Anda di halaman 1dari 13

Rimaliani Adya Putri

10231787

PAPER REVIEW

Tittle : Aspen Plus Simulation of Bio-Char Production from a Biomass-Based Slow Pyrolysis
Process
Author, Year (Number of Citation) : Dahawi, Yahya, dkk,. 2019
Method : Result :
Peneliti melakukan simulasi proses pirolisis - Pengaruh suhu pirolisis
lambat steady-state menggunakan bahan baku Pada gambar 2, menunjukkan pengaruh suhu
biomassa EFB yang dikembangkan dalam terhadap bio-char. Grafik menunjukkan bahwa
perangkat lunak Aspen Plus. Biomassa EFB yield bio-char mengalami penurunan seiring
dimasukkan sebagai komponen non-
dengan temperature. Pada suhu 300oC, hasil
konvesional ke dalam dryer, untuk bio-char 67.5 wt% sedangkan pada suhu
menghilangkan jumlah kadar airnya. 700°C sebesar 42.7 wt%.
Kemudian EFB kering dimasukkan kedalam
reactor RYield untuk proses dekomposisi
komponen biomassa pada suhu dan tekanan
tetap. Setelah itu, aliran keluaran dari RYield
masuk kedalam reactor RGibbs dengan
bantuan aliran gas inert yang bervariasi dari
0.1-0.9 kg/menit dan variasi suhu 300oC-700oC
serta variasi tekanan dari 1 – 9 bar. Reaktor ini
bekerja berdasarkan minimisasi model energi
bebas Gibbs dengan pemisahan fasa. Aliran
- Pengaruh tekanan pada proses pirolisis
keluaran dari RGibbs masuk kedalam sebuah
cyclone untuk memisahkan aliran padat berupa Grafik menunjukkan bahwa hasil biochar
bio-char dan aliran gas. Hasil simulasi meningkat dengan meningkatnya tekanan
kemudian dibandingan dengan literature karena fraksi massa karbon meningkat dengan
dengan menggunakan ketiga factor tersebut tekanan. Peningkatan hasil bio-char ditunjukan
yaitu suhu, tekanan, dan laju aliran gas inert. pada tekanan 1 bar dihasilkan yield sebesar
67.5wt% dan meningkat menjadi 68.6 wt%
pada tekanan 9 bar.
Rimaliani Adya Putri
10231787

- Pengaruh laju alir gas inert pada proses


pirolisis
Grafik menunjukkan bahwa hasil bio-char
telah menurun dengan peningkatan laju aliran
gas inert dari 0.1 kg/menit sampai 0.9
kg/menit. Laju paling lambat dari gas inert
memberikan hasil bio-char tertinggi.

Conclusion :
Dalam studi ini, proses pirolisis lambat dengan bahan baku EFB telah dimodelkan dan parameter
suhu, tekanan dan laju aliran gas inert yang optimal diperoleh dengan menggunakan Aspen Plus.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa pemodelan berhasil dan memenuhi syarat untuk
menganalisis pengaruh parameter operasi terhadap hasil pirolisis. Nilai optimal hasil bio-char
adalah 68.6 wt% pada 9 bar, 300℃, dan pada 0.1 kg/menit laju aliran gas inert.
Discussion :
Sebelum memisahkan kandungan antara produk gas dan bio-oil, diperlukan proses kondensasi
untuk mendapatkan nilai yield yang lebih tinggi dari bio-oil yang dihasilkan.
Rimaliani Adya Putri
10231787

Tittle : An Aspen Plus® tool for simulation of lignocellulosic biomass pyrolysis via equilibrium
and ranking of the main process variables
Author, Year (Number of Citation) : A.Visconti, dkk,. 2015
Method : Result :
Pada paper ini, peneliti melakukan simulasi - Pengaruh suhu pirolisis
proses pirolisis menggunakan biomassa Komponen utama produk gas yang dihasilkan
lignoselulosa yang dikembangkan dalam selain N yang berasal dari gas inert adalah H ,
2 2
perangkat lunak Aspen Plus dengan property CO, CO , CH , sedangkan sisanya terdiri dari
2 4
package Peng-Robinson. H2O dan sedikit alkana. Pada gambar 3
Berikut ini adalah asumsi utama yang merupakan grafik pengaruh suhu pirolisis pada
mendasari model ini: komponen gas (tanpa N2)
1. Steady state
2. Dianggap terisolasi dengan sempurna
(heat loss diabaikan).
3. Pencampuran sempurna dan suhu
seragam.
4. Waktu tinggal cukup lama untuk
mencapai kesetimbangan termodinamika.
5. Pendekatan non-stoikiometri, tidak ada
reaksi yang ditentukan.
Pemodelan dilakukan berdasarkan variasi
suhu pirolisis dari 350–750 ℃, tekanan
pirolisis dari 1-10 bar, kandungan O2 pada
gas inert dari 1–9% mol, laju alir gas inert Pada grafik terlihat bahwa jumlah komponen H2
dari 0.1–1 kg/menit, dan laju alir feed dari dan CO meningkat seiring dengan meningkatnya
10–100 kg/jam. suhu, sedangkan pada CO2, CH4, dan H2O akan
Proses pirolisis dilakukan mengunakan menurun. Hal ini terjadi karena adanya 3 reaksi
bahan baku biomassa lignocellulosic. saat pirolisis, yaitu steam reforming (1),
Feedstock dikeringkan dengan dryer Boudouard’s equilibrium (2), dan heterogeneous
(RStoic) pada suhu 500oC dengan laju alir water gas reaction (3).
sebesar 10-100kg/jam. Kemudian bahan
baku kering dialirkan menuju Ryield untuk
proses dekomposisi komponen biomassa.
Pada reaktor ini diperlukan data yield dari
analisa ultimat dan proximat, dimana data
analisa proximat dan ultimate diperoleh dari
literature Honus dengan bahan baku berupa
limbah kayu. Bahan baku yang sudah Reaksi diatas merupakan reaksi endotermik
terdekomposisi kemudian dialirkan ke dimana ketika pada suhu tinggi akan
RGibbs. Pada reactor RGibbs terdapat gas mengkonsumsi senyawa CH4, CO2, dan H2O
Rimaliani Adya Putri
10231787

inert campuran N2 dan O2, RGibbs bekerja untuk menghasilkan CO dan H2.
dengan cara minimisasi model energi bebas Pada residu solid (char) diasumsikan hanya
Gibbs pada input dan menghitung fasa terdapat kandungan abu dan karbon. Pada gambar
simultan serta kesetimbangannya pada suhu 4 menunjukkan pengaruh char terhadap suhu.
dan tekanan tetap. Produk yang dihasilkan
dari RGibbs kemudian dialirkan menuju
cyclone untuk memisahkan residu solid.
Kemudian produk yang berupa gas dialirkan
menuju dua cooler, dimana pada cooler
pertama beroperasi pada suhu 300oC dan
pada cooler kedua beroperasi pada suhu
40oC. produk keluaran cooler kemudian
dialirkan menuju separator untuk
menghasilan produk gas dan residu liquid. Pada grafik diatas menggambarkan bahwa
kandungan karbon pada char akan menurun
seiring dengan meningkatnya suhu, penurunan ini
mirip dengan komponen CO2 pada produk gas di
gambar 3.
- Pengaruh Tekanan Pirolisis

Pada grafik diatas menunjukan bahwa fraksi mol


H2 dan CO pada produk gas menurun seiring
dengan meningkatnya tekanan, sedangkan pada
CH4, CO2 dan H2O sebaliknya.
Rimaliani Adya Putri
10231787

Pada grafik diatas menunjukkan fraksi massa


char terhadap tekanan, dapat dilihat bahwa
kandungan karbon pada char menurun seiring
dengan peningkatan tekanan pirolis. Pada tekanan
1 bar terdapat kandungan karbon sebesar 95.59
wt% dan pada teakanan 10 bar sebesar 95.41
wt% dimana hanya turun sebesar 0,0019%.
- Pengaruh Kandungan O2 pada Gas Inert

Pada grafik diatas menunjukan fraksi mol H2,


CO, CO2, CH4 dan H2O sebagai fungsi dari fraksi
mol gas inert O2. Dapat dilihat bahwa pada
komponen H2, CH4, dan H2O menurun seiring
peningkatan oksigen, hal ini mungkin disebabkan
karena tingkat oksidasi yang lebih besar yang
dihasilkan dari jumlah oksigen yang lebih
banyak, sedangkan pada kandungan CO dan CO2
meningkat dengan bertambahnya kandungan O2
dalam gas inert. Kenaikan terbesar ada pada
komponen CO2 sebesar 26.05% pada 1% O2
menjadi 29.55% pada 9% O2.
Rimaliani Adya Putri
10231787

Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa kandungan


karbon pada char menurun seiring peningkatan
kandungan O2 pada inert gas dan terjadi secara
linier. Pada 1% O2 kandungan karbon sebesar
95.59%, sedangkan pada 9% O2 kandungan
karbon sebesar 95.36% dimana penurunan
menunjukkan sekitar 0.0024% hal ini tidak
signifikan dengan variasi tekanan yang diperoleh
yaitu sebesar 0.0019%.
- Pengaruh Laju Alir Gas Inert

Grafik diatas menunjukan bahwa fraksi mol CO2


dan CH4 mengalami penurunan, sedangkan pada
H2, CO, dan H2O meningkat seiring peningkatan
laju alir gas inert. Hal ini disebabkan karena
peningkatan laju alir gas inert menyebabkan
reduksi pada tekanan parsial. Penurunan tekanan
parsial setara dengan peningkatan volume
campuran yang bereaksi dan reaksi steam
reforming, Boudouard’s equilibrium, dan
heterogeneous water gas reaction akan digeser
kearah produk yaitu CO dan H2.
Rimaliani Adya Putri
10231787

Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa fraksi


massa karbon pada char terdapat kenaikan dari
laju alir 0.1 kg/menit menjadi 0.3 kg/menit dan
didapatkan kondisi maksimum.
- Pengaruh Laju Alir Biomassa

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa tidak


terdapat perubahan yang signifikan kecuali pada
komponen H2O dan CH4. Pada komponen H2O
dengan laju alir 10 kg/jam didapatkan fraksi mole
sebesar 22.989% dan turun hingga 8.69% dengan
laju alir 100 kg/jam, sedangkan pada komponen
CH4 naik dari 9.14% dengan laju alir 10 kg/jam
menjadi 19.21% pada laju alir 100 kg/jam.

Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa


kandungan karbon pada char meningkat hingga
Rimaliani Adya Putri
10231787

laju alir biomassa 40 kg/jam dan bergerak


konstan. Hal ini terjadi dikarenakan batasan dari
laju alir biomassa dimana karbon pada char
terlibat pada reaksi Boudouard’s equilibrium dan
heterogeneous water gas reaction yang
menghasilkan H2O dan CO2 sehingga dapat
mengurangi CO.
- Perbandingan dengan Eksperimen

Dapat dilihat pada table diatas, bahwa komponen


gas yang dihasilkan dibandingkan dengan
eksperimen yang dilakukan oleh Honus. Hasil
yang didapatkan pada simulasi dan eksperimen
berbeda jauh, terutama pada kandungan H2. Hal
ini dikarenakan asumsi yang digunakan pada
keadaan kesetimbangan, dimana pada
eksperimen Honus gas pirolisis dibuang,
sedangkan residunya disimpan sekitar 45 menit
sebelum dibuang. Hasil laju aliran gas
volumetric juga memiliki nilai yang lebih tinggi
sekitar 2-3 kali dibandingkan dengan
eksperimental.
Conclusion :
Peneliti melakukan pemodelan proses pirolisis biomassa lignoselulosa dengan menggunakan
perangkat lunak Aspen Plus dengan property package yaitu Peng-Robinson. Pemodelan
dilakukan dengan asumsi steady-state, dianggap terisolasi dengan sempurna (heat loss
diabaikan), pencampuran sempurna dan suhu seragam, waktu tinggal cukup lama untuk
mencapai kesetimbangan termodinamika, dan pendekatan non-stoikiometri, tidak ada reaksi
yang ditentukan. Proses pirolisis terdiri dari proses drying, dekomposisi, pirolisis, dan
pemurrnian. Komponen gas yang dihasilkan pada simulasi ini berbeda jauh dengan eksperimen
yang dilakukan oleh Honus, terutama pada komponen H2. Hal ini dikarenakan asumsi keadaan
Rimaliani Adya Putri
10231787

kesetimbangan yang digunakan.


Discussion :
Diperlukan proses grinder biomassa untuk mendapatkan ukuran yang diinginkan.
Rimaliani Adya Putri
10231787

Tittle : Process Simulation And Optimization Of Palm Oil Waste Combustion Using Aspen Plus
Author, Year (Number of Citation) : Zahra Haddadian, dkk,. 2012
Method : Result :
Perangkat lunak yang digunakan dalam simulasi Dalam laporan ini, terdpat tiga jenis bahan
adalah ASPEN PLUS (Versi 7.1). Pada simulasi bakar padat yang digunakan dalam simulasi,
kali ini menggunakan reactor Ryield sebagai yaitu campuran 70% fiber dan 30% shell,
reaktor non stoikiometri berdasarkan distribusi 100% fiber, dan 100% shell. Dari hasil
yield yang diketahui dan reactor RGibbs yang perhitungan, input bahan bakar padat untuk
digunakan untuk reaksi yang ketat dan setiap rangkaian simulasi didapatkan bahwa
kesetimbangan multifase berdasarkan minimisasi bahan bakar padat yang dikonsumsi pada
energi bebas Gibbs. Feedstock berupa shell dan simulasi set 2 lebih tinggi dari pada set 1
fiber dimasukkan kedalam Ryield kemudian dan set 3.
produk keluaran berupa fuel dialirkan kedalam
RGibbs dengan bantuan udara setelah itu keluaran
reactor RGibbs berupa fuel gas dialirkan kedalam
unit heat exchanger shell and tube dimana gas
buang bersuhu dari 800oC dan 20.27 bar ditukar
panasnya dengan air pada suhu 70°C sehingga
menghasilkan uap dengan suhu 260.69°C. Steam
bertekanan dan bersuhu tinggi ini adalah produk
akhir untuk menghasilkan listrik.
Pada simulasi ini dilakukan beberapa asumsi
antara lain:
- kapasitas pabrik diasumsikan 30 ton/jam
- analisis sulfur untuk serat dan cangkang = 0
- Sifat-sifat air dianggap konstan
- Temperature operasi 800oC
Ketika laju alir sebagai variabl, laju aliran udara Pada gambar 3 menunjukkan nilai kalor
bervariasi dalam kisaran dari 20.000 kg/jam bahan bakar padat yang ditentukan dengan
hingga 40000 kg/jam untuk menentukan udara simulasi. Dari hasil yang diperoleh,
minimum yang dibutuhkan dan menyelidiki cangkang memiliki nilai kalor tertinggi, dan
pengaruh laju aliran udara terhadap emisi. serat memiliki nilai kalor paling rendah.
Ketika kadar air sebagai variable, kadar air serat Sedangkan set simulasi 1 yang terdiri dari
dan cangkang divariasikan dengan mengubah nilai campuran bahan bakar padat memiliki nilai
pada analisis proksimat. Kadar air yang kalor sedang.
disarankan untuk simulasi serat adalah 6 wt%,
19,5 wt%, dan 33 wt% sedangkan untuk shell
adalah 5 wt%, 9 wt% dan 13 wt%.
Rimaliani Adya Putri
10231787

Ketika kadar abu sebagai variable, Nilai kadar abu


divariasikan pada analisis ultimit baik serat
maupun cangkang untuk mengubah komposisi
masukan bahan baku sedangkan parameter
lainnya tetap konstan.

Gambar 4 menunjukkan konstituen gas


utama dalam gas buang untuk berbagai jenis
bahan bakar padat. Dari hasil yang
diperoleh, CO2 merupakan komponen
utama dalam gas buang dan diikuti oleh
SO2, NOX. Sedangkan hasil simulasi
menunjukkan tidak ada emisi gas CO.
Selain itu, hasil menunjukkan bahwa jumlah
Ketika temperature sebagai variable, laju aliran
NO3 sangat kecil dan dapat diabaikan.
komponen gas buang dengan variasi temperatur
pada 600 °C, 800 °C, 1000 °C, dan 1200 °C.

Gambar 5 menunjukkan jumlah CO dan


CO2 yang dilepaskan saat pembakaran
campuran serat-cangkang pada laju aliran
udara yang berbeda. Dari hasil yang
diperoleh, jumlah CO yang dilepaskan
semakin berkurang dengan meningkatnya
laju aliran udara sedangkan jumlah CO2
berbanding lurus dengan laju aliran udara.
Keberadaan CO di bagian depan grafik
menunjukkan ketidakcukupan oksigen
dalam reaksi. Namun kedua grafik tersebut
menjadi datar ketika laju aliran udara
meningkat menjadi 24827 kg/jam.
Rimaliani Adya Putri
10231787

Gambar 8 menunjukkan pengaruh kadar air


terhadap nilai kalor, dapat dilihat bahwa
massa entalpi berbanding lurus dengan
kadar air.

Gambar 9 yang menunjukkan hubungan


antara kadar air dan heat duty reaktor.
Dari grafik yang diplot, tugheat duty reaktor
berbanding lurus dengan kadar air. Ketika
kadar air tinggi, reaktor harus bekerja lebih
keras untuk menyediakan energi yang
cukup untuk pembakaran.

Pada gambar 11, nilai kalor bahan bakar


padat berbanding terbalik dengan kadar abu.
Ketika ada abu yang tinggi pada bahan
bakar padat, panas yang dikeluarkan dari
hasil pembakaran akan berkurang.
Rimaliani Adya Putri
10231787

Jumlah NOX yang dilepaskan meningkat


secara eksponensial seiring dengan
kenaikan suhu operasi. Emisi meningkat
tajam pada suhu yang lebih tinggi (1000ºC).
Menurutu Ciolkosz, suhu operasi tungku
sebaiknya tidak melebihi 972ºC untuk
mengatur emisi NOX. Oleh karena itu,
asumsi temperatur operasi 800ºC dalam
laporan ini dapat diterima.

Conclusion :
Dari hasil simulasi yang didapat bahwa campuran bahan bakar padat cangkang serat lebih baik
dibandingkan dengan bahan bakar padat dengan serat saja. Cangkang yang memiliki nilai kalor
tertinggi dan emisi lebih rendah tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya bahan bakar dalam
pembakaran karena jumlah cangkang yang dihasilkan tidak dapat menopang seluruh pabrik.
Kadar air ditentukan menurunkan efisiensi pembakaran, dan kadar air serat dan cangkang yang
disarankan masing-masing adalah 6% -19,5% dan 5% -13%. Pada suhu pengoperasian tidak
boleh melebihi 972ºC karena akan meningkatkan emisi NOX.
Discussion :
Diperlukan proses pengeringan untuk menghilangkan jumlah kadar airnya.
Diperlukan proses grinder biomassa untuk mendapatkan ukuran yang diinginkan.

Anda mungkin juga menyukai