Anda di halaman 1dari 3

‫ميحرلا نمحرلا هللا‬ ‫بسم‬

Jum‟at, 12 Rabi‟ul Awal 1440 H

Khutbah Pertama

Hakikat Dunia
Kehidupan dunia adalah satu dari rute perjalanan kehidupan manusia. Rasulullah menggambarkan perjalanan kita
di dunia bagaikan orang asing atau hanya sekedar mampir lalu meninggalkannya.
Rasulullah ‫ ملسو هيلع هللا ىلص‬bersabda :
ُ ُ‫لُنُُفُيُالدُهُيُاُمُأُهُوُُغُ ُسيُبُُأُوُُعُابُسُُطُبُيُل‬
“Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau hanya numpang lewat”

Rasulullah ‫ ملسو هيلع هللا ىلص‬telah mengkabarkan tentang rentang umur umatnya. Rasulullah ‫ ملسو هيلع هللا ىلص‬bersabda :
ُ‫ُالظ ِّخينُإلىُالظبعينُوأقلهمُمنُيجىشُذلو‬
ِّ ‫أعمازُأمخـيُماُبين‬
“Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yg bisa melampaui umur tersebut” (HR. Ibnu
Majah, 4236, dihasankan al-Albani)

Tetapi, kehidupan dunia yang singkat inilah yang akan menentukan akibat akhir manusia. Barangsiapa yang
mengikuti petunjuk Allah dan rasulNya maka dia akan selamat dan masuk surga. Namun, barangsiapa yang
mengikuti langkah-langkah syaitan dan berpaling dari petunjuk Allah dan RasulNya maka dia akan sengsara dan
masuk neraka.

Untuk menjalani kehidupan dunia yang singkat ini, Allah perintahkan kita untuk senantiasa beribadah kepadaNya
saja. Allah berfirman,
ُ ُ‫وماُخلقتُالجنُوْلاوعُإَّلُليعبدون‬
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat : 56)

Allah juga berfirman,


ُ‫واعبدُُزبوُُحتىُيأجيوُُاليقين‬
“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu kematian” (QS. Al Hijr: 99).

Bekal ketakwaan
Kematian pasti akan datang. Kemudian, kita akan mati dan akan dimintai pertanggungjawaban amalan.
Karenanya, yang harus kita siapkan bekal taqwa. Allah berfirman
ُ ُ‫وجصودواُفئنُخيرُالصادُالخقىيُواجقىنُياأوليُْلالباب‬
“Berbekallah kalian dan sebaik-baik bekal adalah ketakwaan. Bertakwalah wahai orang-orang yang berakal”. (QS.
Al-Baqarah : 197)

Hakikat takwa adalah mengamalkan perintah-perintah Allah dan RasulNya dan menjauhi larangan-laranganNya.
Sehingga, seorang yang bertakwa selalu memperhatikan syariat Allah dimanapun dia berada. Hal ini sesuai
dengan sabda Rasulullah,
ُ‫اُجُقُ ُىاُللاُُحُيُثُمُاُلُىُت‬
“Bertakwalah kalian dimanapun kalian berada” (HR. Tirmidzi, hasan)

Ketika beramal, orang-orang yang bertakwa selalu berusaha menjaga keikhlasan hatinya dan ittiba‟-nya kepada
sunnah Rasulullah. Dia menyakini bahwa 2 hal ini adalah syarat diterimanya amalan. Rasulullah bersabda
ُِّ ُ‫اُْلاعُمُاىُُب‬
ُ‫الىيُاثُُ ُوإُهُمُاُلُهُ ُِّلُاُمُ ُساُُمُاُهُ ُىي‬ ُ ُ‫إُهُم‬
“Sesungguhnya amalan itu dengan niat dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan
niatnya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
ً
ُ‫لُلُيُعُُعُلُيُهُُأُمُ ُسهُاُفُهُىُُ ُزد‬
ُ ُ‫مُنُُعُمُلُُعُم‬
“Barangsiapa yang melakukan sebuah amalan yang tidak ada dasar dari kami maka amalan itu tertolak” (HR.
Muslim)
Orang-orang yang bertakwa menyakini bahwa untuk meraih predikat amalan yang diterima oleh Allah tidak
semudah membalik telapak tangan. Hal ini dikarenakan ada syaitan dan hawa nafsu yang berusaha menghalang-
halanginya. Karenanya, tidak ada cara lain untuk mengalahkan godaan syaitan dan hawa nafsunya melainkan
berdoa kepada Allah serta bersabar dalam berjihad melawan syaitan dan hawa nafsunya. Allah berfirman,
“ُ‫والرينُجاهدواُفيىاُلنهدينهمُطبلىاُوإنُاَّللَُلعُالُسْحظىين‬
“Dan orang-orang yang berjihad di jalan kami sungguh Kami akan menunjukkan kepadanya jalan-jalan
Kami.” (QS. Al-Ankabuut: 69).

Ibnul Qoyyim mengatakan -setelah membawakan ayat di atas-, “Allah mengaitkan petunjuk dengan jihad. Oleh
sebab itu orang yang paling sempurna petunjuknya adalah yang paling besar jihadnya. Dan jihad yang paling
wajib adalah berjihad menundukkan diri, memerangi hawa nafsu, memerangi syaitan dan menundukkan
dunia. Barang siapa yang berjihad melawan keempat hal ini di jalan Allah maka Allah memberikan petunjuk
kepadanya jalan-jalan keridhaan-Nya yang akan mengantarkannya ke surga.” (Al-Fawaid)

Orang-orang yang bertakwa selalu berusaha menjaga agar pahala amalan shalihnya tidak terhapus. Mereka
menjauhi dosa syirik, dosa kemurtadan, dosa riya, dosa-dosa besar seperti membunuh, berzina, ghibah,
mencela saudara sesama muslim, dan lain-lain dari perbuatan dosa.

Allah berfirman,
ُ‫والرينُيؤجىنُماُآجىاُوقلىبهمُوجلتُأنهمُإل ٰىُزِّبهمُزاجعىن‬
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut. (Mereka menyadari
bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka [QS. Al-Mukminûn : 60]. Rasulullah
menafsirkan ayat tersebut bahwa mereka adalah orang-orang berpuasa, shalat dan bersedekah, akan tetapi
mereka takut (amalannya) tidak diterima. Mereka adalah mendapatkan kebaikan-kebaikan." (HR. Tirmizi,
no.3175, dishahihkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur‟anul Al-Adzim, 1/176)

Orang-orang yang bertakwa ketika terjatuh dalam sebuah dosa, maka mereka segera memohon ampunan dan
menyusul perbuatan dosa itu dengan perbuatan baik untuk menghapusnya. Rasullullah bersabda,
ُ ‫ُوأُجُبُعُُالظُ ُِّيئُتُُالسْحُظُىُتُُجُمُحُهُا‬
“Ikutillah perbuatan dosa dengan perbuatan baik untuk menghapusnya” (HR. Tirmidzi, hasan)
Segera menyusul perbuatan jelek dengan perbuatan baik dengan tujuan agar dosanya tidak menumpuk. Karena
dosa yang menumpuk ini, jika tidak segera ditobati dan tidak diimbangi dengan amal sholeh maka akan
menghitamkan hati. Bahkan -na‟uzubillah min dzalik- itu bisa menghalangi cahaya Allah sehingga nasihat-nasihat
menjadi sulit masuk.

Orang-orang yang bertakwa selalu berusaha menghiasi dirinya dengan akhlak yang terpuji. Hal ini karena mereka
mengamalkan sabda Nabi,
ُ ُ‫ُوخُالُقُُالىُاضُُبُخُلُقُُحُظُن‬
Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik. (HR. Tirmidzi, hasan). Ketika berjumpa dengan saudaranya
sesama muslim, tersenyum, mengucapkan salam, bertutur kata yang sopan, menghormati orang yang lebih tua
darinya dan menyayangi orang yang lebih muda darinya dan lain sebagainya dari akhlak yang terpuji. Mereka
berusaha menjaga lisan mereka agar tidak mencela, menghina, mengghibah, memberikan gelaran-gelaran buruk
dan lain sebagainya dari akhlak yang tercela. Hal ini, mereka lakukan karena mereka yakin bahwa mukmin satu
dengan yang lain adalah saudara.
Allah berfirman
ُ‫إهماُاَلؤمىىنُإخىةُفأصلسْحىاُبينُأخىينمُواجقىاُاَّللُلعلنمُجسحمىن‬
“Sesungguhnya orang-orang mukmin satu dan lainnya adalah bersaudara maka damaikanlah diantara saudara
kalian dan bertakwalah kepada Allah agar kalian dirahmati” (QS. Al-Hujurat:10)

Orang-orang yang bertakwa selalu menyayangi saudaranya. Ketika melihat saudaranya terdzolimi dan
mendzolimi, mereka berusaha menolongnya dari perbuatan dzolim itu. Hal ini karena mengamalkan sabda
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam,
ً ‫اهصسُأخاكُظاَلًاُأوُمظل‬
‫ىما‬
“Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim dan yang dizalimi.” Kemudian ditanyakan bagaimana bagaimana cara
menolong orang yang berbuat zalim? Beliau menjawab,
ُ‫ُفئنُذلوُهصسه‬،ُ‫جحجصهُأوُجمىعهُمنُالظلم‬
“Kamu cegah dia dari berbuat zalim, maka sesungguhnya engkau telah menolongnya.” (HR. Bukhari, no. 6952;
Muslim, no. 2584)
Khutbah Kedua

Semua yang kita lakukan pasti Allah mencatat semua baik itu amal shalih maupun maksiat.
Allah berfirman,
ُ‫إهاُهحنُهحييُاَلىحىُوهنخبُماُقدمىاُوآثازهمُوملُُش يءُُأحصيىاهُُفيُإمامُُمبين‬
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan
bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh
Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)

Al-Hafidz Ibnu Katsir menyebutkan dua tafsir ulama tentang makna kalimat, „bekas-bekas yang mereka
tinggalkan‟ :
[1] Jejak kaki mereka ketika melangkah menuju ketaatan atau maksiat
Ini didasarkan pada hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu „anhuma, bahwa ada Bani Salimah ingin berpindah
membuat perkampungan yang dekat dengan masjid nabawi karena mereka terlalu jauh jika harus berangkat
shalat jamaah setiap hari ke masjid nabawi. Ketika informasi ini sampai kepada Nabi shallallahu „alaihi wa sallam
beliau bersabda,
ُ‫ياُبنىُطلمتُديازلمُجنخبُآثازلمُديازلمُجنخبُآثازلم‬
Wahai Bani Salimah, perjalanan dari rumah kalian ke masjid akan dicatat jejak-jejak kali kalian. (HR. Muslim 1551,
dan Ahmad 14940)

[2] Pengaruh dari amal yang kita kerjakan


Allah mencatat bentuk amal yang mereka kerjakan dan pengaruh dari amal itu. Jika baik, maka dicatat sebagai
kebaikan. Dan jika buruk dicatat sebagai keburukan. Hal ini berdasarkan hadis dari sahabat Jarir bin Abdillah,
bahwa Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
ً ً
ُ‫ُوَّل ُيىقص‬،‫ُلخب ُله ُمثل ُأجس ُمن ُعمل ُبها‬،‫ُفعمل ُبهاُبعده‬،‫من ُطن ُفيُْلاطلم ُطىت ُحظىت‬
ً ً
ُ‫ُلخب ُعليه ُمثل ُوشُز ُمن‬،‫ُفعمل ُبهاُبعده‬،‫ُومن ُطن ُفيُْلاطلم ُطىت ُط ِّيئت‬،‫من ُأجىزهم ُش يء‬
ُ‫ُوَّلُيىقصُمنُأوشازهمُش يُء‬،‫عملُبها‬
“Siapa yang menghidupkan sunah yang baik dalam Islam, kemudian diikuti oleh orang lain setelahnya maka
dicatat untuknya mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya, tanpa mengurangi pahala mereka
sedikit pun. Siapa yang menghidupkan tradisi yang jelek di tengah kaum muslimin, kemudian diikuti oleh orang
lain setelahnya, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang yang melakukannya tanpa mengurangi
dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim 2398, Ahmad 19674, dan yang lainnya)

Oleh karena itu, janganlah kita meremehkan satu kebaikan untuk disampaikan pada yang lainnya, karena jika itu
diikuti orang lain, maka kita pun akan mendapatkan pahalanya. Begitu pula, janganlah kita menyebarkan satu
kejelekan sedikit pun karena jika itu diikuti orang lain, maka kita pun akan mendapatkan dosanya.

Semoga bermanfaat

Anda mungkin juga menyukai