Anda di halaman 1dari 3

Distorsi”Sains”Di

Tengah Masyarakat Modern


RYAN RAMADHAN(1920802016)
RYRAAMADHAN@GMAIL.COM

Abstract
The term "science" is used generally for all kinds of knowledge (natural and social).
Science comes from the Latin scio, scire, scientia (I know, knowing) which means
knowledge of anything by anyone in any way. Over time the term science gradually
undergoes semantic reduction and is now only used to denote natural sciences alone, so
that sciences other than physics, biology, chemistry and their branches (astrophysics,
geophysics, biochemistry, etc.) are no longer considered science. The term science in
ancient times meant broad knowledge, then what term was used for natural science? The
answer is none other than "philosophy". Whereas the basic law of logic in defining a
word according to W. Poespoprodjo (Logic of Reasoning: The Basics of Orderly,
Logical, Critical, Analytical, Dialectical Thinking) that "definition is a short, concise,
clear and precise formulation that explains what exactly is a it so that it can be clearly
understood and distinguished from all other things. " Then the correct mention should be
natural science and social science.

KEYWORDS : SCIENCE, PHILOSOPHY

PENDAHULUAN
Seringkali di tengah masyarakat saat ini (terutama di Indonesia) ketika mendengar istilah
"sains" maka yang langsung terpikirkan adalah sekolompok Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) seperti fisika, biologi, kimia dan cabang-cabangnya (astrofisika, geofisika,
biokimia, dll) sedangkan orang yang ahli dalam ilmu tersebut disebut sebagai saintis.
Maka ketika dilihat dari beberapa sumber terkait istilah sains, meskipun tidak ada
defenisi tunggalnya namun para saintis maupun sejarawan dan filsuf sains masa kini
sepakat bahwasanya sains adalah upaya manusia dalam meneliti, memahami, dan
menjelaskan alam dengan segala isinya. Namun jika kita lihat kembali sejak abad
pertengahan, istilah "sains" dipakai secara umum untuk segala macam ilmu pengetahuan
(alam dan sosial). Sains berasal dari bahasa Latin scio, scire, scientia (aku tahu,
mengetahui) yang berarti pengetahuan tentang apapun oleh siapapun dengan cara apapun.
Maka tidak heran jika buku metafisika Ibn Sina yang berjudul Ilahiyyat (Masalah-
Masalah Ketuhanan) diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi Scientia
Divina (Sains Ketuhanan). Dan tidak salah pun jika saat ini, misalnya, 'ulum al-
Qur’an (Ilmu-ilmu al-Qur’an) diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Quranic
Sciences. Namun, seiring dengan berjalannya waktu istilah sains berangsur-angsur
mengalami pengerucutan makna (semantic reduction) dan akhirnya kini hanya dipakai
untuk menunjuk ilmu-ilmu alam saja, sehingga ilmu-ilmu selain fisika, biologi, kimia dan
cabang-cabangnya (astrofisika, geofisika, biokimia, dll) itu tidak lagi dianggap sains.
PEMBAHASAN
Istilah sains pada zaman dahulu berarti pengetahuan secara luas, lalu istilah apakah yang
digunakan untuk ilmu-imu alam? Jawabnya tidak lain dan tidak bukan adalah "filsafat".
Itulah sebabnya mengapa karya monumental Isaac Newton dalam bidang fisika judulnya
berbunyi Philosophiæ Naturalis Principia Mathematica, yang artinya "Prinsip Matematika
dari Filsafat Alam" (1687). Sehingga baik itu ilmu alam ataupun sosial disebut dengan
filsafat.

Begitu pula dengan istilah saintis (sebagai pelakunya) sekarang hanya merujuk pada
orang-orang yang ahli dalam ilmu pengetahuan alam saja. Faktanya istilah saintis ini
malah baru dikemukakan pada tahun 1840, sedangkan penggunaannya secara luas baru
pada abad ke-20. Namun  Memang benar, kurang lebih 2000 tahun lamanya istilah
Yunani philosophia itu berarti ilmu pengetahuan, dan pelakunya disebut dengan filsuf.
Sehingga yang dikritik oleh Imam al-Ghazali dalam bukunya Tahafut al-Falasifah itu tak
lain dan tak bukan adalah para "saintis" di zaman itu. Sederhananya saintis saat ini adalah
filsuf pada zaman itu. Walaupun dari tingkat pemahaman mereka tentang ilmu itu sendiri
cukup berbeda. Filsuf cenderung menguasai secara luas banyak cabang ilmu namun tidak
mendalam, sedangkan saintis pada saat ini cenderung hanya menguasai sedikit cabang
ilmu namun mendalam.

Pengerucutan makna ini pun dapat kita lihat melalui KBBI, dimana filsafat diartikan
sebagai "pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang
ada, sebab, asal, dan hukumnya; ilmu yang mendasari alam pikiran atau suatu
kegiatan; ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi",
sedangkan sains diartikan sebagai "ilmu pengetahuan pada umumnya; pengetahuan
sistematis tentang alam dan dunia fisik, termasuk di dalamnya, botani, fisika, kimia,
geologi, zoologi, dan sebagainya; ilmu pengetahuan alam". Kemudian kita lihat pula pada
pelakunya (subjek) yang mana di KBBI filsuf diartikan sebagai "ahli filsafat; ahli pikir",
sedangkan saintis diartikan sebagai "ahli ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan
alam".

KESIMPULAN
Dapat kita lihat, dari redaksi pengertian di sana bahwasanya ada hal yang
bertentangan/inkonsistensi, di satu sisi sains diartikan ilmu pengetahuan secara umum,
namun juga dinyatakan secara spesifik mendefenisikan ilmu pengetahuan alam. Padahal
hukum logika dasar dalam melakukan pendefenisian suatu kata menurut W.
Poespoprodjo (Logika Ilmu Menalar : Dasar-Dasar Berpikir Tertib, Logis, Kritis,
Analitis, Dialektis) bahwasanya "definisi adalah perumusan yang singkat, padat, jelas dan
tepat yang menerangkan apa sebenarnya suatu hal itu sehingga dapat dengan jelas
dimengerti dan dibedakan dari semua hal lain." Maka penyebutan yang benar seharusnya
adalah sains alam dan sains sosial.
DAFTAR PUSTAKA

Kompasiana(2021,22,januari) Distorsi”Sains”Di Tengah Masyarakat Modern


https://www.kompasiana.com/udazaid/600961d38ede483f750f6b12/distorsi-sains-
di-tengah-masyarakat-modern (diakses 2021,11,februari)

Anda mungkin juga menyukai