Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian mengenai identifikasi marker apoptosis pada wanita hamil


preeklampsia dan normotensif di RSUD Raden Mattaher Jambi telah di laksanakan pada
bulan Juni-September 2020. Terdapat 36 sampel plasenta, dengan 18 sampel plasenta
untuk kehamilan preeklampsia dan 18 sampel plasenta untuk kehamilan normotensif.
Penyajian data hasil penelitian ini menggunakan teknik analisis univariat. Dari
analisis ini diperoleh gambaran distribubsi frekuensi kehamilan preeklampsia, kehamilan
nomotensif dan ekspresi gen proapoptosis BAX dan FAS dari sampel yang diteliti akan
disajikan dalam bentuk tabel distribusi.

4.1.1 Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Karakteristik Sampel


Tabel 4.1 Distribusi sampel penelitian berdasarkan karakteristik sampel
Kelompok Penelitian
Kehamilan Kehamilan
Variabel
Preeklampsia Normotensif
f % F %
Usia Ibu
Risiko Tinggi (<20th dan 7 38,9 8 44,4
>35 th)
Risiko Rendah (20th - 35 th) 11 61,1 10 55,6
Usia Kehamilan
Preterm (<37 minggu) 7 38,9 3 16,7
Aterm (37-42 minggu) 11 61,1 15 83,3
Posterm (>42 minggu) 0 0 0 0
Paritas
Nulipara 7 38,9 6 33,3
Primipara 3 16,7 4 22,2
Multipara 8 44,4 8 44,4
Grandemultipara 0 0 0 0
Total 18 100 18 100

Berdasarkan tabel 4.1, didapatkan bahwa distribusi usia ibu pada kelompok
kehamilan preeklampsia terbanyak pada usia risiko rendah yaitu 20 tahun - 35 tahun

1
2

berjumlah 11 orang (61,1%), dan paling sedikit pada usia risiko tinggi atau <20 tahun dan
>35 tahun tahun sebanyak 7 orang (38,9%). Sedangkan distribusi usia ibu kelompok
kehamilan normotensif terbanyak juga pada usia risiko rendah atau 20 tahun - 35 tahun
sebanyak 10 (55,6%), dan paling sedikit pada usia risiko tinggi atau <20 tahun dan >35
tahun tahun sebanyak 8 orang (44,4%).
Berdasarkan usia kehamilan, diketahui bahwa distribusi usia kehamilan pada
kelompok kehamilan preeklampsia terbanyak pada usia kehamilan 37-42 minggu (Aterm)
yaitu 11 orang (61,1%), selanjutnya diikuti pada usia kehamilan <37 minggu (Preterm)
sebanyak 7 orang (38,9%) , dan tidak ditemukan kasus untuk usia kehamilan >42 minggu
(Posterm). Sedangkan pada kelompok kehamilan normotensif juga terbanyak pada usia
kehamilan 37-42 minggu (Aterm), yaitu 15 orang (83,3%), kemudian usia kehamilan
<37 minggu (Preterm) sebanyak 3 orang (16,7%), dan pada usia kehamilan >42 minggu
(Posterm) tidak ditemukan kasusnya.
Berdasarkan paritas, diketahui bahwa distribusi paritas pada kelompok kehamilan
preeklampsia terbanyak adalah multipara sebanyak 8 orang (44,4%), kemudian nulipara
sebanyak 6 orang (33,3%) dan primipara sebanyak 3 orang (16,7%). Sedangkan pada
kelompok kehamilan normotensif juga terbanyak adalah nulipara sebanyak 9 orang
(50,0%), multipara sebanyak 5 orang (27,8%) dan dikuti primipara sebanyak 4 orang
(22,2%).

4.1.2 Skor Ekspresi BAX Berdasarkan Kelompok Subyek Penelitian


Tabel 4.2 Rerata Ekspresi Bax Berdasarkan Kelompok Penelitian
Ekspresi Bax
Kelompok penelitian P value
B e r d a s Mean±SD
a r k a n
uji t- Preeklampsia 2,42±2,34
P = 0,02
Kehamilan Normotensif 4,32±2,44

independent, didapatkan data bermakna. Rerata ekspresi Bax pada kelompok preeklampsia lebih
rendah dari pada kelompok kehamilan normal, yang menandakan adanya peningkatan ekspresi
Bax pada sampel, dan signifikan secara statistik dengan p=0,02.

Tabel 4.3. Hasil ∆Cq values pada Kehamilan Preeklampsia dan Kehamilan Normotensif
3

∆Cq
∆Cq (Preeklampsia) (Normotensif) Fold
Gen Target ∆∆Cq
change
n=18 n=18
BAX/GAPDH 2,42 4,32 -1,9 3,73

Berdasarkan tabel 4.3, dapat dilihat ∆Cq values lebih rendah pada kehamilan
preeklampsia dibandingkan kehamilan normotensif, dengan fold change yang
menunjukkan gen Bax meningkat 3 kali lipat pada kelompok kehamilan preeklampsia
dibandingkan dengan kelompok kehamilan normotensif.

4.1.3 Skor Ekspresi FAS Berdasarkan Kelompok Subyek Penelitian


Tabel 4.4 Rerata Ekspresi Fas Berdasarkan Kelompok Penelitian
Ekspresi Fas
Kelompok penelitian P value
Mean±SD
Preeklampsia 2,74±3,30
P = 0,04a
Kehamilan Normotensif 1,61 ±4,78
a
T-test, distribusi data normal setelah transformasi.
Berdasarkan uji statistik dengan uji t-independent, didapatkan bermakna setelah
dilakukan normalisasi data. Rerata ekspresi Fas pada kelompok kehamilan normotensif lebih
tinggi dari pada kelompok kehamilan preeklampsia, yang menandakan gen Fas juga terekspresi
pada kelompok kehamilan normotensif, dan bermakna secara statistik dengan p=0,04.

Tabel 4.5. Hasil ∆Cq values pada Kehamilan Preeklampsia dan Kehamilan Normotensif
∆Cq
∆Cq (Preeklampsia) (Normotensif) Fold
Gen Target ∆∆Cq
change
n=18 n=18
FAS/GAPDH 2,74 1,61 1,12 0,45
4

Berdasarkan tabel 4.3, dapat dilihat ∆Cq values lebih rendah pada kehamilan
normotensif dibandingkan kehamilan preeklampsia, dengan fold change yang
menunjukkan ekspersi gen Fas meningkat setengah kali lipat pada kelompok kehamilan
preeklampsia dibandingkan dengan kelompok kehamilan normotensif.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Karakteristik Sampel

Pada tabel 4.1 ditunjukkan bahwa karakteristik usia ibu pada kelompok
preeklampsia terbanyak adalah responden dengan usia risiko rendah, yaitu usia 20-35
tahun sebanyak 11 pasien (61,1%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sumampouw dkk di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado, yang menunjukkan jumlah
pasien preeklampsia terbanyak adalah kelompok usia tidak berisiko atau 20-35 tahun,
yaitu sebanyak 50 pasien (63%).1 Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian oleh
Kumari dkk, di Bakaro General Hospital Jharkhand bahwa usia ibu pada kelompok
preeklampsia paling banyak adalah usia tidak berisiko, yaitu sebanyak 66 orang (63,5%).2
Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Karta dkk
di Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi, yang menunjukkan jumlah pasien
preeklampsia terbanyak adalah kelompok usia risiko tinggi atau usia <20 tahun dan >35
tahun, dengan hasil analisis yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara preeklampsia
dengan usia <20 tahun dan usia >35 tahun adalah faktor risiko terjadinya preeklampsia.3
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang
ada, ibu hamil dengan usia risiko tinggi (<20 tahun dan >35 tahun) adalah golongan usia
berisiko tinggi untuk terdiagnosis preeklampsia. Hal ini disebabkan karena seiring
peningkatan usia, akan terjadi proses degenaratif yang meningkatkan risiko hipertensi
kronik dan wanita dengan risiko hipertensi kronik ini akan memiliki risiko yang lebih
besar untuk mengalami preeklampsia. Wanita hamil <20 tahun juga berisiko mengalami
preeklampsia, dikarenakan pematangan sistem reproduksi yang belum lengkap, termasuk
ukuran uterus yang belum mencapai ukuran normal untuk kehamilan, juga faktor
psikologis yang cenderung kurang stabil dapat meningkatkan kejadian preeklampsia di
usia muda.4
5

Berdasarkan karakteristik usia kehamilan, pada tabel 4.1 pada kelompok


preeklampsia maupun normotensif, jumlah terbanyak adalah kelompok usia kehamilan
37-42 minggu atau aterm. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Nakimuli A dkk di
National Referal Hospital Uganda yang melaporkan bahwa kasus terbanyak pada
kelompok kehamilan preeklampsia adalah usia kehamilan aterm, atau 37- 42 minggu
yaitu 559 orang (57,55%).5 Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Karima N.M yang dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang, dengan usia
kehamilan terbanyak pada preeklampsia yaitu aterm, atau usia kehamilan 37-42 minggu
sebanyak 48 orang (64,8%).6
Namun, hal ini tidak sejalan dengan penelitian oleh Pragitara dkk, dalam penelitiannya
melaporkan bahwa usia kehamilan terbanyak pada kelompok kehamilan preeklampsia
adalah preterm, yaitu sebanyak 44 orang (62,86%) dan aterm sebanyak 26 orang
(37,14%).7
Penelitian mengenai karakteristik berdasarkan usia kehamilan ini sejalan dengan
teori yang ada, yaitu preeklampsia umum terjadi pada kehamilan triwulan ketiga dan
semakin meningkat menjelang usia kehamilan aterm. Hal ini dikarenakan semakin
meningkatnya usia kehamilan, maka makin meningkat pula kejadian apoptosis atau
kematian sel pada trofoblas.8
Berdasarkan karakteristik jumlah paritas, dilihat bahwa pada kelompok kehamilan
preeklampsia, jumlah pasien terbanyak adalah kelompok paritas 2 atau lebih yaitu
multipara. Hal ini sejalan dengan Kusumastuti dkk, di Puskesmas Jepang Kecamatan
Mejobo Kabupaten Kudus, dalam penelitiannya didapatkan pasien kelompok multipara
lebih banyak dibandingkan dengan kelompok lainnya, yaitu sebanyak 18 pasien (60%). 9
Hal ini tidak sejalan dengan penelitan oleh Rana dkk, dalam penelitiannya menyebutkan
nulipara adalah salah satu faktor resiko yang berhubungan dengan preeklampsia.10 Budi
dkk dalam penelitiannya di RSUP Sanglah Denpasar juga melaporkan bahwa pada
preeklampsia kasus terbanyak adalah nulipara yaitu, 53 orang (49,7%).11
Berdasarkan teori yang ada, nuliparitas merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya kejadian preeklampsia pada ibu hamil. Pada kehamilan pertama, cenderung
terjadi kegagalan pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta sehingga
proses implantasi trofoblas ke jaringan desidual ibu menjadi terganggu, dan mekanisme
6

imunologik ibu terhadap antigen plasenta oleh HLA-G (human leukocyte antigen G) pada
nuliparitas belum sempurna dibandingkan dengan paritas ≥1.12
4.2.2 Rerata Ekspresi Bax Berdasarkan Kelompok Penelitian

Pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa rerata ekspresi Bax lebih tinggi pada
kelompok kehamilan preeklampsia dibandingkan dengan kelompok kehamilan
normotensif. Hal ini menjelaskan proses apoptosis yang terjadi pada kehamilan
preeklampsia berbeda dengan kehamilan normotensif. Kemudian, juga diketahui pada
tabel 4.3, bahwa terjadi peningkatan ekspresi Bax berdasarkan nilai fold-change sebanyak
3 kali lipat pada kelompok kehamilan preeklampsia dibandingkan kelompok kehamilan
normotensif dan bermakna secara statistik dengan Uji t-test didapatkan p=0,02.
Sujatmiko dkk, dalam penelitiannya di RSUP dr. Sardjito Jogjakarta juga
melaporkan bahwa rerata ekspresi protein Bax meningkat secara bermakna pada
kelompok kehamilan preeklampsia dibandingkan dengan kelompok kehamilan
normotensif.13 Sejalan dengan penelitian yang juga dilakukan oleh Afroze dkk, dalam
penelitiannya didapatkan nilai fold-change ekspresi Bax pada kehamilan preeklampsia
yang meningkat 1,7 kali lipat dibandingkan dengan kehamilan normotensif. 14 Sejalan
dengan hasil penelitian ini, didapatkan bahwa ekspresi Bax yang meningkat pada
kelompok kehamilan preeklampsia menggambarkan meningkatnya kejadian apoptosis
pada kehamilan preeklampsia.
Bax merupakan protein yang diperlukan untuk mengaktivasi terjadinya apoptosis.
Apoptosis terjadi dalam dua jalur yang berbeda, yaitu jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik.
Pada jalur intrinsik, gen Bax berperan untuk menginduksi pelepasan protein penting,
yaitu sitokrom C dalam mitokondria yang mampu memicu terjadinya apoptosis.
Sedangkan jalur ekstrinsik diinisiasi oleh stimulasi reseptor kematian seperti gen Fas.
Aktivsai kedua jalur ini terjadi sebagai respon terhadap adanya rangsangan apoptosis.15
Diketahui bahwa peningkatan apoptosis pada PE juga berhubungan dengan
patogenesanya, dimana apoptosis distimulasi dengan berkurangnya oksigenasi plasenta.
Oleh karena remodelling yang gagal, maka diameter arteriol pada preeklampsia menjadi
setengah diameter pada kehamilan normotensif. Kegagalan remodeling arteri spiralis
akan menurunkan aliran darah uteroplasenta dan menyebabkan terjadinya hipoksia
plasenta. Keadaan hipoksia pada plasenta akan mencetuskan kejadian stres oksidatif,
7

disfungsi endotel pembuluh darah, dan kerusakan DNA yang kemudian akan memicu
apoptosis melalui jalur intrinsik, dengan blokade fungsi antiapotosis Bcl 2 dan
pengaktifan proapoptosis Bax dan Bak, sehingga terjadi peningkatan ekspresi gen
proapoptosis Bax.13,16
Jalur intrinsik, yang dimediasi oleh mitokondria merupakan jalur penyebab
apoptosis yang umum terjadi. Adanya inisiasi sinyal apoptosis akan terjadi pengaktifan
sejumlah sensor yang memicu aktivasi jalur intrinsik apoptosis, yaitu pengaktifan
kelompok proapoptosis Bax dan Bak, yang mengalami dimerisasi, kemudian masuk ke
dalam membran mitokondria dan menyebabkan terjadinya permeability transition pore
pada membran mitokondria, sehinga sitokrom C dapat keluar menuju sitosol, berikatan
dengan APAF1 dan membentuk apoptosome yang akan mengaktifkan caspase 9.
Selanjutnya caspase 9 akan mengaktifkan caspase eksekutor yang akan menginduksi
terjadinya apoptosis.16

4.2.3 Rerata Ekspresi Fas Berdasarkan Kelompok Penelitian

Pada tabel 4.5 terlihat bahwa ekspresi gen Fas berdasarkan nilai fold change,
kelompok kehamilan preeklampsia dibandingkan kelompok kehamilan normotensif
adalah 0,45-fold. Hal ini menunjukkan bahwa proses apoptosis oleh gen Fas mengalami
peningkatan ekspresi sebanyak setengah kali pada kelompok kehamilan preeklampsia
dibandingkan kelompok kehamilan normotensif, dan bermakna secara statistik setelah
dilakukan transformasi data, dan Uji t-test dengan p=0,04. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ishiaka dkk, dengan sampel diperoleh dari American Type Culture
Collection (Manassas, VA, USA), yang melaporkan bahwa rendahnya kontribusi
apoptosis oleh jalur reseptor kematian atau ekstrinsik termasuk gen Fas pada kehamilan
preeklampsia.17 Masoumi dkk, di Qaem and Omolbanin Hospitals in Mashhad, Iran juga
melaporkan, dalam penelitiannya mengenai genotipe Fas-670 tidak menunjukkan hasil
yang signifikan antara kelompok preeklampsia dan kelompok normotensif. 18 Namun hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian oleh Ali dkk, di hospital of Lahore yang
melaporkan adanya peningkatan ekspresi gen Fas sebanyak 3 kali pada 18 pasien
kelompok preeklampsia dibandingkan kelompk normotensif.19
8

Hal ini sejalan dengan teori yang ada. Berdasarkan teori yanga ada, selain jalur
intrinsik, apoptosis juga dapat terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik. Jalur ekstrinsik
diinisiasi oleh stimulasi reseptor kematian, dimulai dari adanya pelepasan molekul sinyal
yang disebut Ligan. Ligan tersebut berikatan dengan reseptor kematian termasuk Fas.
Ligan yang berikatan dengan reseptor kematian Fas disebut Fas-Ligan. Kompleks yang
terbentuk antara ligan-reseptor dan reseptor kematian disebut DISC (Death Inducing
Signalling Complex). Kompleks DISC akan mengaktivasi caspase 8, yang juga dapat
menginduksi apoptosis melalui jalur intrinsik. Pada jalur ekstrinsik, caspase 8 akan
mengaktivasi caspase eksekutor, dan menginduksi kejadian apoptosis.16
Dalam kehamilan normotensif, aktivitas apoptosis akan meningkat sesuai usia
kehamilan, sehingga jumlah sel yang mengalami apoptosis akan meningkat seiring
dengan bertambahnya usia kehamilan.13 Pada kehamilan normotensif, proses invasi
trofoblas dan remodelling arteri spiralis berkaitan dengan sistem imunitas ibu. Selama
invasi trofoblas, desidua mengandung banyak sel-sel imun yang diperlukan untuk invasi
trofoblas, seperti sel makrofag, natural killler cell (NK), sel dendritik (DC), sel limfosit
dan T helper cell.20
Pada penelitian ini didapatkan ekspresi gen FAS hanya meningkat setengah kali
lipat pada kehamilan preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan normotesnif, hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Raguema et al, yang melaporkan bahwa
ditemukan aktivasi jalur ekstrinsik FAS / FASL serta jalur intrinsik yang dimediasi oleh
P53, Bax, dan BCL2 pada kelompok kehamilan preeklampsia, dan juga pada kelompok
kehamilan normotensif.20 Patogenesa apoptosis pada kehamilan normotensif belum
sepenuhnya dipahami. Namun, terdapat teori yang mendukung bahwa pada kehamilan
normotensif, sel trofoblas akan melepaskan FASL dan mengekspresikan gen FAS. Hal ini
dikarenakan pada kehamilan normotensif, selama tahapan perkembangan plasenta akan
menghasilkan sel-sel imun. Sel imun seperti makrofag dan limfosit T yang dihasilkan,
akan secara alami merangsang proses pelepasan gen FAS yang lebih tinggi.20
Berdasarkan fold change, pada penelitian ini didapatkan bahwa kejadian apoptosis
pada sampel kelompok kehamilan preeklampsia didominasi oleh jalur intrinsik
dibandingkan jalur ekstrinsik. Ditandai dengan adanya peningkatan ekspresi gen Bax
dibandingkan ekspresi gen Fas. Hal ini sejalan dengan teori yang ada, yaitu jalur intrinsik
9

atau disebut juga jalur mitokondria merupakan jalur yang paling umum dalam
menyebabkan kejadian apoptosis.12,13,16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini berdasarkan usia ibu, kasus terbanyak pada kelompok kehamilan
preeklampsia dan kelompok kehamilan normotensif adalah usia 20-35 tahun yang
tergolong usia resiko rendah. Berdasarkan usia kehamilan, kasus terbanyak pada
kelompok kehamilan preeklampsia dan kelompok kehamilan normotensif adalah usia
kehamilan aterm (37-42 minggu). Berdasarkan paritas kasus terbanyak pada
kelompok kehamilan preeklampsia dan kelompok kehamilan normotensif adalah
multipara.
2. Pada penelitian ini, didapatkan ekspresi gen Bax yang meningkat tiga kali lipat pada
kelompok kehamilan preeklampsia dibandingkan kelompok kehamilan normotensif
dengan perbedaan bermakna secara statistik.
3. Pada penelitian ini, didapatkan ekspresi gen Fas meningkat setengah kali lipat pada
kelompok kehamilan preeklampsia dibandingkan kelompok kehamilan normotensif
dengan perbedaan bermakna secara statistik.

5.2 Saran

Untuk lebih memahami patogenesis terjadinya kehamilan preeklampsia, masih


diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak, serta
pemeriksaan dengan primer proapoptotik lainnya sebagai pembanding sehingga dapat
mendukung penelitian ini.

10
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumampouw CM, Tendean HM., Wagey FW. Gambaran Preeklampsia Berat Dan
Eklampsia Ditinjau Dari Faktor Risiko di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado. J Med
dan Rehabil. 2019;1(3):1-5.
2. Kumari N, Dash K, Singh R. Relationship between Maternal Age and Preeclampsia . J
Dent Med Sci. 2016;15(12):55-57. doi:10.9790/0853-1512085557
3. Karta S, Syahredi, Hibertina N. Hubungan Usia dan Paritas dengan Kejadian
Preeklampsia Berat di Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2012 - 2013.
2016;5(3):640-646.
4. Denantika O, Serudji J, Revilla G. Hubungan Status Gravida dan Usia Ibu terhadap
Kejadian Preeklampsi di RSUP Dr. M. Djamil Padang. J Kesehat Masy. 2015;4(1):212-
217.
5. Milln JM, Nakimuli A. Medical complications in pregnancy at Mulago Hospital,
Uganda’s national referral hospital. Obstet Med. 2019. doi:10.1177/1753495X18805331
6. Karima, Nurulia Muthi, Rizanda Machmud Y. Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian
Pre-Eklampsia Berat di RSUP Dr. M. Djamil Padang. 2015;4(2):556-561.
7. Pragitara CF, Etika R, Herawati L, Aditiawarman A. Risks of preterm birth and low Apgar
score among preeclamptic women. J Kedokt dan Kesehat Indones. 2020;11(1):6-17.
doi:10.20885/jkki.vol11.iss1.art3
8. FG C, N G, Al E. Hipertensi Dalam Kehamilan. In: William Obstetrics. 23rd ed. Jakarta:
EGC; 2012:740.
9. Kusumastuti DA, Rustono, Alfiah S. Hubungan Antara Paritas, Riwayat Kehamilan, Dan
Asupan Kalsium Dengan Kejadian Preeklampsia Berat. J Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan. 2019;10(2):1.
10. Rana S, Lemoine E, Granger J, Karumanchi SA. Preeclampsia: Pathophysiology,
Challenges, and Perspectives. Circ Res. 2019;124(7):1094-1112.
doi:10.1161/CIRCRESAHA.118.313276
11. Budi Juliantari K, Hariyasa Sanjaya I. Karakteristik Pasien Ibu Hamil Dengan
Preeklampsia Di Rsup Sanglah Denpasar Tahun 2015. E-Jurnal Med Udayana.
2017;6(4):1-9.
12. PRAWIROHARDJO S. Ilmu Kebidanan. empat. (Saifuddin BA, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro HG, eds.). Jakarta: PT BINA PUSTAKA SAR\TONO PRA\TIROHARDJO;
2010.
13. Sujatmiko T, H DR, Nurdiati DS. PERBANDINGAN RERATA EKSPRESI PROTEIN
Bax DAN Bak PADA PREEKLAMPSIA BERAT DAN KEHAMILAN NORMOTENSI.
J Kesehat Reproduksi. 2016;2(3):146-152. doi:10.22146/jkr.12650
14. Afroze SH, Kalagiri RR, Reyes M, et al. Apoptotic and stress signaling markers are
augmented in preeclamptic placenta and umbilical cord. BBA Clin. 2016;6:25-30.
doi:10.1016/j.bbacli.2016.05.003
15. Sari LM. Apoptosis: Mekanisme Molekuler Kematian Sel. Cakradonya Dent J.
2018;10(2):65-70. doi:10.24815/cdj.v10i2.11701
16. Aster J, Vinay K, Abul A. Buku Ajar Patologi Robbins. 9th ed. elsevier; 2014.
17. Ishioka S, Ezaka Y, Umemura K, Hayashi T, Endo T, Saito T. Proteomic analysis of
mechanisms of hypoxia-induced apoptosis in tro- phoblastic cells. 2007;4(1).
doi:10.7150/ijms.4.36
18. Masoumi E, Tavakkol-Afshari J, Nikpoor AR, Ghaffari-Nazari H, Tahaghoghi-

11
12

hajghorbani S, Jalali SA. Relationship between Fas and Fas Ligand gene polymorphisms
and pre-eclampsia. J Obstet Gynaecol Res. 2016;42(10):1272-1278.
doi:10.1111/jog.13062
19. Ali Z, Khaliq S, Zaki S, Ahmad HU, Lone KP. Comparative gene expression analysis of
fas and related genes in preeclamptic and healthy women: A cross-sectional study. Int J
Reprod Biomed. 2020;18(4):235-242. doi:10.18502/ijrm.v13i4.6886
20. Raguema N, Moustadraf S, Bertagnolli M. Immune and Apoptosis Mechanisms
Regulating Placental Development and Vascularization in Preeclampsia.
2020;11(February):1-8. doi:10.3389/fphys.2020.00098
13

Lampiran 1

No.Sampel
Gen Fas Gen Bax
1 5.63 32 1.58 1 1.63 32 2.79
2 6.24 14 5.31 2 4.28 14 3.45
3 -7.92 11 4.74 3 -0.66 11 3.29
6 0.44 29 2.94 6 3.43 29 1.71
25 4.2 31 -3.15 25 7.58 31 4.01
37 1.58 16 7.59 37 3.22 16 8.51
38 2.61 79 -0.31 38 2.75 79 5.63
39 2.22 60 0.96 39 2.74 60 3.34
41 3.28 82 6.86 41 3.39 82 3.72
42 0.53 62 -2.7 42 -2.92 62 5.79
43 5.78 33 0.46 43 1.52 33 9.53
44 6.67 70 0.67 44 2.95 70 1.63
45 1.56 30 1.15 45 -1.25 30 2.68
48 4.6 77 -12.73 48 4.31 77 2.23
51 4.68 66 8.32 51 1.63 66 5.22
52 2.61 10 3 52 3.92 10 1.11
53 0.96 76 2.1 53 1.84 76 8.13
54 3.66 12 2.27 54 3.21 12 4.99
14

Lampiran 2
SPSS gen Fas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

kel_sampel_Fas Statistic df Sig. Statistic df Sig.


dCQ_fas pe 0.188 18 0.094 0.826 18 0.004
normo 0.182 18 0.116 0.883 18 0.029

Historgram: Negative skewness

Transform SQRT(k-x):
1 1,43 32 2,78
2 1,20 14 2,00
3 3,95 11 2,14
6 2,69 29 2,53
25 1,86 31 3,53
37 2,47 16 1,32
38 2,25 79 3,10
39 2,33 60 2,89
41 2,10 82 1,57
42 2,67 62 3,47
43 1,37 33 2,98
44 1,00 70 2,94
45 2,47 30 2,86
48 1,75 77 4,70
51 1,73 66 1,00
52 2,25 10 2,51
53 2,59 76 2,69
54 2,00 12 2,66

Transform data SQRT (k-x):


15

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

kel_sampel_pe Statistic df Sig. Statistic df Sig.


SQRT_dc pe 0.147 18 ,200* 0.942 18 0.318
q
normo 0.160 18 ,200* 0.955 18 0.512

T-Test

Group Statistics
Std.
Std. Error
kel_sampel_pe N Mean Deviation Mean
SQRT_PE pe 18 2.1174 0.68719 0.16197

normo 18 2.6475 0.85863 0.20238

Independent Samples Test


Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Mean Difference
Sig. (2- Differenc Std. Error
F Sig. t df tailed) e Difference Lower Upper
SQRT_PE Equal 0.297 0.589 -2.045 34 0.049 -0.53009 0.25922 -1.05688 -0.00329
variance
s
assumed
Equal     -2.045 32.442 0.049 -0.53009 0.25922 -1.05781 -0.00236
variance
s not
assumed

Lampiran 3
16

SPSS gen Bax


Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

kel. sampel Statistic df Sig. Statistic df Sig.


dCQ bax PE 0.184 18 0.110 0.930 18 0.193
*
Normo 0.162 18 ,200 0.919 18 0.124

T-Test
Group Statistics
Std. Std.
Deviatio Error
kel. sampel N Mean n Mean
dCQ PE 18 2.420 2.34508 0.5527
bax 6 4
Normo 18 4.320 2.44152 0.5754
0 7
Independent Samples Test
95% Confidence
Interval of the
Levene's Test for Equality t-test for Equality of Means Difference
Sig.
(2- Mean Std. Error
    F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
dCQ Equal 0.291 0.593 -2.380 34 0.023 -1.89944 0.79793 - -
bax variance 3.52103 0.27786
s
assumed
Equal     -2.380 33.945 0.023 -1.89944 0.79793 - -
variance 3.52113 0.27776
s not
assumed

Anda mungkin juga menyukai