Anda di halaman 1dari 40

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

2.1 Hasil Belajar

2.1.1 Pengertian Hasil Belajar

Belajar merupakan suatu kebutuhan mutlak setiap manusia. Tanpa belajar

manusia tidak dapat bertahan hidup karena dalam proses kehidupan manusia dari

bayi sampai sepanjang usia mereka, proses belajar itu sendiri akan terus berla

ngsung. Proses belajar inilah yang menjadikan manusia berkembang secara utuh,

baik dalam segi jasmani maupun rohani.

Muhibbin (2006:92) menyatakan secara umum bahwa belajar dapat

dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif

menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang

melibatkan proses kognitif. Sejalan dengan pendapat tersebut, Purwanto (2004:85)

mengemukakan beberapa elemen penting dalam pengertian belajar, yaitu sebagai

berikut:

1) Belajar merupakan perubahan tingkah laku, 2)Belajar merupakan suatu


perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, 3)Untuk dapat disebut
belajar, maka perubahan tersebut harus relatif mantap, 4)Tingkah laku yang
mengalami perubahan karena belajar menyangkut beberapa aspek kepribadian,
baik fisik maupun psikis.

Keberhasilan aktivitas belajar siswa ditentukan dengan adanya kegiatan

evaluasi yang dilaksanakan oleh guru. Menurut UU No. 58 Tahun 2003 ayat 1,

disebutkan bahwa: “Evaluasi hasil belajar peserta didik dilaksanakan oleh

pendidik untuk memantau proses kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta

didik secara berkesinambungan”. Evaluasi itu sendiri dapat diartikan sebagai

suatu tindakan mengukur dan menilai, dimana mengukur artinya membandingkan

18
19

sesuatu dengan satu ukuran yang bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah

mengambil keputusan atas sesuatu dengan ukuran baik buruk atau bersifat

kualitatif.

Evaluasi yang dilaksanakan oleh guru bertujuan untuk mengetahui hasil

belajar siswa. Hasil Belajar disini adalah perubahan tingkah laku yang mencakup

di bidang kognitif yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman

belajarnya (Sudjana, 2005: 3). Untuk mengukur Hasil Belajar siswa, guru

biasanya melakukan evaluasi dengan menggunakan beberapa tes seperti tes

diagnostik, tes sumatif dan tes formatif. (Suharsimi, 2006:33). Dengan

menggunakan tes tersebut, maka akan diketahui tingkat pemahaman dalam

kegiatan pembelajaran. Pelaksanaan penilaian atau evaluasi dapat dilakukan

secara langsung pada saat peserta didik melakukan aktivitas belajar maupun

secara tidak langsung melalui bukti hasil belajar siswa.

Setiap kegiatan belajar yang dilakukan siswa merupakan hasil perubahan

tingkah laku siswa perubahan ini dilakukan koqnitif, efektif dan psikomotorik.

Hal ini berdasarkan pendapat menurut Sudjana (2005:12)” Hasil belajar siswa

adalah perubahan tingkah laku,dimana tingkah laku sebagai hasil belajar yang

dalam pengetahuan yang luas, mencakup bidang Koqnitif, efektif, dan

psikomotorik”. Sementara menurut Sigilai (2013:216), says academic

achievement is a measure of the degree of success in performing specific tasks in

a subject or area of study by students after a teaching/learning experience. Setiap

orang yang melakukan suatu kegiatan belajar akan selalu ingin mengetahui hasil

belajar dari kegiatan yang dilakukannya,orang yang melakukan kegiatan


20

tersebut,berkeinginan mengetahui baik atau buruknya kegiatan yang

dilakukannya. Dimyati (2009:189) mengemukakan bahwa:

Siswa dan guru  merupakan orang orang yang terlibat dalam kegiatan hasil
belajar tentu mereka juga berkeinginan mengetahui proses dan hasil
kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk menyediahkan informasi
tentang baik atau buruknya proses dan hasil kegiatan pembelajaran maka
seorang guru harus menyelenggarakan kegiatan evaluasi hasil belajar

Slameto (2010: 2), mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu proses

usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya. Berikut ini ciri-ciri perubahan tingkah laku

menurut Slameto (2010: 2)

1. Perubahan terjadi secara sadar.

2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional.

3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.

4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.

5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.

6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Dimyati dan Mudjiono, (2009: 3) juga menyebutkan hasil belajar

merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi

guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi

siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.

Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 26) menyebutkan enam jenis

perilaku ranah kognitif, sebagai berikut: a) Pengetahuan, b) Pemahaman, c)

Penerapan, d) Analisis, e) Sintesis , f) Evaluasi.


21

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti

mendefinisikan hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa dari kegiatan

belajar mengajar yang mengakibatkan perubahan tingkah laku.

2.1.2 Tujuan pembelajaran

Dalam proses pembelajaran terlebih dahulu harus menentukan tujuan

yang ingin dicapai dan merumuskan kemampuan apa yang harus dimiliki

oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.Pengertian tujuan

pembelajaran yang dikemukakan oleh Sudjana (2005: 22) menjelaskan bahwa

“tujuan pembelajaran adalah rumusan pernyataan mengenai kemampuan atau

tingkah laku yang diharapkan dimiliki atau dikuasai siswa setelah siswa

menerima proses pengajaran”. Sedangkan menurut Sanjaya (2006: 68), “tujuan

pembelajaran adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah

mereka mempelajari bahasan tertentu dalam satu kali pertemuan”.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran

adalah kemampuan (kompetensi) atau keterampilan yang diharapkan dapat

dimiliki oleh siswa setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam setiap

kali pembelajaran berakhir. Karena hanya guru yang mengetahui karakteristik

siswa dan karakteristik materi pelajaran yang diajarkan, maka yang bertugas

merumuskan tujuan pembelajaran adalah guru.

Komponen-komponen yang harus diperhatikan dalam rumusan indikator

tujuan belajar adalah siapa yang diharapkan mencapai tujuan atau hasil belajar

itu, tingkah laku apa yang diharapkan dapat dicapai, dalam kondisi yang

bagaimana kondisi belajar dapat ditampilkan.


22

Ditinjau dari pihak guru materi pembelajaran itu harus diajarkan atau

disampaikan dalam kegiatan pembelajaran. Ditinjau dari pihak siswa bahan ajar

itu harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi dan

kompetensi dasar yang akan dinilai dengan menggunakan instrumen penilaian

yang disusun berdasarkan indikator pencapaian belajar yang menggunakan

metode pembelajaran kreatif dan inovatif sesuai dengan apa yang dibutuhkan

oleh siswa serta disesuaikan dengan kondisi agar tujuan pembelajaran dapat

tercapai.

2.1.3 Penilaian Hasil Belajar

Menurut Djamarah (2002:120) mengungkapkan, bahwa untuk mengukur

dan mengevaluasi hasil belajar siswa tersebut dapat dilakukan melalui tes prestasi

atau hasil belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang lingkunya, tes hasil belajar dapat

digolongkan ke dalam jenis penilaian, sebagai berikut:

1) Tes Formatif, penilaian ini dapat mengukur satu atau beberapa pokok bahasan

tertentu dan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa

terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk

memperbaiki proses belajar mengajar dalam waktu tertentu.

2) Tes Subsumatif, tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang

telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh

gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar

atau hasil belajar siswa. Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk

memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan

nilai rapor.
23

3) Tes Sumatif, tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap

bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu

atau dua bahan pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tarap atau

tingkat keberhasilan belajar siswa dalam satu periode belajar tertentu. Hasil

dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat

(rangking) atau sebagai ukuran mutu sekolah. 

2.1.4 Aspek-aspek hasil belajar sebagai objek penilaian

Adapun tipe dari hasil penilaian pada aspek ranah kognitif dapat

dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Tipe Hasil belajar : Pengetahuan Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai

terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun

demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut

termasuk pula pengetahuan faktual di samping pengetahuan hapalan atau

diingat. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang

paling rendah. Namun tipe hasil belajar ini jadi prasyarat bagi pemahaman.

b. Tipe Hasil Belajar Pemahaman Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada

pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan

kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau didengar, memberi contoh lain

dari yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada

kasus lain. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih

tinggi daripada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan

tidak perlu ditanyakan, sebab untuk dapat memahami perlu lebih didahului

mengetahui atau mengenal.

Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori.


24

1. Pemahaman terjemahan

Pemahaman terjemahan merupakan tingkat terendah, misalnya dari bahasa

Inggris ke dalam bahasah putih Indonesia, mengartikan Bhineka Tunggal Ika,

mengartikan Merah Putih, menerapkan prinsip-prinsip listrik dalam

memasang sakelar.

2. Pemahaman Penafsiran

Pemahaman tingkat kedua adalah pemahaman penfsiran, yakni

menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya,

atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian,

membedakan yang pokok dan yang bukan pokok.

3. Pemahaman ekstrapolasi

Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman

ekstrapolasi. Dengan ektrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat di

balik, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas

persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.

Mengungkapkan tentang sesuatu dengan bahasa sendiri dengan symbol

tertentu ke dalam pemahaman terjemahan. Dapat menghubungkan hubungan

antar unsur dari keseluruhan pesan suatu kakrangan termasuk ke dalam

pemahaman penfsiran. Item ekstrapolasi mengungkapkan kemampuan di

balik pesan yang tertulis dalam suatu keterangan atau tulisan.

2.1.5 Faktor- Faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Dalyono (2001: 55) berhasil tidaknya seseorang dalam belajar

disebabkan oleh dua faktor yaitu Faktor Intern dan Faktor Ekstern.
25

Dari pendapat ahli diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Faktor Intern (yang berasal daridalam diri orang yang belajar)

1. Kesehatan

Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap

kemampuan belajar. Bila seseorang yang tidak selalu sehat, sakit kepala,

demam, pilek batuk dan sebagainya dapat mengakibatkan tidak bergairah

untuk belajar. Demikian pula halnya jika kesehatan rohani (jiwa) kurang

baik.

2. Intelegensi dan Bakat

Kedua aspek kejiwaan ini besar sekali pengaruhnya terhadap kemampuan

belajar. Seseorang yang mempunyai intelegensi baik (IQ-nya tinggi)

umumnya mudah belajar dan hasilnyapun cenderung baik. Bakat juga besar

pengaruhnya dalam menentukan keberhasilan belajar. Jika seseorang

mempunyai intelegensi yang tinggi dan bakatnya ada dalam bidang yang

dipelajari, maka proses belajar akan lebih mudah dibandingkan orang yang

hanya memiliki intelegansi tinggi saja atau bakat saja.

3. Minat dan Motivasi

Minat dapat timbul karena adanya daya tarik dari luar dan juga datang dari

sanubari. Timbulnya minat belajar disebabkan beberapa hal, antara lain

karena keinginan yang kuat untuk menaikkan martabat atau memperoleh

pekerjaan yang baik serta ingin hidup senang atau bahagia.Begitu pula

seseorang yang belajar dengan motivasi yang kuat, akan melaksanakan

kegiatan belajarnya dengan sungguh-sungguh, penuh gairah dan semangat.


26

Motivasi berbeda dengan minat. Motivasi adalah daya penggerak atau

pendorong.

4. Cara belajar

Cara belajar seseorang juga mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya.

Belajar tanpa memperhatikan teknik dan faktor fisiologis, psikologis, dan

ilmu kesehatan akan memperoleh hasil yang kurang.

b. Faktor Ekstern (yang berasal dari luar diri orang belajar)

1. Keluarga

Faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak

dalam belajar, misalnya tinggi rendahnya pendidikan, besar kecilnya

penghasilan dan perhatian.

2. Sekolah

Keadaan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat keberhasilan

anak. Kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian kurikulum dengan

kemampuan anak, keadaan fasilitas atau perlengkapan di sekolah dan

sebagainya, semua ini mempengaruhi keberhasilan belajar.

3. Masyarakat

Keadaan masyarakat juga menentukan hasil belajar. Bila sekitar tempat

tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang berpendidikan,

terutama anak-anaknya, rata-ratabersekolah tinggi dan moralnya baik, hal

ini akan mendorong anak giat belajar.


27

4. Lingkungan sekitar

Keadaan lingkungan tempat tinggal,juga sangat mempengaruhi hasil belajar.

Keadaan lingkungan, bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas

dan sebagainya semua ini akan mempengaruhi kegairahan belajar.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan

seseorang siswa tidak bisa terlepas dari faktor yang berasal dari dalam diri siswa 

maupun dari luar diri siswa atau faktor lingkungan tersebut, karena dari kedua

faktor tersebut ikut serta dalam membentuk pribadi individu seseorang siswa yang

selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik,sehingga akan merubah cara berpikir

dan menghasilkan pekerjaan yang baik.

2.1.6 Indikator Hasil Belajar


Yang menjadi indikator utama hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:

a. Ketercapaian daya serap terhadap bahan pembelajaran yang diajarkan, baik

secara individual maupun kelompok. Pengukuran ketercapaian daya serap ini

biasanya dilakukan dengan penetapan Kriteria Ketuntasan Belajar Minimal

(KKM)

b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa,

baik secara individual maupun kelompok.

Namun demikian, menurut Djamarah (2002:120)  indikator yang banyak

dipakai sebagai tolak ukur keberhasilan adalah daya serap. Hasil belajar

merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi

guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang

lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan

mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan
28

pelajaran. Hasil juga bisa diartikan adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi

perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi

tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar siswa dalam

lingkungan sekolah baik dalam kelas maupun diluar kelas. Hasil belajar tersebut

terjadi karena adanya evaluasi guru dikelas, adapun hasil belajar ini dapat penulis

ukur melalui ujian semester.

2.2 Persepsi Tentang Kompetensi Pendagogik Guru

2.2.1 Pengertian Persepsi Tentang kompetensi pendagogik guru

Menurut Slameto (2010: 102) persepsi adalah proses yang menyangkut

masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Prinsip-prinsip dasar

tentang persepsi: a. Persepsi itu relatif bukannya absolut. b. Persepsi itu selektif. c.

Persepsi itu mempunyai tatanan. d. Persepsi dipengaruhi oleh harapan dan

kesiapan (penerima rangsangan). e. Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh

berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama.

(Slameto 2010: 103). Menurut Sugihartono (2007: 8), persepsi adalah kemampuan

otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan/

mengintrepetasi stimulus yang masuk kedalam alat indera.

Menurut Walgito (2010: 99) persepsi merupakan proses diterimanya

stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris.

pengalaman merupakan respon dari sebuah kejadian melalui panca indra yang

dimilikinya. Secara garis besar persepsi merupakan proses yang digunakan untuk

mengumpulkan, menyeleksi dan mengorganisasi serta menginterpretasi informasi


29

yang telah didapatkan dari hasil pembacaan hasil stimulus rangsang yang

disampaikan ke otak. Maka dari itu persepsi disebut juga proses kognitif yang

kompleks dan dialami oleh setiap orang untuk menghasilkan informasi dan

informasi yang didapatkan akan mempengaruhi pola pikir orang tersebut.

Menurut Stephen ( 2007: 174) Persepsi adalah sebuah proses saat individu

mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna

memberikan arti bagi lingkungan mereka. Perilaku individu seringkali didasarkan

pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. Dari

beberapa pendapat tentang persepi dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu

proses di mana seseorang menyimpulkan suatu pesan atau informasi yang berupa

peristiwa berdasarkan pengalaman.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

045/U/2002 Tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi, yang dimaksud dengan

kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang

dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam

melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan

bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku

yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam

melaksanakan tugas keprofesionalannya. Jadi, kompetensi guru dapat dimaknai

sebagai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan

penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005

tentang Guru dan Dosen Pasal 10 dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
30

Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi

Akademik dan Kompetensi Guru, dinyatakan bahwa kompetensi guru terdiri dari

empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,

kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Dalam penelitian ini kompetensi

guru yang akan diteliti meliputi kompetensi pedagogik.

Kompetensi pedagogik merupakan kompetensi atau keahlian yang dimiliki

seorang guru terkait dengan peran dan tugas guru dalam pelaksanaan kegiatan

pembelajaran yang meliputi kemampuan memahami peserta didik, kemampuan

merancang dan melaksanakan pembelajaran, kemampuan membantu

pengembangan peserta didik, dan kemampuan melakukan evaluasi pembelajaran

sehingga proses pembelajaran bisa berjalan sesuai yang diharapkan. Persepsi

siswa tentang kompetensi pedagogik guru dapat diartikan sebagai kesan/penilaian

yang diberikan oleh siswa tentang kompetensi pedagogik guru dan akan muncul

setelah mengamati sesuatu, persepsi tersebut berkenaan dengan pemahaman

karakteristik siswa serta kemampuan guru menciptakan suasana pembelajaran

yang menyenangkan. Siswa yang mempunyai persepsi yang positif tentang

kompetensi pedagogik guru maka akan berpengaruh pada motivasi belajarnya,

siswa akan lebih bersemangat mengikuti pelajaran. Sebaliknya apabila siswa

mempunyai persepsi yang negatif maka siswa kurang bersemangat mengikuti

pelajaran. Dalam penelitian ini persepsi siswa mengenai kompetensi pedagogik

guru menggunakan indikator dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik

dan Kompetensi Guru.


31

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa persepsi tentang kompetensi

pendagogik guru adalah suatu proses di mana seseorang menyimpulkan suatu

pesan atau informasi yang berupa peristiwa berdasarkan pengalaman tentang

kemampuan guru untuk memahami peserta didik, merancang dan melaksanakan

pembelajaran, membantu pengembangan peserta didik, dan melakukan evaluasi

pembelajaran.

Pemahaman terhadap peserta didik merupakan salah satu kometensi

pedagogik yang harus dimiliki guru. Sedikitnya terdapat empat hal yang harus

dipahami guru dari peserta didiknya, yaitu tingkat kecerdasan, kreatifitas, cacat

fisik, dan perkembangan kognitif. Perencanaan pembelajaran, dengan indikator

esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan

pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta

didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan

pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. Pelaksanaan pembelajaran,

dengan indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan

pembelajaran yang kondusif. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama

adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku

dan pembentukan kompetensi peserta didik.

2.2.2 Persepsi Dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi  Persepsi

Menurut Desmita (2014: 120) Persepsi meliputi suatu interaksi rumit yang

melibatkan setidaknya tiga komponen utama, yaitu: seleksi, penyusunan, dan

penafsiran. Proses tersebut penulis jabarkan sebagai berikut:

a. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap stimulus, dimana

struktur kognitif yang telah ada dalam kepala akan menyeleksi,


32

membedakan data yang masuk dan memilih data mana yang relevan

sesuai dengan kepentingan dirinya. Dalam proses ini siswa terlebih

dahulu menerima stimulus dari guru berupa penyampaian metode belajar,

evaluasi hasil belajar, dan lain lain. Kemudian siswa menyeleksi dan

mengenali stimulus mana yang sesuai dengan keadaan dirinya untuk

meningkatkan hasil belajarnya.

b. Penyusunan adalah proses mereduksi, mengorganisasikan, menata, atau

menyederhanakan informasi yang kompleks kedalam suatu pola yang

bermakna. Proses ini terjadi setelah siswa mengenali dan memahami

stimulus/rangsangan yang mendasari persepsi. Maka akan didapat suatu

tanggapan dan konfirmasi dari apa yang telah menjadi persepsi selama

ini.

c. Penafsiran adalah proses menerjemahkan atau menginterpretasikan

informasi atau stimulus kedalam bentuk tingkah laku sebagai respon.

Dalam proses ini siswa bertindak sesuai tanggapan pada persepsi.

Maksudnya adalah jika guru mengajar dengan baik maka siswa akan

bersungguh-sungguh dalam mengikuti proses pembelajaran.

Menurut Walgito (2010: 101), faktor yang mempengaruhi persepsi antara

lain objek yang dipersepsikan, alat indra, perhatian. Penulis jabarkan sebagai

berikut:

a) Objek yang dipersepsi Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat

indra atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang

mempersepsi, tetapi juga datang dari dalam individu yang bersangkutan

yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.


33

b) Alat indra, syaraf, dan pusat susunan syaraf Alat indra atau reseptor

merupakan alat untuk menerima stimulus. Di samping itu juga harus ada

syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima

reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran,

sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris.

c) Perhatian Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan

adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu

persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan

pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang

ditunjukkan pada sesuatu atau sekumpulan objek.

Dalam penelitian ini persepsi siswa digunakan untuk mengetahui kompetensi

pedagogik guru dan kompetensi profesional guru. Persepsi yang baik terhadap

kompetensi pedagogik dan professional guru akan berpengaruh positif terhadap

motivasi belajar siswa, dengan adanya persepsi siswa bahwa kompetensi

pedagogik dan kompetensi profesional guru sudah baik maka siswa akan lebih

percaya terhadap apa yang diajarkan oleh guru dan akan mendorong siswa untuk

bisa lebih giat dalam proses pembelajaran, hal tersebut akan berpengaruh terhadap

motivasi belajar siswa sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa akan baik.

2.2.3 Indikator Persepsi Tentang Kompetensi Pendagogik Guru

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi

Guru dijelaskan bahwa kompetensi pedagogik adalah kompetensi yang harus

dimiliki guru berkenaan dengan karakteristik siswa dari berbagai aspek seperti

moral, emosional, dan intelektual. Indikator dari kompetensi pedagogik meliputi:


34

a) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual,

emosional dan intelektual.

b) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

c) Mengembangkan kurikulum yang terikat dengan mata pelajaran yang

diampu.

d) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.

e) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan

pembelajaran.

f) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensi yang dimiliki.

g) Berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun terhadap peserta didik.

h) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi hasil belajar.

i) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan

pembelajaran.

j) Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Persepsi tentang kompetensi

pendagogik guru merupakan proses menyimpulkan suatu peristiwa berdasarkan

indikator Menguasai karakteristik peserta didik, Menguasai teori belajar,

Mengembangkan kurikulum, Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik,

Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, Memfasilitasi pengembangan

potensi peserta didik, Berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun terhadap

peserta didik, Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi hasil belajar,

Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi, Melakukan tindakan reflektif.


35

2.3 Teman Sebaya

2.3.1 Pengertian Teman Sebaya

Selain sebagai makhluk individu, manusia juga memiliki sifat sebagai

makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan diri dari

pengaruh lingkungan. Demikian juga dalam kehidupan remaja, akan saling

berinteraksi dan mempengaruhi antar teman sebaya untuk memenuhi kebutuhan

sosialnya. Teman Sebaya merupakan bagian yang penting bagi pertumbuhan dan

perkembangan diri remaja dalam pembentukan sikap. Diantara mereka saling

mempengaruhi baik dalam bentuk sikap maupun perilaku yang akhirnya akan

memberikan nilai-nilai pribadinya dalam keluarga, masyarakat maupun dalam

menentukan suatu pilihan.

Dalyono (2001: 129) mengemukakan bahwa:

“Secara psikologis, lingkungan mencakup segenap stimulasi yang diterima


oleh individu mulai sejak konsesi, kelahiran sampai matinya. Stimulasi ini
misalnya berupa : sifat-sifat ‘genes’, interaksi ‘genes’, selera, keinginan,
perasaan, tujuan-tujuan, minat, kebutuhan, kemauan, emosi dan kapasitas
intelektual. Secara sosiokultural, lingkungan mencakup segenap stimulasi,
interaksi dan kondisi dalam hubungannya dengan perlakuan atau karya
orang lain, pola hidup masyarakat, latihan, belajar, pendidikan, pengajaran,
bimbingan, dan penyuluhan adalah termasuk ke dalam lingkungan ini.
Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.
Lingkungan adalah keluarga yang mengasuh dan membesarkan anak,
sekolah tempat mendidik, masyarakat tempat tinggal anak bergaul juga
bermain sehari-hari dan keadaan alam sekitar dengan iklim dan flora dan
faunanya.”

Kelompok teman sebaya adalah suatu kelompok yang terdiri dari orang-

orang yang bersamaan usianya, antara lain kelompok bermain pada masa kanak-

kanak, kelompok monoseksual yang hanya beranggotakan anak-anak sejenis

kelamin, atau gang yaitu kelompok anak nakal (La Sulo, 2005: 181).

Hertherington dan Parke dalam yang dikutip Desmita (2014:145) menjelaskan


36

bahwa Teman Sebaya (peer) sebagai sebuah kelompok sosial sering didefinisikan

sebagai semua orang yang memiliki kesamaan sosial atau yang memiliki

kesamaan ciri-ciri, seperti kesamaan tingkat usia.

Dapat disimpulkan bahwa Teman Sebaya adalah suatu lingkungan yang

terdiri dari sekelompok orang yang mempunyai kesamaan sosial seperti kesamaan

tingkat dengan berbagai karakter individu yang mampu mempengaruhi perilaku

individu. Teman sebaya termasuk didalamnya Lingkungan Teman Sebaya di

lingkungan tempat tinggal maupun di lingkungan tempat belajar. Diantara teman

sebaya saling mengadakan interaksi, sehingga terjadi keterlibatan individu di

dalamnya yang akhirnya akan terjadi dorongan dan dukungan yang dapat

mempengaruhi dan memotivasi seseorang untuk berminat terhadap sesuatu.

2.3.2 Peranan dan Fungsi Teman Sebaya

Menurut Horton dalam Aminuddin (2003:118) “Peran adalah perilaku

yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai suatu status”. Sedangkan

menurut Soekanto (2001:268) “Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan”.

Apabila seseorang telah melaksankan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranannya. Jadi peranan merupakan

seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati

suatu kedudukan sosial tertentu dengan melalui norma-norma yang ada di dalam

masyarakat.

Menurut Soekanto (2001:269) peranan mencakup tiga hal, yatu:

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau


tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan kemasyarakat
b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
37

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting


bagi struktur sosial masyarakat.

Seringkali kelompok sebaya khususnya para pelajar menentang norma-

norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Seorang pelajar yang telah

masuk kedalam kelompok teman sebaya akan memiliki keterikatan yang dalam

kepada kelompoknya. Segala perbuatan yang dilakukan harus sesuai dengan

dukungan dan persetujuan kelompok sebayanya. Dalam perkembangan

kepribadian remaja lingkuangan sangat berpengaruh, baik lingkungan fisik

maupun lingkungan sosial. Lingkuangan sosial merupakan lingkungan masyarakat

yang memungkinkan ada interaksi antara individu satu dengan individu lain.

Lingkungan sosial dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Lingkungan sosial primer, yaitu lingkungan sosial dimana terdapat


hubungan yang erat antara anggota yang satu dengan anggota yang lain,
anggota satu kenal baik dengan anggota yang lain. Oleh karena itu
diantara anggota telah ada hubungan yang erat maka sudah tentu
pengaruh dari lingkungan sosial ini akan lebih mendalam bila
dibandingkan dengan lingkuang sosial yang hubungannya tidak erat.
2. Lingkungan sosial sekunder, yaitu lingkungan sosial yang hubungan
antara anggota yang satu dengan yang lain agak longgar. Pada
umumnya tidak saling mengenal atau anggoata yang satu dengan yang
lainnya kurang mengenal. Karena itu pengaruh lingkungan sekunder
akan kurang mendalam dibandingkan dengan pengaruh lingkungan
primer. (Walgito,2010:49)

Dalam masyarakat lingkungan sosial sekunder banyak dijumpai berbagai

kelompok sebaya dari kelompok anak-anak hingga kelompok sebaya orang

dewasa. Pentingnya peranan kelompok sebaya dapat menjadi kelompok referensi

(kelompok teladan) yang mempunyai pengaruh terhadap sikap, nilai-nilai, serta

norma perilaku agar dapat diterima kelompoknya. Menurut Hurlock (1999: 83)

“Anggota kelompok sebaya dapat diterima menjadi anggotanya bila dapat belajar

berperilaku dengan cara yang diterima masyarakat”.


38

Faktor-faktor yang menyebabkan semakin pentingnya peranan kelompok

teman sebaya (peer group) tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Urbanisasi dan industrialisasi

Urbanisasi telah menyebabkan terjadinya konsentrasi penduduk di kota-

kota. Karena itu semakin lama semakin banyak anak-anak dan remaja berada di

kota-kota daripada di daerah pedesaan. Oleh karena itu masa belajar anak-anak

dan remaja di sekolah semakin lama semakin panjang, maka berkembanglah

kelompok-kelompok sebayanya.

2) Perubahan masyarakat yang cepat karena kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Dalam keadaan yang demikian, minat, citarasa, dan cara berfikir

mengalami perubahan dengan cepat. Anak-anak dan remaja cenderung lebih

cepat menangkap inovasi, sedangkan orang dewasa cenderung lamban dalam

mengikuti perubahan, misalnya mode pakaian, jenis m usik tertentu, dan lain-

lain. Dengan demikian terjadilah perbedaan pandangan antara remaja dengan

orang tua, sehingga para remaja akan lari kepada kelompok sebayanya untuk

mendapatkan informasi dan bimbingan.

3) Dalam masyarakat industri anak-anak dan remaja kurang berperan dalam

proses produksi.

Didalam masyarakat industri, peranan anak-anak dan remaja dalam

proses produksi relatif kurang berarti. Demikian pula anak-anak dan remaja

tidak berperan dalam kehidupan politik, kemasyarakatan, dan kehidupan

produktif lainnya dalam masyarakat. Disamping itu mereka kurang

diikutsertakan dalam kegiatan orang dewasa, sehingga para remaja semakin


39

berpaling kepada kelompok sebayanya intuk mendapatkan dukungan dan

identitas dirinya. Dengan demikian kelompok sebaya semakin menjadi sumber

pengaruh yang penting bagi kehidupan remaja dan semakin besar peranannya

dalam proses sosialisasi manusia.

4) Masyarakat yang semakin bertambah makmur akan memberikan kemungkinan

pilihan bagi remaja

Dalam masyarakat yang demikian para remaja menghadapi bermacam-

macam kemungkinan pilihan diantaranya:barang, kegiatan, lanjutan studi,

pekerjaan, pasangan hidup, idiologi politik, dan lain-lain. Adanya bermacam-

macam kemungkinan pilihan hidup ini memberikan peluang terjadinya

konflik antara remaja dengan orang dewasa. Dalam situasi yang demikian

remaja cenderung mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sebaya

mereka.

Ahmadi (2007:193) menyebutkan bahwa fungsi pergaulan teman sebaya

adalah: Mengajarkan anak bergaul dengan sesamanya, Mengajarkan kebudayaan

masyarakat, Mengajarkan mobilitas sosial, Mengajarkan peranan sosial yang baru

dan Mengajarkan kepatuhan kepada aturan dan kewibawaan impersonal.

Fungsi Teman Sebaya menurut Santrock (2007: 220) adalah:

persahabatan, Stimulasi, Dukungan fisik, Dukungan Ego, Perbandingan Sosial.

Fungsi ini Penulis jabarkan sebagai berikut:

1) Persahabatan akan memberikan kesempatan kepada remaja untuk

menjadi seorang teman yang siap menemani atau menyertai dalam

berbagai aktivitas bersama sepanjang waktu, sahabat bisa juga diartikan

sebagai pengganti keluarga.


40

2) Stimulasi Ketika seorang sahabat sedang mengalami suatu kegagalan atau

dalam suasana kesedihan maka teman sebaya berperan sebagai

pendorong dan membantu memberi jalan keluar pemecahan masalah.

Seorang teman sejati akan dapat membangkitkan semangat untuk

menghadapi permasalahannya dengan tabah dan dapat menyelesaikannya

dengan berhasil.

3) Dukungan fisik, Dengan adanya teman sebaya seseorang mau

mengorbankan waktu, tenaga dan bantuan materiil-moril kepada teman-

temannya, bahkan ia akan hadir secara fisik ketika teman dekatnya

sedang mengalami kesedihan, dengan demikian Lingkungan Teman

Sebaya juga saling memberikan dukungan fisik.

4) Dukungan Ego, Seorang teman sebaya akan memberikan dukungan ego

yang membangkitkan semangat berani, menumbuhkan perasaan dihargai

dan menarik perhatian orang lain. 7

5) Perbandingan Sosial, Teman Sebaya saling berinteraksi dengan memberi

kesempatan dan informasi penting tentang pribadi, karakter, sifat-sifat,

minat, bakat, dan kemampuan yang dimiliki oleh orang lain. Dengan

mengetahui hal itu, individu dapat merefleksikan ke dalam diri, guna

mengetahui atau mengevaluasi kemampuan dan kelemahan diri sendiri

sehingga ia dapat belajar dengan baik secara langsung maupun tidak

langsung untuk meningkatkan kemampuannya agar menjadi lebih baik.

Keintiman/afeksi Suasana kehangatan, keakraban, kedekatan emosional,


41

2.3.4 Teori Teman Sebaya

Bronfenbrenner (Bronfenbrenner, 1981; Santrock dan Yussen, 1989),

Deacon dan Firebaugh (1988), Melson (1980), Holman (1983), Klein dan

White (1996) menyajikan model pandangan dari segi ekologi keluarga dalam

mengerti proses sosialisasi anak-anak. Model tersebut menempatkan posisi

anak atau keluarga inti pada pusat di dalam model yang secara langsung dapat

berinteraksi dengan lingkungan yang berada di sekitarnya, yaitu lingkungan

mikrosistem (the microsystem) yang merupakan lingkungan terdekat dengan

anak berada, meliputi keluarga, sekolah, teman sebaya, dan tetangga.

Lingkungan yang lebih luas disebut lingkungan mesosistem (the mesosystem)

yang berupa hubungan antara lingkungan mikrosistem satu dengan

mikrosistem yang lainnya, misalnya hubungan anak dengan teman sebayanya.

Lingkungan yang lebih luas lagi disebut dengan lingkungan exosystem

yang merupakan lingkungan tempat anak tidak secara langsung mempunyai

peranan secara aktif, misalnya lingkungan keluarga besar (extended family)

atau lingkungan pemerintahan. Akhirnya lingkungan yang paling luas adalah

lingkungan makrosistem (the macrosystem) yang merupakan tingkatan paling

luas yang meliputi struktur sosial budaya suatu bangsa secara umum. Model

Bronfenbrenner menjelaskan mengenai pendekatan ekosistem dalam

menganalisis ekologi keluarga dalam sosialisasi anak yang dikenal dengan

Model Ekologi dari Bronfenbrenner (Bronfenbrenner 1981; Santrock dan

Yussen 1989). Model tersebut menyajikan tahapan-tahapan pengaruh

lingkungan pada sosialisasi anak yang tediri atas lingkungan paling dekat yaitu

lingkungan mikrosistem (the microsystem), lingkungan yang lebih luas disebut


42

lingkungan mesosistem (the mesosystem), kemudian lingkungan yang lebih

luas lagi disebut dengan lingkungan exosystem, dan akhirnya lingkungan yang

paling luas yaitu lingkungan makrosistem (the macrosystem) Menurut Holland

et al. (Kilpatrick dan Holland 2003) bahwa perspektif ekosistem (sistem

ekologi) merupakan pendekatan teoretikal yang dominan dalam melihat

perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhan psikologinya yang berhubungan

dengan lingkungan sosialnya (mulai dari tingkatan mikro ke makro).

Pendekatan lain dari Megawangi (1999) menjelaskan bahwa teman sebaya

dijabarkan sebagai suatu sistem yang diartikan sebagai suatu unit sosial dengan

keadaan yang menggambarkan individu secara intim terlibat untuk saling

berhubungan timbal balik dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya setiap

saat dengan dibatasi oleh aturan-aturan di dalam pergaulan. Sistem ekologi

juga menganalisis keterkaitan antara anak dan lingkungan sekitarnya dalam

melihat perubahan budaya, seperti peran ganda ibu, tren perceraian, dan efek

perceraian dalam pengasuhan (Harris dan Liebert 1992).

2.3.5 Indikator Teman Sebaya

Menurut Umar (2005: 181) “Indikator Teman Sebaya adalah :Interaksi

sosial, Keterlibatan individu dalam berinteraksi, Dukungan teman sebaya”.

Pendapat Umar tersebut dapat diuraiakan menjadi

1) Interaksi sosial yang dilakukan

a) Interaksi dengan teman sebaya di lingkungan tempat tinggal

b) Interaksi dengan teman sebaya di lingkungan sekolah

2) Keterlibatan individu dalam berinteraksi.

a)  Interaksi antara individu dan individu


43

Individu yang satu memberikan pengaruh , rangsangan \ Stimulus kepada

individu lainnya . Wujud interaksi bisa dalam dalam bentuk berjabat

tangan , saling menegur , bercakap – cakap \ mungkin bertengkar .

b) Interaksi antara individu dan kelompok

Bentuk interaksi antara individu dengan kelompok : Misalnya : Seorang

ustadz sedang berpidato didepan orang banyak. Bentuk semacam ini

menunjukkan bahwa kepentingan individu berhadapan dengan

kepentingan kelompok .

3) Dukungan teman sebaya. Sarafino (2012) menyatakan bahwa dukungan

teman sebaya mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, dan

menghargainya

Dari urain di atas, Penulis menyimpulkan bahwa Teman Sebaya

merupakan sekelompok orang yang mempunyai kesamaan sosial seperti kesamaan

tingkat dengan berbagai karakter individu yang diukur berdasarkan Interaksi

sosial, Keterlibatan individu dalam berinteraksi, Dukungan teman sebaya.

2.4 Lingkungan Keluarga

2.4.1 Pengertian Lingkungan Keluarga

Manusia dan alam lingkungannya merupakan kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan. lingkungan mencakup segala material dan stimulus di dalam dan di

luar individu, baik yang bersifat fisiologis, psikologis, maupun sosio-

kultural. Lingkungan selalu mengitari manusia dari waktu dilahirkan

sampai meninggalnya, sehingga antara lingkungan dan manusia

terdapat  hubungan timbal balik. dalam artian lingkungan mempengaruhi

manusia  dan manusia mempengaruhi lingkungan.  Begitu pula dalam proses


44

belajar  mengajar, lingkungan merupakan sumber belajar yang

banyak  berpengaruh dalam proses belajar maupun perkembangan anak.

Hal ini  sesuai dengan pendapat Slameto (2010:2) menyatakan “belajar

ialah suatu  proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai  pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Secara

fisiologis, lingkungan meliputi segala  kondisi dan material jasmaniah di dalam

tubuh. Secara psikologis, lingkungan  mencakup segenap stimulus yang diterima

oleh individu mulai sejak kelahiran sampai kematian. Secara sosio-kultural,

lingkungan mencakup  segenap stimulus, interaksi,  dan kondisi, dalam

hubungannya dengan perlakuan  ataupun karya orang lain.

Menurut Sertain (dalam  Dalyono 2001:132) “Lingkungan meliputi semua

kondisi-kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi

tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan kita kecuali gen-gen, dan gen-gen

dapat pula dipandang menyiapkan lingkungan bagi gen yang lain”. Dapat

disimpulkan bahwa lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di dalam

ataupun di luar individu baik yang bersifat fisiologis, psikologis, maupun sosio-

kultural yang berpengaruh tertentu terhadap individu. Lingkungan meliputi semua

kondisi-kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi

tingkah laku kita, pertumbuhan, dan perkembangan kita kecuali gen-gen.

Belajar pada hakekatnya merupakan suatu interaksi antara individu dan

lingkungan. Dalam proses interaksi itu dapat mengakibatkan terjadinya perubahan

pada diri siswa berupa perubahan tingkah laku. Hal ini menunjukkan bahwa

fungsi lingkungan merupakan faktor yang paling penting dalam proses belajar-
45

mengajar. Pengertian belajar di atas menekankan bahwa belajar merupakan  suatu

pengalaman dan pengalaman itu salah satunya diperoleh berkat adanya interaksi

antara seseorang dengan lingkungannya. Lingkungan sebagai sumber belajar

menurut Departemen pendidikan kebudayaan (1990:70) menyatakan “Lingkungan

sebagai sumber belajar dapat dibedakan atas lingkungan fisik dan lingkungan

sosial”. Contoh lingkungan fisik yang dapat digunakan sebagai sumber belajar

adalah buku, musium, toko, pasar, jalan, sungai sedangkan yang termasuk dalam

contoh lingkungan sosial adalah keluarga. Dari contoh tersebut dapat disimpulkan

bahwa lingkungan belajar sebagai sumber belajar meliputi aspek manusia dan non

manusia.

Sebelum anak mengenal lingkungan sekolah dan masyarakat, keluargalah

yang pertama dijumpainya. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan

pendidikan yang paling berpengaruh dibandingkan yang lain, karena seorang anak

yang lahir sejak awal kehidupannya, dan dalam keluargalah ditanamkan benih-

benih pendidikan (Dimyati dkk, 2009:16). Keluarga adalah kelompok sosial yang

bersifat abadi, dikukuhkan dalam hubungan nikah yang memberikan pengaruh

keturunan dan lingkungan sebagai dimensi penting yang lain bagi anaknya

sebagaimana dikatakan.

Kartono (1995:16) bahwa “lingkungan keluarga meliputi unit social

terkecil yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak”.karena itu

baik buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar memberikan pengaruh

baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak. Masyarakat dan keluarga

adalah tempat anak-anak belajar tumbuh dan berkembang menuju kedewasaan.

Disamping itu keluarga merupakan lembaga pertama dimana anak mengenal


46

lingkungan masyarakatnya dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Di dalam

keluarga kepribadian anak  akan terbentuk karena daya interaksi yang intim antara

anggota keluarga terutama orang tua (ayah dan ibu).

Menurut Gerungan (2000:57) lingkungan keluarga merupakan tempat

yang pertama dimana anak belajar dan menyatakan dirinya sebagai mahluk sosial

didalam hubungannya dengan kelompok keluarganya. Selanjutnya Prayitno

(2000:36) lingkungan keluarga adalah sebagai salah satu kelompok sosial

perkembangan anak yang sangat besar pengaruhnya, dari keluargalah anak

memperoleh konsep diri, peranan yang harus diperankan sesuai dengan jenis

kelamin, keterampilan, intelektual, maupun sosial, dan sikap mereka terhadap

sekolah.

Pada hakekatnya lingkungan merupakan tempat manusia berkomunikasi

dan menerima berbagai macam pengaruh dalam nilai-nilai kehidupan. Proses

komunikasi dan pengaruh ini untuk pertama kali diposes oleh setiap manusia dari

orang tua didalam lingkungan keluarga dan selanjutnya lingkungan sekolah dan

masyarakat. Selanjutnya Yusuf (2003:24) mengemukakan fungsi keluarga

sebagai berikut : “(1) Kesatuan turunan ( biologis) dan juga kebahagiaan

masyarakat. (2) Berkewajiban meletakkan dasar pendidikan, keagamaan,

kemauan, rasa, kesukaan pada keindahan, kecekapan berekonomi, dan

pengetahuan penjagaan diri kepada si anak.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan keluarga adalah

merupakan kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang paling kecil sebagai suatu

kesatuan melalui ikatan didasarkan perkawinan, dimana tiap-tiap anggota


47

mengabdikan kepada kepentingan dan tujuan keluarga dengan rasa kasih dan

tanggung jawab.

2.4.2 Faktor faktor Lingkungan Keluarga

            Keluarga merupakan tiang Keluarga yang mempunyai peranan yang

sangat penting dan tanggung jawab yang besar dalam membina ahklak anak,

sebab ditangan orang tua nya lah orang menilai baik ahklak anak tersebut.

Selanjutnya Tu’u (dalam Partono 2006:10) menyatakan Lingkungan keluarga

dipahami “Sebagai lembaga pendidikan informal, dimana tempat inilah kegiatan

belajar-mengajar berlangsung, ilmu pengetahuan diajarkan dan dikembangkan

kepada anak”.

Menurut Slameto (2010:60) adapun faktor lingkungan keluarga yang

mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah : (1) Cara orang tua mendidik. (2)

Relasi antar anggota keluarga. (3) Suasana rumah. (4) Keadaan ekonomi keluarga.

(5) Pengertian keluarga. (6) Latar belakang kebudayaan. Faktor tersebut Penulis

jabarkan sebagai berikut :

2.4.3 Peranan dan Fungsi Lingkungan Keluarga

Keluarga mempunyai andil yang sangat besar dalam pembentukan

keperibadian anak. Suasana lingkungan keluarga akan mempengaruhi

perkembangan keperibadian anak baik di sekolah maupun di masyarakat, dalam

lingkungan pekerjaan maupun dalam lingkungan pendidikan. Di lingkungan

keluarga anak memperoleh kecakapan berbahasa, kemampuan untuk belajar dari

orang dewasa, dan beberapa kualitas dan kebutuhan berprestasi, kebiasaan bekerja

dan perhatian terhadap tugas yang merupakan dasar terhadap pekerjaan di

sekolah. Demikian pula dalam aspek pembinaan mental, dimana melalui


48

lingkungan keluargalah anak pertama kali diperkenalkan dengan nilai-nilai

normatif dalam kehidupan. Intinya bahwa segala bentuk pendidikan yang

diperoleh anak dalam lingkungan keluarga akan menjadi dasar bagi pendidikan

anak selanjutnya baik di sekolah maupun di masyarakat.

Karena itulah, banyak para ahli yang mengatakan bahwa lingkungan

yang paling banyak memberikan sumbangan dan besar pengaruhnya terhadap

proses belajar maupun perkembangan anak adalah lingkungan keluarga. Demikian

itu karena lingkungan keluarga merupakan lingkungan primer yang kuat

pengaruhnya kepada individu dibandingkan dengan lingkungan sekunder yang

ikatannya agak longgar. Selain itu keluarga juga merupakan lingkungan

pendidikan pertama pra sekolah yang dikenal anak pertama kali dalam

pertumbuhan dan perkembangannya. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh

Purwanto (2004: 48) yang menyatakan bahwa :

Lingkungan pendidikan yang ada dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:


1. Lingkungan Keluarga, yang disebut juga lingkungan pertama.
2. Lingkungan Sekolah, yang disebut juga lingkungan kedua.
3. Lingkungan Masyarakat, yang disebut juga lingkungan ketiga

Anak menerima pendidikan pertama kali dalam lingkungan keluarga

kemudian dilanjutkan dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Pendidikan

dasar yang diperoleh anak di lingkungan keluarga akan menjadi modal dasar bagi

proses belajar anak di lingkungan sekolah dan masyarakat. Keluarga sebagai

lingkungan belajar pertama mempunyai peranan dan pengaruh yang besar dalam

menuntun perkembangan anak untuk menjadi manusia dewasa.

Keluarga merupakan wadah dimana sifat dan kepribadian anak terbentuk

pertama kali. Dalam keluarga pula, anak pertama kali mengenal nilai dan norma

dalam hidupnya. Keluarga juga merupakan lembaga pendidikan tertua yang


49

bersifat informal dan kodrati. Pendidikan informal yaitu pendidikan yang

diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar

sepanjang hayat. Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga, dalam

pergaulan sehari-hari maupun dalam pekerjaan, masyarakat, organisasi.

Keluarga disebut sebagai lembaga pendidikan informal karena

pendidikan keluarga tidak memiliki program yang terencana seperti lembaga

pendidikan lainnya. Sedangkan pendidikan keluarga bersifat kodrati maksudnya

bahwa antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai peserta didik

mempunyai ikatan darah secara kodrati atau alami. Dengan demikian pendidikan

keluarga adalah pendidikan tradisi yang diterima manusia semenjak manusia itu

dilahirkan.

Semenjak kecil anak dipelihara dan dibesarkan dalam keluarga. Segala

sesuatu yang ada dalam lingkungan keluarga diterima anak sebagai pendidikan

dan akan turut berpengaruh dalam menentukan corak perkembangan anak

selanjutnya. Oleh karena itu keluarga mempunyai tugas khusus untuk meletakkan

dasar-dasar perkembangan anak terutama dalam pembentukan keperibadiannya

yang baik. Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa keluarga mempunyai peran

yang sangat strategis dalam pembentukan keperibadian anak.

Khairuddin (2002: 58) menyatakan bahwa fungsi keluarga secara garis

besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Fungsi-fungsi pokok, yakni fungsi yang tidak dapat diubah atau digantikan

oleh orang lain. Fungsi ini meliputi:


50

a) Fungsi Biologis

b) Fungsi Afeksi

c) Fungsi Sosiologi

2. Fungsi-fungsi lain, yakni fungsi yang relatif lebih mudah diubah atau mengalami

perubahan. Fungsi ini meliputi:

a) Fungsi Ekonomi

b) Fungsi Perlindungan

c) Fungsi Pendidikan

d) Fungsi Rekreasi

e) Fungsi Agama

2.4.4 Indikator Lingkungan Keluarga

Dalyono (2001:192) menyebutkan indikator dari lingkungan keluarga

yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor orang tua, Suasana rumah,

Keadaan ekonomi. Indikator ini Penulis kembangkan sebagai berikut

1. Faktor orang tua Mendidik anak dengan cara memanjakanya adalah cara

mendidik yang tidak baik. Orang tua yang terlalu kasihan terhadap anaknya

tak sampai hati untuk memaksa anaknya belajar, bahkan membiarkan

anaknya tidak belajar dengan alasan segan, adalah tidak benar, karena jika hal

itu dibiarkan berlarut-larut anak menjadi nakal berbuat seenaknya saja, itu

akan menyebabkan elajarnya menjadi kacau. Anak belajar perlu dorongan

orang tua dan pengertian orang tua. Kadangkadang anak mengalami lelah

semangat, orang tua wajib member pengertian dan mendorongnya, membantu

sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak di sekolah.


51

2. Suasana rumah atau keluarga Agar anak dapat belajar dengan baik, perlulah

diciptakan suasana rumah yang tenang dan tentram. Di dalam suasana rumah

yang tenang dan tentram selain anak kerasan dan betah tinggal dirumah, anak

juga dapat belajar dengan baik. Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi

atau kejadian–kejadian yang sering terjadi didalam keluarga dimana anak

berada dan belajar. Suasana rumah juga merupakan faktor yang penting yang

tidak termasuk faktor yang disengaja. Suasana rumah juga mempengaruhi

belajar anak, suasana yang gunduh/ramai tidak member ketenangan anak

dalam belajar. Suasana tersebut dapat terjadi pada keluarga yang besar yang

terlalu banyak penghuninya. Suasana rumah yang tegang, rebut dan sering

terjadi cekcok, pertengkaran antaranggota keluarga atau dengan keluarga lain

menyebabkan anak menjadi bosan dirumah, suka keluar rumah, akibatnya

belajarnya kacau.

3. Keadaan ekonomi keluarga. Keadaan ekonomi keluarga yang cukup dan dapat

memenuhi kebutuhan sehari-hari dan fasilitas belajar anak, itu akan

membantu anak dalam belajar dan dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

Keadaan ekonomi keluarga erat hubunganya dengan belajar anak. Anak yang

sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, missal makan,

pakaian, perlindungan kesehatan dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas

belajar seperti ruang belajar, kursi, meja, penerangan, alat tulismenulis, buku-

buku dan lain-lain. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga

mempunyai cukup uang. Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin,

kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi, akibatnya kesehatan anak

terganggu, sehingga belajar anak juga terganggu. Akibat yang lain anak akan
52

selalu dirundung kesedihan sehingga anak merasa minder dengan teman

lainya , hal ini pasti akan menggangu belajar anak. Bahkan mungkin anak

harus bekerja mencari nafkah sebagai pembantu orang tuanya walaupun

sebenarnya anak belum saatnya untuk bekerja hal yang begitu juga akan

menggangu belajar anak. Walaupun tidak dapat dipungkiri tentang adanya

kemungkinan anak yang serba kekurangan dan selalu menderita akibat

ekonomi keluarga yang lemah, justru keadaan yang begitu menjadi cambuk

baginya untuk belajar lebih giat dan akhirnya sukses besar. Sebaliknya

keluarga yang kaya raya, orang tua sering mempunyai kecendrungan untuk

memanjakan anak. Anak hanya bersenang-senang dan berfota-foya, akibatnya

anak kurang dapat memusatkan perhatiannya kepada belajar. Hal tersebut

juga dapat menggangu belajar anak.

Dari Uraian di atas Penulis berkesimpulan bahwa lingkungan keluarga

merupakan kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang dimana tiap-tiap anggota

mengabdikan kepada kepentingan dan tujuan keluarga yang diukur berdasarkan

indikator faktor orang tua, Suasana rumah, Keadaan ekonomi.

2.5 Penelitian Terdahulu

Ada beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan dengan

penelitian ini. Penelitian tersebut antara lain:

1. Hasil Penelitian dari Naila Rocha dkk tahun 2017 didalam jurnal “Tata

Arta” UNS, Vol. 3, No. 3, hlm 94-104 yang berjudul “ Pengaruh persepsi

siswa tentang kompetensi pedagogik dan profesional guru terhadap

prestasi perpajakan di SMK”. Menerangkan bahwa Terdapat pengaruh


53

yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi

pedagogik terhadap prestasi belajar perpajakan siswa SMK Negeri 1

Surakarta.

2. Hasil Penelitian dari penelitian Pahrudin, Martono & Murtini tahun 2016

dalam jurnal internasional UNS Vol 2, No 1 (2016) yang berjudul “The

Effect of Pedagogic Competency, Personality, Professional and Social

Competency Teacher to Study Achievement of Economic Lesson in State

Senior High School of East Lombok District Academic Year 2015/2016”

menerangkan bahwa Kompetensi pedagogik berpengaruh positif terhadap

hasil belajar.

3. Hasil Penelitian Asep Saepudin dan Yeti Nurizati tahun 2017 dalam jurnal

Edueksos Vol VII no 1 juni 2018 yang berjudul “Pengaruh Gaya Belajar

Siswa Dan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap hasil Belajar Siswa Pada

Mata Pelajaran IPS Kelas Viii Di Smp Negeri 1 Mundu

Kabupaten Cirebon. Menerangkan bahwa terdapat pengaruh negatif antara

pergaulan teman sebaya dengan prestasi belajar siswa, maka semakin naik

pergaulan teman sebaya maka semakin menurun prestasi belajar.

4. Hasil penelitian Irma Leka tahun 2014 pada jurnal internasional

mediteranneal journal of social sciences Vol 6 No 1 januari 2015 yang

berjudul “The Impact of Peer Relations in the Academic Process among

Adolescents” menerangkan bahwa terdapat pengaruh positif teman sebaya

atau peer relations terhadap hasil belajar.

5. Hasil penelitian Sulistiarti tahun 2017 pada jurnal pendidikan ekonomi,

manajemen dan keuangan Vol 2 no 1 bulan mei 2018 yang berjudul


54

“Pengaruh motivasi, tipe belajar, lingkungan keluarga dan lingkungan

masyarakat terhadap hasil belajar siswa” menerangkan bahwa Terdapat

pengaruh yang signifikan dari faktor lingkungan keluarga terhadap hasil

belajar siswa materi keseimbangan pasar dan elastisitas di SMA Negeri

Kecamatan Tanah Grogot Kabupaten Paser. Hal ini berarti semakin baik

lingkungan keluarga siswa akan diikuti oleh semakin baiknya Hasil

Belajar Siswa.

6. Hasil Penelitian oleh Moses Aol Jabuya, Fredrick Ochieng Owuor, Clare

Onsarigo tahun 2013 dalam jurnal internasional Of Scientific &

Technology Research Volume 3, Issue 2, February 2014 yang berjudul

“An Evaluation On Determinants Of Parental Participation In

Implementation Of Academic Projects In Kenya. A Case Of Public

Secondary Schools Kisumu County” menerangkan bahwa terdapat

pengaruh positif lingkungan keluarga terhadap hasil belajar siswa.

2.6 Kerangka Berpikir

Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Dimyati

dan Mudjiono (2009: 3) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari

suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar

diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar

merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar. Hasil belajar

sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas tidak

terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri.


55

Hasil belajar siswa yang baik  dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan

kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah kompetensi

pendagogik yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di

bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku

(psikomotorik). Diharapkan dengan kompetensi pedagogik yang baik akan

berdampak pada hasil belajar siswa yang baik pula. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian nayla (2017) dan pahrudin (2016) yang menerangkan bahwa terdapat

pengaruh positif kompetensi pendagogik guru terhadap hasil belajar siswa.

Semakin tinggi kemampuan pendagogik guru maka semakin baik hasil belajar

siswa.

Selain kemampuan pendagogik guru, hasil belajar siswa yang baik diduga

juga dipengaruhi oleh teman sebaya. siswa memiliki intensitas bertemu dengan

siswa lain yang tergolong sering karena siswa memiliki letak rumah yang tidak

jauh satu sama lain dan dekat dengan sekolahan. Aktivitas yang dilakukan siswa

di luar sekolah adalah bermain dan belajar sehingga siswa sering melakukan

aktivitas belajar kelompok untuk belajar atau mengerjakan pekerjaan rumah yang

diberikan oleh guru kelas secara bersama-sama. Dari kerja kelompok inilah dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Ketika di dalam kelas, siswa didalam kelompok

belajar cenderung aktif membahas mengenai topik pelajaran dengan teman

sekelasnya. inilah yang membuat teman sebaya mampu meningkatkan hasil

belajar. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian asep (2017) dan irma tahun (2014)

yang menerangkan bahwa terdapat pengaruh positif teman sebaya terhadap hasil

belajar.
56

Lingkungan keluarga diduga juga tak lepas memberikan andil atas hasil

belajar siswa yang baik. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang

pertama dan utama bagi seseorang dalam memperoleh pendidikan dan lingkungan

sekolah merupakan lingkungan kedua setelah lingkungan keluarga serta

merupakan lembaga pendidikan formal untuk memperoleh ilmu dan pendidikan.

apabila pendidikan dalam lingkungan keluarganya dapat berjalan dengan baik,

maka akan mempengaruhi kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa di sekolah.

Keluarga memberikan dasar tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada

anak. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulistiarti (2017)

dan Moses (2013) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh keluarga terhadap

hasil belajar siswa.

Dari uraian diatas penulis menggambarkannya kedalam kerangka berpikir

dibawah ini :

Persepsi Pendagogik
guru (X1)
H1

Teman Sebaya (X2) H2 H4 Hasil Belajar (Y)

H3
Lingkungan Keluarga
(X3)

2.7 Hipotesis
57

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas maka

dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

1. Persepsi tentang kompetensi pedagogik guru, teman sebaya dan

lingkungan keluarga secara bersama-sama berpengaruh signifikan

terahadap hasil belajar ips siswa SMP Islam Terpadu Al Azhar Jambi

2. Persepsi tentang kompetensi pedagogik guru berpengaruh signifikan

terahadap hasil belajar ips siswa SMP Islam Terpadu Al Azhar Jambi

3. Teman sebaya berpengaruh signifikan terahadap hasil belajar ips siswa

SMP Islam Terpadu Al Azhar Jambi

4. Lingkungan keluarga berpengaruh signifikan terahadap hasil belajar ips

siswa SMP Islam Terpadu Al Azhar Jambi

Anda mungkin juga menyukai