Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan Nasional yang
bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 UHH(Usia Hara Hidup) mencapai 70,8 tahun
dan berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2020
di perkirakan UHH(Usia Hara Hidup) meningkat menjadi 71,7 tahun.
UHH(Usia Hara Hidup) meningkat seiring dengan peningkatan populasi
lansia baik di negara maju maupun negara berkembang (Majid & Susanti,
2018). Hasil survey badan kesehatan dunia World Health Organization
(WHO) mengatakan bahwa jumlah lansia Indonesia pada tahun 2010 tersebut
sudah menduduki sebesar 9,77% dari jumlah total penduduk Indonesia
(Meliana Sitinjak et al., 2018)
Rhematoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun progresif dengan
inflamasi kronik yang menyerang sistem muskoloskeletal namun dapat
melibatkan orang dan sistem tubuh secara keseluruhan, yang ditandai dengan
pembengkakan, nyeri sendi serta destruksi jaringan sinovial yang disertai
gangguan pergerakan di ikuti dengan kematian premature (Mclnnes,2018).

Rematik sering menyebabkan kecacatan sehingga dapat memberikan


akibat yang memberatkan baik bagi penderita sendiri maupun bagi
keluarganya. Adanya atau timbulnya kecacatan dapat mengakibatkan penderita
mengeluh terus-menerus, timbul kecemasan, ketegangan jiwa, gelisah sampai
mengasingkan diri karena rasa rendah diri dan tak berharga terhadap
masyarakat. Sedangkan bagi keluarga sering menyebabkan kecemasan,
bingung dan kadang-kadang merasa malu bahwa keluarganya ada yang cacat.
Dengan demikian timbul beban moril dan gangguan sosial di lingkungan
keluarga.

Penyakit rematik dapat mengakibatkan penurunan produktifitas manusia.


Dua jenis ketidakmampuan timbul dari penyakit rematik yaitu
ketidakmampuan fisik dan ketidakmampuan sosial. Ketidakmampuan fisik
mengakibatkan pada fungsi muskulo skeletal dasar seperti membungkuk,
1
mengangkat, berjalan dan menggenggam. Sedangkan ketidakmampuan sosial
menunjuk pada pola aktivitas sosial yang lebih tinggi termasuk
ketidakmampuan kerja.

Menurut Smith dalam Nurfatimah et al., 2019 Di seluruh dunia, kejadian


rheumatoid arthritis tahunan adalah sekitar 3 kasus per 10.000 populasi, dan
angka prevalensinya bertambahnya usia dan memuncak antara usia 35 dan 50
tahun. Angka kejadian rheumatoid arthritis pada tahun 2016 yang disampaikan
oleh WHO adalah mencapai 20% dari penduduk dunia, 5-10% adalah mereka
yang berusia 5-20 tahun dan 20% adalah mereka yang berusia 55 tahun ( Putri
& Priyanto dalam Andri et al., 2020).

Menurut Riskesdas (2018) jumlah penderita rheumatoid arthritis di


Indonesia mencapai 7,30%. Seiring bertambahnya jumlah penderita
rheumatoid arthritis di Indonesia justru tingkat kesadaran dan salah pengertian
tentang penyakit ini cukup tinggi. Keadaan inilah menjelaskan bahwa
kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia khususnya penderita untuk
mengenal lebih dalam lagi mengenai penyakit rheumatoid arthritis.
Prevalensi penyakit Rematik Artritis di Provinsi Gorontalo sendiri pada
tahun 2013 berada di posisi ke-14 di Indonesia sebesar 29,7%, sedangkan
pada tahun 2018 berada pada posisi ke-16 yaitu sebesar 26,7% dari data
tersebut dapat di simpulkan bahwa prevalensi penyakit sendi di Provinsi
Gorontalo mengalami penurunan, namun terjadi peningkatan posisi terbanyak
(Riskesdas, 2018).
Prevalensi Penyakit Sendi berdasarkan Diagnosis Dokter pada Penduduk
Umur ≥15 Tahun menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo, di boalemo
4.23%, Pohuawato 5.78%, Bone Bolango 6.35%, Gorontalo Utara 6.47% dan
Kota Gorontalo 7.40%. (Riskesdas, 2018).
Telah diketahui bahwa RA adalah penyakit kronik dan fluktuatif sehingga
apabila tidak dilakukan penanganan yang tepat dan cepat akan menyebabkan
kerusakan sendi yang progresif, deformitas, disabilitas, dan kematian.
Menurut Fuch dan Edward, hanya 15% pasien RA yang memperoleh

2
pengobatan secara medis yang mengalami remisi atau berfungsi normal
setelah 10 tahun sejak awal onset dan hanya 17% dengan tanpa disabilitas.
Prognosis RA sendiri dievaluasi dari berbagai parameter seperti level remisi,
status fungsional, dan derajat kerusakan sendi (Masyeni, 2018)
Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki
tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini
akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan menurunnya
dari fungsi organ tubuh yang semakin rentan dari berbagai serangan penyakit
yang dapat menyebabkan kematian sistem seperti kardiovaskuler khususnya
pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin, muskuluskeletal (Dai et
al., 2020)
Perubahan sistem muskuluskeletal pada lansia terjadi secara berbeda,
kondisi inilah yang dapat menimbulkan berbagai pengaruh pada sistem
muskuluskeletal diantaranya kadar asam urat (hiperurisemia) (Sustrani, 2009).
Asam urat merupakan penyakit akibat penumpukan purin, baik karena
produksi yang meningkat atau ginjal tidak mampu mengeluarkannya sehingga
kristal asam urat menumpuk di persendian. (Dai et al., 2020)
Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyebab tersering inflamasi sendi
kronik. RA adalah penyakit inflamasi autoimun - sistemik, progresif dan
kronik yang mempengaruhi banyak jaringan dan organ, namun pada
prinsipnya merusak sendi-sendi sinovial. Proses inflamasi ini memproduksi
respon inflamasi dari sinovium (sinovitis) sehingga menyebabkan hiperplasia
sel-sel sinovium, produksi berlebih cairan sinovial, dan terbentuknya pannus
pada sinovium. Proses inflamasi ini seringkali berujung pada kerusakan tulang
rawan sendi dan ankilosing sendi (Fauzi, 2019).

RA membutuhkan pengobatan jangka panjang dengan tujuan utama


meningkatkan kualitas hidup pasien dengan mengatasi keluhan, mencegah
kerusakan struktural, menormalkan fungsi dan kehidupan sosialnya sehingga

3
pola pengobatan yang tepat dan terkontrol dengan dukungan keluarga sangat
dibutuhkan. (Azizah & Zuraida, 2019)
Dengan adanya dukungan keluarga penderita menjadi lebih mudah dalam
melakukan aktivitas yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang
dihadapi, merasa dicintai dan bisa berbagi beban, mengekspresikan perasaan
secara terbuka dapat membantu penderita dalam menghadapi permasalahan
yang terjadi. Dukungan keluarga memiliki beberapa jenis yaitu dukungan
informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumen dan dukungan
emosional (Sari, 2020)
Dukungan keluarga dalam perawatan rheumatoid arthritis sangat
diperlukan untuk meminimalisasikan akibat yang dapat timbul. Individu,
keluarga dan masyarakat, menjadikan pengetahuan sebagai pedoman untuk
bersikap dan bertindak sesuai dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya.
Upaya keluarga dalam hal merawat anggota keluarga yang menderita
rheumathoid athritis, merupakan salah satu pertolongan pertama yang
bertujuan agar masalah kesehatan yang dialami dapat berkurang atau dapat
teratasi sesuai dengan kemampuan keluarga, perubahan sekecil apapun yang
dirasakan oleh anggota keluarga secara tidak langsung memberikan suatu
perhatian kepada keluarga dan menjadi tanggung jawab keluarga. (Masruroh,
2020)

Dari survey awal yang dilakuakan pada tanggal 22 februari 2021 yang di
lakukan pada 30 lansia di kelurahan lekobalo yang mengalami rheumatoid
arthritis dengan keluhan mengalami nyeri sendi di bagian lutut dan persedian
bagian kaki tidak tau penanganan untuk meredakan nyeri sendi, survey yang
di lakukan pada keluarga berupa dukungan emosinal seperti memberikan
pengetian terhadap masalah yang sedang dihadapi atau mendengarkan
keluhannya.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuahan Dalam

4
Pengobatan Pribadi Pasien Rematik Atritis Pada Lansia di Kelurahan
Lekobalo Kota Gorontalo.

B. Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas, merumuskan masalah ssebagai yaitu “apakah
ada Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuahan Dalam Pengobatan
Pribadi Pasien Rematik Atritis Pada Lansia di Kelurahan Lekobalo Kota
Gorontalo.

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuahan Dalam
Pengobatan Pribadi Pasien rheumatoid arthritis Pada Lansia
2. Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi Dukungan keluarga pada pasien rheumatoid
arthritis Pada Lansia
b) Mengidentifikasi pengobatan pribadi pasien rheumatoid arthritis
c) Menganalisis pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuahan
Dalam Pengobatan Pribadi Pasien rheumatoid arthritis Pada Lansia

D. Manfaat Penelitian
1. Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang non farmakologi,
khususnya tentang penelitian pengaruh senam rematik terhadap nyeri sendi
kaki pada lansia, sehingga dapat terus dikembangkan.
2. Bagi Lansia Responden
Menambah pengetahuan tentang pengobatan pribadi dan manfaat
dukungan keluarga terhadap pasien rheumatoid arthritis

5
3. Bagi Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan

khususnya ilmu keperawatan dalam hal pemahaman tentang Rematik

Artritis.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dukungan Keluarga
1. Pengertian dukungan keluarga
Dukungan keluarga merupakan bantuan atau dukungan yang diterima
individu dari orang-orang tertentu dalam kehidupannya dan berada dalam
lingkungan sosial tertentu yang membuat si penerima merasa
diperhatikan, dihargai, dan dicintai (Pratiwi, 2018)
Dukungan keluarga adalah perasaan positif, menyukai, kepercayaan
dan perhatian dari orang lain yaitu yang berarti dalam kehidupan individu
yang bersangkutan, pengakuan, kepercayaan seseorang dan bantuan lan
gsung dalam bentuk tertentu (Ali, 2016).
2. Fungsi dukungan keluarga
Menurut House (1981) dikutip dari mashudi (2017)
mengemukakan bahwa dukungn sosial memiliki empat fungsi,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Emotional support, yang meliputi pemberian curahan kasih sayang,
perhatian, dan kepedulian.
b. Aprasial support, yang meliputi bantuan orang lain untuk menilai dan
mengembangkan kesadaran kan masalah yang dihadapi, termasuk
usaha-usaha untuk mengklarifikasi hakikat masalah tersebut, dan
memberikan umpan balik tentang hikmah dibalik masalah tersebut.
c. Informational support, yang meliputi nasihat dan diskusi tentang
bagaimana mengatasi atau memecahkan masalah.
d. Instrumental support, yang meliputi bantuan material, seperti
memberi tempat tinggal, meminjamkan uang, dan menyertai
berkunjung ke biro layanan kesehatan.
3. Jenis Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga sendiri merupakan salah satu faktor pendukung
yang sangat dibutuhkan oleh penderita dikala mereka merasakan sakit,

7
sebagaimana yang dikatakan Friedman (1998) di kutip dalam Sari (2020)
bahwa keluarga berfungsi sebagai system pendukung bagi anggotanya.
Dukungan ini dapat dikaitkan dengan hubungan perkawinan, kelahiran,
dan adobsi. Dukungan keluarga yang diberikan dapat bermacam-macam
antara lain : dukungan informasi, dukungan penilaian, dukungan
emosional, dukungan instrumental.
a. Dukungan emosional, mencangkup ungkapan dan perilaku empati,
afeksi, kepedulian sehingga individu tersebut merasa nyaman, dicintai
dan diperhatikan.
b. Dukungan penghargaan, mencakup ungkapan hormat positif,
dorongan, dan persetujuan atas gagasan individu. Pemberian
dukungan ini membatu individu melihat segi positif dalam dirinya
yang berfungsi untuk menambah penghargaan dan kepercayaan diri
saat mengalami tekanan
c. Dukungan instrumental, mencakup bantuan secara langsung sesuai
yang dibutuhka n individu, seperti bantuan finansial atau pekerjaan
pada saat mengalami stres
d. Dukungan informatif, mencakup pemberian nasehat, petunjuk, saran
atau umpan balik yang diperoleh dari orang lain, sehingga individu
dapat mencari jalan keluar untuk memecahkan masalah. (Windarti et
al., 2018)
4. Sumber dukungan
Menurut Rock dan Doeley (1985) dikutip dalam Febriasari (2018)
ada dua sumber dukunan sosial, yaitu:
a. Sumber natural: dukungan sosial yang diterima seseorang melalui
interaksi sosial secara spontan dengan orang-orang yang berada di
sekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami), teman
dekat atau relasi.
b. Dukungan sosial ini bersifat non formal. Sumbr artificial: dukungan
sosial untuk kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial
akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan

8
5. Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga
Menurut (Purnawan, 2018), faktor-faktor yang mempengaruhi
dukungan keluarga adalah :
a. Faktor Intrnal
1) Tahap Perkembangan
Artinya dukungan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal
ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian
setiap rentang umur (bayi sampai lansia) memiliki pemahaman dan
respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
2) Pendidikan/ Tingkat Pengetahuan
Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk
oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar
belakang, pendidikan dan pengalaman masa lalu. Kemampuan
kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk
kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan
dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan
untuk menjaga kesehatan dirinya.
3) Faktor Emosi
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap
adanya dukungan dan cara melaksanakannya. Seseorang yang
mengalami respon stress dalam setiap perubahan hidupnya
cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit, mungkin
dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut
dapat mengancam kehidupannya.
4) Spiritual Aspek
spiritual dapat terlihat bagaimana seseorang menjalani
kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan,
hubungan dengan keluarga atau teman dan kemampuan mencari
harapan dan arti dalam hidup.
b. Faktor Eksternal
1) Praktik di Keluarga

9
Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya
mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya.
2) Faktor Sosio-ekonomi
Seseorang biasanya akan mencari dukungan dan
persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi
keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.
3) Latar Belakang
Budaya Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan,
nilai dan kebiasaan individu dalam memberikan dukungan
termasuk cara pelaksanaan kesehatan pribadi.
6. Fungsi Pokok dukungan Keluarga Dalam Pelaksanaan Program Indonesia
Sehat
Keluarga sebagai fokus dalam pelaksanaan program Indonesia
Sehat dengan pendekatan keluarga. Keluarga memiliki lima fungsi
menurut Kemenkes RI No 39 tahun 2016 yaitu
a. Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang
utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan
anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini
dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota
keluarga
b. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang
dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar
berperan dalam lingkungan sosialnya. Fungsi ini berguna untuk
membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah
laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan meneruskan
nilainilai budaya keluarga.
c. Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat

10
dalam mengembangkan kemampuan individu meningkatkan
penghasilan agar memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care
Function) adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini
dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan. Tugas-
tugas keluarga dalam pemeliharaan kesehatan adalah:
1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota
keluarganya.
2) Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat.
3) Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit.
4) Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk
kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarganya.
5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan
fasilitas kesehatan
Menurut Nursalam (2016), skala pengukuran dukungan sosial
keluarga yang digunakan adalah dengan skala likert. Dengan skala
likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator
variabel. kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak
untuk menyusun item-item instrument yang berupa pernyataan atau
pertanyaan. Jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala
likert mempunyai gradasi dari sangat positif samapai negatif yaitu :
Selalu (4), Sering (3), Kadang-kadang (2), Tidak pernah (1).

Dengan kriteria Dukungan Keluarga

Baik : 76-100%

Cukup : 56-76%

Kurang : ≤ 56%

11
B. Konsep Kepatuhan
1. Pengertian Kepatuahan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia patuh merupakan suka menurut
perintah, taat pada perintah, sedangkang kepatuhan merupakan perilaku
sesuai aturan dan berdisiplin. Kepatuhan adalah derajat dimana pasien
mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya. Menurut Sacket
dalam Wulandari (2015) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien
sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan.
Kepatuhan merupakan sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan
ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Kepatuhan pasien
berkenaan dengan kemauan dan kemampuan dari individu untuk
mengikuti cara sehat yang berkaitan dengan nasehat aturan pengobatan
yang ditetapkan mengikuti jadwal pemeriksaan dan rekomendsi hasil
pemeriksaan. Jadi kepatuhan merupakan perilaku pasien dalam suatu
tindakan untuk pengobatan, kebiasaan hidup sehat dn ketetapan berobat.
(Purwandari & Susant, 2017)
2. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Menurut Niven dalam Ali {2018) faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan digolongkan menjadi lima, antara lain:
a. Pemahaman tentang instruksi
Tidak seorangpun dapat mempengaruhi intruksi, jika dia salah paham
tentang instruksi yang diterima. Niven (2002), menemukan bahwa
lebih dari 60% di wawancarai setelah bertemu dokter salah mengerti
tentang instruksi yang diberikan kepada mereka. Hal ini disebabkan
karena kegagalan petugas kesehatan dalam memberikan informasi
yang lengkap dan banyaknya instruksi yang harus diingat dan
penggunaan istilah medis. Tidak seorangpun dapat mematuhi instruksi
jika dia salah paham tentang instruksi yang diberika padanya.
b. Kualitas interaksi
meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien adalah
suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada klien setelah

12
memperoleh informasi tentang diaknosis. Suatu penjelasan penyebab
penyakit dan bagaimana pengobatan dapat meningkatkan kepatuhan,
semakin baik pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan, semakin
teratur pula pasien melakukan kunjungan untuk mengontrol penyakit
yang dideritanya. Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan
pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat
kepatuhan.
c. Isolasi sosial
Pendiskriminasian sosial dari masyarakata terhadap seseorang yang
dirasakan dapat menggangu hubungan interaksi dalam masyarakat
sangat berpengaruh terhadap derajat kepatuhan seseorang.
d. Dukungan keluarga
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri atas dua orang
tua atau lebih, adanya ikatan persaudaraan atau tali persaudaraan,
hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama yang lain,
mempertahankan satu sama lain kebudayaan
e. Keyakinan
Keyakinan seseorang tentang kesehatan berguna untuk
memperkirakan adanya ketidak patuhan. Seseorang yang tidak patuh
adalah orang yang mengalami depresi, ansietas sangat memperhatikan
kesehatanya, memiliki ego yang lebih lemah dan kehidupan sosial
yang memusatkan perhatian pada diri sendiri.
Menurut Suparyanto dalam Toulasik, (2019), faktor yang
memengaruhi tingkat kepatuhan adalah:

a. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

13
bangsa dan negara. Pendidikan klien dapat meningkatkan kepatuhan,
sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang
aktif.
b. Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian
klien yang dapat mempengaruhi kepatuhan pengobatan adalah jarak
dan waktu, biasanya pasien cenderung malas melakukan
pemeriksaan/pengobatan pada tempat yang jauh.
c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan
teman-teman, kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk
membantu kepatuhan terhadap program pengobatan seperti
pengurangan berat badan, berhenti merokok dan menurunkan
konsumsi alkohol. Lingkungan berpengaruh besar pada pengobatan,
lingkungan yang harmonis dan positif akan membawa dampak yang
positif pula pada pasien hipertensi, kebalikannya lingkungan negatif
akan membawa dampak buruk pada proses pengobatan pasien.
d. Perubahan model terapi
Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan klien
terlihat aktif dalam pembuatan program pengobatan (terapi).

e. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien


Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien adalah
suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada klien setelah
memperoleh infomasi tentang diagnosis. Suatu penjelasan penyebab
penyakit dan bagaimana pengobatan dapat meningkatkan kepatuhan.
f. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari
pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh

14
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2017).
Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk
ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan
pengalamannya. Adanya unsur pengalaman yang semula tidak
konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun,
ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga tercapai suatu
konsistensi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, semakin baik pula
penderita dalam melaksanakan pengobatan dan terapi.
g. Usia
Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
akan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.
Dari segi kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih
dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi tingkat
kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan
kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka cara berfikir
semakin matang dan teratur melakukan pengobatan.
h. Dukungan Keluarga
Keluarga adalah Perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat
oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota
keluarga selalu berinteraksi satu sama lain.
4. Pengukuran tingkat kepatuhan
Keberhasilan pengobatan pada pasien hipertensi dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu peran aktif pasien dan kesediaannya untuk
memeriksakan ke dokter sesuai dengan jadwal yang ditentukan serta
kepatuhan dalam meminum obat antihipertensi. Kepatuhan pasien dalam
mengkonsumsi obat dapat diukur menggunakan berbagai metode, salah
satu metode yang dapat digunakan adalah metode MMAS-8 (Modifed
Morisky Adherence Scale) Morisky secara khusus membuat skala untuk
mengukur kepatuhan dalam mengkonsumsi obat dengan delapan item

15
yang berisi pernyataan-pernyataan yang menunjukan frekuensi kelupaan
dalam minum obat, kesengajaan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan
dokter, kemampuan untuk mengendalikan dirinya untuk tetap minum
(Donald et al., 2010)

C. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia Budi Anna Keliat, dalam Wibowo, (2018). Sedangkan
menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun (Wibowo, 2018)
Lanjut usia atau lansia merupakan proses terjadi penurunan kemampuan
akal dan fisik dari seseorang, yang dimulai dengan adanya beberapa
perubahan dalam hidup. Ketika manusia mencapai masa lansia maka
seseorang akan mengalami penurunan peran dan fungsi tubuhnya (Azizah,
2011). Menurut WHO, batasan lansia dikelompokkan menjadi: usia
pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun; lansia
(elderly) usia antara 60 sampai 74 tahun; lanjut usia tua (old), ialah usia
antara 75 sampai 90 tahun; usia sangat tua (every old), ialah usia di atas 90
tahun (Rohmayani, 2018)
Mayoritas lansia berumur 60-74 tahun akan mulai mengalami
perubahan fisik maupun psikis. Kondisi kesehatan fisik mengalami
kemunduran sejak seseorang memasuki fase lansia , kulaitas hidup
menurun dengan meningkatnya faktor usia dan menurunnya status
ekonomi .Kualitas hidup lansia sangat komplek dimana mencangkunp
tentang usia harapan hidup, kepuasan hidup kesehatan fisik dan mental,
fungsi kognitif dan fungsi kesehatan tempat tinggal, pendapatan dan
dukugan social dan jaringan sosial (Agustina, 2017)
Lanjut usia didefinisikan sebagai penurunan, kelemahan, meningkatnya
kerentanan terhadap berbagai penyakit dan perubahan lingkungan,

16
hilangnya mobilitas dan ketangkasan, serta perubahan fisiologis yang
terkait dengan usia (Aru,2017). Lansia merupakan seseorang yang berusia
60 tahun keatas baik pria maupun wanita, yang masih aktif beraktivitas
dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafkah
sendiri sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupi dirinya
(Tamher, 2018).
Secara umum seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya
65 tahunke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap
lanjut dari suatu proses kehidupan yang di tandai dengan penurunan
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Lansia
adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap konsisi stress fisiologis.
Kegagalan ini berkaitan dengan berkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual
(Efendi, 2016).
Faktor Faktor yang mempengaruhi lansia dalam mengikuti terapi antara
lain.
a. Pengetahuan lansia tentang terapi
Pengetahuan yang rendah tentang manfaat terapi pada lansia dapat
menjadi kendala bagi lansia dalam menjalakan terapi. Pengetahuan
yang salah satu tentang tujuan dan manfaat terapi dapat menimbulkan
salah persepsi yang akhirnya membuat jalannya terapi menjadi
terhambat. (Rahayuni et al., 2019)
b. Dukungan keluarga
Dukungan keluarga sangat berpengaruh dalam mendorong minat
ataupun kesedian lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu lansia.
Keluarga dapat menajdi motivator yang kuat bagi lansia untuk
mendampingi atau mengantarkan keposyandu lansia , mengingat
kan lansia jika lupa jadwal dan berusaha membantu mengatasi segala
permasalahan bersama lansia . (Sari 2020)

17
Efek dari dukungan keluarga yang adekuat terhadap kesehatan
dan kesejahteraan terbukti dapat menurunkan mortalitas,
mempercepat penyembuhan dari sakit meningkatkan kesehatan
kognitf fisik dan emosi disamping itu pengaruh positif dari
dukungan keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kehidupan
sehari- hari yang penuh dengan stress (Keswara et al., 2018)
c. Motivasi Lansia
Motivasi adalah sesuatu apa yang membuat seseorang bertindak
motivasi merupakan dampak dari iterksi seseorang dengan
situasi yang dihadapinya.
d. Kondisi Fisik
Mengingat kondisi fisik yang lemah sehingga mereka tidak
leluasa menggunakan bebagai sarana dan prasarana, maka
pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah menyediakan sarana
frasara khusus bagi lansia . Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah
lansia melakukan aktivitasnya dengan melibatkan peran serta
masyarakat dan sebagainya

D. Konsep rheumatoid arthritis


2. Etiologi
Penyebab RA (Rhematoid Arthtritis) sampai saat ini belum
diketahui secara pasti. Beberapa factor yang diduga menjadi penyebab RA
antara lain: (1) Factor genetic, (2) Reaksi inflamasi pada sendi dan
selubung tendon, (3) Factor rheumatoid, (4) Sinovitis kronik dan destruksi
sendi, (5) Gender, (6) Infeksi.

18
3. Patofisiologi
RA (Rhematoid Arthtritis)penyakit sistemik, namun karakteristik
lesi terlihat pada sinovium atau dalam nodul rheumatoid. Sinovium
dipenuhi pembuluh-pembuluh darah baru dan sel-sel inflamasi
Bakteri Mikroplasma Virus

Menginfeksi sendi

Merusak lapisan sendi yaitu membrane sinovium

Rhematoid Arthritis

Peradangan ber langsung terus menerus

Peradangan menyebar ke tulang rawan kapsul fibroma ligament tenden

Terdapat penimbunan sel darah putih & pembentukan jaringan parut

Membran sinovium hipertopi & menebal

Menghambat aliran darah ke sendi

Nekrosis Merusak jaringan sendi, demam, nyeri hebat, deformitas

Gambar 2.1 Pasien Rhematoid Arthritis

19
1. Pengertian Rheumatoid Arthritis

Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang etiologinya


belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada
beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan
penyakit RA ada 3 macam yaitu monosiklik, polisiklik dan progresif.
Sebagian besar kasus perjalananya kronik kematian dini (Indonesian
Rheumatology Association, 2014)
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi,
dan “itis” yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang
pada sendi. Sedangkan Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit
autoimun dimana persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali
menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi (Febriana, 2019)
Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan
banyak mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi
dampak sosial dan ekonomi yang besar. Diagnosis dini sering
menghadapai kendala karena pada masa dini sering belum didapatkan
gambaran karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan waktu
dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang adekuat
(Febriana, 2019)

A. Faktor Risiko Rheumatoid Arthritis


Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan kasus RA
dibedakan menjadi dua yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a. Tidak Dapat Dimodifikasi
1) Faktor genetik
Faktor genetik berperan 50% hingga 60% dalam
perkembangan RA. Gen yang berkaitan kuat adalah HLA-DRB1.
Selain itu juga ada gen tirosin fosfatase PTPN 22 di kromosom 1.

20
Perbedaan substansial pada faktor genetik RA terdapat diantara
populasi Eropa dan Asia. HLADRB1 terdapat di seluruh populasi
penelitian, sedangkan polimorfisme PTPN22 teridentifikasi di
populasi Eropa dan jarang pada populasi Asia. Selain itu ada
kaitannya juga antara riwayat dalam keluarga dengan kejadian RA
pada keturunan selanjutnya.
2) Usia
RA biasanya timbul antara usia 40 tahun sampai 60 tahun.
Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-
anak (Rheumatoid Arthritis Juvenil). Dari semua faktor risiko
untuk timbulnya RA, faktor ketuaan adalah yang terkuat.
Prevalensi dan beratnya RA semakin meningkat dengan
bertambahnya usia. RA hampir tak pernah pada anak-anak, jarang
pada usia dibawah 40 tahun dan sering pada usia diatas 60 tahun
3) Jenis kelamin
RA jauh lebih sering pada perempuan dibanding laki-laki
dengan rasio 3:1. Meskipun mekanisme yang terkait jenis kelamin
masih belum jelas. Perbedaan pada hormon seks kemungkinan
memiliki pengaruh.
b. Dapat Dimodifikasi
1) Gaya hidup
a. Status sosial ekonomi
Penelitian di Inggris dan Norwegia menyatakan tidak
terdapat kaitan antara faktor sosial ekonomi dengan RA,
berbeda dengan penelitian di Swedia yang menyatakan
terdapat kaitan antara tingkat pendidikan dan perbedaan
paparan saat bekerja dengan risiko RA.
b. Merokok
Sejumlah studi cohort dan case-control menunjukkan
bahwa rokok tembakau berhubungan dengan peningkatan
risiko RA. Merokok berhubungan dengan produksi dari

21
rheumatoid factor (RF) yang akan berkembang setelah 10
hingga 20 tahun. Merokok juga berhubungan dengan gen
ACPA-positif RA dimana perokok menjadi 10 hingga 40 kali
lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. Penelitian pada
perokok pasif masih belum terjawab namun kemungkinan
peningkatan risiko tetap ada.
c. Diet
Banyaknya isu terkait faktor risiko RA salah satunya adalah
makanan yang mempengaruhi perjalanan RA. Dalam
penelitian Pattison dkk, isu mengenai faktor diet ini masih
banyak ketidakpastian dan jangkauan yang terlalu lebar
mengenai jenis makanannya. Penelitian tersebut menyebutkan
daging merah dapat meningkatkan risiko RA sedangkan buah-
buahan dan minyak ikan memproteksi kejadian RA. Selain itu
penelitian lain menyebutkan konsumsi kopi juga sebagai faktor
risiko namun masih belum jelas bagaimana hubungannya.
d. Infeksi
Banyaknya penelitian mengaitkan adanya infeksi Epstein
Barr virus (EBV) karena virus tersebut sering ditemukan dalam
jaringan synovial pada pasien RA. Selain itu juga adanya
parvovirus B19, Mycoplasma pneumoniae, Proteus,
Bartonella, dan Chlamydia juga memingkatkan risiko RA.
e. Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang meningkatkan risiko RA adalah
petani, pertambangan, dan yang terpapar dengan banyak zat
kimia namun risiko pekerjaan tertinggi terdapat pada orang
yang bekerja dengan paparan silica.
2) Faktor hormonal
Hanya faktor reproduksi yang meningkatkan risiko RA yaitu pada
perempuan dengan sindrom polikistik ovari, siklus menstruasi
ireguler, dan menarche usia sangat muda.

22
3) Bentuk tubuh
4) Risiko RA meningkat pada obesitas atau yang memiliki Indeks
Massa Tubuh (IMT) lebih dari 30.
3. Manifestasi Klinis, Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis Rheumatoid
Arthritis
a. Manifestasi Klinis
Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu atau
bulan. Sering pada keadan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas.
Keluhan tersebut dapat berupa keluhan umum, keluhan pada sendi dan
keluhan diluar sendi (Putra dkk,2013).
1) Keluhan umum Keluhan umum dapat berupa perasaan badan
lemah, nafsu makan menurun, peningkatan panas badan yang
ringan atau penurunan berat badan.
2) Kelainan sendi Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu
sendi pergelangan tangan, lutut dan kaki (sendi diartrosis). Sendi
lainnya juga dapat terkena seperti sendi siku, bahu sterno-
klavikula, panggul, pergelangan kaki. Kelainan tulang belakang
terbatas pada leher. Keluhan sering berupa kaku sendi di pagi
hari, pembengkakan dan nyeri sendi.
3) Kelainan diluar sendi
a. Kulit : nodul subukutan (nodul rematoid)
b. Jantung : kelainan jantung yang simtomatis jarang didapatkan,
namun 40% pada autopsi RA didapatkan kelainan perikard
c. Paru : kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif
dan kelainan pleura (efusi pleura, nodul subpleura)
d. Saraf : berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang
sering terjadi berupa keluhan kehilangan rasa sensoris di
ekstremitas dengan gejala foot or wrist drop
e. Mata : terjadi sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika)
berupa kekeringan mata, skleritis atau eriskleritis dan
skleromalase perforans

23
f. Kelenjar limfe: sindrom Felty adalah RA dengan
spleenomegali, limpadenopati, anemia, trombositopeni, dan
neutropeni

4. Tatalaksana Pencegahan
Etiologi untuk penyakit RA ini belum diketahui secara pasti, namun
berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, ada beberapa hal yang
dapat dilakukan untuk menekan faktor risiko (Masyeni, 2018):
a. Membiasakan berjemur di bawah sinar matahari pagi untuk
mengurangi risiko peradangan oleh RA. Oleh penelitian Nurses
Health Study AS yang menggunakan 1.314 wanita penderita RA
didapatkan mengalami perbaikan klinis setelah rutin berjemur di
bawah sinar UV-B
b. Melakukan peregangan setiap pagi untuk memperkuat otot sendi.
Gerakan-gerakan yang dapat dilakukan antara lain, jongkok-bangun,
menarik kaki ke belakang pantat, ataupun gerakan untuk melatih otot
lainnya. Bila mungkin, aerobik juga dapat dilakukan atau senam taichi
c. Menjaga berat badan. Jika orang semakin gemuk, lutut akan bekerja
lebih berat untuk menyangga tubuh. Mengontrol berat badan dengan
diet makanan dan olahraga dapat mengurang risiko terjadinya radang
pada sendi.
d. Mengonsumsi makanan kaya kalsium seperti almond, kacang polong,
jeruk, bayam, buncis, sarden, yoghurt, dan susu skim. Selain itu
vitamin A,C, D, E juga sebagai antioksidan yang mampu mencegah
inflamasi akibat radikal bebas.
e. Memenuhi kebutuhan air tubuh. Cairan synovial atau cairan pelumas
pada sendi juga terdiri dari air. Dengan demikian diharapkan
mengkonsumsi air dalam jumlah yang cukup dapat memaksimalkan
sisem bantalan sendi yang melumasi antar sendi, sehingga gesekan
bisa terhindarkan. Konsumsi air yang disrankan adalah 8 gelas setiap
hari.

24
f. Berdasarkan sejumlah penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa
merokok merupakan faktor risiko terjadinya RA. Sehingga salah
satu upaya pencegahan RA yang bisa dilakukan masyarakat ialah
tidak menjadi perokok akif maupun pasif.

E. Pengaruh dukungan keluarga Terhadap kepatuhan dalam


pengobatan pribadi rheumatoid arthritis
Dukungan keluaraga terhadap kepatuhan dalam pengobatan pribadi
rheumatoid arthritis yang tidak adekuat dapat memperparah penyakit pada
lansia. Hal ini sejalan dengan penelitian Caho (2003) yang dilakukan di New
York, bahwa seseorang dengan dukungan keluarga yang buruk dapat
meningkatkan kondisi penyakit yang di derita karena tidak ada pencegahan
yang dilakukan (Saputra, 2018)
Keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling dekat dan tidak dapat
dipisahkan. Penderita akan merasa senang dan tentram apabila mendapat
perhatian dan dukungan dari keluarganya, karena dengan dukungan tersebut
akan menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi atau mengelola
penyakitnya dengan baik, serta penderita mau mengikuti saran-saran yang
diberikan oleh keluarga untuk penunjang pengelolaan penyakitnya (Triani,
2016)

F. Penelitian Terkait

1. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga adalah suatu hubungan interpersonal yang melindungi

seorang dari efek stress yang buruk (Kaplan dan Sadock,2017). Dukungan

keluarga menurut Fridman (2018) adalah sikap,tindakan penerimaan

keluarga terhadap anggota keluarganya,berupa dukungan informasional,

dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional.

25
Jadi dukungan keluarga adalah suatu hubungan yang terbentuk

interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan terhadap

anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada yang

memperhtikannya. Jadi dukungan sosial keluarga emngacu kepada

dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu

yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga yang selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Erdina,2016).

2. Kepatuhan pengobatan

Kepatuhan pengobatan adalah tingkat kesediaan serta sejauh mana upaya

dan perilaku seorang pasien dalam mematuhiinstruksi, aturan atau anjuran

medis yang diberikan oleh seorang dokter atau professional kesehatan

lainnya untuk menunjang kesembuhan pasien tersebut.

Kepatuhan merupakan perilaku yang tidak mudah untuk dijalankan, karena

untuk mencapai kesembuhan dari suatu penyakit diperlukan kepatuhan

atau keteraturan berobat bagi setiap pasien. Pasien dianggap patuh dalam

pengobatan adalah yang menyelesaikan proses pengobatan secara teratur

dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 9 bulan

(Depkes RI,2017)

3. Perilaku lansia

a. Perilaku yang kurang baik

1) Kurang berserah diri

2) Pemarah, merasa tidak puas, murung, dan putus asa

3) Sering menyendiri

26
4) Kurang melakukan aktivitas fisik/olahraga/kurang gerak

5) Makan tidak teratur dan kurang minum

6) Kebiasaan merokok dan meminum minuman keras

7) Minum obat penenang dan penghilang rasa sakit tanpa aturan

8) Melakukan kegiatan yang melebihi kemampuan

9) Menganggap kehidupan seks tidak diperlukan lagi

10) Tidak memeriksakan kesehatan secara teratur

b. Perilaku yang baik

1) Mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa

2) Mau menerima keadaan, sabar dan optimis, serta meningkatkan rasa

percaya diri dengan melakukan kegiatan yang sesuai dengan

kemampuan.

3) Menjalin hubungan yang baik dengan keluarga dan masyarakat

4) Melakukan olahraga ringan setiap hari

5) Makan dengan porsi sedikit tetapi sering, memilih makanan yang

sesuai, serta banyak minum

6) Berhenti merokok dan meminum minuman keras

7) Minumlah obat sesuai anjuran dokter

8) Mengembangkan hobi sesuai dengan kemampuan

9) Tetap bergairah dan memelihara kehidupan seks

27
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep
Kerangka konseptual adalah kerangka yang menghubungkan konsep yang
akan di teliti melalui penelitian yang akan dilakukan (Arikunto, 2012)

Variabel Independen Variabel dependen

Pengaru Dukungan Kepatuhan Pengobatan


Keluarga Rhematoid Arthritis

Keterangan :

Yang diteliti

Hubungan
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

B. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pertanyaan asumsi tentang hubungan dua variabel
atau lebih variabel yang diharapkan bise menjawab pertanyaan dalam
penelitian, setiap hipotesis terdiri dari suatu unit atau bagian dari
permasalahan. (Sugiyono, 2012). Hipotesis yang diambil dalam penelitian ini
adalah:

28
Ha: Ada Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuahan Dalam
Pengobatan Pribadi Pasien Rematik Atritis Pada Lansia di kelurahan
lekobalo kecamatan kota barat
Ho: Tidak ada Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuahan Dalam
Pengobatan Pribadi Pasien Rematik Atritis Pada Lansia di kelurahan
lekobalo kecamatan kota barat.
Variabel Penelitian
Variable Independen: Pengaruh Dukungan keluarga
Variabel Dependen : Kepatuhan Pengobatan Rematik Artritis

C. Defenisi Operasional
Tabel 3.2 definisi operasional merupakan penjelasan semua veriabel dan

istilah yang akan di gunakan dalam penelitian secara operasional sehingga

akhirnya mempermuda pembaca dalam penelitian makna penelitian (setiadi,

2017).

Definisi Alat
No Variabel Parameter Skala Skor
Operasional ukur
1 Independen Tindakan 1.Dukungan Kuisione Ordinal 1. Baik ≥15
Pengaruh keluarga yang emosional r
Dukungan diharapkan 2. Dukungan 2. Kurang
Keluarga dapat penghargaan
memotivasida 3. Dukungan Baik <15
n memberi informasi
bantuan 4. Dukungan
anggota instrumental
keluarga
dengan
Rhematoid
Arthritis untuk
patuh minum
obat
29
2 Dependen Perilaku 1. Mengkonsumsi Kuisione Ordinal 1. Patuh
Kepatuhan pribadi pasien obat secara r
Menjalankan dalam teratur ≥30
Pengobatan melaksanakan 2. Kemampuan
pengobatan mengontrol diri 2. Tidak
yang
disarankan Patuh
oleh dokter
atau tenaga <30
medis lainnya.

Gambar 3.2 Tabel Defini Operasional

BAB IV
30
METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian
Desain penelitian menggunakan metode kuntitatif melalui perhitungan
ilmiah yang berasal dari sampel penelitian dengan pendekatan survey analitik
dengan rancangan studi potong lintang (cross sectional study). Dalam hal ini
penulis akan mempelajari dan menguji variabel bebas (dukungan keluarga)
dengan variabel terikat (kepatuhan dalam pengobatan pribadi) tanpa
memberikan intervensi atau perlakuan. Pengukuran variabel bebas dan terikat
dilakukan secara serentak.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Lekobalo Kecamatan Kota
Barat Kota Gorontalo
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan april 2021
C. Populasi dan Teknik Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas objek atau subyek
yang menpunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti dan kemudia ditarik kesempulan. ( surajweni, 2015). Polulasi dalam
penelitian ini adalah seluruh lansia yang menderita penyakit rheumatoid
arthritis yang dikelurahan lekobalo kecamatan kota barat sebanyak 30
orang lansia

2. Sampel

31
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang di miliki

oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin

mempelajari semua yang ada pada populasi, maka peneliti dapat

menggunakan sampel yang diambil dari popoulasi itu (sugiyono, 2017)

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah

Total Sampling yaitu teknik pengambilan saampel dimana jumlah sampel

sama dengan populasi.(Nursalam 2013). Dalam penelitian ini sampel yang

digunakan sebanyak 30 lansia yang menderita penyakit rheumatoid

arthritis.

Kriteria sampel :
a. Kriteria Inklusi
1. Lansia yang bisa baca dan tulis
2. Lansia yang menderita penyakit rheumatoid artritis
3. Lansia yang bersedia menjadi responden
b. Kriteria Ekslusi
1. Lansia yang tidak menderita penyakit rheumatoid artritis
2. Lansia yang tidak bersedia menjadi responden
3. Teknik sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian dukungan keluarga
dan pengobatan pribadi penyakit rheumatoid artritis adalah teknik total
sampling karena teknik penmgambilan sampel dimana jumlah sampel
sama dengan jumlah populasi. Alasan mengambil total sampling karena
jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel
penelitian

D. Instrumen Penelitian

32
Instrument penelitian dalam penelitian ini berupa pedoman kuesioner dalam

menggunakan :

1. Dukungan Keluarga dengan pernyataan sebanyak 10 dengan memakai

instrument penelitian skala guttman yaitu skala pengukurang dengan

jawaban “YA dengan TIDAK. Apabilah jawaban “Ya diberi skor 2” dan

untuk jawaban “Tidak diberi skor 1” Hitung menggunakan rumus median

Jumlah pernyataan x skor tertinggi + jumlah pertanyaan x skor terendah:

( 10 x 2 )+(10 x 1)
n= 2

20+10 30
n= 2 n= 2 n = 15

Dikatakan berkembang bila nilai median ≥ 15

2. Kepatuhan Pengobatan Rematik Artritis dengan pernyataan sebanyak 10

dengan memakai instrument penelitian skala guttman yaitu skala

pengukurang dengan jawaban “YA dengan TIDAK. Apabilah jawaban

“Ya diberi skor 2” dan untuk jawaban “Tidak diberi skor 1” Hitung

menggunakan rumus median

Jumlah pernyataan x skor tertinggi + jumlah pertanyaan x skor terendah:


2

( 10 x 2 )+(10 x 1)
n= 2

33
20+10 30
n= n= n = 15
2 2

E. Analisis Data

1. Analisa univariat
adalah analisa tiap variable dari penelitian baik variable bebas (Pengaruh

dukungan keluarga) dan variabel terikat (Kepatuhan pengobatan Rematik

Artritis) dalam bentuk kuisioner dari tiap variabel (Anggito & Setiawan, 2018)

Tabel distribusi frekuensi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

F
berikut. P= x 100
N

Keterangan:

P= Presentase

F= Frekuensi

N= Jumlah sampel

2. Analisis Bivariat
adalah untuk melihat hubungan dari variabel independen dengan variabel
dependen dengan menggunakan uji chisquer yaitu salah satu jenis uji
komparatif non parametris yang dilakukan pada dua variabel, dimana skala
data kedua variabel adalah ordinal. derajat kemaknaan atau tingkat
signifikasi pada penelitian ini adalah (α ) < 0,05. Dari hasil perbandingan
tersebut akan ditentukan apakah hipotesa diterima atau ditolak. Apabila
hasil uji statistik dengan uji chisquer menunjukan p < α 0,05,maka
hipotesa nol ditolak dan hipotesa alternative diterima, artinya ada
34
perbedaan antara variabel yang diuji. analis data ini menggunakan SPSS
16.0.

F. Prosedur Pengumpulan Data


1. Data primer
Data primer di mulai dari prosedur administrative. Dari mendapatkan
surat survey awal di kampus, pengumpulan data ke responden
kemudian data yang di dapatkan dengan cara membagikan kuesioner.
2. Data sekunder
Data sekunder dari kelurahan yang di dapatkan dengan menghubungi
petugas Wilayah Kerja Puskesmas Lekobalo kemudian melakukan
survey awal
G. Etika Penelitian
Penilitian dilakuakan pada responden dengan menekankan pada masalah
etika yang meliputi:
1. Inform Concent (Lembar persetujuan)
Inform Concent (Lembar persetujuan) diberikan dengan terlebih
dahulu menjelaskan mengenai maksud dan tujuan penelitian kepada
responden, responden bersedia dan menandatangani lembar persetujuan
(informed consent). Responden juga dapat menolak lembar persetujuan
jika setuju untuk menjadi responden (Notoatmodjo, 2010).
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Anonimity (Tanpa Nama) Keanoniman adalah suatu jaminan
kerahasian indentitas dari responden. Nama responden dirahasiankan,
hanya terdapat inisial atau kode yang dibuat oleh peneliti untuk
memudahkan dalam pengelohan data dan pembahasan serta dokumentasi
dalam penelitian ini hanya mencantumkan inisial responden
(Notoatmodjo, 2010).

3. Confidentiality (kerahasiaan)

35
Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi
dan kebebasan indivitu dalam informasi. Setiap orang berhak untuk tidak
memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain (Notoatmodjo,
2010)
4. Pengolahan
Proses pengelolahan data terdapat langkah-langkah yang harus di tempuh
di antaranya:

a) Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
pegumpulan data atau setelah data terkumpul. editing merupakan
kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau
kuesioner terbeut.
1) Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi.
2) Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas
atau terbaca.
3) Apakah jawaban relevan dengan pertanyaan.
4) Apakah jawaban pertanyaan konsisten dengan pertanyaan yang lain.
(Notoatmojo, 2010)
b) Coding
coding meruapakan kegiatan pemberian kode numeric (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini
sangat penting bila pengelolahan dan analisis data menggunkan
computer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode
dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali
melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabe

c) Scoring
Scoring adalah memberikan penilaian atau skor. Dalam penelitian ini
peneliti menggunkan skala Guttman dengan memberikan skor 0 jika

36
jawabana salah dan skor 1 jika jawaban benar untuk penilaian
kepatuhan dalam pengobatan pribadi penyakit rheumatoid arthritis
sedangan untuk penilaian dukungan keluarga peneliti menggunkan
skla Likert dengan memberikan skor 4 jika selalu, skor 3 jika sering,
skor 2 jik jarang, skor 1 jika tidak pernah.

37
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, E. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Keaktifan Lansiadalam


Mengikuti Kegiatan Posyandu Lansia. Jurnal E-Clinic, 4, 9–15.
Azizah, N., & Zuraida, R. (2019). Penatalaksanaan Rheumatoid Arthritis Pada Petani
Wanita Usia Lanjut Melalui Pendekatan Kedokteran Keluarga.
Medula, 9, 639–645.
ALI, R. Y. (2018). Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Perilaku Pengontrolan
Tekanan Darah Pada Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Sikumana
Kota Kupang. In Journal of Health. Citra Husada Mandiri.
ALI, Khan. 2016. Konsep dukungan keluarga. Jakarta: salemba medika
Dai, A., Mulyono, S., & Khasanah, U. (2020). Analisis Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kepatuhan Diet Gout Artrithis Pada Lansia. Journal of
Islamic Nursing, 5(1), 1. https://doi.org/10.24252/join.v5i1.14042
Donald, M. E., Webber, L. S., & Krousel-Wood, M. (2010). New medication
adherence scale versus pharmacy fill rates in hypertensive seniors.
Journal of Human Sport and Exercise, 65(12), 36.
Fauzi. (2019). Rheumatoid Arthritis Rheumatoid Arthritis Overview. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung, 3, 1–20.
Febriasari, A. 2018. Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Penyesuaian Diri
Remaja di Panti Asuhan Al Bisri Semarang Tahun 2007. Skripsi.
(Tidak diterbitkan). Semarang. Universitas Negeri Semarang.
Nursalam (2015), Metode Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktik
Jakarta: Salemba Medika
Masruroh, A. N. (2020). Gambaran Sikap Dan Upaya Keluarga Dalam Merawat
Anggota Keluarga Yang Menderita Rheumatoid Arthritis Di Desa
Mancasan Wilayah Kerja Puskesmas Baki Kabupaten Sukoharjo.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Masyeni, A. M. (2018). Rheumatoid artritis. Jurnal Kedokteran, 1102005157, 18.
https://www.sundhed.dk/sundhedsfaglig/laegehaandbogen/reumatologi
/tilstande-og-sygdomme/artritter/reumatoid-artritis/
Meliana Sitinjak, V., Fudji Hastuti, M., & Nurfianti, A. (2018). Pengaruh Senam

38
Rematik terhadap Perubahan Skala Nyeri pada Lanjut Usia dengan
Osteoarthritis Lutut. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, v4(n2), 139–
150. https://doi.org/10.24198/jkp.v4n2.4
Mashudi, Farid, Psikologi Konseling, Jogjakarta: IRCiSod, 2017
Notoatmodjo, Soekidjo. 2018. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta
Pratiwi, E. Y. (2011). Penagaruh Dukungan Keluarga Kepatuhan Menjalankan
Program Terapi Pada Pasien Terapi Rumatan Metadon Di Puskesmas
Bogor Timur Kota Bogor. UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG.
Purnawan. (2018). Pengantar perilaku manusia.pdf (ECG (ed.)).
Purwandari, H., & Susant, S. N. (2017). STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan
HUBUNGAN KEPATUHAN DIET DENGAN KUALITAS HIDUP
STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6(2),
16–21.
Rahayuni, N. P. N., Utami, P. A., & Swedarma, K. E. (2019). pengaruh terapi
Reminiscence terhadap stres lansia di banjar luwus Bali. Jurnal Neliti,
2(3), 130–138.

Riskesdas 2018, "Hasil Utama Riskesdas 2018", doi: 1 Desember 2013.


Rohmayani, S. A. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan
Pengobatan Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Dusun Pundung
Cambahan Nogotirto Sleman Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas
Asiyiyah, 41(2).
Sari, N. K. (2020). HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN
TINGKAT KECEMASAN PENDERITA RHEUMATOID ARTHRITIS
DI DESA MANCASAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI
SUKOHARJO (Vol. 21, Issue 1) [UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA]. http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203
Toulasik, Y. A. (2019). Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan
Minum Obat pada Penderita Hipertensi di RSUD Prof DR.WZ.
Johannes Kupang-NTT. In Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga Surabaya. http://repository.unair.ac.id/82081/2/FKP.N. 19-
19 Tou h.pdf

39
Windarti, M., Suhariati, H. I., & Siskaningrum, A. (2018). HUBUNGAN
DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KEPATUHAN PASIEN GAGAL
GINJAL KRONIK DALAM MENJALANI TERAPI
HEMODIALISA (Di Poli RSUD Jombang). Jurnal Insan Cendekia,
5(2). https://doi.org/10.35874/jic.v5i2.407
Wulandari (2015), D. H. (2015) ‘Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kepatuhan Pasien Tuberculosis Paru Terhadap Lanjutan Untuk
Minum Obat di RS Rumah Sakit Terpadu Tahun 2015’ , Jurnal
Administrasi Rumah Sakit, 2, pp. 17-28

40

Anda mungkin juga menyukai