Anda di halaman 1dari 22

PELAJARAN 4: DRAMA

Kompetensi Dasar
3.24 menganalisi alur cerita, babak dan konflik dalam drama yang dibaca atau di tonton
4.34 Mempertunjukkan salah satu tokoh dalam drama yang dibaca atau ditonton secara lisan
3.35 Menganalisis isi dan kebahasaan drama yang dibaca atau ditonton
4.35 Mendemontrasikan sebuah naskah drama dengan memerhatikan isi dan kebahasaan
A. MENGANALISIS ALUR CERITA , BABAK DEMI BABAK, DAN KONFLIK DALAM DRAMA
YANG DIBACA ATAU DITONTON
1. Pengertian Drama
Herman J Waluyo (2003:6) Menyatakan drama berasal dari Bahasa Yunani, yaitu ‘draomal’
yang berarti berbuat, bertindak. Drama adalah sebuah cerita atau kisah yang menggambarkan
kehidupan/konflik atartokoh melalui tingkah laku (acting) dan dialog yang dipentaskan di
atas panggung. Drama dapat diartikan sebagai karya seni yang dipentaskan/dipanggungkan.
Di dalam drama peristiwa-peristiwa direkayasa, tetapi diusahakan agar kelihatan
berlangsung secara ilmiah. Dialog/percakapan antartokoh ditata dan direkayasa sedemikian
rupa sehingga seolah oloh terjadi secara nyata. Dengan begitu, penonton ataupun pembaca
dapat menikmati peristiwa dan percakapan itu sebagai sesuatu yang terjadi dan menghibur.
Drama sering dihubungkan dengan teater. Sebenarnya perkataan ‘teater’ mempunyai makna
yang lebih luas karena dapat berarti drama, gedung pertunjukan, panggung, grup pemain
drama, dan dapat juga berarti segala bentuk tontonan yang dipentaskan di depan orang
banyak. Jadi, karakteristik teater memiliki cakupan yang lebih luas dari pada drama.
Sementara karakteristik drama hanya memiliki cakupan dialog dan gerak.
2. Istilah dan Macam-macam Bentuk Drama
Istilah drama sudah dikenal masyarakat sejak dahulu. Hal itu terbukti dengan berbagai istilah
yang digunakan semuanya serupa dengan drama. Berikut istilah yang digunakan saat itu.
a. Sandiwara
Istilah sandiwara berasal dari Bahasa jawa, yaitu sandhil berarti ‘rahasia’ dan warah
berarti ‘pengajaran’. Jadi, pengajaran yang dilakukan secara tidak langsung
(tersembunyi). Sandiwara diciptakan oleh Mangkunegara VII.
b. Lakon
Istilah ini ada beberapa arti, yaitu (1) Cerita yang dimainkan dalam drama,wayang atau
film (2) Karangan yang berupa sandiwara dan (3) perbuatan, kejadian, atau peristiwa.
c. Tonil
Tonil berasal dari Bahasa Belanda toneel yang berarti ‘pertunjukan’. Istilah ini sangat
popular pada zaman penjajahan Belanda.
d. Sendratari
Sendratari merupakan sengkatan dari kata seni drama dan tari . Istilah ini berarti
pertunjukan drama yang dilakukan oleh sekelompok penari dan mengisahkan suatu
cerita, dengan menonjolkan tari-tarian tanpa adanya dialog.
e. Tablo
Istilah Tablo adalah dama yang menceritakan kisah dengan sikap dan posisi pemain yang
dibantu oleh pencerita. Pemain tablo tidak berdialog
Jenis drama terdiri atas beberapa macam, antara lain sebagai berikut :
a. Berdasarkan waktunya
Berdasarkan waktunya, dapat dibedakan menjadi :
1) Drama baru/drama modern, yaitu drama yang memiliki tujuan untuk memberikan
pendidika kepada masyarakat, yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari.
Drama ini lebih mengedepankan nilai sastra dan lebih berkiblat ke sastra barat.
Pementasan didasarkan pada naskah drama dan tatanan drama modern.
2) Drama lama/klasik, yaitu drama khayalan yang umumnya bercerita tentang kesaktian,
kehidupan istana atau kerajaan, kehidupan dewi-dewi, kejadian luar biasa, dan lain
sebagainya. Drama demikian lebih mengedapankan nilai hiburan daripada kualitas
sastranya. Biasanya, pementasan didasarkan pada improvisasi tiap-tiap pemainnya.
b. Berdasarkan bentuk sastra cakapannya terdapat drama berikut ini.
1) Drama puisi, yaitu drama yang sebagian besar dialognya disusun dalam bentuk puisi
atau menggunakan unsur-unsur puisi.
2) Drama prosa, yaitu drama yang dialognya disusun dalam bentuk prosa.
c. Berdasarkan isinya, drama dibedakan menjadi berikut ini .
1) Drama tragedi (duka), yaitu drama yang tokoh utama mengalami
kesedihan/mati/sakit/kehancuran/putus asa karena konflik batin/konflik fisik dengan
kekuatan yang luar biasa.
2) Drama komedi (riang), yaitu drama yang isinya ringan dan bersifat menghibur. Biasa
saja isinya menyindir dengan seloroh, tetapi berakhir dengan senang/bahagia/riang.
3) Drama tragedi komedi, yaitu drama yang sedih namun ada lucunya. Drama ini
cenderung berusaha menertawakan hal-hal serius tentang persoalan hidup. Contohnya :
sedih dan gembira karya Usmar Ismail.
4) Lelucon/dagelan/farce, yaitu drama yang lakonnya selalu bertingkah polah jenaka
sehingga merangsang gelak tawa penonton. Perbedaannya dengan drama komedi adalah
dagelan dipentaskan dengan tujuan utama membuat lelucon yang mengundang tawa.
Jadi, cerita hanya sebagai sarana untuk memperoleh kelucuan. Sementara itu, drama
komedi, lelucon hanyalah efek sampingan yang ditampilkan. Contoh
lelucon/dagelan/farce adalah lenong betawi, ketoprak humor,opera van java dan lain-
lain.
d. Berdasarkan kuantitas dialognya, drama dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1) Drama pantomim, yaitu drama tanpa kata-kata, hanya gerakan badan dan anggota badan
menirukan kegiatan tokoh yang sedang dikisahkan.
2) Drama minikata, yaitu drama yang hanya menggunakan sedikit dialaog.
3) Drama dialog dan monolog, drama dialog yang menggunakan banyak dialog
anatarpelaku, atau dilakukan oleh seorang pelaku (monolog).
e. Berasarkan kolaborasi dengan unsur seni yang lain, drama terdiri atas tiga macam.
1) Drama opera, yaitu drama yang lebih menonjolkan seni suara dan musik
2) Drama sendratari, yaitu drama yang menonjolkan seni drama dan tari tanpa dialog
3) Drama tablo, yaitu drama yang dimainkan dalam bentuk gerak pemain dan tanpa dialog.
f. Berdasarkan sarananya
Berdasarkan sarananya, drama dibedakan atas :
1) Drama panggung (teatrikal drama) adalah drama yang
dibuatuntukdipentaskandidepanpenonton.
2) Drama radio adalah drama yang dinikmatipenikmatnya yang lewatsiaran radio
3) Drama televi/film adalah drama yang ditontonpenikmatnyalewatsiarantelivisi/film
4) Sramabnekaadalah drama yang tokoh-tokohnyadigambarkandenganmenggunakan media
boneka.
g. Bentuk drama lainnya, misalnya :.
1) Drama absurd, yaitu drama yang mengabaikankonvensi (aturan) alur, penokohan, dantema.
2) Drama baca/ naskah, yaitu drama yang hanya dibaca, tidak untuk dipentaskan.
3) Drama liturgi, yaitu drama yang pementasannya digabungkan dengan kebaktian di gereja.
4) Drama rakyat, yaitu drama yang muncul bersamaan bersama festival rakyat di pedesaan/
kampung.
3. Unsur Ekstrinsik dan Intrinsik Drama
Unsur ekstrinsik drama yaitu realitas yang ada di masyarakat yang masuk ke dalam teks drama
seperti realitas sosial, politik, ekonomi, budaya, seni, teknologi, pendidikan, agama, hukum, dsb.
Drama yang baik pasti memperhatikan kesesuaian antara cerita dengan unsur-unsur ekstrinsik
tersebut sehingga tidak terjadi anakronisme (pertentangan antara zaman dan realitasnya).

Adapun unsur intrinsik drama adalah unsur-unsur yang ada di dalam drama yang saling bertautan
membangun drama itu sendiri.Unsur instrinsik drama juga terdiri atas latar, tokoh/pelaku, karakter,
dialog, tema, pesat/amanat, dan alurcerita.
a. Latar atau setting ialah keterangan /gambaran tempat, waktu, dan suasana saat terjadinya
peristiwa. Dalam naskah drama bagian ini termasuk dalam kramagung (petunjuk laku,
tindakan, atau perbuatan yang harus dilakukan oleh tokoh, biasanya ditulis dalam tanda
kurung dalam huruf miring). Latar dapat dinyatakan melalui percakapan para tokoh. Latar
dalam pementasan drama dapat diperlihatkan dalam penataan panggung, musik ilustrasi, dan
tata pencahayaan.
1) Latar tempat, yaitu gambaran tempat kejadian di dalam naskah drama, seperti di
dalam kamar tamu dengan meja-kursi tamu, di kantor, di ruang praktik dokter, di
hutan, di persimpangan jalan, di pengadilan, dsb.
2) Latar waktu, yaitu gambaran waktu kejadian di dakam naskah drama, seperti sore
hari, siang hari, pagi hari, jam sepuluh malam, jam 10 pagi, dsb.
3) Latar suasana, yaitu gambaran suasana saat cerita/kisah berlangsung, apakah sepi,
ramai, gembira, mencekam, dsb.
4) Latar budaya, adalah gambaran budaya tempat pariwisata/cerita berlangsung seperti
system politik, adat-istiadat, perkakas, pakaian, bangunan, karyaseni, dsb.

b. Tokoh atau pelaku adalah orang yang terlibat dalam peristiwa. Hubungan antarpelaku yang
menimbulkan konflik (insiden) inilah yang dapat menggerakkan (sebagai motor penggerak)
alur /plot cerita.
Berdasarkan perannya dalam menggerakkan alur, tokoh dalam drama terdiri atas tokoh
sentral/utama, tokoh bawahan, dan tokoh latar.
1) Tokoh sentral/utama: tokoh yang kemunculannya memegang peranan (sangat potensial)
dalam menggerakkan alur cerita. Tokoh utama ditandai oleh empath al, yaitu (a) tokoh yang
paling serigng muncul dalam setiap adegan, (b) menjadi sentral/pusat perhatian tokoh-tokoh
lain. (c) kejadian/peristiwa yang melibatkan tokoh lain selalu dapat dihubungkan dengan
peran tokoh utama, dan (d) dialog-dialog yang melibatkan tokoh-tokoh lain selalu berkaitan
dengan peran tokoh utama.
2) Tokoh bawahan: tokoh yang kemunculannya berperan dalam membantu menggerakkan alur.
3) Tokoh latar: tokoh yang kemunculannya tidak berpengaruh terhadap perkembangan alur.
Dia muncul sebagai pelengkap latar yang hanya berfungsi untuk menghidupkan latar.
Jika dilihat dari sifat tokoh, terdapat tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tritagonis.
1) Tokoh protagonis/tokoh idaman: tokoh utama, tokoh yang memperjuangkan kebaikan,
bersifat baik, gagah, atau tampan.
2) Tokoh antagonis/tokoh gagal: tokoh yang melawan tokoh utama, bersifat jelek/jahat.
3) Tokoh tritagonist/tokoh penengah: tokoh yang berperan menengahi tokoh utama dan tokoh
lawan, tetapi kadangkala memihak salah satu dari kedua tokoh di atas. Kehadiran tokoh ini
merupakan sumber konflik dalam sebuah drama.
c. Watak/ karakter
Watak adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku.
Watak dalam teks drama tergambar dalam dialog para pelakunya.
Contoh:
Deni : Sejak aku pulang tadi malam tak sedikit pun engkau gembira tampaknya.
Nety : Engkau dan aku tentu saja berbeda. Di sini dalam serba kekurangan, di sana dalam
surga kenangan berjalan-jalan di bawah rembulan...
Deni : Sejak Nona Bety di sini engkau tak habis-habisnya cemberut.
Nety : Katakan saja “Pucuk dicinta ulam tiba” (Tertawa mengejek). Tidaklah engkau
gembira bertemu lagi dengan nona manis itu? Dan sekali ini tidak diikutkan aku
pula?

Dari conntoh dialog di atas, bagaimanakah watak Nety? Nety cemburu, bukan?
d. Dialog atau Percakapan . Konflik pelaku drama dikemas dengan dialog antarpelaku.
Karena itulah, dialog harus memenuhi dua syarat.
1) Dialog harus dapat menunjang gerak batin/perilaku/perasaan/pikiran para pelaku. Dialog
harus dapat mencerminkan apa yang telah terjadi, apa yang sedang terjadi, dan apa yang
terjadi di luar panggung.
2) Dialog merupakan percakapan sehari-hari bukan bahasa tulis, tetapi bukan percakapan
yang asal-asalan. Dialog dalam dram adalah dialog yang dipilih dapat mewakili karakter
yang mengucapkan. Dialog yang digunakan harus jelas dan tepat sasaran. Dialog harus
dapat dijelaskan dengan tanda baca dan petunjuk acting/ pembawaan dan petunjuk
lainnya (kramagung)
e. Tema merupakan inti, jiwa, atau ruh cerita. Semua dialog, adegan, bagian atau babak
bermuara pada tema. Berdasarkan sifat ending-nya, tema dapat dibedakan atas:
- tema kesuksesan, keberhasilan, kemengangan, dan sejenisnya
- tema kegagalan, penderitaan, kekalahan, dan sejenisnya.
Dilihat dari lawan konfliknya, ada konflik keluarga, konflik dengan penjahat, konflik
dengan masyarakat, konflik dengan penjajah, konflik antarnegara, dsb.
f. Amanat/ pesan merupakan nasihat (nilai-nilai) yang secara terselubung hendak
disampaikan agar diikuti/diteladani oleh pembaca/penonton. Amanat sangat terselubung
dalam drama secara keseluruhan. Amanat ditemukan setelah selesai drama
dibaca/dipanggungkan. Nilai-nilai itu dapat berupa nilai moral, religi, sosial/kemanusiaan.
keadilan/hukum, politik/kepemimpinan, dsb.
g. Alur cerita atau plot dalam drama bergerak oleh adanya dialog antarpelaku. Hal ini yang
membedakan dengan plot cerpen maupun novel yang selain dikembangkan oleh dialog juga
oleh adanya penceritaan/penggambaran gerak pelaku dengan kalimat deskripsi maupun
pemaparan. Alur cerita drama pada umumnya dapat dibagi ke dalam tahap-tahap, yaitu
orientasi/perkenalan, tahap konflik awal, tahap komplikasi, tahap klimaks, tahap
resolusi/penurunan konflik/denouement, dan tahap akhir peristiwa (ending). Ending
(akhir) drama dapar dibedakan atas ending Bahagia (happy ending), ending sedih (sad
ending), dan ending mengambang. Rankaian alur drama kadang-kadang dipecah menjadi
beberapa babak karena adanya latar cerita yang berbeda. Dalam drama yang hanya satu
babak, semua tahap terebut terangkum dalam satu babak itu sendiri.
Praktik 1
Tugas 1
Bacalah teks drama “Ayahku Pulang” berikut ini. Kemudian, jawablah pertanyaan-
pertanyaannya!
Teks 1

Drama Ayaku Pulang


Oleh: Umar Ismail
Pelaku 1. Saleh (Ayah) 2. Tinah (Ibu) 3. Gunarto (anak sulung) 4. Maimun 5. Mintarsih
1. Gunarto : (Memandang ibu) Ibu melamun lagi? (Suaranya agak menyesak)
2. Ibu : (Tidak berpeling benar) Malam lebaran. Narto, dengarlah suara tabuh
bersahut-sahutan. Pada malam lebaran ia pergi, pergi dengan tidak
meninggalkan kata.
3. Gunarto : (Agak kesal) Ayah...?
4. Ibu : Keesokan harinya, hari Lebaran, sesudah sembahyang, aku ampuni dosanya.
5. Gunarto : Kenapa Ibu ingat juga waktu yang lampau itu, mengingat orang yang tak

pernah ingat pada kita lagi?


6. Ibu : (Memandang Gunarto) Aku merasa, dia masih ingat pada kita, Narto!
..............................................................................................................
7. Suara : Kulo nuwun, kulo nuwun... Apa di sini rumahnya Nyonya Saleh?
(Ayah)
8. Ibu : (Kaget, bangket dari kursi) Astaghfiullah, ayahmu, ayahmu pulang. (Cepat ia
ke beranda depan, sementara itu, masuklah Saleh, seorang tua kira-kira berumur
60 tahun)
9. Saleh : (Terharu) Tinah..., Tinah...
10. Ibu : Saleh ... engkau Saleh? (Mereka saling mendekati, tetapi tidak sentuh-
menyentuh). Tapi, engkau, ... Engkau berubah, Saleh!
11. Ayah : (Tersenyum lemah). Ya, aku berubah, Tinah; 20 Tahun perceraian, mengubah
muka. Tapi kulihat kau sehat-sehat saja. Gembira aku, anak-anak bagaimana?
sudah besar sekarang? (Suaranya sedih)

12. Ibu : Ya, sudah besar tentu, lebih besar daripada ayahnya. Marilah masuk! Pandanglah
mereka!
13. Ayah : (Ragu) Boleh ..., boleh aku masuk, Tinah?

14. Ibu : Tentu saja boleh. (Mereka masuk, Ibu memegang lengan ayah. Kemudian, pelan)
Ayahmu pulang...
15. Maimun : (Gembira) Ayah..., ayah ... (mendekati ayahnya dan mencium tangannya)
Aku Maimun.
16. Ayah : Maimun sudah besar sekarang. Waktu aku pergi, engkau masih kecil sekali, kakimu
masih lemah, belum mampu berdiri ... , dan Non ini?
17. Mintarsih : Aku Mintarsih, Ayah! (mencium tangan ayahnya)
18. Ayah : Ya, ... Mintarsih! Aku mendengar dari jauh, aku dapat anak lagi, seorang putri.
Engkau cantik, Mintarsih, seperti ibumu waktu masih muda...Ah, aku girang sekali,
tak tahu, apa yang musti kukatakan.
19. Anak 2 : Silahkan duduk, Ayah!
20. Ibu : Yah, aku sendiri tak tahu di mana aku musti mulai bicara. Anak-anak semuanya
sudah besar seperti ini. Aku kira, bagiku inilah bahagia yang paling besar.
21. Ayah : (Tersenyum pahit) Yah, anak-anak rupanya sudah besar, meskipun tak punya
bapak.
22. Ibu : Yah, mereka semuanya sudah pandai, jadi orang pandai sekarang. Narto bekerja di
perusahaan tenun, dan Maimun tak pernah tinggal kelas selama ia bersekolah, tiap
tiap kali tentu keluar sebagai pemenang dalam ujian. Sekarang semuanya
mempunyai penghasilan Rp2 juta sebulan, dan Mintarsih membantu-bantu menjahit
sementara menunggu ...
23. Mintarsih : Ah. ibu...
24. Ibu : Dan, bagaimana kamu selama ini?
25. Ayah : Sepelah tahun yang lalu, aku seorang saudagar besar di Singapura. Aku kepala
sebuah perusahan dengan pegawai berpuluh-puluh orang. Tapi malang, tokoku
habus terbakar dan seolah-olah nasib belum puas menyeretku ke dalam kesengsa-
raan, andil-andil yang kubeli merosot semua sehabis perang. Sesudah itu, segala
yang kukerjakan tak ada yang baik lagi, ... Sementara itu, aku sudah mulai tua.
Tempat tinggalku, keluargaku, anak istriku tergambar di depan mata jiwaku.
Rasanya aku tak tahan lagi hidup. Karena itu,... Aku serahkan diriku sekarang pada
kamu semua ... aku berharap kasihmu ... (Dian sejurus, melihat Gunarto) Narto ...
Gunarto ... Maukah engkau memberi aku air segelas? Kering rasa tenggorokanku,
engkau tak begitu berubah rupanya, Narto, hanya engkaulah yang tidak ... (Diam
lagi)
26. Ibu : Narto, ayahmu akan berbicara itu. Mestinya engkau gembira ... Sudah semestinya
bapak berjumpa kembali dengan anak sejak sekian lamanya.
27. Ayah : Kalau Narto tak mau, engkau Maimun, berilah aku air segelas.
28. Maimun : (Hendak mengambil air) Baik, ayah.

(LAYAR TURUN)
(Saduran dari drama Jepang yang berjudul Chichi Kaeru dengan beberapa perubaha)
Pertanyaan:
a. Di manakah latar (tempat, waktu, dan suasana) peristiwa/drama tersebut?
b. 1) Tentukan tokoh sentral/utama, tokoh bawahan/pembantu, dan tokoh latar!
2) Tentukan tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tritagonis!
c. Jelaskan watak yang menonjol dari para tokoh pada drama tersebut!
d. Apa tema drama tersebut?
e. Temukan 3 amanat yang akan disampaikan dalam drama tersebut!
f. Tunjukkan 3 unsur ekstrinsik yang berupa realitas budaya, agama/religi, dan sosial yang
tampak dalam drama tersebut!
g. Alur jenis apa yang digunakan dalam drama tersebut? Bagaimana urutan bagian-bagiannya?
h. Bagaimana ending-nya? Tunjukkan buktinya!
Tugas 2
Tukarkan hasil kerja Anda kepada kelompok lain untuk diberi masukan/komentar!
Tugas 3
a. Sambunglah/lanjutkan alur cerita drama tersebut agar menjadi happy ending dalam bentuk
synopsis.
b. Sambunglah/lanjutkan alur cerita drama tersebut agar menjadi happy ending dalam bentuk
dialog.
Tugas 4
Presentasikan lanjutan cerita yang kalian buat baik dalam bentuk sinopsis maupun dialog.
Praktik 2
Tugas 1
Bacalah teks drama “Naga dan Harimau” berikut ini. Kemudian, jawablah pertanyaan-
pertanyaannya!
Teks 2
SANG NAGA DAN HARIMAU
Oleh Titin Maharani
Pelaku : Nenek, Lelaki, Sabri, Martiah
(Di ruangan dalam sebuah rumah sederhana, keluarga kurang berpunya, sebuah dipan tua, meja
makan tua dengan 3 buah kursi tua...) (Tiba-tiba Sabri masuk. Begitu di dalam ia kaget setengah
mati melihat lelaki itu berada di rumahnya. Mereka berdua berpandangan sebentar, kemudian
Sabri melarikan diri)
(Begita melihat Sabri melarikan diri, lelaki itu segera berusaha mengejarnya. Tetapi ketika ia
bergerak dan melangkah untuk berlari, wanita itu menjegal kakinya dengan gagang sapu, maka
jatuhlah lelaki itu, yang tentu saja memaki-maki wanita itu dengan gencarnya. Namun, wanita itu
tak kalah limpet menjawabnya.
1. Nenek : Untuk apa kau kejar anakku? Jelas ia kalah kuat denganmu...
Tubuhmu kekar, sekali saja kau pukul, berantakan dia.
2. Lelaki : Engkau ibu kurang ajar ... Anakmu itu melarikan uangku.
3. Nenek : Dia hanya belum bisa melunasinya, tetapi tidak melarikan uangmu.
Lagi pula bukankah engkau telah berjanji untuk menangguhkan penagihan
uang itu seminggu lagi?
4. Lelaki : Kapan?
5. Nenek : Engkau tak dapat menjawab teka-tekiku bukan ...
6. Lelaki : Nenek setan sialan, kubunuh kau ...
7. Nenek : Jangan besar mulut anak muda, engkau tak akan mampu membunuhku. Aku
Tahu benar bawha hatimu sangat pengasih...Apakah engkau tega
membunuhku.
8. Lelaki : Tapi aku membutuhkan uangku, Nek...
9. Nenek : Aku tahu, juga Sabri anakku tahu hal itu. Tetapi ia telah lari begitu
melihatmu.
berarti ia belum berhasil mendapatkan uang pengganti uangmu. Maafkan dia
10. Lelaki : Kalau dia tak bisa mencari uang, mengapa ia harus membuat hutang, heh...?
11. Nenek : Justru karena ia ingin membuat uang, mengertikah engkau...?
12. Lelaki : Aku tak mengerti maksudmu...
13. Nenek : Sangat sederhana ... Zaman ini adalah zaman susah, terutama bagi orang-
orang
kecil seperti kami. Biaya pendidikan sangat mahal, juga sekedar kursus-
kursus
sederhana. Ke mana orang tua seperti aku harus mencarikan biaya untuk
anakku? Nah, anakku hanya berpendidikan rendah...Maka bisanya ya bekerja
apa adanya, hingga ke hari perkawinannya
14. Lelaki : Mengapa ia kawin kalua ia tak mampu menghidupi istri?
15. Nenek : Apa hanya orang berpunya saja yang diizinkan punya istri? Tidak bukan...
Karena orang tidak tahu, bagaimana masa depan seseorang... Apa orang
miskin selamanya juga akan miskin? Apabila ia mau berusaha pasti
perubahan nasib bisa diupayakan menjadi bertambah baik...
16. Lelaki ; Lalu untuk apa uang itu?
17. Nenek : Ia telah tertipu bersama puluhan, atau mungkin ratusan pemuda yang lain.
Ada orang perlente berdasi menawarkan perkejaan bagus dengan gaji bagus,
tetapi syaratnya anak-anak muda kita harus membayar dahulu, dari 20 hingga
ke 50 juta rupiah...
18. Lelaki : Lalu?
19. Nenek : Sudah kukatan, zaman ini memang kejam... Sabri tertipu.
20. Lelaki : Harus ada lembaga yang mampu melindunginya, ataupun membela hak-
haknya....
21. Nenek : Engkau berpendapat demikian? Aku pun berpendapat sama.
22. Lelaki : Sekarang bagaimana?
23. Nenek : Berilah Sabri waktu hingga ia bisa melunasimu.
24. Lelaki : Sialan, kappa itu bisa terjadi?
25. Nenek : Aku ada jalan.
26. Lelaki : Bagaimana?
27. Nenek : Bila kaujawab teka-teki sendiri itu..., bila bisa kukatakan apakah ibu masih
hidup ataukan sudah mati dan di mana ia berada letak kuburnya.
28. Lelaki : (Tegang) Kau mampu?
29. Nenek : Seandainya aku bisa, taruhan apa yang kau berikan?
30. Lelaki : Apa yang kau minta?
31. Nenek : Kau akan membebaskan anakku Sabri dari beban pembayaran hutangnya
kepadamu?
32. Lelaki : Bailah... Kau tahu, berapa banyak jumlah uang yang telah kukeluarkan untuk
menemukan ibuku ....Bukan hanya kubebaskan ia dari kewajiban membayar
hutangnya, bahkan kujanjikan untuk memberinya uang sebanyak yang
dipinjam dariku...
33. Nenek : Benarkah begitu?
34. Lelaki : Aku tak pernah bohong, tetapi mana mungkin kau akan mampu
mengatakannya?
35. Nenek : Memang tidak gampang, tetapi aku akan berusaha....Yang pasti, berdasarkan
analisaku atas cerita-ceritamu, ibumu ditinggal kawin lagi oleh ayahmu.
36. Lelaki : (Ternganga, bisiknya dalam hati, “sialan, darimana ia tahu”) Itu benar.
37. Nenek : Jadi, besar kemungkinan bapamu pergi meninggalkan istri lamanya dan pergi
bersama istri barunya
38. Lelaki : Sialan. Tetapi memang benar demikian.
39. Nenek : Nampaknya Bapakmu melarikan diri dengan membawamu juga.
40. Lelaki : Ya.
41. Nenek : Berarti ibumu masih berada di daerah asalnya, di daerah ini...
42. Lelaki : Pada mulanya aku juga berpikir begitu, tetapi aku sudah lelah mencari, juga
tak ketemu. Pasti ia sudah pergi melarikan diri dari orang tuanya, atau bahkan
sudah meninggal dunia.
43. Nenek : Mengapa lama benar Martiah membuat teh panas.
( Si nenek bangun dan menuju meja kecil, mengambil gelas air putih separo,
meminum airnya kemudian ia menuju lemarinya, membuka, mengambil
sesuatu dari dalamnya dan kembali ke meja ke tempat di mana lelaki itu
duduk)
(Lelaki itu memandanginya, ternyata benda yang di tangan perempuan itu
sebuah kotak kecil. Ia memberikan kotak kecil itu kepada lelaki itu.)
44. Nenek : Aku penah berjanji kepadamu untuk memberikan hartaku sebagai pengganti
hutang anakku.
45. Lelaki : Ya.
46. Nenek : Terimalah ini.
47. Lelaki : Tetapi kau akan mengatakan di mana ibuku.
48. Nenek : Aku pun tak bisa menjawab Hitler berada di mana....Bagaiman bisa aku
mengatakan di mana ibumu? Terimalah harta tak seberapa ini.
(Lelaki itu menerima kotak tersebut, kemudian perlahan membukanya.
Segera ia terpesona, ia keluarkan sebuah kalung dengan leontin emas
berbentuk apel yang terpotong meliuk-liuk. Kemudian ia melepas kalung
yang melingkar di lehernya sendiri, ternyata berleontin emas dengan bentuk
apel yang terpoton meliuk-liuk juga. Ketika ia mencoba mencocokkan
keduanya benda tersebut, ternyata persis sesuai, menjadi sebuah apel utuh
yang tidak berpotong. Lelaki itu melongo.)
49. Lelaki : Bagaimana ini mungkin? Ini adalah belahan leontin ibuku. Yang separo
dibawa ayahku, yang separo dibawa ibuku sebagai tanda kasih mesra
mereka....Bagaimana benda ini bisa berada di tanganmu?
50. Nenek : (Hanya tersenyum memandanginya dengan senyum teduh)
51. Lelaki : Bagaimana benda ini bisa berada di tanganmu?
52. Nenek : Mengapa tidak bisa?
53. Lelaki : Ibuuuu...
(Kedua orang itu berpelukan, perlahan lampu meredup dan layar panggung
menutup)

Pertanyaan :

a. Di manakah latar (tempat, waktu, dan suasana) peristiwa/drama tersebut?


b. 1) Tentukan tokoh sentral/utama, tokoh bawahan/pembantu, dan tokoh latar!
2) Tentukan tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh penengah!
c. Jelaskan watak yang menonjol dari para tokoh pada drama tersebut!
d. Apa tema drama tersebut?
e. Jelaskan amanat apa yang akan disampaikan dalam drama tersebut!
f. Tunjukkan unsur ekstrinsik yang berupa realitas sosial dalam drama tersebut!

Tugas 2

Presentasikan hasil kerja Anda untuk diberi masukan/komentar/nilai!

4. Menganalisis Alur Cerita atau Plot (Rangkaian Peristiwa)

Di dalam drama terkandung konflik batik manusia dalam menghadapi hidup dan kehidupan.
Konflik-konflik batin itu dikemas/diceritakan dalam alur cerita/plot melalui enam tahap, yaitu tahap
orientasi/perkenalan, tahap konflik awal, tahap komplikasi, tahap klimaks, tahap
resolusi/penurunan konflik/denouement, dan tahap ending (akhir peristiwa).
Keenam bagian tersebut sering diapit oleh bagian awal yang disebut prolog dan bagian akhir yang
disebit epilog.

a. Prolog merupakan kata-kata pembuka, atau pengantar sebagai latar belakang cerita. Bagian
ini sering disampaikan oleh sutradara, narrator, atau tokoh tertentu.
b. Epilog merupakan kata-kata penutup yang berisi kesimpulan atau amanat tentang
pertunjukan drama, dapat pula berisi kelanjutan cerita/kisah masing-masing tokoh. Bagian
ini juga disampaikan oleh sutradara, narrator, atau tokoh tertentu.

Alur drama atau plit drama bergerak oleh adanya dialog antarpelaku. Hal ini memdeakan denga plot
cepen maupun novel yang selain dikembangkan oleh dialog juga adanya penceritaan/penggambaran
gerak pelaku dengan kalimat deskripsi maupun pemaparan.
Plot drama sering disusun secara runtut yang meliputi hal-hal berikut ini.

a. Orientasi/Pemaraparan (eksposisi, expotition), yaitu pengungkapan peristiwa/perkenalan:


babak yang mengantarkan situasi awal. Dialog pada bagian eksposisi bersifat datar-datar
saja, pembicaraan sekadar memperkenalkan sifat, suasana batin pelaku, dan sikap para
pelaku/tokoh dalam menghadapi persoalan.
Contoh :
Bapak : Dia putra sulungku. Si anak hilang telah kembali pulang. Dan sebuah usul
diajukan; segera mengungsi ke daerah pendudukan yang serba aman
tenteram, dst.
Bungsu : Ah, Bapak rupanya lagi ngomong sorang diri.
Bapak : Ya, anakku, terkadang orang lebih suka ngomong pada diri sendiri. Tapi
bukankah kau tadi bersama abangmu?
Bungus : Ya, sehari kami tamasya mengitari seluruh penjuru kota. dst.
b. Konflik awal (rising action). Pada bagian ini mulai muncul pertikaian. Pada bagian ini
dialog sudah mencerminkan pertentangan (permulaan konflik, baik konflik batik maupun
konflik fisik). Tokoh utama mulai mendapat tantangan, bantahan, halangan, ada
kesalahpahaman, ide-idenya ditolak/ditentang, dsb.
Contoh:
Bapak : Begitulah, Nak, keadaan kota sedang darurat perang ...dst.
Sulung : Ya, pertanda akan hilang keamanan, berganti huru-hara, ... bagaimana
dengan putusan Bapak atas usulku itu?
Bapak : Menyesal sekali, Nak ...
Sulung : Bapak menjawab dengan penolakan, bukan?
Bapak : Ya.
c. Komplikasi (complication); situasi konflik semakin ruwer (konflik semakin menjadi-jadi).
Pada tahan ini dialog yang berisi pertentangan semakin meningkat (adanya ketegangan).
Contoh:
Sulung : Ya, bila memang Bapak begitu teguh pada pendirian yang Bapak anut, apa
boleh buat...
Bapak : Tapi, Nak, izinkan aku Tanya. Bagaiman sikapmu dalam perjuangan
pembangkangan kita melawan penjajah?
Sulung : Sudah kunyatakan tadi, bahwa antara kita ada perbedaan kutub, perbedaan
dalam merumuskan tafsir makna. Kita menempuh jalan yang beda. Bapak
memilih jalan pembangkangan, aku sebaliknya. Konsekuensinya memang
berat. Satu tragedi. Dan menurut tanggapanku, tragedi yang terjadi di sini
menjadi tanggng jawab kaum ekstremis, dan pihak yang sekeyakinan
dengan Bapak.
Bapak : Sayang sekali, Nak, kita tegak pada dua kutub yang bertentangan secara
asasi, dst.
Sulung : Begitu pendapat Bapak? Memang Bapak ada hal penuh untuk berpendapat
demikian itu.
Bapak : Nak, keyakinanmu salah. Sadarlah!
d. Klimaks: tahap yang berisi puncak konflik (titik puncak konflik). Pada tahan ini dialog
yang beris pertentangan mencapai titik puncak, sehingga kadangkala muncul pertikaian fisik
(pergulatan/pembunuhan/bunuh diri/penembakan, dsb.)
Contoh:
Sulung : Salah bagi Bapak, benar bagiku. Dan, aku sadar benar akan itu. Dan
dengan penuh kesadaran pula, aku bersedia menanggung segala resikonya.
(Sulung masuk ke dalam)
Bapak : Ya, memang keyakinan tidak dapat dipaksakan. Tidak juga oleh seorang
bapak kepada anak kandung sendiri. Namun, bagaimanapun juga aku telah
mengingatkanmu, Nak.
(Di dalam rumah kedengaran suara-suara isyarat pemancar isyarat. Bapak tersenta
keheranan. Dan penuh curiga si Bapak melangkah ke dalam. Mendadak
dari dalam terdengar suara tembakan pistol beberapa kali)
e. Peleraian/antiklimaks/denouement: tahap penurunan konflik. Pada tahap ini dialog
mencerminkan penurunan konflik. Konflik mereda.
Contoh:
Bapak : Pistol ini milik putera sulungku.
Bungsu : Bapak, apa yang terjadi?
Bapak : Aku ... aku telah menembak mati abangmu, anak kandungku.
Bungsu : (Menjerit). Tapi ... tapi bagaimana mungkin bapak bertindak begitu?
(Si bapak tenang duduk, berusaha menguasai diri. Lalu menatap ke ara perwira yang masih
terpaku keheranan)
Bapak : Nak, lihatlah ada alat-alat apa sajakah di kamar sana.
Perwira : Pistol isyarat. Peta militer yang secra terperinci menggambarkan denah
kota ini, lengkap dengan tempat-tempat instalasi-instalasi militer, dan
kubu-kubu pertahanan kita di sini
(Si bapak menoleh ke rah si Bungsu yang masih tersendu)
Bapak : Kau dengar sendiri, Nak? Abangmu seorang pengkhianat. ...
Bapak : Dia anak kandungku, pengkhianat!
f. Penyelesaian: babak akhir, apakah tokoh utama menderita/kalah/meninggal; atau tokoh
bahagia/menang/lepas dari persoalan. Akan tetapi, dalam drama yang baik, tidak selalu
dapat ditentukan dengan tegas apakah berakhir dengan bahagia (happy-end) atau sedih
(unhappy-end/sad ending).
Contoh:
Bapak : Sekarang, telah tiba saatnya bagiku untuk bikin perhitungan dengan si
biang keladi yang menimpaku duka cerita selama berabad di tanah air.
Sekarang, telah tiba saatnya bagiku untuk berikan pengorbananku yang
terbesar bagimu, ya, kemerdekaan bumi pusaka! (Pelan-pelan layar
turun).
Dari contoh dialog di atas, bagaimanakah akhir drama tersebut?

Praktik 1
Bacalah kembali teks drama “Ayahku Pulang”. Kemudian, kerjakan tugas berikut ini!
Tugas 1
Pertanyaan analisis alur drama “Ayahku Pulang”:

a. Orientasi terdapat pada dialog nomor berapa?


b. Terjadi konflik awal (rising action) terdapat pada dialog nomor berapa?
c. Terjadi komplikasi atau konflik semakin rumit terdapat pada dialog nomor berapa?
d. Konflik mencapai titik klimaks (puncak konflik) terdapat pada dialog nomor berapa?
e. Peleraian/antikklmimaks terdapat pada dialog nomor berapa?
f. Penyelesaian/akhir peristiwa terdapat pada dialo nomor berapa? Bagaimana akhir cerita?

Tugas 2
Presentasikan hasil kerja Anda untuk diberi masukan/komentar/nilai!

Praktik 2
Bacalah kembali teks drama “Sang Naga dan Harimau”. Kemudian, kerjakan tugas berikut ini!
Tugas 3
Pertanyaan analisis alur drama “Sang Naga dan Harimau”:

a. Orientasi terdapat pada dialog nomor berapa?


b. Tahap munculnya konflik awal terdapat pada dialog nomor berapa?
c. Komplikasi/konflik semakin ruwet terdapat pada dialog nomor berapa?
d. Konflik mencapai titik klimak (puncak konflik) terdapat pada dialog nomor berapa?
e. Peleraian/antikklimaks terdapat pada dialog nomor berapa?
f. Penyelesaian/akir peristiwa terdapat pada dialog nomor berapa? Bagaimana akhir cerita?

Tugas 4
Tukarkan hasil kerja Anda kepada kelompok lain untuk diberi masukan/komentar!

B. MEMPERTUNJUKKAN SALAH SATU TOKOH DALAM DRAMA YANG DIBACA


ATAU DITONTON SECARA LISAN

1. Petunjuk Memainkan Peran


Agar kalian dapat memerankan tokoh dalam drama dengan lebih baik, perhatikan dua hal
berikut ini.
a. Memerankan tokoh drama memerlukan keahlian, keberanian, dan keterampilan. Maka, jika
kalian ingin bermain dengan bagus, syaratnya harus mampu menguasai teknik pemeranan.
Sebelum bermain, berlatihlah untuk memahami isi dialog, vokal atau suara, pantomimik
(gerakan anggota badan), mimik (gerakan muka), watak, dan sifat dari tokoh yang akan
diperankan. Dialog yang baik ialah dialog yang terdegan jelas artikulasinya, dimengerti
penonton, dan menjiwai karakter tokohnya.
Mimik yang baik diperankan sesuai dengan petunjuk naskah drama, dijiwai dan dihayati,
jelas, dan tidak ragu-ragu. Jadi, jika kalian memerankan tokoh yang sedang marah, ekspresi
raut muka kalian juga harus menunjukkan orang yang benar-benar marah, seperti muka
merah, mata melotot, berkacak pinggang, alis mata dinaikkan, dsb.
Demikian juga untuk perang orang yang sedih, ekspresimu harus menunjukkan orang yang
benar-benar sedih. Mimik menunjukkan muka yang cemberut, mata bekaca-kaca, dan
mimik yang ekspresif.
(1) Perempuan: (marah) “Rupanya kau sudah menjadi gila! Neraka atau surge katamu? Di
surga tidak mungkin. Sebab kaulah yang menghalang-halangi aku untuk pergi ke situ
kelak. Kaulah yang menyeret aku ke neraka.”

(2) Lelaki: (Terkejut bangun memandang kepala yang baru datang itu dengan mata yang
berkunang-kunang). “Kau...kau?”

b. Berlatih Peran Sesuai Dialog Naskah Drama


Agar kalian dapat bermain drama dengan bagus, maka perhatikanlah hal-hal berikut ini.
1) Hafalkan dan pahami teks drama yang akan diperankan.
2) Perhatikan wawancang, kramgung, dan dialognya.
- Wawancang adalah dialog atau percakapang yang harus diucapkan oleh tokoh
cerita.
- Kramagung adalah petunjuk perilaku, tindakan, atau perbuatan yang harus
dilakukan oleh tokoh. Dalam naskah drama, kramagung biasanya ditulis dengan
cetak miring dan berada di dalam kurung. Kadangkala ditulis dengan huruf kapitals
semua tanpa tanda kurung.
3) Ucapkan dialog ekspresif sesuai dengan jenis tokoh dan karakter yang diperankan.
4) Lakukan pantomimik (gerak-gerik anggota tubuh) sesuai dengan penghayatan
perannya.
5) Lakukan gerakan mimik (gerakan roman muka) yang sesuia dengan naskah drama.

2. Mempertunjukkan/Mempertontonkan Salah Satu Tokoh dalam Drama


Praktik
Bacalah kutipan teks drama “Bapak” berikut ini dalam hati agar kalian memahami ucapan-
ucapan karakternya, kemudian pertunjukkan laku salah satu tokohnya!
Setelah itu, pertunjukkan secara berpasangan!
Teks 2

No Tokoh :

1.Bapak : Nak, pertimbangan bukanlah karena masa depan adikmu seorang. Juga bukan
karena masa depan sisa usiaku.
2.Sulung : Hem, karena umah dan tanah pusaka ini barangkali, ya, Bapak?
3.Bapak : Sesungguhnya, Nak, lebih karena itu.
4.Sulung : Oh, ya? Apa itu ya, Bapak?
5.Bapak : Kemerdekaan.
6.Sulung : Kemerdekaan? Kemerdekaan siapa?
7.Bapak : Bangsa dan bumi pusaka.
8.Sulung : (KECEWA) Bapak yang baik. Bertahun sudah aku hidup di daerah
pendudukan sana bersama beribu bangsa awak yang tercinta. Dan aku seperti
juga mereka, tidak merasa jadi budak belian ataupun tawanan perang.
Ketahuilah ya, Bapak, di sana kami hidup merdeka.
9.Bapak : Bebaskah kau menuntut kemerdekaan.
10.Sulung : Ho, ho, apa yang mesti dituntut! Kami di sana manusia-manusia merdeka.
11.Bapak : Bagaimana kemerdekaan menurut engkau, Nak?
12.Sulung : Hem. Di sana kami punya wali negara, bangsa awak. Di sana segala lapangan
kerja terbuka lebar-lebar bagi bangsa awak. Di sana, bagian terbesar terntara,
polisi, alat negara bangsa awak. Di atas segalanya, kami di sana hidup dalam
damai. Rukun berdampingan antara si putih dan si awak...
13.Bapak : Dan di atas segalanya pula, di sana si putih menjadi yang dipertuan. Dan
sebuah bendera asing jadi lambang kedaulatan, lambang kuasa penjajahan.
Dapatkah itu kau artikan suatu kemerdekaan?
14.Sulung : Ah, Bapak berpikir secara politis. Itu urusan politik.
15.Bapak : Nak, kemerdekaan atau penjajahan selalu soal politik. Selalu merupakan buah
politik.
16.Sulung : Baik, baik. Tapi ya, Bapak, kita bukan politisi.
17.Bapak : Nak, setiap patriot pada hakikatnya adalah eorang politikus juga. Kendari
tidak harus berarti menjadi seorang diplomat, seorang negarawan. Dan, justru
karena kesadaran dan pengertian politiknya itulah seorang patriot akan
senantioasa membangkang terhadap tiap politik penjajahn. Betapa manisnya
bentuk lahirnya. Renungkanlah itu, Nak.
Dan marilah kuambil contoh masa lalu. Bukankah dulu semasa kita hidup
dalam alam Hindia Belanda, kita hidup serba kecukupan dalam sandang
pangan. Tapi, Nak, apakah jaminan perut kenyang, cukup sandang papan dsb.
itu sudah berarti hidup dalam kemerdekaan? Tidak, anakku! Kemerdekaan
adalah soal harga diri kebangsaan, soal kehormatan kebangsaan. Ia ditentukan
oleh kenyataan, apakah sesuatu bangsa menjadi yang dipertuan mutlak di atas
bumi pusakanya sendiri atau tidak. Ya, anakku renungkanlah kebenran
ucapanku ini. Renungkanlah.
18.Sulung : Menyesal ya, Bapak. Rupanya kita berbeda kutub dalam tafsir makna ...
19.Bapak : Namun, kau, Nak, kau wajib merenungkannya. Sebab, aku yakin kau akan
mampu menemukan titik simpul kebenaran ucapanku itu.
20.Sulung : Baik, baik. Itu akan kurenungkan, mungkin kelak aku akan membenarkan
tafsir Bapak. Tapi sekarang ini dalam waktu mendatang yang singkat, aku
belum bersedia untuk mempertimbangkannya. Lagipula, kita sekarang diburu
waktu. Karenanya, kumohon Bapak segera berkenan sekali lagi
mempertimbangkan usulku. Setidak-tidaknya demi kedamaian hidup masa
tua Bapak juga. Bahkan, sebenarnya juga demi masa depan adikku satu-
satunya itu. Sebentar lagi, Bapak, wajah kota tercinta ini akan hancur lebur
ditimpa kebinasaan perang.
21.Bapak : Nak, apapun yang terjadi aku akan tetap bertahan di sini. Dan bila perang
melanda kota ini, insya Allah aku pun akan ikut angkat senjata. Bukan karena
rumah dan tanah waris. Tapi karena kemerdekaan bumi pusaka. Ya, mungkin
pembelaanku akan kurang berarti. Namun, dalam setitik amal baktiku itulah,
kutemukan bahagia di sisa usiaku. Dan kalau pun aku mesti mati untuk itu,
niscayalah aku ikhlas mati dalam damai di hati. Dan, satu hal bahwa aku tidak
pernah memaksakan kehendakku kepada anak-anakku. Demikian juga kepada
adikmu. Jika ingin ikut denganmu, silakan. Jika ingin di sini bersama aku dan
kekasihnya, perwira TNI, ya silahkan. Tapi, adikmu dilahirkan dalam alam
kemerdekaan, jadi tentulah akan memilih kemerdekaan bumi pusakanya!

C.MENGANALISIS ISI DAN KEBAHASAAN DRAMA YANG DIBACA ATAU


DITONTON
1.Menganalisis Isi/Tema Drama
Drama dibangun dengan berlandaskan suatu tema atau gagasan utama. Tema merupakan
ruh cerita dalam drama. Tanpa adanya satu tema, cerita drama itu akan mengambang ke sana
kemari dan tidak akan fokus. Tema merupakan pandangan hidup atau rangkaian nilai-nilai
tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama dari suatu drama.
Tema akan ditemukan setelah orang membaca teks drama secara keseluruhan.
Tema dapat menyangkut segala persoalan kehidupan manusia, seperti: kekuasaan,
kemanusiaan, kasih sayang, kecemburuan, kepahlawanan, ketuhanan, dsb.
Praktik 1
Bacalah teks drama berikut ini. Kemudian, jawablah pertanyaan atau kerjakan tugas yang
menyertainya!
Teks 1
SENANDUNG SEMENANJUNG

BEBERAPA SAAT MEREKA DIAM DAN SALING BERPANDANGAN

(1) HANG TUAH:


Wajarkah kiranya kalau aku membunuh seorang pengkhianat?
(2) HANG JEBAT:
Dan pengkhinat itu adalah sahabatmu sendiri?
(3) HANG TUAH:
Begitulah.
(4) HANG JEBAT:
Kalau takut ditudu berkhianat pada Raja, bunuhlah sahabatmu itu. Tapi aku yakin,
kau takkan mau berkhianat pada Raja, tapi kau juga tidak tega membunuh sahabatmu
sendiri.
(5) HANG TUAH:
Inilah kesulitanku. Aku harus menebus pengampunan kesalahanku dengan darah
sahabatku sendiri.
(6) HANG JEBAT:
Baiklah. Kubantu kau mengatasi kesulitanmu. Bila kau akan membunuhku?
(7) HANG TUAH:
Sesaat setelah ku diampuni.
(8) HANG JEBAT:
Tapi aku tidak akan membunuh seorang sahabat pun. Hang Tuah. Selagi dia masih
putra negeri ini, dia adalah aku. Hal inilah yang mungkin tidak dipahami orang
terhadap diriku.
(9) HANG TUAH:
Lalu, siapakah yang terbunuh sepenuh halaman Istana?
(10) Ular! Turunan ular Cintamani yang kau berikan dulu kepada Raja lewat Datuk
Bendahara.
(11) HANG TUAH:
Dan darah yang mengering di tangga Istana, bukankah itu darah putra-putri negeri
ini?
(12) HANG JEBAT:
n Setahuku anak negeri kita tidak bercabang lidahnya.
(13) HANG JEBAT:
Dan Istana ini, bukanlah Istana Raja kita.
(14) HANG JEBAT:
Istana raja kita bersih dari ular-ular berbisa. Bersih dari fitnah, tipu muslihat ataupun
skandal-skandal.
(Beberapa saat mereka diam)
Masih terngiang suaramu di telingaku sewaktu kita mengukir tingkap ke tujuh Istana
ini. “Hang Jebat! Ukirlah tingkap itu dengan nafas hidupmu!”
(15) HANG TUAH:
Ya. Lalu kau jawab padaku. “Hang Tuah! Jangan kau tutup mata kalau member
warnanya!” kemudian kujawab lagi. “Jebat! Jangan injak ukiran yang belum siap!”
(16) HANG JEBAT:
Ya ya. Betapa indahnya masa itu, sahabatku.
(17) HANG TUAH:
Indah sekali. Tapi ukiran bangsa kita belum siap. Kau telah menginjak-nginjaknya
sewaktu aku istirahat! Kau injak-injak kedudukan Raja! Kau injak-injak adat dan
tata-cara! Kau injak-injak kebanggaan dan kebesaran negeri kita! Kau injak-injak
kehormatan inang-inang Istana! Semua kau injak! Hang Jebat. Sekiranya kita tetap
bersama, tentu ukiran itu akan siap pada waktunya. Aku mengukir garis-garis
lengkung yang lemah gemulai. Sedangkan garis-garismu lurus, patah-patah, tajam
dan kaku.
(18) HANG JEBAT:
Garis yang lemah gemulai itulah yang telah melemahkan semangat bangsa ini. Kau
terima begitu saja hukuman yang tidak adil. Dan kau tidak pernah berusaha
menegakkan keadilan. Untuk dirimu sendiri kau tidak dapat menekan keadilan,
apalagi buat orang lain. Kau memang perkasa sepanjang sejarah, tapi lemah
menghadapi fitnah!
(19) HANG TUAH:
Aku punya alasan tersendiri.
(20) HANG JEBAT:
Ya, alasan yang kutahu juga selama ini. Aku tahu siapa dirimu. Kau busuk dan licik!
Segala yang bukan milik kita, kau ubah menjadi kebanggaan bangsa! Keris Tameng
Sari katamu! Keris Majapahit itu bukan tatahan anak negeri kita! Keris Sang Sapurba
ayahanda Raja, itupun keris dari Sriwijaya! Meriam yang kau banggakan, senjatan
buatan benua Rum! Gajah dari benua Keling! Kain sutra dari Cina! Mainan dari
Jepun! Semuanya kau bawa dari luar! Negeri ini telah menjadi keranjang sampah
barang-barang buatan kerajaan negeri lain! Sewaktu kau menjadi Laksamana, kenapa
tidak kau anjurkan agar semua itu dibuat di sini. Dikerjakan sendiri oleh anak negeri.
Kenapa tidak tangan kita sendiri menjahit pakaian yang akan kita pakai? Hang Tuah.
Itulah sebabnya aku mengukir ukiran baru di atas ukiranmu. Berhikayat di atas
hikayatmu. Hikayatmu yang memalukan itu akan dapat menenggelamkan bangsa ini
sepanjang zaman.
(21) HANG TUAH:
Seburuk-buruk aku, mungkin lebih buruk dirimu. Kau nyanyikan Raja sampai
tertidur dalam harapan-haapan dan masa depan. Kau hancurkan kerajaannya dengan
mendirikan kerajaan baru tanpa Raja. Mufakat, musyawarah, katamu! Demokrasi,
bualmu! Coba, di mana di dunia ini ada demokrasi seperti yang dimimpikan itu! Di
mana? Hang Jebat. Sampai kapan pun kerajaan ini akan tetap penting. Kerajaan
inilah yang mengantarkan bangsa kita ke puncak kejayaannya. Kita hidup bukan
untuk hari ini, tapi sampai nanti. Kita perlu menghimpun segala kekuatan dunia
untuk memperkuat hidup dan tempat kita berada.
Kupergi ke negeri-negeri yang jauh menjalin persahabatan, untuk menghindarkan
diri dari peperangan. Kita harus bebas dari perasaan saling terancam dan
permusuhan.
(22) HANG JEBAT:
Kau mungkin benar tapi aku pun belum tentu salah.
(23) HANG TUAH:
Persoalannya bukan benar atau salah. Tapi adalah cara. Hang Jebat, lihatlah ke atas.
Dalam kegelapan itu setiap orang menunggu kematian salah seorang dari kita
berdua. Besok atau lusa, tidak hanya mereka yang menunggu kematian, tapi dunia!
Dunia kini sedang menantikan kematian bangsa kita!
(24) HANG JEBAT:
Itulah sebabnya kurebut Istana. Dari Istana ini akan kuciptakan raja-raja masa
datang. Raja-raja yang memberikan pengabdian kepada rakyatmya. Bukan seperti
raja-raja masa lalu. Rakyat yang harus mengabdikan diri kepada seseorang!

Tugas 1

1. Siapakah yang sesungguhnya menjadi pengkhianaat bangsa? Apakah alasannya?


2. Mampukah Hang Tuah membunug pengkhianat itu? Mengapa?
3. “Setahuku anak negeri kita tidak bercabang lidahnya,”? Apa arti “bercabang lidahnya”?
4. Hang Jebat mengatakan, “Istana raja kita bersih dari ular-ular berbisa.”
Apa makna “ular berbisa” dalam kalimat tersebut?
5. Hang Jebat: “Itulah sebabnya aku mengukir ukiran baru di atas ukiranmu. Berhikayat di atas
hikayatmu.”
6. Bagaimanakah negeri yang diangan-angankan Hang Tuah?
7. Apakah tema drama tersebut?
8. Apa perbedaan pandangan antara Hang Tuah dan Hang jebat terhadap orang-orang yang
dibunuh?
9. Apa perbedaan pandangan antara Hang Tuah dan Hang Jebat terntang kedudukan raja?
10. Kalau terjadi perkelahian (pertempuan) antara Hang Tuan dan Hang Jebat, siapa yang
untung? Bagaimana penjelasannya?

Tugas 2

Presentasikan hasil kerja kelompok kalian agar diberi komentar atau dinilai!

2. Menganalisis Kebahasan Drama

Teks drama memiliki ciri kebahasaan sebagai berikut:

a. Menggunakan bermacam-macam jenis kalimat, antara lain kalimat seru, perintah,


larangan, pertanyaan, dsb.
b. Menggunakan kosakata percakapan sehari-hari atau kosakata pergaulan nonbaku,
seperti: gitu, dong, emangnya, apaan, kenapa, dan sebagainya, kecuali naskah drama
klasik/kerajaan.
c. Menggunakan kata seru, seperti: oho, oh ,wahai, hei, aduh, waduh, dsb.
d. Menggunakan konjungsi yang menyatakan urutan waktu (konjungsi
temporal/kronologis), seperti: mula-mula, lalu, kemudian, berikutnya, selanjutnya,
sesudah itu, pertama, kedua, ketiga, dst.
e. Banyak menggunakan bermacam-macam kata kerja, di antaranya sbb:
- Kata kerja yang menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi, seperti: membaca,
membacakan, menulisi, mempertanyakan, memperbaharui.
- Kata kerja reflektif dan kata kerja resiprokal. Kata kerja reflektif, yaitu kata
kerja yang subjeknya adalah diri sendiri, atau tindakan kerjanya mengenai diri
sendiri, seperti: bercukur, bercermin, berhias, merias diri, menggunting kuku.
- Kata kerja resiprokal, yaitu kata kerja yang menyatakan saling/berbalasan,
seperti: bersalaman, bertinju, ejek-mengejek, susul-menyusul, berkejaran, dsb.
- Kata kerja transitif, yakni yang memerlukan objek.
- Kata kerja intransitive/nontransitive, yakni kata kerja yang tidak memerlukan
objek.
- Kata kerja bitransitif, yaitu kata kerja yang memerlukan objek dan pelengkap.
- Kata kerja aktif, yaitu kerja aktif yang subjeknya melakukan tindakan.
- Kata kerja pasif, yaitu kata kerja yang subjeknya dikenai tindakan.
- Kata kerja mental (menyatakan sesuatu yang dipikirka atau dirasakan sang
tokoh), seperti: mendambakan, menginginkan, merasakan, mengalami, dsb.
f. Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk menggambar tokoh,
tempat, dan suasana cerita. Kata Sifat atau adjective merupakan kata yang
menjelaskan, mengubah atau menambah arti dari suatu kata benda agar lebih
spesifik.
Kata sifat digunakan untuk menerangkan sifat, keadaan/kondisi, watak/tabiat dari
orang, benda atau binatang. Keterangan yang dijelaskan atau digambarkan oleh kata
sifat dapat berupa kualitas, kuantitas, urutan maupun penekanan suatu kata.
Fungsi Kata Sifat
1) Atributif yaitu sebagai atribut atau pelengkap/penjelas subjek.
Contoh: Adinda kecil tumbuh besar tanpa kehadiran sosok ayah.
2) Predikatif yaitu berfungsi sebagai predikat.
Contoh: Pekarangan rumahnya besar sekali seperti lapangan bola.
3) Predikatif inversi yaitu berfungsi sebagai predikat yang terletak di
depan/sebelum subjek. Contoh: Indahnya pemandangan di puncak gunung ini.
4) Substantif yaitu berfungsi sebagai pelengkap yang mendampingi subjek utama
dan terletak di depan subjek. Contoh : Dewasanya pemikiran seseorang terlihat
ketika ia menghadapi masalah.
g. Menggunakan kata ganti orang dan kata sapaan. Kata ganti seperti: saya,
kamu/engkau, Anda, mereka, kita, kami. Kata sapaan, yaitu kata yang digunakan
untuk menyapa atau menegur sapa orang yang diajak berbicara (orang kedua), yakni
sbb:
1) Nama diri, missal: Tuti, Toto, Nery, Saleh
2) Istilah kekerabatan, missal: bapak, ibu, paman, bibi, adik, kakak, dsb.
3) Gelar kepangkatan, gelar profesi, seperti: letnan, mayor, jenderal dokter,
suster, dsb.
4) Kata nama, seperti: tuan, nyonya, nona, Tuhan, sayang, dsb.
5) Kata pelaku, seperti: penonton, hadirin, pendengar, peserta, dsb
6) Kata ganti orang kedua, seperti: Anda, Saudara, dan Andika.

Praktik 1
Bacalah teks drama berikut secara berkelompok 5-6 orang. Kemudian, jawablah pertanyaan
atau kerjakan tugas yang mengikutinya!!
Teks 1

Matahari di Sebuah Jalan Kecil

SEMUA TERTAWA. LONCENG BERKERJA BERDENTANG. MEREKA MASING-


MASING MENGHITUNG DAN MENYERAHKAN UANG PADA SIMBOK.
KEMUDIAN, PERGI BERKERJA LEWAT JALAN SAMPING. YANG TERAKHIR
ADALAH SI PENDEK.

1.SI PENDEK : Berapa, Mbok?


2.SI MBOK : Apa?
3.SI PENDEK : Nasi pecel dua, tempe satu, tahu satu, rempeyek satu.
4.SI MBOK : Tujuh puluh lima.
5.SI PENDEK : Bon. (pergi)
PEMUDA MENGHABISKAN MAKANNYA LAHAP SEKALI, SETELAH
MEMBUANG CEKODONGNYA IA MINTA AIR YANG BIASA DISEDIAKAN OLEH
PENJUAL PECEL ITU. IA BERDIRI, MEROGOH SAKU CELANA. IA CEMAS, SAKU
BAJU DIROGOHNYA. IA MAKIN CEMAS, SIMBOK MEMPERHATIKAN DENGAN
BIASA.
6.SIMBOK : Dompet? Ada yang di dalamnya?
7.PEMUDA : Juga surat keterangan penduduk. Tapi (mengingat-ingat) barang kali
saya lupa dan tidak hilang. Tadi malam saya mengenakan baju hijau
dengan calan lurik hijau. Yang mungkin dompet itu dalam saku baju
hijau..... Berapa, Mbok?
8.SIMBOK : Nasi dua.
9.PEMUDA : Tempe dua, tahu tiga.
10.SIMBOK ; Delapan puluh.
11.PEMUDA : (seraya hendak pergi). Sebentar saya pulang mengambil uang.
Dompet saya dalam saku baju warna hijau barang kali.
12.SIMBOK : Nanti dulu!
13.PEMUDA : Tak akan lebih dari sepuluh menit. Segera saya kembali.
14.SIMBOK : Tapi sebentar lagi saya akan pergi dari sini.
15.PEMUDA : Tapi dompetku ketinggalan di rumah. Sebentar rumahku tidak jau
dari sini
16.SIMBOK : Ya, tapi saya sebentar lagi saya akan pergi dari sini.
17.PEMUDA : Sebentar (akan pergi).
18.SIMBOK : (berdiri dan berseru) Hei, nanti dulu. Bayarlah baru kau boleh pergi.
19.PEMUDA : Jangan berteriak! Tentu saja saya akan membayar. Tapi saya mesti
mengambil urang dulu di rumah. Mbok tidak percaya?
20.SIMBOK : (diam).
21.PEMUDA : Tunggulah sebentar, saya orang kampung sini juga.

TERDENGAR ADA SUARA

22.SI KURUS : Ada apa, Mbok? (dari jendela)


23.SI MBOK : Dia belum bayar.
24.PEMUDA : Tunggulah lima menit (mau pergi)
25.SI KURUS : Hai, Dik! Tunggu!
26.PEMUDA : Saya akan mengambil uang. Saya belum membayar makanan saya,
sebab itu saya akan pulang mengambil uang saya. Dompet saya
ketinggalan.
27.SI KURUS : Ya, tapi jangan main minggat-minggatan!
28.PEMUDA : Saya tidak berniat lari atau minggat, lagi pula saya sudah bilang
sama si mbok.
29.SI KURUS : Simbok mengizinkan?
30.PEMUDA : Saya cuma sebentar.
31.SI KURUS : Simbok memperbolehkan engkau pergi?
32.PEMUDA : (Diam).
33.SI KURUS : Simbok keberatan engkau meninggalkan tempat ini sebelum engkai
membayar makananmu.
34.PEMUDA : Iya saya bayar. Tapi dompet saya ketinggalan.
35.SI KURUS : Ya, tapi jangan main minggat-minggatan.
36.PEMUDA : Saya tidak berniat lari atau minggat, lagi pula saya sudah bilang
sama Mbok.
37.SI KURUS : (lenyap dari jendela, mucul dari pintu samping) Di mana rumahmu?
38.PEMUDA : Dekat.
39.SI KURUS : Dekat di mana?
40.PEMDUA : Di kampung ini.
41.SI KURUS : Ha? (kepada simbok) Mbok, kenal pada anak ini?

Tugas 1
Gunakan form/tabel berikut ini untuk menganalisis unsur kebahasaan naskah drama
“Matahari di Sebuah Jalan Kecil”.

No Unsur kebahasaan Kutipan dari naskah drama


.

1. Kalimat pertanyaan (5) kalimat: ...


2. Kalimat perintah (5) kalimat: ...

3. Kata kerja transitif (5) kalimat: ...

4. Kata kerja intransitif (5) kalimat: ...

5. Kata kerja aktif (5) kalimat: ...

6. Kata kerja pasif (4) kalimat: ...

7. Kata sifat (4) kalimat: ...

8. Kata ganti orang (5) kalimat: ...

9. Kata sapaan (2) kalimat: ...

Tugas 2
Presentasikan hasil kerja kalian agar diberi masukan/dinilai!

D. MENDEMONSTRASIKAN SEBUAH NASKAH DRAMA DENGAN


MEMERHATIKAN ISI DAN KEBAHASAAN

1.Mendemonstrasikan Naskah Drama


Mendemonstrasikan atau mementaskan naskah drama merupakan karya kolektif yang
dikoordinasikan oleh stutradara, yaitu pekerja teater yang dengan kecakapan dan
keahliannya memimpin aktor-aktris dan pekerja teknis dalam pementasan. Selain itu, ada
pula produser yang memberikan biaya pementasan dan manajer yang mengatur pelaksanaan
pementasan.

Untuk mementaskan drama, perlu diperhaatikan unsur-unsur pementasan drama yang terdiri
atas hal-hal berikut:
a. Naskah Drama
Naskah drama adalah salah satu jenis karya sastra yang sejajar denga prosa dan puisi.
Berbeda dengan prosa maupun puisi, naskah drama memiliki bentuk sendiri yaitu
ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai
kemungkinan dipentaskan (Waluyo, 2003: 2).
Dalam naskah drama berisi cerita atau lakon, nama-nama tokoh, dan dialog yang
diucapkan, serta keadaan panggung. Bahkan kadang-kadang dilengkapi tentang tata
busana, tata lampu dan tata suara (music pengiring). Naskah drama mengutamakan
pembicaraan tokoh, penuturan ceritanya melalui dialog. Permainan drama dibagi atas
babak. Tiap babak berisi satu peristiwa dengan waktu dan suasana tertentu. Untuk
memudahkan pada pemain drama, naskah juga dilengkapi dengan keterangan atau
petunjuk laku/tindakan. Petunjuk itu naskah juga dilengkapi dengan keterangan atau
petunjuk laku/tindakan. Petunjuk itu misalnya gerakan-gerakan yang harus dilakukan
pemain, tempat terjadinya peristiwa, benda-benda/peralatan yang dibutuhkan setiap
babak, dan sebagainya.
b. Aktor/Aktris dan Casting
Pemain/aktor/aktris adalah orang yang memeragakan cerita. Jumlah pemain bergantung
pada tokoh yang dipentaskan. Pada pemain harus benar-benar seperti tokoh yang
dimainkan. Untuk itu, mereka harus mampu memerakna watak dan tingkah laku tokoh,
serta didukung pemakaian make up (rias) dan busana yang sesuai. Pemain/aktor-aktris
merupakan pelaksana pementasan yang membawa ide cerita langsung di depan publik.
Aktor-aktris merupakan tulang punggung pementasan.

Pemilihan aktor-aktris biasayanya disebut casting. Pertimbangan pemilihan (casting)


pemeran ada lima macam, yaitu sbb:
1) Casing by abilty: pemilihan pemain berdasarkan yang terpandai dan terbaik dipilih
untuk peran yang penting / utama dan kesulitan yang tinggi.
2) Casting to emosional temparement: pemilihan pemain berdasarkan hasil observasi
terhadap kehidupan pribadinya karena mempunyai banyak kesamaan atau kecocokan
dengan perran yang dipegangnya (kesamaan emosi, temparement, kebiasaan, dll.)
3) Casting to type: pemilihan pemain yang berdasarkan kecocokan fisik si pemain
(tinggi badan, berat badan, bentu tubuh, dll).
4) Anti type casting: pemilihan pemain yang bertentangan dengan watak atau fisik; ini
menentang keumuman jenis perwatakan manusia secara konvensional yang biasanya
untuk keperluan pendidikan, maka casting ini sering disebut education casting.
5) Therapeutic casting: pemilihan pemain atau pelaku yang bertentangan dengan watak
aslinya dengan maksud dan tujuan untuk menyembuhkan atau mengurangi
ketidakseimbangan jiwanya.
c. Sutradara
Tugas sutradara yaitu mengkoordinasi segala macam urusan pementasan sejak latihan
dimulai sampai dengan pementasan selesai. Sutradara adalah pemimpin pementasan
drama. Hal yang mula-mula dilakukan seorang sutradara adalah memilih naskah (atau
menulis naskah sendiri). Naskah dibaca berulang-ulang untuk memahami cerita dan
menafsirkan bagaimana watak tokoh-tokohnya. Selanjutnya, memilih pemain yang akan
Pada akhirnnya, ia harus bekerja sama dengan para petugas dan mengkoordinasikan
semua bagian.
d. Penata Pentas
Penata pentas adalah orang yang bertugas menata panggung/pentas untuk menghidupkan
peran di atas pentas. Peralatan tentunya akan sangat membantu kesuksesan pentas.
Peralata-peralatan tersebut meliputi dekorasi, layar (background) property, sound sister
(pengeras suara), dan sebagainya. Panggung/pentas biasanya letaknya di depan tempat
duduk penonton dan lebih tinggi dari kursi penontoh terdepan. Tujuannya agar penontoh
yang duduk di kursi paling belakang dapat melihat apa yang ada di panggung. Panggung
harus menggambarkan tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu peristiwa.
e. Penata Artistik
Penata artistik adalah orang yang bertugas untuk mengatur segala hal berkaitan dengan
pementasan drama agar pementasan drama menjadi artistik (indah). Bidang tugas penata
artistik meliputi tata rias (make up), tata busana (costum), tata lampu (lightning), tata
musik dan efek suara.
f. Penonton
Penonton termasuk unsur penting dalam pementasan drama. Siapakah penonton?
Penonton adalah orang-orang yang mau datang ke tempat pertunjukkan drama. Penonton
dapat dikategorikan menjadi penonton iseng, penonton peminat, dan penonton
penasaran.

2.Teknik Pementasan Drama


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bermain peran berdasarkan naskah drama:
a. Persiapan
 Aktor/aktris setelah casting lalu membaca/mempelajari naskah drama sesuai dengan
tokoh yang akan dibawakan.
 Aktor/aktris berlatih menghayati karakter dan ekspresi tokoh yang akan dibawakan.
Mereka juga harus memahami bagaiman interaksi dengan tokoh lain sehingga akan
tercapai penghayatan yang lebih seksama.
 Aktor/aktris berlatih vokal dengan membaca naskah. Dalam membaca naskah
mereka harus memperhatikan kejelasan ucapan, ketepatan jeda, ketahanan, dan
kelancaran.
-Kejelasan ucapan, maksudnya setiap kata/kalimat harus diucapkan dengan jelas
sehingga dapat didengar oleh penonton/pendengar.
-Ketepatan jeda, maksudnya pengaturan letak jeda secara tepat akan berpengaruh
pada pemahaman oleh penonton/pendengar.
-Ketahanan, maksudnya perkataan yang diucapkan jangan semakin lama semakin
melemah.
-Kelancaran, maksudnya perkataan yang diucapkan jangan semakin menjadi
tersendat-sendat.
 Berlatih penempatan posisi (blocking), yaitu bergerak dari satu tepat ke tempat lain,
agar di panggung tidak menumpuk beberapa tokoh. Blocking tidak boleh baik
membelakangi penonton.
 Berlatih berjalan. Saat berjalan (dalam drama tragedi) harus diusahakan dada dan
muka tampak oleh penonton. Sedangkan dalam drama komedi boleh
bergerak/berjalan dengan memutar, membelakangi penonton sebentar.
 Hal yang perlu juga diperhatikan adalah konsenstrasi. Konsenstrasi merupakan
penentu keberhasilan dalam mengekspresikan tokoh.
b. Penampilan
 Kemunculan, artinya pelaku muncul di atas panggung harus memberika kesan yang,
tidak mengecewakan. Untuk itu, begitu muncul tidak langsung bergerak ke tengah
panggung. Beri jeda sejenak agar penonton memperhatikan wajah pelaku.
 Pemberian isi, artinya kalimat yang diucapkan jelas dan sesuai maksud karakter.
Kalimat “Rumah itu bagus”, bisa berarti menyindir, bisa berarti rumah itu memang
bagus bergantung nada dan gaya pengucapannya (pemberian isi).
 Pengembangan, artinya pelaku saat berdialog perlu ada gerakan anggota badan, gera
tubuh, gerak memutar, pindah tempat, dsb. diiringi ucapan tokoh dengan nada naik,
sedang, dan turun.
 Ekspresi wajah, pandangan mata dan gerak gerik muka harus sesuai dengan karakter
tokoh.
 Ketepatan blocking, artinya blocking tidak sekedar pindah tempat, tetapi ada maksud
agar pelaku tidak menggerombol pada satu tempat tanpa sebab.
 Gerakan badan dan anggota badan bersifat alamiah sesuai karakter tokoh dan jangan
dibuat-buat.
 Membina puncak-puncak ketegangan, artinya pelaku harus dapat menahan emosi
yang meledak-ledak. Emosi mengikuti permainan dari yang rendah, sedang, ke
puncak ketengangan hingga akhir pertunjukkan. Dengan pengaturan ini pelaku tidak
kelelahan.
c. Pementasan Drama
Tugas 1
Bacalah kembali penggalan/naskah drama:
(1) “Ayahku Pulang”,
(2) “Sang Naga dan Harimau”, atau
(3) “Bapak”
untuk selanjutnya dramatisasikan/pentaskan di depan kelas!

Anda mungkin juga menyukai