematokel :
Terjadi Akumulasi darah di dalam tunika vaginalis, akibat :
- Trauma pada skrotum
- Pembedahan daerah skrotum
- Trauma waktu kelahiran
- Penyakit (diskrasia) darah
Epididimitis
Bakterial non spesifik :
- Pembengkakan dan nyeri hebat/jelas
- Funikulus biasanya menebal
Kadang-kadang dapat diraba testis (normal dan tak nyeri) di samping epididimis yang nyeri
tadi. Spesifik (tuberkulosis) :
- Biasanya tak nyeri (kecuali akut)
- Epididimis keras dan teratur
- Vas deferens tak teratur/bentuk tasbih.
50
Gambar 47. Kiri : Epididimitis, kanan : tumor testis
Tumor testis
Biasanya testis membesar dan mengeras/lebih padat
Epididimis dan funikulus pada umumnya normal
Pada penderita dengan dugaan tumor testis, harus diperiksa juga :
Leher metastase ke kelenjar limfe supra klavikular.
Mammae ginekomasti (beberapa tumor yang memproduksi estrogen, “chorionic
gonadotrophin”).
Abdomenkelenjar limfe retroperitoneal yang membesar.
Torsi testis
Keluhan : nyeri hebat
terjadi mendadak Gejala :
- Testis yang bersangkutan terangkat ke atas (Derming sign)
- Testis terletak lebih horisontal (Angle sign)
- Nyeri dan pembengkakan seringkali sangat hebat sehingga isi skrotum tidak dapat diraba
dan dipisah-pisahkan
Bila dielevasikan akan bertambah nyeri pada torsi (Phren sign)
51
Gambar 48. Torsi testis
Kriptorkismus
Palpasi testis yang “undescended” :
Anak yang diperiksa sebaiknya dipangku ibunya (atau waktu sedang dimandikan dalam bak
hangat).
52
Testis yang retraktil :
- Sudah turun ke dalam skrotum, tapi seringkali naik ke pangkal skrotum atau masuk ke
dalam kanalis inguinalis karena spasme m. Kremaster.Testis retraktil biasanya dapat
ditarik ke dalam skrotum.
53
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN
KATETERISASI PADA LAKI-LAKI
SKO
N
Aspek Keterampilan yang Dinilai R
O
0 1 2
1 Mempersiapkan alat – alat yang diperlukan
2 Mencuci tangan dan memasang sarung tangan non steril
3 Palpasi skrotum dan transluminasi test
(mengintepretasikan hasilnya)
4 Melepas sarung tangan non steril, mencuci tangan dan
memasang sarung tangan steril
5 Melakukan disinfeksi pada penis dan daerah di
sekitarnya, daerah genitalia dipersempit dengan kain
steril
6 Memeriksa lubang orifisium uretra eksterna, dan
memastikan tidak epispadia / hipospadia
7 Memasukkan pelicin 5-10 cc xylocain jelly
(perbandingan lidokain : jelly = 1 : 5)
8 Memasukkan kateter ke dalam orifisium uretra eksterna
dengan teknik yang aseptik
9 Dengan pelan-pelan mendorong kateter masuk
10 Meminta pasien untuk menarik nafas (merilekskan
sfingter) pada kira-kira pada daerah bulbo-membranase
(yaitu daerah sfingter uretra eksterna)
11 Kateter terus didorong masuk ke buli-buli yang ditandai
dengan keluarnya urin dari lubang kateter
12 Kateter terus didorong masuk ke buli-buli lagi hingga
percabangan kateter menyentuh meatus uretra eksterna
13 Mengembangkan balon kateter dengan memasukkan 5-
10 ml air steril dan meyakinkan bahwa kateter sudah
terfiksasi di dalam kandung kencing
14 Menghubungkan kateter dengan pipa penampung (urin
bag)
15 Melakukan fiksasi dengan plester di daerah ingunal atau
paha bagian proksimal
16 Melakukan edukasi kepada pasien
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
54
1 Tidak dilakukan mahasiswa
2 Dilakukan, tapi belum sempurna
3 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi
yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
32
55
KATETERISASI PADA WANITA
SKOR
NO Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
1 Mempersiapkan alat –alat yang diperlukan
2 Memasang sarung tangan steril dan melakukan disinfeksi
pada genitalia dan daerah di sekitarnya, dan daerah genitalia
dipersempit dengan kain steril
3 Mengolesi kateter dengan pelicin/jelly
4 Membuka labia dengan tangan yang tidak dominan, dan
mempertahankan sampai mengembangkan balon
5 Memasukkan kateter ke dalam orifisium uretra eksterna
dengan teknik yang aseptis
6 Dengan pelan-pelan mendorong kateter masuk
7 Meminta pasien untuk menarik nafas (merilekskan sfingter)
8 Kateter terus didorong hingga masuk ke buli-buli yang
ditandai dengan keluarnya urine dari lubang kateter
9 Kateter terus didorong masuk ke buli-buli lagi hingga
pertengahan kateter menyentuh meatus uretra eksterna
10 Mengebangkan balon kateter dengan memasukkan 5-10 ml
air steril
11 Menghubungkan kateter dengan pipa penampung (urinbag)
12 Meyakinkan bahwa kateter sudah terfiksasi di dalam kandung
kencing dengan sedikit menarik kateter
13 Melakukan fiksasi dengan plester di daerah inguinal atau
paha bagian proksimal
JUMLAH SKOR
Penjelasan :
1 Tidak dilakukan mahasiswa
2 Dilakukan, tapi belum sempurna
3 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi
yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan).
26
56